Waktu terus membawa mereka pada masa-masa indah. Tidak terasa, hari ini memasuki bulan ke enam sejak kehamilan Alana. Perutnya yang semakin membesar juga berat badan kian bertambah.Dia semakin cantik, putih bersih terawat. Kata orang-orang terdahulu, jika seperti itu, maka ada kemungkinan anak yang akan dilahirkan seorang perempuan. Alana menanggapi dengan senyum ketika para tetangga menebaknya.Apakah dia akan melahirkan anak lelaki atau perempuan, biar menjadi kejutan saja. Alana juga tidak mau tahu jenis kelamin padahal dokter sudah memeriksanya. Alana tidak pemilih, yang penting dia sehat dan lahirannya pun normal tanpa kendala."Sebentar lagi acara tujuh bulanan kamu, Na. Kira-kira mau diadakan di sini apa rumah mertuamu?""Mungkin di sini saja, Ma. Kalau di rumah mertua, tetangga kita nggak bisa hadir. Mungkin bisa, tapi hanya sebagian. Lagian lebih nyaman buat acara di rumah sendiri."Ranti mengangguk pelan, kemudian membersihkan meja di warungnya. Husna belum datang, dia mema
Mereka sudah tiba di rumah, tetapi sudah tidak menemukan mobil Rasya. Berarti lelaki itu telah berangkat ke kantor. Alana membiarkan Hasna kembali ke warung sementara Alana memilih masuk rumah.Dalam rumah, dia tidak banyak melakukan aktivitas selain ngemil di depan televisi. Ponsel yang di-charger di dekat televisi segera dilepas karena sudah full.Begitu mengaktifkan WiFi, berderet pesan masuk ke aplikasi WhatsApp. Alana mengerutkan kening karena tidak mengenali pemilik nomor itu, juga tidak ada foto profil di sana.[Alana, aku nggak tahu bagaimana ngejelasin ini semua sama kamu. Mungkin kamu berpikir selama ini aku nggak ada usaha melupakan. Kamu salah, Na, setiap malam aku berdoa agar perasaan ini hilang daripada terus mencintai orang yang salah. Setiap malam aku berdoa memohon petunjuk, tetapi entah kenapa semakin berusaha melupakan, cinta semakin tumbuh.][Katakan, bagaimana aku bisa melupakanmu? Jelaskan cara agar aku tidak lagi mengingat namamu. Mungkin ini hukuman karena suda
"Tante?" Hasna membulatkan kedua matanya, menatap tidak percaya."Kamu ditanya malah terkejut gitu. Emang tante setan apa, ha?!" Siti mengibaskan tangannya kesal."Tante mau makan?""Mau makan, mau makan. Kamu budeg apa gimana, Na? Tadi tante tanya, Albian datang lagi ke sini?""Kok, tante nanya gitu?""Ya kan tadi tante lihat dia keluar dari sini.""Kalau lihat kenapa masih nanya, Tan?" Hasna mencoba menahan tawa melihat Siti yang mulai kesal.Pasalnya, kalau sudah berbicara tentang Albian, maka Siti akan selalu lupa waktu. Hasna tidak ingin tantenya menghabiskan masa tua dengan mengghibah tetangga sendiri. Akan tetapi, meskipun sudah sering dilarang, Siti tetap saja pada kebiasaannya.Hasna pernah diusir dari rumah karena sudah berani meminta para tetangga untuk bubar dari rumah Siti. Bukan tanpa alasan, melainkan karena nama Alana menjadi trending topik. Sebagian dari mereka berpendapat kalau Alana hamil bukan darah daging Rasya, padahal wanita itu tidak pernah bicara atau dekat de
POV Albian___Sudah berhari-hari aku tidak bisa tenang karena selalu memikirkan Alana. Dia membuatku terpukau dan sulit melewati hari tanpa menemuinya. Entah apa yang Alana lakukan sekarang, apakah makan, minum atau jalan-jalan?Aku berdiri, melangkah ke luar menuju dapur karena rasa haus mendera. Saat melirik jam, rupanya sudah menunjuk pukul lima sore. Rasa rindu kian menggebu, aku meneguk air dalam gelas hingga tandas."Rapi begitu mau ke mana?""Bukan urusanmu!" ketusku pada tante Hesti yang selalu memburuk-burukkan Alana."Pasti mau nyari Alana lagi, kan? Kamu itu dikasih tahu malah ngeyel. Dia nggak pantes dicintai. Kamu tahu sendiri dia pemalas, kan? Pengangguran gitu malah dicintai, lagian bukannya dia udah nikah sama cowok kaya? Dasar cewek matre!""Tan, udah. Kenapa selalu ngejelekin Alana? Apa ada dendam pribadi sama dia? Sejak aku pacaran sama dia, tante selalu cerita jelek tentang Alana, ngatain dia ini lah itu lah. Aku muak, jadi tolong berhenti. Nggak ada yang mengenal
POV Author___"Gak bisa dibiarin gitu, Ma. Mungkin hari ini dia mengaku akan pergi, tapi bisa jadi esok balik lagi. Aku udah hafal kelakuan Albian yang nggak pernah serius ngomongnya. Selama ini mama lihat sendiri, kan?"Alana bersandar di kursi ruang tamu dengan perasaan sesak. Memikirkan Albian membuat kepalanya seperti ingin pecah saja. Dia juga bingung kenapa lelaki itu tiba-tiba mengejarnya?Apakah hukum karma berlaku pada Albian? Setelah Alana dibuang, dihina, bahkan dipermalukan, sekarang Albian malah mencarinya, mengemis untuk kembali bahkan rela melakukan segala cara."Mama bilang sudahi semuanya. Hidup berselimut dendam itu nggak akan bahagia. Kalau pun kamu belum bisa maafin dia, ya paling tidak, jangan dendam lagi. Albian dalam posisinya yang sekarang itu tersiksa batinnya. Coba dipikir, gimana perasaan kamu jatuh cinta mati sama orang yang sudah menikah?""Huh, mama nggak ngerti perasaan aku!" cerocos Alana meninggalkan rumah ibunya dalam keadaan kesal.Rasya sendiri mem
Alana benar-benar menjalani harinya dengan bahagia. Terkadang dia bercerita panjang lebar dan Hasna yang menjadi pendengar terbaik. Bahkan saat acara tujuh bulanan pun Alana dipenuhi dengan kebahagiaan. Banyak tamu undangan yang datang termasuk keluarga dari pihak Rasya. Semuanya bersikap baik dan jarang orang kaya memiliki sifat itu. Alana tampil dengan gamis biru senada dengan kerudungnya, sementara Rasya memakai kemeja biru navy dan celana bahan hitam. Sayangnya, setelah acara itu Alana sedikit merasa sedih karena rumah kembali sepi. Rasya yang semakin sibuk bekerja untuk persiapan anak pertamanya, Ranti yang semakin banyak pelanggan menambah penghasilannya. Hari berganti minggu, minggu pun berganti bulan. Sudah tiga purnama berlalu, hari ini tepat tanggal 25 Mei, Alana mengadakan tasyakuran untuk putra pertama mereka yang lahir tujuh hari yang lalu. Semua orang bergembira mengucap doa untuk Alana sekeluarga. "Namanya Ahmad Ali Zaki," jawab Alana ketika salah seorang di antara m
Selesai acara dan beres-beres rumah, mereka semua berkumpul di ruang keluarga terkecuali Alana yang sudah lebih dulu masuk kamar untuk menidurkan putra tampannya karena jam sudah menunjuk angka sembilan malam. Di sana juga ada Hasna karena Ranti memintanya untuk menginap saja, setelah sibuk membantu.Ketika Devita hendak pamit, Rasya langsung mencegatnya dengan memegang tangan sang ibu. Dia sudah tidak bisa menahan diri lagi untuk tetap diam. Bagaimana pun, berita itu harus diketahui oleh kedua orangtuanya."Ada apa, Sya? Sepertinya ada sesuatu yang serius?" Devita mengerutkan kening bingung melihat Rasya diam, menatap serius padanya.Lelaki itu mengembuskan napas, resah. Dia menarik tangannya lantas berkata, "tadi Shaka datang ke sini, Ma, Pa.""Shaka?" Bahzar dan Devita membeo bersamaan memastikan kalau apa yang dia dengar tidak salah."Iya, Shaka. Dia datang mengucap kata selamat atas kelahiran Ali.""Kenapa ... maksud mama, Shaka datang dan cuma menemui kamu? Tanpa mencari atau me
Pagi menyapa, Alana menyibukkan diri dengan berjemur di depan rumah karena bayinya sedang dijaga oleh sang ibu sementara Rasya bersiap untuk ke kantor.Suasana begitu tenang, terlihat beberapa orang berlalu-lalang. Ada yang berjalan kaki, naik sepeda dan juga motor. Sebagian dari mereka adalah anak-anak yang berangkat ke sekolah menengah, jaraknya tidak terlalu jauh, sekitar satu kilometer dari rumah Alana."Yang, aku pamit. Kamu jaga diri, kalau ada apa-apa langsung kabarin aku. Oke?" Rasya mencium pucuk kepala istrinya, lalu mengulurkan tangan untuk Alana cium dengan takzim."Hati-hati, Sya."Baru saja lelaki berkemeja putih itu ingin melangkah menuju mobil ketika kakinya kembali terpaku karena teringat satu hal. Dia memutar badan menatap Alana penuh cinta. "Eits, jangan panggil 'Rasya' lagi kalau cuma berdua. Panggil ayah, ayah Ali.""Nggak ah, belum terbiasa manggil ayah.""Harus!"Alana cemberut, tetapi memilih diam daripada terus mendebat. Memanggil suami dengan panggilan ayah?
Selesai mandi sore, Alana memilih mengurung diri dalam kamar bersama putra kesayangannya karena Ali sedang terlelap. Merasa jenuh, akhirnya dia membuka aplikasi sosial media. Mulai dari Instag-ram, Face-book hingga aplikasi hijau yang dikenal dengan sebutan Whats-App.Alana membuka story teman-temannya. Mereka memang masih saling menyimpan kontak, tetapi tidak pernah bertukar pesan selain menonton story masing-masing. Terutama Alana yang memang tidak mau mempublish masalahnya ke media sosial.Menyebar masalah ke sosial media bagi Alana itu buruk. Selain mengundang gibah, beberapa dari mereka juga bertanya bukan karena peduli atau ingin memberi solusi melainkan kepo saja. Lagi pula, masalah rumah tangga itu hal privasi.Alana menekan layar ponselnya ketika tiba di story Whats-App milik Rasya. Ada foto mereka berdua di sana dengan caption 'Bidadari Surgaku' yang disertai emotikon love dan bunga mawar merah."Lah, ini bener?" tanya Alana menatap tidak percaya.Entah kenapa, tiba-tiba hat
"Sepertinya, aku harus pergi lagi sebelum perasaan ini tumbuh sangat dalam dan untuk itu aku butuh kamu," jawab Shaka dengan perasaan sedih.Hasna terdiam beberapa saat, kemudian melirik ke kanan dan kiri. Sayang sekali karena tidak ada pembeli agar dia bisa menghindari Shaka.Jujur saja, dia belum bisa membuka hati untuk orang baru. Memang benar kalau saat ini Hasna butuh seseorang untuk menemaninya menjalani hidup. Dia bosan menumpang pada Siti karena selalu dijadikan kambing hitam, dituduh dalang dari setiap masalah yang ada.Hidupnya kacau balau, terkadang Hasna ingin menyerah jika saja iman tidak ada dalam dada. Hasna mendesah kesal, entah mengapa. Saat kembali menatap Shaka, ada rasa iba dalam dirinya. Lelaki itu setengah mati berjuang melupakan Zanna, haruskah dia mengorbankan perasaan sendiri demi membantunya kembali ke hakikat diri?Berat. Hasna rasa tidak mudah mengubah pendirian seseorang. Apalagi sosok seperti Shaka yang setahu Hasna sudah lama alpa dari perintah Tuhan yak
I lay my love on youIt's all I wanna doEvery time I breathe I feel brand newYou opened up my heartShow me all your love and walk right throughAs I lay my love on you....Shaka sengaja mendengarkan lagu romansa dari Westlife sebagai gambaran perasaannya saat ini. Memang benar bahwa Alana lah yang membuka hatinya untuk tidak larut mencintai Zanna yang telah tiada. Sayang sekali, dia tidak bisa memiliki wanita itu.Mencintai seseorang yang sudah menikah dan suaminya adalah adik sendiri itu menyakitkan. Shaka diam-diam menghela napas berat tanpa memudarkan senyum di bibirnya. Dia ingin menikmati kesempatan itu dengan bahagia."Andai saja aku pulang lebih cepat dan ketemu sama kamu, aku yakin kita akan menjadi pasangan romantis. Aku nggak bakal ngebiarin Rasya buat nikahin kamu karena kesempatan itu nggak datang dua kali.""Andai saja kita bisa kembali ke masa lalu," gumam Alana membuang pandangan ke arah samping."Bahkan kamu lebih menginginkan aku daripada Rasya. Jelas sekali karen
Sesampainya di rumah, Ranti langsung menemui menantunya yang sedang duduk di samping ayunan Ali sambil menonton YouTube. Melihat kesedihan di wajahnya membuat wanita tua itu mengurungkan niat, kemudian menyerahkan ponselnya pada sang anak."Tadi mama sempat rekam pembicaraan kita di rumah Siti. Kamu kasih sama Rasya sebagai bukti, mama mau balik ke rumah dulu," bisik Ranti, lantas melangkah cepat meninggalkan Alana.Wanita itu melipat bibir. Jujur saja, dia sedikit kesal pada tingkah suaminya yang sangat mudah termakan omongan tetangga. Padahal, dia sudah tahu bagaimana perangai Siti selama ini. Lulusan sarjana, tetapi begitu mudah dikelabui.Alana tidak habis pikir, hatinya pun masih menyimpan perih setelah mendapat tamparan tadi. Kalau saja bukan mau bersikap dewasa, dia pasti sudah balas menampar Rasya. Ah, pikirannya kalut. Kini, pandangan mereka bertemu ... masih terlihat binar cinta di kedua matanya."Dengerin sendiri!" Alana meletakkan ponsel ibunya, kemudian ikut duduk di deka
Rasya tentu tidak mau kalah, dengan cepat dia menyusul Alana ke kamar, kemudian membawanya ke tempat semula dengan sedikit paksaan. Dia bisa saja melanjutkan perdebatan itu dalam kamar, tetapi Ali tidak boleh ditinggal sendirian.Kembali, Rasya membuang napas berat. Ada perasaan sedih dalam hatinya karena dia percaya pada apa yang Siti katakan. Mengingat Shaka pernah menganggap Alana adalah Zanna, maka tidak menutup kemungkinan apa yang diadukan Siti benar adanya dan Alana sedang mencoba untuk lari dari masalah.Apa gunanya bertanya pada Ranti jika dia akan membela anaknya sendiri karena takut kalau Alana menjadi janda di usia muda apalagi pernikahan mereka belum terlalu lama ditambah Ali masih kecil. Memikirkan itu semua semakin menambah pikiran Rasya saja."Kalau kamu nggak percaya, ya sudah.""Hari itu saja aku lihat kamu dipeluk sama Shaka padahal ada banyak pelayan di rumah. Sementara tadi, hanya ada kalian. Setan selalu hadir sebagai orang ketiga saat ada yang berduaan. Okelah a
"Bu Siti tahu dari mana kalau Alana romantis-romantisan?"Siti mengibaskan kipasnya, padahal cuaca biasa saja. "Ya aku lihat sendiri lah. Tahu sendiri kan kalau Hasna kerja di warung mertua kamu, sebagai tante yang baik untuk Hasna dan tetangga baik buat kalian, jadinya beli nasi uduk ke sana. Eh, sebelum kesampean malah liat laki-laki lagi gendong Ali, terus Alana malah senyum-senyum tidak jelas. Agak lama sih posisi mereka kayak gitu, sesekali Alana bercandain Ali. Pokoknya aku nggak bisa gambarin secara gamblang, intinya mereka romantisan. Mungkin karena Hasna sama mertua kamu lagi keluar jadi mereka mikirnya dunia cuma milik berdua. Iya, toh?"Mendengar itu semakin menambah amarah di hati Rasya. Kedua matanya berubah merah, rahang pun mengetat sempurna. Bagaimana mungkin Alana bersikap romantis pada lelaki lain?Satu hal yang membuat Rasya bingung. Dia belum bisa menebak siapa lelaki yang berhasil merebut posisinya. Sejak dulu Rasya sudah berpesan agar Alana tidak pernah tersenyum
Hari kedua Shaka bekerja, dia ternyata sosok yang rajin. Datang lima menit lebih cepat dan pulang lebih lambat karena membantu Ranti membereskan warung terlebih dahulu.Sebenarnya Ranti masih sungkan mempekerjakan saudara menantunya, tetapi dia terus mendesak. Sudah berulang kali Ranti memintanya pulang ke rumah atau bekerja di kantor, Shaka tidak pernah mengindahkannya.Sekarang, jam sudah mendekati pukul tiga sore dan Shaka belum juga kembali sejak empat jam yang lalu. Ada rasa khawatir yang menyelimuti jiwa Ranti dan juga Hasna karena makanan-makanan itu diantar tidak terlalu jauh dari rumah dan jumlahnya pun tidak banyak.Dalam waktu normal, Ranti memperkirakan Shaka sudah tiba di rumah sejak setengah jam yang lalu. Entahlah, dia mendesah ingin putus asa terutama ketika Hasna mengatakan kalau nomor telepon Shaka tidak aktif. Ke mana dia? Apa dia baik-baik saja?"Kalau Shaka kenapa-napa?""Hust!" Ranti menempelkan jari telunjuknya di bibir Hasna beberapa detik, kemudian melanjutkan
Hari sabtu, hari yang biasanya Alana nantikan karena Rasya tidak harus berangkat ke kantor. Bagaimana dengan sekarang? Mungkin sedikit sulit karena sudah beberapa hari ini tidak ada canda dan tawa di antara keduanya.Rasya hanya akan berbicara pada Alana ketika ada sesuatu yang penting, begitu juga sebaliknya. Alana bukan tidak mau meraih rida suami, tetapi Rasya yang terlihat menghindari.Tepatnya karena merasa bersalah. Entah kenapa lelaki itu sangat sulit mengurai kata maaf di hadapan Alana. Rasa bersalah yang terlalu dalam, mungkin. Sekarang pun dia sengaja berlama-lama di kamar mandi karena khawatir berpapasan dengan Alana.Sementara Alana sendiri melipat pakaian yang dia cuci kemarin karena Ali terlelap di dalam ayunan. Untung saja pangeran mereka tidak lagi rewel, mungkin saja berusaha mengerti keadaan orangtuanya.Jam sudah menunjuk angka delapan, Ranti yang berada di penjualan terlihat penat. Dia pun memilih duduk sebentar karena tadi malam harus begadang setelah menerima pes
"Tidak mungkin, Na. Aku nggak yakin ada yang suka sama aku. Kamu tahu sendiri aku nggak ada kelebihan selain jago jualan." Hasna tertawa renyah, kemudian melanjutkan, "sulit. Aku harap tidak ada."Alana tersenyum hangat. Kalau dia jadi Hasna, mungkin akan merasakan hal yang sama pula. Hidup di perantauan bersama seorang tante yang sangat cerewet dan senang memfitnah orang itu tidak menyenangkan, hari-hari berlalu pasti dipenuhi dengan tekanan yang membebani pikiran apalagi jika dijadikan babu karena hidup menumpang.Sebenarnya bukan menumpang semata, Hasna juga menyisihkan gajinya untuk membeli beras atau lauk, tetapi tetap saja Siti menganggapnya beban dan kalau suatu hari nanti ada yang berniat baik, tentu merupakan berita baik.Ada satu masalah, Hasna tidak akan semudah itu mendapat restu. Dia yang kini hidup jauh dari kota kelahirannya memaksa diri untuk tetap tenang, sabar dan selalu semangat dalam keadaan apa pun. Hasna sebenarnya sangat butuh dukungan dari keluarga, hanya takdi