Suara Esme. Normalnya saat seorang pria berselingkuh di kantor dan kemudian istrinya datang tiba-tiba, hal pertama yang dilakukan oleh pria itu adalah mendorong selingkuhannya keluar.Tetapi, Dominic tidak melakukannya. Malahan ia menarik sekretarisnya yang baru akan berdiri dan siap berakting seolah sudah melakukan pekerjaan di dalam ke pangkuannga. Ia menarik kerah baju wanita itu, menyarangkan kecupan di leher hingga sekretarisnya mendesah pelan.Sekarang apa yang akan kamu lakukan? Dominic bertanya di dalam hati. Ia benar-benar ingin tahu reaksi istrinya yang terus-terusan diragukan dan membuatnya kesal. Reaksi itu akan membuat Dominic yakin dengan apa yang akan dilakukan selanjutnya.Mata Esme melotot, seolah-olah akan keluar dari rongganya. Pelayan Dominic, Azzar juga memiliki ekspresi yang sama. Hanya Wyatt saja yang memiliki tatapan berbeda. Ada kepuasan yang tidak bisa dijelaskan dari mana. Sebuah kepuasan yang membuat Dominic menyadari kalau inilah yang diinginkan pria itu.
Atap adalah pilihan yang diambil Dominic. Wyatt jadi membayangkan dirinya terjun dari lantai lima gedung ini ke bawah dan mati. Rasanya pilihan tersebut sangat menyenangkan dan juga menakutkan. Ia ingin tahu apakah dengan begitu bisa bertemu dengan pujaan hatinya di neraka. Tetapi, ia juga tak mau melakukannya mengingat berapa banyak usaha yang dilakukan oleh kakeknya hanya untuk memastikan kalau ia bertahan hidup. Rasanya ia berkhianat. Dan Wyatt bukan manusia yang suka berkhianat.“Seperti yang kamu katakan.” Dominic bicara tampak senang.Kilatan matanya seolah berkata kalau ia telah melakukan cukup banyak usaha untuk mencapai apa yang didapatnya sekarang. Tetapi, Wyatt kurang mengerti apa yang sedang dibicarakan Dominic sekarang.“Ya, Tuan?” katanya dengan nada yang menjelaskan ketidak mampuannya dalam menelaah informasi.Dominic menyipitkan mata layaknya anak yang baru saja puber. “Bukannya kamu yang menyuruhku untuk mengambil inisiatif supaya Esme memperlihatkan emosinya? Aku sud
Esme sudah menduganya. Kalau Dominic tidak akan kembali ke rumah. Bahkan, Azzar juga tidak. Seolah kedua orang yang seharusnya ia percaya itu bersekongkol untuk bisa menghancurkan dirinya saat ini.Merasa dikhianati, Esme membutuhkan seseorang untuk bersandar. Tak perlu orang yang memahami dirinya, cukup orang yang akan mendengarkan apa yang ingin dikatakan. Keluh kesahnya. Amarah yang tidak bisa disampaikan pada orang yang seharusnya. Ia tahu siapa yang mau mendengarnya. Dan tidak menunggu lama untuk memastikan kalau orang itu akan ada di dekatnya.“Di mana Wyatt?” katanya beberapa detik setelah membuka pintu kamarnya.Hari sudah malah dan ia juga tahu di mana pria itu berada saat ini. Walau sudah tidak lagi memiliki istri dan anaknya kini dalam pengasuhan mantan istrinya, Wyatt selalu pulang tepat waktu seperti saat dirinya masih memiliki istri.“Pak Wyatt sudah kembali ke rumahnya pukul enam tadi, Nyonya. Kalau Anda membutuhkan sesuatu ....”“Aku tidak butuh kalian! Tolong hubungi
“Aku tidak akan pulang hari ini!” Dominic memberitahu Wyatt siang tadi. Saat perjalanan mereka kembali ke depan pintu ruang kerja bosnya itu. “Mungkin aku bisa menangkap basah kedua orang itu jika memberi kesempatan kepada mereka untuk berduaan!”Wyatt masih bisa membayangkan bagaimana Dominic mengepalkan tangannya sekuat tenaga, menahan amarah yang mengelegak di dalam matanya. Berusaha bertahan supaya tidak mengamuk sembarangan bagaikan monster yang lepas dari kekangan.“Bagaimana kalau dia tidak melakukannya, Tuan?” tanya Wyatt.“Kamu pikir tidak akan?” Dominic malah balik bertanya padanya siang tadi.“Ya, karena saya yakin Azzar adalah manusia dengan jenis perhitungan yang tidak akan bisa dikalahkan oleh seseorang.” Karena perhitungan itulah Azzar mengetahui maksud Wyatt tanpa perlu berbicara dari hati ke hati.“Kalau begitu aku hanya perlu meyakinkan mereka kalau aku memberikan kesempatan!” Dominic berkata.Wyatt tidak berhasil menahan dirinya untuk tidak tertawa. “Kenapa Anda men
“Anda tidak tidur semalam, Nyonya?” Azzar terkejut dengan keberadaan Esme di teras depan pavilliun.Di depan wanita itu ada cukup banyak cangkir berisi kopi. Baru saja Azzar ingin mengajukan pertanyaan lain, segelas kopi lainnya datang. Ia terbelalak menatap Wyatt yang menyuguhkannya.“Kenapa kamu terus memberi Nyonya kopi? Bagaimana kalau itu membuatnya sakit?” tanya Azzar, mengalirkan kemarahan serta rasa stres yang didapatnya saat bersama dengan Dominic.Wyatt memandangnya dengan tatapan penuh tuduhan, memang apa lagi yang bisa aku lakukan selain menuruti semua permintaan para orang kaya yang mempekerjakaku.Azzar mengambil napas dalam dan menatap ke arah Esme kembali. Saat wanita yang telah menjadi ibu tersebut akan mengapai cangkir kopi yang masih penuh, diambilnya dan diminum dalam beberapa tegukan.“Kenapa?” Esme terdengar marah dengan tindakan yang dilakukan oleh Azzar. “Kamu tidak perlu bersimpati padaku, biarkan aku berusaha menenangkan diri!” Ucapan Esme terdengar dingin.T
“Bagaimana kamu ada di sini?” tanya Dominic.Hampir seminggu ia tak mengunjungi rumah utama. Ia lebih nyaman berada di rumah yang dibelinya secara rahasia. Dan mengatasi masalah dari sana. Kepalanya terasa damai karena tidak perlu melihat Esme untuk sementara. Walau hatinya masih tetap panas setiap kali pergi ke kantor dan kemudian bertemu dengan Azzar. Rasanya ia ingin mendepak pria itu secepat kilat dari kehidupan, hanya saja belum mendapatkan alasan yang tepat.Lalu sore ini ia melihat seseorang duduk berjongkok di depan rumah pribadinya yang disembunyikan> Rumah yang terlarang untuk dimasuki Esme dan Azzar kini. Ia pikir mungkin itu adalah gelandangan yang tersesat, tetapi menyadari dengan cepat saat membuka jendela mobil kalau yang datang adalah si sekretaris yang dimanfaatkan untuk membuat Esme marah besar seminggu lalu.Dominic tidak turun dari mobil. Hanya jendela kaca mobilnya saja yang sengaja dibuka. Ia menatap si sekretaris dari atas sampai bawah, kelihatannya ia baru saja
“Bagaimana aku bahagia kalau kamu tidak ada di sini?” bisik Wyatt pelan.Wyatt lekas tersadar kalau bukan hanya dirinya saja yang ada di ruangan ini saat ini. Begitu sadar ia langsung memeluk nampan dan tersenyum seolah tidak ada hal yang buruk yang pernah terjadi padanya.“Kamu bilang apa?”Wyatt tetap tersenyum dan tanpa mengatakan apa-apa ia pergi. Begitu ia melewati pintu ruangan tempat Esme duduk dan minum teh, Wyatt berlari sekuat tenaga. Dengan napas yang terengah-engah ia meletakan nampan yang tadi didekap. Para tukang masak yang tengah istirahat memandangnya dengan terheran-heran.“Ada masalah, Wyatt?”Dengan tubuh gemetar, Wyatt menutup mulutnya. Ia penasaran dengan seperti apa tampangnya sekarang. Pasti tidak bisa baik-baik saja.“Wyatt!” Tukang masak yang paling tua menghampiri dirinya. Disentuhnya bahu Wyatt perlahan. “Apa kamu benar baik-baik saja? Kamu tampak terguncang!”Wyatt menelan ludah. Ia tidak akan bisa bertemu dengan Esme saat ini. Ia tidak akan bisa bersikap n
William menangis tiba-tiba malam tadi. Padahal William adalah anak paling tenang yang diketahui oleh semua orang. Ia tidak menjerit saat jatuh sendiri dan suka bertualang di kebun mawar tempat Esme minum teh.“Mungkin karena Nyonya gelisah, makanya Tuan Muda jadi tidak tenang!” Pengasuh yang didatangkan dari rumah kedua orang tuanya berpendapat seperti itu.Pikiran Esme memang tidak tenang. Sejak sore tadi ia merasa sudah mengatakan sesuatu yang salah. Apalagi Wyatt yang seharusnya belum pulang, tiba-tiba saja minta izin untuk keperluan mendadak.Jika saja ada Yulia di rumah, maka esme pasti akan percaya. Namun, wanita yang mencintai Wyatt itu tidak ada di rumah asistennya itu sekarang. Mereka telah bercerai.“Mungkin kamu benar!” katanya pasrah. “Bagaimana aku menenangkan diri?” tanya Esme bingung.Biasanya ia akan menanyakan hal ini pada Wyatt. Asistennya itu selalu tahu apa-apa yang diinginkan Esme bahkan sebelum bicara. Seolah Wyatt membaca pikirannya yang tidak dipahami sendiri.