"Sya?" Alana kembali membuka matanya setelah beberapa menit berlalu dan mendapati Rasya yang sedang mengukir senyum padanya."Tidak, Na. Aku hanya bercanda, tetapi rupanya kamu memang tertarik sama aku. Kalau aja nggak, pasti kamu meronta. Ngomong-ngomong aku lihat kamu lagi ada masalah, betul?"Alana mendengus kesal. Dia memang tidak ingin disentuh oleh lelaki itu, tetapi Alana yakin pipinya sempat merona dan Rasya melihatnya sendiri. Dengan susah payah, si gadis malang akhirnya bisa lepas, kemudian membuang napas berat."Ada masalah lain, tapi lupakan tentang itu, Sya. Aku pengen ngeliat Albian dulu."Akhirnya Rasya mengangguk dan memberi kelegaan tersendiri dalam hati Alana. Lelaki itu menggandeng tangan Alana seolah mereka memang sepasang kekasih yang saling mencintai, menuju ujung tanah lapang itu, menyibak semak dan menemukan tembok berwarna hitam.Andai saja Rasya tidak membukanya, maka Alana mengira itu sebatas dinding. Dia sedikit menganga, tetapi kemudian harus fokus menurun
Rasya tertawa mengejek. "Bukan aku yang harus membunuhmu, tetapi Alana sendiri. Albian, aku tahu kamu masih mencintai Alana, hanya rasa takutmu dengan masalah itu membuatmu berpaling. Kamu takut menghadapi rintangan padahal masalah ada karena ulahmu sendiri.""Persetan dengan cinta, aku tidak pernah mencintai Alana!" elak Albian memberi tatapan tajam. Semburat merah terlihat jelas di matanya.Sekalipun mereka sudah mengakhiri hubungan dan Alana berada di posisi kuat, hatinya tetap saja terasa perih. Apakah benar selama ini Albian hanya pura-pura mencintainya? Lalu kenapa sampai menginginkan sesuatu yang lebih?Alana menghela napas berat, dia tidak tahu menebak kebenarannya. Mata Albian tidak menunjukkan pertanda apa pun, Alana pun mengukir senyum kecut. Janin di dalam perutnya memang masih belum terasa, tetapi tetap saja itu darah daging Albian dan sebuah dosa jika dia sampai menggugurkannya."Betul kamu nggak cinta sama Alana?" Rasya kembali bertanya, kini sambil merangkul pinggang g
Rasya duduk di sebuah kursi kosong, begitu pun dengan Alana. Sementara Albian tetap diam di tempatnya dalam keadaan mulut sudah dilakban oleh dua penjaga yang ada di sana. Rasya menarik napas panjang lantas tersenyum kecut.Malam sebelum Alana datang ke kontrakan Bella, Rasya sudah menguntit targetnya melalui orang suruhan. Dia menyusul ketika tahu si target sudah memilih tempat untuk makan malamnya dengan seorang gadis seksi yang cantik. Rasya tahu betul siapa gadis itu, dia adalah wanita bayaran khusus untuk orang tertentu."Sudah berapa lama mereka di sini?" tanya Rasya pada orang suruhannya. Dia adalah Alex, lelaki berusia 35 tahun dengan tubuh tinggi nan kekar."Sekitar satu jam, Den."Setelah dibuat menunggu selama lima menit, Albian akhirnya keluar sambil menggandeng tangan gadis murahan itu. Mereka terlihat sangat bahagia, bahkan Albian beberapa kali mencuri cium padanya. Entah berapa banyak uang yang dia habiskan untuk menuruti waktu.Namun, itu bukan sesuatu yang penting bag
"Kau dengar sendiri, Al? Alana tidak melihat kebohongan di mataku. Jadi percuma kalau kamu masih mencoba mengelak. Akui saja perselingkuhanmu itu. Laki-laki memang tidak pernah puas dengan satu wanita.""Lalu kamu apa? Berarti kamu juga selingkuh dari Alana?""Laki-laki sejati tidak akan pernah membiarkan kekasihnya terluka. Laki-laki sejati tidak menganggap wanita sebagai boneka karena lelaki sejati tidak pernah main boneka. Kamu pernah dengar kalimat itu?"Albian mendengus mendengar sindiran Rasya. Kalau saja posisinya tidak dalam keadaan terikat begitu, dia pasti sudah menghajar Rasya meskipun ada penjaga di sana. Dia sudah kesal bahkan berdoa dalam hati agar mereka berdua cepat mati."Kalau saja aku tahu kamu memang nggak pernah cinta sama aku, aku nggak bakal nerima cinta kamu. Dulu datang mengemis, membawa banyak harapan yang semuanya adalah palsu. Biadab!" teriak Alana di akhir kalimat sambil menempeleng wajah Albian.Napasnya memburu, air mata pun keluar tanpa mampu dia bendun
"Melamar Alana? Kamu serius mau melamar gadis yang nggak lagi suci? Alana lagi hamil dan kamu yakin mau ngelamar buat jadi suaminya?" Ranti berdecih. "Sulit menemukan sosok laki-laki yang mau menerima kekurangan seperti Alana. Dari penampilan kamu saja, aku sudah nggak yakin. Kamu tidak dewasa, apa bisa memberi kebahagiaan untuk anakku?""Tan, umur tidak menjadi tolak ukur kedewasaan. Apa yang salah dengan penampilan seperti ini? Sekalipun sehari-hari memakai pakaian kantor kalau ternyata sifatnya kekanakan, sulit setia, bukankah itu percuma? Aku bisa memberi kebahagiaan pada Alana. Apa pun yang dia minta bakal aku penuhi, Tan. Masalah anak dalam kandungannya, aku juga tahu. Tidak ada yang salah dengan itu yang penting Alana bahagia dan mau nerima kekurangan aku juga."Ranti mengerti, tetapi haruskah dia menerima lelaki pilihan putrinya sementara sudah ada yang menurut Ranti cocok untuk dijadikan menantu? Tentu saja itu Danis, selain dewasa dan mapan, dia juga bisa menahan amarah terb
Alana menghela napas berat karena rasa kesal sudah merajai hatinya. Bagaimana bisa takdir tidak pernah berpihak padanya? Apalagi saat ini ada trio macan itu, dia pasti harus menguras tenaga lagi. Ah ya, bukankah jin atau setan-setan keluar menjelang magrib? Alana baru ingat hal itu.Dengan sedikit terbata, dia membaca ayat kursi dengan suara yang sedikit keras. Saat di pertengahan ayat, Hesti membentak, "heh, kamu pikir kita-kita ini setan apa sampai dibacain ayat kursi?""Sok paling suci aja!" Siti tidak mau kalah, dia bahkan menjitak kepala Alana keras.Alana tidak balas memukul karena mereka berjumlah tiga orang, tetapi jika tidak bisa melukai dengan fisik, bukankah masih bisa merusak mental atau batinnya? Alana tersenyum pongah, menatap ketiganya secara bergantian."Aku lupa kalau kalian itu manusia soalnya aku kalau ngeliat muka kalian kayak langsung keingat film horor gitu loh. Valak, nenek lampir, nenek sihir. Mirip, iya toh?" Alana pun menutup mulutnya seolah meralat ucapan pa
"Alana sudah ngerebut Rasya dari aku, Mbak. Pelakor kayak dia itu nggak pantes buat dikatain cantik, mending dihajar sebelum keluar kamar. Gimana?""Heh, sadar nggak kalau kamu yang ngerebut Albian dari aku? Semua tetangga di sini tahu kalau aku pernah pacaran sama Albian yang ternyata selingkuh sama kamu. Udah deh nggak usah akting!" geram Alana, tangannya mengepal sempurna.MUA tahu suasana di kamar pengantin sedang panas sehingga meminta Bella keluar saja. Apalagi beberapa detik yang lalu terdengar sorakan saksi menyebut kata 'sah!'. Sayangnya, gadis sialan itu menolak untuk keluar sendiri, dia malah menarik tangan Alana ikut bersamanya.Bella mengukir senyum sinis. Sepanjang malam dia memikirkan cara untuk merebut Rasya kembali karena mereka kekasihnya yang sekarang tidak berguna. Mereka memang baru bertemu tadi pagi, tetapi Bella merasa kurang respect sehingga memilih untuk mengusir Albian saja, sekaligus melarangnya untuk datang ke pernikahan Alana dalam keadaan babak belur sepe
"Apa maksudmu, Sya? Kamu nuduh aku tidur sama laki-laki? Hei, kamu sering maksa aku buat ditidurin sampai hamil begini, sekarang mau ngefitnah? Emang laki-laki jaman sekarang itu biadab ya, macarin anak orang buat dirusak doang. Sue!"Emosi Bella semakin memuncak. Kalau dia tidak meneruskan sandiwara itu sampai menang, bisa dipastikan orang-orang di sana akan menghujatnya. Dia memang bodoh karena datang tanpa persiapan lebih dan hanya memikirkan tentang kehamilan palsunya yang dianggap bisa menguntungkan.Alana juga tidak mau tinggal diam. Dia menatap tajam pada Bella yang memasang mimik paling menyebalkan. Meskipun tangan Alana sedikit dingin, dia tidak peduli. Baginya, diam adalah sebuah kekalahan besar ketika musuh terus mengusik."Benar, laki-laki jaman sekarang emang biadab, tapi nggak semuanya. Bella, kalau kamu mau mengatai orang seperti itu, minimal bercermin dulu lah. Suamiku nggak akan ketipu sama akal bulusmu. Oh iya, kita kan temanan yang bisa dikata sahabat, tentu aku tah
Selesai mandi sore, Alana memilih mengurung diri dalam kamar bersama putra kesayangannya karena Ali sedang terlelap. Merasa jenuh, akhirnya dia membuka aplikasi sosial media. Mulai dari Instag-ram, Face-book hingga aplikasi hijau yang dikenal dengan sebutan Whats-App.Alana membuka story teman-temannya. Mereka memang masih saling menyimpan kontak, tetapi tidak pernah bertukar pesan selain menonton story masing-masing. Terutama Alana yang memang tidak mau mempublish masalahnya ke media sosial.Menyebar masalah ke sosial media bagi Alana itu buruk. Selain mengundang gibah, beberapa dari mereka juga bertanya bukan karena peduli atau ingin memberi solusi melainkan kepo saja. Lagi pula, masalah rumah tangga itu hal privasi.Alana menekan layar ponselnya ketika tiba di story Whats-App milik Rasya. Ada foto mereka berdua di sana dengan caption 'Bidadari Surgaku' yang disertai emotikon love dan bunga mawar merah."Lah, ini bener?" tanya Alana menatap tidak percaya.Entah kenapa, tiba-tiba hat
"Sepertinya, aku harus pergi lagi sebelum perasaan ini tumbuh sangat dalam dan untuk itu aku butuh kamu," jawab Shaka dengan perasaan sedih.Hasna terdiam beberapa saat, kemudian melirik ke kanan dan kiri. Sayang sekali karena tidak ada pembeli agar dia bisa menghindari Shaka.Jujur saja, dia belum bisa membuka hati untuk orang baru. Memang benar kalau saat ini Hasna butuh seseorang untuk menemaninya menjalani hidup. Dia bosan menumpang pada Siti karena selalu dijadikan kambing hitam, dituduh dalang dari setiap masalah yang ada.Hidupnya kacau balau, terkadang Hasna ingin menyerah jika saja iman tidak ada dalam dada. Hasna mendesah kesal, entah mengapa. Saat kembali menatap Shaka, ada rasa iba dalam dirinya. Lelaki itu setengah mati berjuang melupakan Zanna, haruskah dia mengorbankan perasaan sendiri demi membantunya kembali ke hakikat diri?Berat. Hasna rasa tidak mudah mengubah pendirian seseorang. Apalagi sosok seperti Shaka yang setahu Hasna sudah lama alpa dari perintah Tuhan yak
I lay my love on youIt's all I wanna doEvery time I breathe I feel brand newYou opened up my heartShow me all your love and walk right throughAs I lay my love on you....Shaka sengaja mendengarkan lagu romansa dari Westlife sebagai gambaran perasaannya saat ini. Memang benar bahwa Alana lah yang membuka hatinya untuk tidak larut mencintai Zanna yang telah tiada. Sayang sekali, dia tidak bisa memiliki wanita itu.Mencintai seseorang yang sudah menikah dan suaminya adalah adik sendiri itu menyakitkan. Shaka diam-diam menghela napas berat tanpa memudarkan senyum di bibirnya. Dia ingin menikmati kesempatan itu dengan bahagia."Andai saja aku pulang lebih cepat dan ketemu sama kamu, aku yakin kita akan menjadi pasangan romantis. Aku nggak bakal ngebiarin Rasya buat nikahin kamu karena kesempatan itu nggak datang dua kali.""Andai saja kita bisa kembali ke masa lalu," gumam Alana membuang pandangan ke arah samping."Bahkan kamu lebih menginginkan aku daripada Rasya. Jelas sekali karen
Sesampainya di rumah, Ranti langsung menemui menantunya yang sedang duduk di samping ayunan Ali sambil menonton YouTube. Melihat kesedihan di wajahnya membuat wanita tua itu mengurungkan niat, kemudian menyerahkan ponselnya pada sang anak."Tadi mama sempat rekam pembicaraan kita di rumah Siti. Kamu kasih sama Rasya sebagai bukti, mama mau balik ke rumah dulu," bisik Ranti, lantas melangkah cepat meninggalkan Alana.Wanita itu melipat bibir. Jujur saja, dia sedikit kesal pada tingkah suaminya yang sangat mudah termakan omongan tetangga. Padahal, dia sudah tahu bagaimana perangai Siti selama ini. Lulusan sarjana, tetapi begitu mudah dikelabui.Alana tidak habis pikir, hatinya pun masih menyimpan perih setelah mendapat tamparan tadi. Kalau saja bukan mau bersikap dewasa, dia pasti sudah balas menampar Rasya. Ah, pikirannya kalut. Kini, pandangan mereka bertemu ... masih terlihat binar cinta di kedua matanya."Dengerin sendiri!" Alana meletakkan ponsel ibunya, kemudian ikut duduk di deka
Rasya tentu tidak mau kalah, dengan cepat dia menyusul Alana ke kamar, kemudian membawanya ke tempat semula dengan sedikit paksaan. Dia bisa saja melanjutkan perdebatan itu dalam kamar, tetapi Ali tidak boleh ditinggal sendirian.Kembali, Rasya membuang napas berat. Ada perasaan sedih dalam hatinya karena dia percaya pada apa yang Siti katakan. Mengingat Shaka pernah menganggap Alana adalah Zanna, maka tidak menutup kemungkinan apa yang diadukan Siti benar adanya dan Alana sedang mencoba untuk lari dari masalah.Apa gunanya bertanya pada Ranti jika dia akan membela anaknya sendiri karena takut kalau Alana menjadi janda di usia muda apalagi pernikahan mereka belum terlalu lama ditambah Ali masih kecil. Memikirkan itu semua semakin menambah pikiran Rasya saja."Kalau kamu nggak percaya, ya sudah.""Hari itu saja aku lihat kamu dipeluk sama Shaka padahal ada banyak pelayan di rumah. Sementara tadi, hanya ada kalian. Setan selalu hadir sebagai orang ketiga saat ada yang berduaan. Okelah a
"Bu Siti tahu dari mana kalau Alana romantis-romantisan?"Siti mengibaskan kipasnya, padahal cuaca biasa saja. "Ya aku lihat sendiri lah. Tahu sendiri kan kalau Hasna kerja di warung mertua kamu, sebagai tante yang baik untuk Hasna dan tetangga baik buat kalian, jadinya beli nasi uduk ke sana. Eh, sebelum kesampean malah liat laki-laki lagi gendong Ali, terus Alana malah senyum-senyum tidak jelas. Agak lama sih posisi mereka kayak gitu, sesekali Alana bercandain Ali. Pokoknya aku nggak bisa gambarin secara gamblang, intinya mereka romantisan. Mungkin karena Hasna sama mertua kamu lagi keluar jadi mereka mikirnya dunia cuma milik berdua. Iya, toh?"Mendengar itu semakin menambah amarah di hati Rasya. Kedua matanya berubah merah, rahang pun mengetat sempurna. Bagaimana mungkin Alana bersikap romantis pada lelaki lain?Satu hal yang membuat Rasya bingung. Dia belum bisa menebak siapa lelaki yang berhasil merebut posisinya. Sejak dulu Rasya sudah berpesan agar Alana tidak pernah tersenyum
Hari kedua Shaka bekerja, dia ternyata sosok yang rajin. Datang lima menit lebih cepat dan pulang lebih lambat karena membantu Ranti membereskan warung terlebih dahulu.Sebenarnya Ranti masih sungkan mempekerjakan saudara menantunya, tetapi dia terus mendesak. Sudah berulang kali Ranti memintanya pulang ke rumah atau bekerja di kantor, Shaka tidak pernah mengindahkannya.Sekarang, jam sudah mendekati pukul tiga sore dan Shaka belum juga kembali sejak empat jam yang lalu. Ada rasa khawatir yang menyelimuti jiwa Ranti dan juga Hasna karena makanan-makanan itu diantar tidak terlalu jauh dari rumah dan jumlahnya pun tidak banyak.Dalam waktu normal, Ranti memperkirakan Shaka sudah tiba di rumah sejak setengah jam yang lalu. Entahlah, dia mendesah ingin putus asa terutama ketika Hasna mengatakan kalau nomor telepon Shaka tidak aktif. Ke mana dia? Apa dia baik-baik saja?"Kalau Shaka kenapa-napa?""Hust!" Ranti menempelkan jari telunjuknya di bibir Hasna beberapa detik, kemudian melanjutkan
Hari sabtu, hari yang biasanya Alana nantikan karena Rasya tidak harus berangkat ke kantor. Bagaimana dengan sekarang? Mungkin sedikit sulit karena sudah beberapa hari ini tidak ada canda dan tawa di antara keduanya.Rasya hanya akan berbicara pada Alana ketika ada sesuatu yang penting, begitu juga sebaliknya. Alana bukan tidak mau meraih rida suami, tetapi Rasya yang terlihat menghindari.Tepatnya karena merasa bersalah. Entah kenapa lelaki itu sangat sulit mengurai kata maaf di hadapan Alana. Rasa bersalah yang terlalu dalam, mungkin. Sekarang pun dia sengaja berlama-lama di kamar mandi karena khawatir berpapasan dengan Alana.Sementara Alana sendiri melipat pakaian yang dia cuci kemarin karena Ali terlelap di dalam ayunan. Untung saja pangeran mereka tidak lagi rewel, mungkin saja berusaha mengerti keadaan orangtuanya.Jam sudah menunjuk angka delapan, Ranti yang berada di penjualan terlihat penat. Dia pun memilih duduk sebentar karena tadi malam harus begadang setelah menerima pes
"Tidak mungkin, Na. Aku nggak yakin ada yang suka sama aku. Kamu tahu sendiri aku nggak ada kelebihan selain jago jualan." Hasna tertawa renyah, kemudian melanjutkan, "sulit. Aku harap tidak ada."Alana tersenyum hangat. Kalau dia jadi Hasna, mungkin akan merasakan hal yang sama pula. Hidup di perantauan bersama seorang tante yang sangat cerewet dan senang memfitnah orang itu tidak menyenangkan, hari-hari berlalu pasti dipenuhi dengan tekanan yang membebani pikiran apalagi jika dijadikan babu karena hidup menumpang.Sebenarnya bukan menumpang semata, Hasna juga menyisihkan gajinya untuk membeli beras atau lauk, tetapi tetap saja Siti menganggapnya beban dan kalau suatu hari nanti ada yang berniat baik, tentu merupakan berita baik.Ada satu masalah, Hasna tidak akan semudah itu mendapat restu. Dia yang kini hidup jauh dari kota kelahirannya memaksa diri untuk tetap tenang, sabar dan selalu semangat dalam keadaan apa pun. Hasna sebenarnya sangat butuh dukungan dari keluarga, hanya takdi