Alana membuka mata ketika seseorang menepuk pipinya berulang kali. Pandangan masih buram, dia terpaksa mengucek mata karena penasaran sosok yang duduk di dekatnya."Kamu udah pulang?" tanya Alana pada sang suami."Kamu tidur apa latihan mati, sih, Na? Ini udah sore menjelang magrib, kamu belum masak. Yuk, pulang, ada sesuatu yang harus aku jelasin sama kamu!""Kebablasan, capek banget soalnya." Alana menjawab sambil turun dari tempat tidur.Mereka keluar menemui Ranti yang rupanya sedang memasak. Wanita tua itu hanya mengangguk ketika Alana pamit ke rumah sendiri. Ada perasaan sedih dalam hatinya karena sekarang dia benar-benar harus tinggal sendirian.Namun, perasaan sedih itu berusaha dia telan mengingat kalau seorang istri memang harus ikut pada suami bukan tinggal dengan ibu atau pun mertua. Ranti harus bisa memahami karena dia juga seorang wanita, istri dan juga ibu.Sesampainya di rumah berwarna krem berpadu cokelat muda itu, Alana langsung melangkah menuju dapur untuk memasak n
Malam hari, mereka menyempatkan diri untuk menonton acara televisi dulu sebelum menuju ke tempat peraduan. Semua tugas rumah sudah beres sejak awal karena Rasya turut membantu.Sebenarnya berat bagi Alana untuk memendam semua tanya dalam hatinya tentang Zanna. Namun, jika terus membahas hal itu, maka hanya akan menuai perdebatan panjang. Alana juga memikirkan bagaimana hubungan pernikahannya dengan Rasya nanti.Bukan takut menjanda di usia muda, Alana hanya ingin menjaga nama baik keluarga. Kalau dia dicerai oleh Rasya, sudah tentu para tetangga akan menjadikannya bulan-bulanan. Setelah itu, Bella dan Albian akan tersenyum menang karena impian mereka terwujud.Selama Rasya masih memenuhi kebutuhannya, menjaga serta melindungi kapan pun dan di mana pun, selama Alana belum pernah dirugikan, maka wanita itu memilih untuk bertahan. Lagi pula, Zanna adalah masa lalu dan bukan berarti Rasya orang yang paling patut disalahkan karena tidak membantu malam itu."Kenapa menghela napas berat?" te
Pagi yang cerah, tetapi hari ini Rasya memilih untuk tidak berangkat ke kantor dan itu sedikit menyulitkan Alana. Seharusnya sekarang dia membantu sang ibu menyiapkan segala kebutuhan jualan atau mungkin menata bahan makanan di warung, tetapi Rasya merengek minta ditemani.Sangat berbeda dengan tadi malam ketika Rasya terlihat seperti singa kelaparan yang menerkam musuh tanpa ampun. Alana sungguh dibuat kelelahan, kalau saja bukan sebuah kewajiban, dia tidak akan sudi melakukannya.Sekarang Rasya masih bersembunyi di balik selimutnya. Alana sendiri betah menunggu sambil berkacak pinggang. Itu sudah kali ke tiganya Alana mencoba menggoyangkan tubuh Rasya, tetap saja tidak mendapat respon."Apa sekarang kamu lemah setelah tadi malam? Aku nggak nyangka kalau kamu selemah itu menjadi suami, Sya. Mungkin lain kali kita tidak usah melakukannya sebelum kamu berobat!" Alana pura-pura mendengus kesal.Rasya langsung membuka selimutnya, bangkit dari tempat tidur dan langsung melakukan olahraga
"Gimana, dia pelanggan pertama kita, Na. Siapa tahu setelah ini bakal banyak yang dateng. Sebenarnya mama pengen marah sama Albian, tapi harus gimana?"Alana tidak suka mendengar jawaban ibunya. Dia memicing pada Albian yang bisa-bisanya mengulum senyum semanis mungkin. Masalah besar jika sampai Rasya tahu dia datang, tetapi tidak diusir.Tadi malam memang Rasya mengaku sangat mencintainya, hanya saja perasaan seseorang bisa berubah ketika rasa cemburu dan marah hadir dalam satu waktu. Alana juga muak melihat tampang Albian karena mengingatkannya pada luka di masa lalu.Luka yang belum bisa pulih sepenuhnya. Kedua tangan Alana mengepal sempurna, sayangnya hanya bisa diam ketika tetangga lain datang mengaku ingin memesan nasi goreng Ranti.Mereka adalah Leha dan Siti. Dua wanita bertubuh gempal yang selalu menemani Hesti menyebar berita palsu. Alana tahu pasti kalau kedatangannya di warung bukan hanya memesan makanan, pasti ada maksud lain terlebih ketika melihat Albian duduk manis di
"Kamu yakin nggak pernah cerita sama Albian?" Mata Rasya memicing.Sial. Alana terus mengumpat dalam hati berharap Albian lekas menemui ajalnya saja. Dia sudah keterlaluan karena membawa-bawa nama Alana, pasti dengan harapan agar Rasya menjatuhkan talaknya.Dalam posisi itu, bagaimana dia akan menjelaskan semuanya sedangkan fakta mengatakan kalau Albian sudah menghasut Alana untuk kembali padanya serta memberitahu tentang foto Zanna di galeri kemarin.Jika Alana mengungkap itu, bukankah sama saja dia mengakui telah percaya pada Albian? Dia memeriksa ponsel Rasya karena hasutan dari Albian? Apakah itu tidak menambah masalah?Bingung. Kalau saja bisa, Alana sudah pasti lama menghilang dari mereka. Dia terus merintih memohon pertolongan pada Tuhan dalam hati sambil sesekali melontarkan sumpah serapah."Aku yakin, Sya. Kapan aku cerita sama dia? Mama selalu ada di rumah dan aku nggak pernah keluar-keluar. Oke, aku akui dia pernah datang memohon agar aku kembali sama dia, lalu menuduhmu ti
Alana membuka mata ketika merasakan percikan air mengenai wajahnya. Saat melirik ke kanan dan kiri ada ibu dan suaminya di sana dengan raut wajah menandakan kekhawatiran."Akhirnya kamu bangun juga, Na," lirih wanita tua yang masih memakai mukenah."Ini jam berapa, Ma?""Sudah jam sembilan malam." Rasya yang menjawab.Alana langsung melotot, kantuknya mendadak hilang seperti diterpa angin. Hal yang terakhir Alana ingat adalah dia berada di warung ibunya di pagi hari, kemudian berseteru dengan Albian dan juga mendengar kabar kematian Bella. Setelah itu, Alana tidak mengingat apapun lagi."Kata mama, kamu pingsan saat tahu Bella sudah pergi. Lagian kenapa harus pingsan, ada salah sama dia atau shock? Mengira aku yang membunuhnya?""Bukan." Alana menatap sendu suaminya. "Aku hanya tidak menyangka dia pergi secepat itu. Bagaimana pun, kami pernah bersahabat dan aku nggak sampai hati untuk bahagia. Betul, ada sedikit rasa tenang karena setelah kepergian Bella, nggak ada yang bakal ngusik k
Tiga pekan berlalu sejak kejadian hari itu dan Albian tidak pernah lagi menampakkan batang hidungnya. Alana merasa bersyukur karena rumah tangganya baik-baik saja bahkan dia semakin diratukan oleh Rasya.Setiap hari sepulang kerja, Rasya akan pulang membawa pizza, makanan kesukaan Alana. Bukan hanya itu, saat waktu libur tiba, mereka pasti menghabiskan waktu bersama. Terkadang Ranti ikut, terkadang pula tidak.Alana diberi kebebasan berbelanja apa pun yang dia inginkan. Apalagi Devita semakin menunjukkan kasih sayangnya karena wanita tua itu sudah lama mendambakan anak perempuan, dia merasa cocok dengan menantunya."Dua garis!" pekik Alana dengan suara tertahan begitu melihat hasil Test Pack-nya.Kalau saja dulu dia menangis bingung melibat dua garis merah di benda pipih yang panjang itu, sekarang bibirnya malah mengambangkan senyum. Sebenarnya dia ragu untuk melakukan tes kehamilan, tetapi Ranti menyarankan begitu tahu Alana telat datang bulan."Rasya pasti senang ini, sebentar lagi
Matahari semakin meninggi, pelanggan pun kian memenuhi semua meja yang ada. Alana menyeka keringat yang terus menetes dari pelipisnya. Dia tentu saja tidak tega jika membiarkan sang ibu bekerja sendirian. Bagaimanapun, Ranti adalah wanita istimewa bagi Alana. Dia melahirkan, mendidik bahkan menjaga Alana dengan baik. Ketika mendapati kabar kalau anak gadisnya hamil di luar nikah, Alana tahu kalau sang ibu murka dan ingin mengusirnya, tetapi Ranti tidak melakukan itu. Dia memilih bersabar, berdiri menguatkan Alana. Hal itu yang membuat Alana tidak sampai hati membuat sang ibu bekerja sendirian. Apalagi selama ini dia termasuk sebagai beban keluarga karena kerjanya hanya makan dan tidur saja. Sekarang tidak ada salahnya jika Alana mencoba memberi kebahagiaan itu. Meskipun dia sangat ingin ibunya tinggal duduk di rumah dan menikmati masa tuanya. Sayang sekali karena modal yang mereka pakai pun masih berasal dari kartu ATM Rasya. "Mama istirahat aja dulu, kalau ada pelanggan baru biar
Selesai mandi sore, Alana memilih mengurung diri dalam kamar bersama putra kesayangannya karena Ali sedang terlelap. Merasa jenuh, akhirnya dia membuka aplikasi sosial media. Mulai dari Instag-ram, Face-book hingga aplikasi hijau yang dikenal dengan sebutan Whats-App.Alana membuka story teman-temannya. Mereka memang masih saling menyimpan kontak, tetapi tidak pernah bertukar pesan selain menonton story masing-masing. Terutama Alana yang memang tidak mau mempublish masalahnya ke media sosial.Menyebar masalah ke sosial media bagi Alana itu buruk. Selain mengundang gibah, beberapa dari mereka juga bertanya bukan karena peduli atau ingin memberi solusi melainkan kepo saja. Lagi pula, masalah rumah tangga itu hal privasi.Alana menekan layar ponselnya ketika tiba di story Whats-App milik Rasya. Ada foto mereka berdua di sana dengan caption 'Bidadari Surgaku' yang disertai emotikon love dan bunga mawar merah."Lah, ini bener?" tanya Alana menatap tidak percaya.Entah kenapa, tiba-tiba hat
"Sepertinya, aku harus pergi lagi sebelum perasaan ini tumbuh sangat dalam dan untuk itu aku butuh kamu," jawab Shaka dengan perasaan sedih.Hasna terdiam beberapa saat, kemudian melirik ke kanan dan kiri. Sayang sekali karena tidak ada pembeli agar dia bisa menghindari Shaka.Jujur saja, dia belum bisa membuka hati untuk orang baru. Memang benar kalau saat ini Hasna butuh seseorang untuk menemaninya menjalani hidup. Dia bosan menumpang pada Siti karena selalu dijadikan kambing hitam, dituduh dalang dari setiap masalah yang ada.Hidupnya kacau balau, terkadang Hasna ingin menyerah jika saja iman tidak ada dalam dada. Hasna mendesah kesal, entah mengapa. Saat kembali menatap Shaka, ada rasa iba dalam dirinya. Lelaki itu setengah mati berjuang melupakan Zanna, haruskah dia mengorbankan perasaan sendiri demi membantunya kembali ke hakikat diri?Berat. Hasna rasa tidak mudah mengubah pendirian seseorang. Apalagi sosok seperti Shaka yang setahu Hasna sudah lama alpa dari perintah Tuhan yak
I lay my love on youIt's all I wanna doEvery time I breathe I feel brand newYou opened up my heartShow me all your love and walk right throughAs I lay my love on you....Shaka sengaja mendengarkan lagu romansa dari Westlife sebagai gambaran perasaannya saat ini. Memang benar bahwa Alana lah yang membuka hatinya untuk tidak larut mencintai Zanna yang telah tiada. Sayang sekali, dia tidak bisa memiliki wanita itu.Mencintai seseorang yang sudah menikah dan suaminya adalah adik sendiri itu menyakitkan. Shaka diam-diam menghela napas berat tanpa memudarkan senyum di bibirnya. Dia ingin menikmati kesempatan itu dengan bahagia."Andai saja aku pulang lebih cepat dan ketemu sama kamu, aku yakin kita akan menjadi pasangan romantis. Aku nggak bakal ngebiarin Rasya buat nikahin kamu karena kesempatan itu nggak datang dua kali.""Andai saja kita bisa kembali ke masa lalu," gumam Alana membuang pandangan ke arah samping."Bahkan kamu lebih menginginkan aku daripada Rasya. Jelas sekali karen
Sesampainya di rumah, Ranti langsung menemui menantunya yang sedang duduk di samping ayunan Ali sambil menonton YouTube. Melihat kesedihan di wajahnya membuat wanita tua itu mengurungkan niat, kemudian menyerahkan ponselnya pada sang anak."Tadi mama sempat rekam pembicaraan kita di rumah Siti. Kamu kasih sama Rasya sebagai bukti, mama mau balik ke rumah dulu," bisik Ranti, lantas melangkah cepat meninggalkan Alana.Wanita itu melipat bibir. Jujur saja, dia sedikit kesal pada tingkah suaminya yang sangat mudah termakan omongan tetangga. Padahal, dia sudah tahu bagaimana perangai Siti selama ini. Lulusan sarjana, tetapi begitu mudah dikelabui.Alana tidak habis pikir, hatinya pun masih menyimpan perih setelah mendapat tamparan tadi. Kalau saja bukan mau bersikap dewasa, dia pasti sudah balas menampar Rasya. Ah, pikirannya kalut. Kini, pandangan mereka bertemu ... masih terlihat binar cinta di kedua matanya."Dengerin sendiri!" Alana meletakkan ponsel ibunya, kemudian ikut duduk di deka
Rasya tentu tidak mau kalah, dengan cepat dia menyusul Alana ke kamar, kemudian membawanya ke tempat semula dengan sedikit paksaan. Dia bisa saja melanjutkan perdebatan itu dalam kamar, tetapi Ali tidak boleh ditinggal sendirian.Kembali, Rasya membuang napas berat. Ada perasaan sedih dalam hatinya karena dia percaya pada apa yang Siti katakan. Mengingat Shaka pernah menganggap Alana adalah Zanna, maka tidak menutup kemungkinan apa yang diadukan Siti benar adanya dan Alana sedang mencoba untuk lari dari masalah.Apa gunanya bertanya pada Ranti jika dia akan membela anaknya sendiri karena takut kalau Alana menjadi janda di usia muda apalagi pernikahan mereka belum terlalu lama ditambah Ali masih kecil. Memikirkan itu semua semakin menambah pikiran Rasya saja."Kalau kamu nggak percaya, ya sudah.""Hari itu saja aku lihat kamu dipeluk sama Shaka padahal ada banyak pelayan di rumah. Sementara tadi, hanya ada kalian. Setan selalu hadir sebagai orang ketiga saat ada yang berduaan. Okelah a
"Bu Siti tahu dari mana kalau Alana romantis-romantisan?"Siti mengibaskan kipasnya, padahal cuaca biasa saja. "Ya aku lihat sendiri lah. Tahu sendiri kan kalau Hasna kerja di warung mertua kamu, sebagai tante yang baik untuk Hasna dan tetangga baik buat kalian, jadinya beli nasi uduk ke sana. Eh, sebelum kesampean malah liat laki-laki lagi gendong Ali, terus Alana malah senyum-senyum tidak jelas. Agak lama sih posisi mereka kayak gitu, sesekali Alana bercandain Ali. Pokoknya aku nggak bisa gambarin secara gamblang, intinya mereka romantisan. Mungkin karena Hasna sama mertua kamu lagi keluar jadi mereka mikirnya dunia cuma milik berdua. Iya, toh?"Mendengar itu semakin menambah amarah di hati Rasya. Kedua matanya berubah merah, rahang pun mengetat sempurna. Bagaimana mungkin Alana bersikap romantis pada lelaki lain?Satu hal yang membuat Rasya bingung. Dia belum bisa menebak siapa lelaki yang berhasil merebut posisinya. Sejak dulu Rasya sudah berpesan agar Alana tidak pernah tersenyum
Hari kedua Shaka bekerja, dia ternyata sosok yang rajin. Datang lima menit lebih cepat dan pulang lebih lambat karena membantu Ranti membereskan warung terlebih dahulu.Sebenarnya Ranti masih sungkan mempekerjakan saudara menantunya, tetapi dia terus mendesak. Sudah berulang kali Ranti memintanya pulang ke rumah atau bekerja di kantor, Shaka tidak pernah mengindahkannya.Sekarang, jam sudah mendekati pukul tiga sore dan Shaka belum juga kembali sejak empat jam yang lalu. Ada rasa khawatir yang menyelimuti jiwa Ranti dan juga Hasna karena makanan-makanan itu diantar tidak terlalu jauh dari rumah dan jumlahnya pun tidak banyak.Dalam waktu normal, Ranti memperkirakan Shaka sudah tiba di rumah sejak setengah jam yang lalu. Entahlah, dia mendesah ingin putus asa terutama ketika Hasna mengatakan kalau nomor telepon Shaka tidak aktif. Ke mana dia? Apa dia baik-baik saja?"Kalau Shaka kenapa-napa?""Hust!" Ranti menempelkan jari telunjuknya di bibir Hasna beberapa detik, kemudian melanjutkan
Hari sabtu, hari yang biasanya Alana nantikan karena Rasya tidak harus berangkat ke kantor. Bagaimana dengan sekarang? Mungkin sedikit sulit karena sudah beberapa hari ini tidak ada canda dan tawa di antara keduanya.Rasya hanya akan berbicara pada Alana ketika ada sesuatu yang penting, begitu juga sebaliknya. Alana bukan tidak mau meraih rida suami, tetapi Rasya yang terlihat menghindari.Tepatnya karena merasa bersalah. Entah kenapa lelaki itu sangat sulit mengurai kata maaf di hadapan Alana. Rasa bersalah yang terlalu dalam, mungkin. Sekarang pun dia sengaja berlama-lama di kamar mandi karena khawatir berpapasan dengan Alana.Sementara Alana sendiri melipat pakaian yang dia cuci kemarin karena Ali terlelap di dalam ayunan. Untung saja pangeran mereka tidak lagi rewel, mungkin saja berusaha mengerti keadaan orangtuanya.Jam sudah menunjuk angka delapan, Ranti yang berada di penjualan terlihat penat. Dia pun memilih duduk sebentar karena tadi malam harus begadang setelah menerima pes
"Tidak mungkin, Na. Aku nggak yakin ada yang suka sama aku. Kamu tahu sendiri aku nggak ada kelebihan selain jago jualan." Hasna tertawa renyah, kemudian melanjutkan, "sulit. Aku harap tidak ada."Alana tersenyum hangat. Kalau dia jadi Hasna, mungkin akan merasakan hal yang sama pula. Hidup di perantauan bersama seorang tante yang sangat cerewet dan senang memfitnah orang itu tidak menyenangkan, hari-hari berlalu pasti dipenuhi dengan tekanan yang membebani pikiran apalagi jika dijadikan babu karena hidup menumpang.Sebenarnya bukan menumpang semata, Hasna juga menyisihkan gajinya untuk membeli beras atau lauk, tetapi tetap saja Siti menganggapnya beban dan kalau suatu hari nanti ada yang berniat baik, tentu merupakan berita baik.Ada satu masalah, Hasna tidak akan semudah itu mendapat restu. Dia yang kini hidup jauh dari kota kelahirannya memaksa diri untuk tetap tenang, sabar dan selalu semangat dalam keadaan apa pun. Hasna sebenarnya sangat butuh dukungan dari keluarga, hanya takdi