Alana membuka mata ketika merasakan percikan air mengenai wajahnya. Saat melirik ke kanan dan kiri ada ibu dan suaminya di sana dengan raut wajah menandakan kekhawatiran."Akhirnya kamu bangun juga, Na," lirih wanita tua yang masih memakai mukenah."Ini jam berapa, Ma?""Sudah jam sembilan malam." Rasya yang menjawab.Alana langsung melotot, kantuknya mendadak hilang seperti diterpa angin. Hal yang terakhir Alana ingat adalah dia berada di warung ibunya di pagi hari, kemudian berseteru dengan Albian dan juga mendengar kabar kematian Bella. Setelah itu, Alana tidak mengingat apapun lagi."Kata mama, kamu pingsan saat tahu Bella sudah pergi. Lagian kenapa harus pingsan, ada salah sama dia atau shock? Mengira aku yang membunuhnya?""Bukan." Alana menatap sendu suaminya. "Aku hanya tidak menyangka dia pergi secepat itu. Bagaimana pun, kami pernah bersahabat dan aku nggak sampai hati untuk bahagia. Betul, ada sedikit rasa tenang karena setelah kepergian Bella, nggak ada yang bakal ngusik k
Tiga pekan berlalu sejak kejadian hari itu dan Albian tidak pernah lagi menampakkan batang hidungnya. Alana merasa bersyukur karena rumah tangganya baik-baik saja bahkan dia semakin diratukan oleh Rasya.Setiap hari sepulang kerja, Rasya akan pulang membawa pizza, makanan kesukaan Alana. Bukan hanya itu, saat waktu libur tiba, mereka pasti menghabiskan waktu bersama. Terkadang Ranti ikut, terkadang pula tidak.Alana diberi kebebasan berbelanja apa pun yang dia inginkan. Apalagi Devita semakin menunjukkan kasih sayangnya karena wanita tua itu sudah lama mendambakan anak perempuan, dia merasa cocok dengan menantunya."Dua garis!" pekik Alana dengan suara tertahan begitu melihat hasil Test Pack-nya.Kalau saja dulu dia menangis bingung melibat dua garis merah di benda pipih yang panjang itu, sekarang bibirnya malah mengambangkan senyum. Sebenarnya dia ragu untuk melakukan tes kehamilan, tetapi Ranti menyarankan begitu tahu Alana telat datang bulan."Rasya pasti senang ini, sebentar lagi
Matahari semakin meninggi, pelanggan pun kian memenuhi semua meja yang ada. Alana menyeka keringat yang terus menetes dari pelipisnya. Dia tentu saja tidak tega jika membiarkan sang ibu bekerja sendirian. Bagaimanapun, Ranti adalah wanita istimewa bagi Alana. Dia melahirkan, mendidik bahkan menjaga Alana dengan baik. Ketika mendapati kabar kalau anak gadisnya hamil di luar nikah, Alana tahu kalau sang ibu murka dan ingin mengusirnya, tetapi Ranti tidak melakukan itu. Dia memilih bersabar, berdiri menguatkan Alana. Hal itu yang membuat Alana tidak sampai hati membuat sang ibu bekerja sendirian. Apalagi selama ini dia termasuk sebagai beban keluarga karena kerjanya hanya makan dan tidur saja. Sekarang tidak ada salahnya jika Alana mencoba memberi kebahagiaan itu. Meskipun dia sangat ingin ibunya tinggal duduk di rumah dan menikmati masa tuanya. Sayang sekali karena modal yang mereka pakai pun masih berasal dari kartu ATM Rasya. "Mama istirahat aja dulu, kalau ada pelanggan baru biar
"Hari ini cuaca panas banget. Kok ya aku pengen makan es krim, tapi malas keluar gitu." Alana mencuri pandang pada Rasya berharap lelaki tampan itu peka dengan keinginan istrinya."Iya, cuaca masih panas padahal udah mau sore. Lagian gimana caranya makan es krim, tapi males keluar rumah?"Aduh, lelaki memang sulit untuk peka. Padahal kalimat Alana tidak penuh dengan teka-teki. Dengan kesal, Alana kembali membuka suara sambil menatap langit-langit rumah. "Oh Tuhan, andai suamiku mau keluar beli es krim, aku pasti bakal senang. Cuman dia kayak nggak peka gitu, gimana ini?"Gayung bersambut, Rasya terkekeh pelan melihat tingkah istrinya. Meskipun dia juga malas untuk ke luar rumah apalagi masih teringat tentang Danis, tetapi dia bisa memaksakan diri.Rasya ingin membahagiakan istri dan calon anaknya. Perkara es krim bukanlah sesuatu yang perlu diperdebatkan. Setelah mengusap-usap kepala Alana, dia melangkah ke luar rumah tanpa mengajak Alana."Tunggu ya!""Idih, di luar rumah baru teriak
"Tan, jangan dikira aku nggak ngerasa bersalah sama Alana. Semua kesalahan yang aku lakukan itu selalu ada dalam benak. Bahkan sebenarnya aku malu buat datang ke sini, tetapi nggak ada yang bisa membohongi hati ... aku ternyata masih mencintai Alana dan nggak bisa ngelupain dia."Curhatan itu Ranti dengar dengan baik. Sebagai orang dewasa, dia sangat memahami perasaan Albian. Namun, sebagai orangtua Alana, dia tidak peduli pada perasaan seperti itu dan menganggap semua omong kosong belaka."Alana nggak bisa maafin kamu, Al." Hanya itu yang bisa Ranti katakan."Apa yang harus aku lakukan supaya mendapat maaf dari Alana, Tan? Aku sungguh menyesal dan ingin memperbaiki semuanya. Makanya kemarin aku sempat ngilang itu karena berusaha kembali ke jalan yang benar. Alhamdulillah aku salat lima waktu, belajar baca qur'an lagi di malam hari di rumah Ustaz Nasir. Tante kenal sama Ustaz Nasir?""Pendiri Masjid Nurul Iman?""Betul. Aku belajar di sana, memperbaiki diri, berusaha memantaskan diri
Siang menjelang sore ketika Alana baru saja selesai mencuci piring bekas makannya, Ranti memanggil dari luar, berulang kali memaksa Alana untuk segera menyusul."Kenap–" Ucapan Alana terpotong ketika dia melihat Albian berdiri di depan rumah.Apa yang membuat si Bangs4t itu kembali? Apa dia tidak punya pekerjaan selain mengejar mantan yang sudah menikah dan hidup bahagia dengan suaminya?Entahlah. Alana sangat pusing dengan semua manusia yang ada di bumi. Tidak ada yang benar-benar bisa memahami keadaan Alana. Ya, tentu saja karena wanita itu ingin menghabiskan waktu berdua dengan Rasya.Mungkin di pantai atau melihat matahari terbit di gunung?"Alana, ada sesuatu yang harus kamu jawab!""Apa? Tanyakan!" ketus Alana. Hatinya semakin kesal ketika mendapati Hasna melirik pada mereka berdua.Karyawan baru, tetapi sangat berani menguping pembicaraan. Padahal dia memakai jilbab, apa itu semua sandiwara? Kedatangannya bagian dari rencana Siti? Alana bingung."Tentang Bella. Aku sudah menden
"Kamu kenapa, sih, Na? Pertama nyuruh aku makan gado-gado, jadi mampir ke sini. Eh, tau-tau kenapa cubitan. Kenapa?"Tiba-tiba muncul ide dalam benak Rasya untuk mengerjai Alana. Selama ini kan dia menurut, jadi sekarang mungkin sebaiknya pura-pura mengerti kalau dia sedang dilanda rasa cemburu."Kedua apa?!" Benar saja, hati Alana mungkin sudah gosong terbakar api cemburu. Dia tidak bisa menyembunyikan ekspresinya. Bibir pun telah manyun dua senti."Itu dapat cubitan, padahal udah nurutin maunya kamu."Pesanan Rasya sudah siap, dia pun langsung menyantap setelah menarik tangannya dari Alana. Setelah makan beberapa porsi, akhirnya dia mulai menyukai gado-gado.Alana sendiri semakin cemberut, air matanya menggenang di pelupuk mata, tetapi berusaha dia sembunyikan. Kesal, marah dan kecewa karena Rasya tidak bersikap romantis di hadapan Hasna."Enak, Ma." Rasya memuji masakan mertuanya tulus."Dibantu Hasna.""Hasna? Siapa dia?" Rasya menghentikan gerakan tangannya, lalu mengerutkan keni
Waktu terus membawa mereka pada masa-masa indah. Tidak terasa, hari ini memasuki bulan ke enam sejak kehamilan Alana. Perutnya yang semakin membesar juga berat badan kian bertambah.Dia semakin cantik, putih bersih terawat. Kata orang-orang terdahulu, jika seperti itu, maka ada kemungkinan anak yang akan dilahirkan seorang perempuan. Alana menanggapi dengan senyum ketika para tetangga menebaknya.Apakah dia akan melahirkan anak lelaki atau perempuan, biar menjadi kejutan saja. Alana juga tidak mau tahu jenis kelamin padahal dokter sudah memeriksanya. Alana tidak pemilih, yang penting dia sehat dan lahirannya pun normal tanpa kendala."Sebentar lagi acara tujuh bulanan kamu, Na. Kira-kira mau diadakan di sini apa rumah mertuamu?""Mungkin di sini saja, Ma. Kalau di rumah mertua, tetangga kita nggak bisa hadir. Mungkin bisa, tapi hanya sebagian. Lagian lebih nyaman buat acara di rumah sendiri."Ranti mengangguk pelan, kemudian membersihkan meja di warungnya. Husna belum datang, dia mema
Selesai mandi sore, Alana memilih mengurung diri dalam kamar bersama putra kesayangannya karena Ali sedang terlelap. Merasa jenuh, akhirnya dia membuka aplikasi sosial media. Mulai dari Instag-ram, Face-book hingga aplikasi hijau yang dikenal dengan sebutan Whats-App.Alana membuka story teman-temannya. Mereka memang masih saling menyimpan kontak, tetapi tidak pernah bertukar pesan selain menonton story masing-masing. Terutama Alana yang memang tidak mau mempublish masalahnya ke media sosial.Menyebar masalah ke sosial media bagi Alana itu buruk. Selain mengundang gibah, beberapa dari mereka juga bertanya bukan karena peduli atau ingin memberi solusi melainkan kepo saja. Lagi pula, masalah rumah tangga itu hal privasi.Alana menekan layar ponselnya ketika tiba di story Whats-App milik Rasya. Ada foto mereka berdua di sana dengan caption 'Bidadari Surgaku' yang disertai emotikon love dan bunga mawar merah."Lah, ini bener?" tanya Alana menatap tidak percaya.Entah kenapa, tiba-tiba hat
"Sepertinya, aku harus pergi lagi sebelum perasaan ini tumbuh sangat dalam dan untuk itu aku butuh kamu," jawab Shaka dengan perasaan sedih.Hasna terdiam beberapa saat, kemudian melirik ke kanan dan kiri. Sayang sekali karena tidak ada pembeli agar dia bisa menghindari Shaka.Jujur saja, dia belum bisa membuka hati untuk orang baru. Memang benar kalau saat ini Hasna butuh seseorang untuk menemaninya menjalani hidup. Dia bosan menumpang pada Siti karena selalu dijadikan kambing hitam, dituduh dalang dari setiap masalah yang ada.Hidupnya kacau balau, terkadang Hasna ingin menyerah jika saja iman tidak ada dalam dada. Hasna mendesah kesal, entah mengapa. Saat kembali menatap Shaka, ada rasa iba dalam dirinya. Lelaki itu setengah mati berjuang melupakan Zanna, haruskah dia mengorbankan perasaan sendiri demi membantunya kembali ke hakikat diri?Berat. Hasna rasa tidak mudah mengubah pendirian seseorang. Apalagi sosok seperti Shaka yang setahu Hasna sudah lama alpa dari perintah Tuhan yak
I lay my love on youIt's all I wanna doEvery time I breathe I feel brand newYou opened up my heartShow me all your love and walk right throughAs I lay my love on you....Shaka sengaja mendengarkan lagu romansa dari Westlife sebagai gambaran perasaannya saat ini. Memang benar bahwa Alana lah yang membuka hatinya untuk tidak larut mencintai Zanna yang telah tiada. Sayang sekali, dia tidak bisa memiliki wanita itu.Mencintai seseorang yang sudah menikah dan suaminya adalah adik sendiri itu menyakitkan. Shaka diam-diam menghela napas berat tanpa memudarkan senyum di bibirnya. Dia ingin menikmati kesempatan itu dengan bahagia."Andai saja aku pulang lebih cepat dan ketemu sama kamu, aku yakin kita akan menjadi pasangan romantis. Aku nggak bakal ngebiarin Rasya buat nikahin kamu karena kesempatan itu nggak datang dua kali.""Andai saja kita bisa kembali ke masa lalu," gumam Alana membuang pandangan ke arah samping."Bahkan kamu lebih menginginkan aku daripada Rasya. Jelas sekali karen
Sesampainya di rumah, Ranti langsung menemui menantunya yang sedang duduk di samping ayunan Ali sambil menonton YouTube. Melihat kesedihan di wajahnya membuat wanita tua itu mengurungkan niat, kemudian menyerahkan ponselnya pada sang anak."Tadi mama sempat rekam pembicaraan kita di rumah Siti. Kamu kasih sama Rasya sebagai bukti, mama mau balik ke rumah dulu," bisik Ranti, lantas melangkah cepat meninggalkan Alana.Wanita itu melipat bibir. Jujur saja, dia sedikit kesal pada tingkah suaminya yang sangat mudah termakan omongan tetangga. Padahal, dia sudah tahu bagaimana perangai Siti selama ini. Lulusan sarjana, tetapi begitu mudah dikelabui.Alana tidak habis pikir, hatinya pun masih menyimpan perih setelah mendapat tamparan tadi. Kalau saja bukan mau bersikap dewasa, dia pasti sudah balas menampar Rasya. Ah, pikirannya kalut. Kini, pandangan mereka bertemu ... masih terlihat binar cinta di kedua matanya."Dengerin sendiri!" Alana meletakkan ponsel ibunya, kemudian ikut duduk di deka
Rasya tentu tidak mau kalah, dengan cepat dia menyusul Alana ke kamar, kemudian membawanya ke tempat semula dengan sedikit paksaan. Dia bisa saja melanjutkan perdebatan itu dalam kamar, tetapi Ali tidak boleh ditinggal sendirian.Kembali, Rasya membuang napas berat. Ada perasaan sedih dalam hatinya karena dia percaya pada apa yang Siti katakan. Mengingat Shaka pernah menganggap Alana adalah Zanna, maka tidak menutup kemungkinan apa yang diadukan Siti benar adanya dan Alana sedang mencoba untuk lari dari masalah.Apa gunanya bertanya pada Ranti jika dia akan membela anaknya sendiri karena takut kalau Alana menjadi janda di usia muda apalagi pernikahan mereka belum terlalu lama ditambah Ali masih kecil. Memikirkan itu semua semakin menambah pikiran Rasya saja."Kalau kamu nggak percaya, ya sudah.""Hari itu saja aku lihat kamu dipeluk sama Shaka padahal ada banyak pelayan di rumah. Sementara tadi, hanya ada kalian. Setan selalu hadir sebagai orang ketiga saat ada yang berduaan. Okelah a
"Bu Siti tahu dari mana kalau Alana romantis-romantisan?"Siti mengibaskan kipasnya, padahal cuaca biasa saja. "Ya aku lihat sendiri lah. Tahu sendiri kan kalau Hasna kerja di warung mertua kamu, sebagai tante yang baik untuk Hasna dan tetangga baik buat kalian, jadinya beli nasi uduk ke sana. Eh, sebelum kesampean malah liat laki-laki lagi gendong Ali, terus Alana malah senyum-senyum tidak jelas. Agak lama sih posisi mereka kayak gitu, sesekali Alana bercandain Ali. Pokoknya aku nggak bisa gambarin secara gamblang, intinya mereka romantisan. Mungkin karena Hasna sama mertua kamu lagi keluar jadi mereka mikirnya dunia cuma milik berdua. Iya, toh?"Mendengar itu semakin menambah amarah di hati Rasya. Kedua matanya berubah merah, rahang pun mengetat sempurna. Bagaimana mungkin Alana bersikap romantis pada lelaki lain?Satu hal yang membuat Rasya bingung. Dia belum bisa menebak siapa lelaki yang berhasil merebut posisinya. Sejak dulu Rasya sudah berpesan agar Alana tidak pernah tersenyum
Hari kedua Shaka bekerja, dia ternyata sosok yang rajin. Datang lima menit lebih cepat dan pulang lebih lambat karena membantu Ranti membereskan warung terlebih dahulu.Sebenarnya Ranti masih sungkan mempekerjakan saudara menantunya, tetapi dia terus mendesak. Sudah berulang kali Ranti memintanya pulang ke rumah atau bekerja di kantor, Shaka tidak pernah mengindahkannya.Sekarang, jam sudah mendekati pukul tiga sore dan Shaka belum juga kembali sejak empat jam yang lalu. Ada rasa khawatir yang menyelimuti jiwa Ranti dan juga Hasna karena makanan-makanan itu diantar tidak terlalu jauh dari rumah dan jumlahnya pun tidak banyak.Dalam waktu normal, Ranti memperkirakan Shaka sudah tiba di rumah sejak setengah jam yang lalu. Entahlah, dia mendesah ingin putus asa terutama ketika Hasna mengatakan kalau nomor telepon Shaka tidak aktif. Ke mana dia? Apa dia baik-baik saja?"Kalau Shaka kenapa-napa?""Hust!" Ranti menempelkan jari telunjuknya di bibir Hasna beberapa detik, kemudian melanjutkan
Hari sabtu, hari yang biasanya Alana nantikan karena Rasya tidak harus berangkat ke kantor. Bagaimana dengan sekarang? Mungkin sedikit sulit karena sudah beberapa hari ini tidak ada canda dan tawa di antara keduanya.Rasya hanya akan berbicara pada Alana ketika ada sesuatu yang penting, begitu juga sebaliknya. Alana bukan tidak mau meraih rida suami, tetapi Rasya yang terlihat menghindari.Tepatnya karena merasa bersalah. Entah kenapa lelaki itu sangat sulit mengurai kata maaf di hadapan Alana. Rasa bersalah yang terlalu dalam, mungkin. Sekarang pun dia sengaja berlama-lama di kamar mandi karena khawatir berpapasan dengan Alana.Sementara Alana sendiri melipat pakaian yang dia cuci kemarin karena Ali terlelap di dalam ayunan. Untung saja pangeran mereka tidak lagi rewel, mungkin saja berusaha mengerti keadaan orangtuanya.Jam sudah menunjuk angka delapan, Ranti yang berada di penjualan terlihat penat. Dia pun memilih duduk sebentar karena tadi malam harus begadang setelah menerima pes
"Tidak mungkin, Na. Aku nggak yakin ada yang suka sama aku. Kamu tahu sendiri aku nggak ada kelebihan selain jago jualan." Hasna tertawa renyah, kemudian melanjutkan, "sulit. Aku harap tidak ada."Alana tersenyum hangat. Kalau dia jadi Hasna, mungkin akan merasakan hal yang sama pula. Hidup di perantauan bersama seorang tante yang sangat cerewet dan senang memfitnah orang itu tidak menyenangkan, hari-hari berlalu pasti dipenuhi dengan tekanan yang membebani pikiran apalagi jika dijadikan babu karena hidup menumpang.Sebenarnya bukan menumpang semata, Hasna juga menyisihkan gajinya untuk membeli beras atau lauk, tetapi tetap saja Siti menganggapnya beban dan kalau suatu hari nanti ada yang berniat baik, tentu merupakan berita baik.Ada satu masalah, Hasna tidak akan semudah itu mendapat restu. Dia yang kini hidup jauh dari kota kelahirannya memaksa diri untuk tetap tenang, sabar dan selalu semangat dalam keadaan apa pun. Hasna sebenarnya sangat butuh dukungan dari keluarga, hanya takdi