Ponsel Kiara berdering, nama My Mom tertera pada layar ponsel. Wanita muda berkulit putih itu mencari tempat yang lebih sepi untuk menjawab panggilan telepon."Kamu di mana, sayang?" tanya wanita yang menurunkan sikap lembut pada Kiara."Kia lagi di sekolah Amel, Ma," jawabnya."Minggu depan sekolah libur, kan?" tanya Retno dari seberang telepon. Kiara mengangguk sambil bergumam."Kalau begitu kamu sama Amel bisa liburan ke sini dong," pinta seorang nenek yang merindukan cucunya. "Mama rindu sama kamu dan Amel." tambahnya.Airmata Kiara mulai menggenang. Sebetulnya dia juga rindu pada perempuan yang telah melahirkannya. Akan tetapi rasanya sulit untuk berlibur dengan tabungan yang belum seberapa. Dirga baru bekerja, belum lagi Amel sebentar lagi masuk SD, tentu butuh biaya yang tidak sedikit."Kalau kamu tidak punya budget, biar mama transfer," ucap sang ibu ketika tak mendapati jawaban dari anaknya."Ada kok, Ma. Mas Dirga sudah kerja," jelasnya singkat."Nanti Kia akan bicara sama
Cinta terkadang mampu membuat sesuatu yang tidak wajar menjadi biasa. Pemakluman dan harapan terus tersemat pada orang-orang yang bertahan atas nama cinta. Mungkin bagi sebagian orang berharap berlebihan itu terlihat bodoh, tapi tidak pagi pecinta. Cinta telah menduduki tahta tertinggi hingga mengalahkan logika.Latar belakang keluarga yang harmonis, bertutur kata sopan, membuat Kiara masih belum terbiasa dengan kalimat-kalimat kasar Dirga, meski usia pernikahan mereka sudah tujuh tahun. Kiara masih kerap merasakan nyeri di hati, bila Dirga mengeluarkan sumpah serapah padanya. Pemakluman, Kiara terus memaklumi segala sikap Dirga tanpa berhenti berdoa agar suaminya berubah, berkata sopan.Amel menatap ayahnya yang bersandar di sofa. Tangan kecil Amel mengusap paha sang ayah. Gadis ini pun tau bahwa ayahnya sedang tidak baik. Untuk itu dia pun mengurungkan niat untuk mengatakan inginnya.Dirga masih terpejam, ada suara dengkuran kecil terdengar. Kiara menghampiri putri kecilnya yang mas
Di meja makan, Amel telah duduk rapi mengenakan seragam sekolahnya. Gadis itu tersenyum senang melihat ayahnya. Dengan sangat semangat, dia menceritakan keinginannya untuk berlibur ke tempat kakek dan neneknya."Hmmm… Amel mau libur ke rumah kakek dan nenek?" tanya Dirga, yang dijawab anggukan oleh putrinya."Boleh kok," ucap Dirga lagi.Amel bersorak riang. Senyum terkembang dari bibirnya yang mungil. Bando berbentuk kelinci yang menghias kepalanya pun ikut bergoyang."Mas…" bisik Kiara."Uangnya?" tanya Kiara pelan, tak ingin terdengar oleh putrinya."Ada kok," jawab Dirga santai."Dari mana?" tanya Kiara bingung."Aku dapat bonus karena mampu menjual mobil lebih dari target. Vita jadi membeli beberapa unit mobil dari showroom," jelas Dirga.Kiara mengangguk, mengerti."Mas… Aku boleh nanya sesuatu?" tanya Kiara hati-hati, takut memancing amarah Dirga."Tanya aja," jawabnya santai."Hmmm… Vino siapa?"Dirga mengernyitkan kening, berfikir sejenak. "Vino adalah teman lamaku. Kenapa k
Di antara bentangan sawah, Kiara tersenyum simpul membaca penggalan puisi dari Alkena. Perempuan itu pun seketika membalas chat tersebut dengan kalimat yang tak kalah puitis.[ Ada rindu yang tak utuh ketika bunga mekar di bawah langit jingga. Juga ada rindu yang sembunyi saat semilir angin bawa kesejukan. Aku masih menatapmu dari sudut sepi berharap temu meski dalam mimpi.]Amelia menghampiri sang ibu, bertanya tentang kenapa ada kaleng yang digantung. Kiara menjelaskannya dengan sabar, putri kecilnya memang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Namun, Kiara selalu memenuhi rasa ingin tahu anaknya. ***Dirga masih berjibaku dengan pekerjaannya. Semenjak Vita membeli beberapa unit mobil darinya, Dirga dipercaya menjadi kepala cabang. Hal itu juga membuat pundi-pundi yang dihasilkannya semakin meningkat. "Sibuk, Bang?" sapa seorang wanita cantik.Dirga terkejut akan kehadirannya. "Kok bisa masuk?" Wanita itu hanya tersenyum. Dia duduk di hadapan Dirga. Bibirnya yang merona, membuat
Perjalanan hidup, selalu menjengangkan. Kerap kali kita dikejutkan oleh hal-hal tak terduga. Seperti sore ini, saat Kiara bertemu seseorang bernama Dimas yang mengaku sebagai teman kecilnya."Kamu tidak kenal aku, tapi aku tahu kamu," ujarnya.Lelaki yang tidak terlalu tinggi itu duduk di sisi Kiara. Kiara sedikit tidak nyaman, lalu menggeser posisinya."Kamu adalah Kiara anaknya Tante Retno, sepupu dari Bara. Benar, kan?" Dimas tersenyum.Kiara menatap lelaki itu sekilas, "Anda siapa?" tanyanya tetap sopan, meski sebetulnya risih."Aku Dimas, sahabatnya Bara, sepupumu," jelasnya singkat.Kiara mengangguk, Bara memang sepupunya. Dulu sewaktu Kiara kecil, ketika liburan di desa, Bara lah yang mengajaknya bermain. Hal itulah yang membuat Dimas mengenal Kiara. "Masih suka puisi?" tanyanyaKiara mengernyitkan kening, bagaima lelaki ini tahu hal yang disukainya. "Bagaimana kamu bisa tahu?" selidiknya."Aku follow sosial mediamu yang aku temukan dari follower Bara," jelasnya.Lagi-lagi Ki
Suara gemerisik dedaunan menemani Kiara yang duduk di teras rumah. Dia baru saja menerima chat berupa kata-kata puitis dari Alkena.[Biarlah aku tetap melukis namamu dalam tubuh rindu. Hujan sore itu pun tidak pernah benar-benar menghanyutkan kenangan akanmu]Perempuan itu tersipu malu, seakan sajak itu khusus tercipta untuknya. Dengan segera Kiara membalasnya[Belum jelaga masa menghanguskan kisah. Rekam segala hari yang tidak pernah suram, bersamamu]Kiara masih bercengkrama dengan smartphone-nya, bahkan dia tidak mendengar ketika Retno memanggilnya."Ada apa, sih. Kok senyum-senyum sendiri?" tanya wanita paruh baya itu."Gak kenapa-kenapa, Ma. Baru ngobrol sama Mas Dirga," jelas Kiara. "Yakin, Nak?" "Mama kok tanya begitu?" Kiara penasaran. "Nak, kehidupan rumah tangga itu akan selalu menemui banyak goncangan. Kamu harus bijak dalam menyikapinya. Sekarang, kamu adalah seorang istri, mama harap kamu bisa membatasi pertemananmu dengan lawan jenis." Retno menasehati putrinya.Kiara
Kiara melangkah pasti memasuki bangunan ruko yang telah disulap menjadi showroom. Seorang karyawan mengenakan seragam merah menghampirinya. Lelaki muda itu melakukan SOP perusahaan, senyum, sapa dan salam."Pak Dirga ada?" tanya Kiara.Lelaki muda itu tergagap, bingung harus menjawab apa."Saya Kiara, istrinya Pak Dirga. Boleh saya bertemu dengan suami saya?" tanya Kiara lagi."Ee…." Belum selesai lelaki muda itu menjawab, Dirga telah berdiri tidak jauh dari Kiara."Kiara," panggil Dirga. "Tumben kamu ke sini, ada keperluan apa?" tanyanya."Aku…." Kiara lupa mempersiapkan jawaban masuk akal, jika Dirga bertanya perihal kedatangannya yang tiba-tiba."Alykas," panggil seseorang yang baru keluar dari ruang kerja Dirga.Kiara terkejut, menatap lama sosok itu. Dia tidak asing dengan wajah tersebut, itu wajah yang sama dengan foto profil kontak bernama Vino."Pak Vino, kenalkan, ini istri saya, Kiara," Dirga memperkenalkan istrinya."Saya Vino, relasi Mas Dirga," ucapnya seraya mengulurkan
Bab 12: Alkena dan DimasDirgantara Alykas mengepalkan tinju, dia melepaskannya pada angin. Emosinya kembali buncah saat tahu siapa pengirim pesan pada istrinya. Vino yang sedari tadi hanya duduk, melihat Dirga melampiaskan amarah, kini menghampiri Dirga dan menenangkannya.Vino dan Dirga telah lama kenal, bahkan sebelum dia menikah dengan Kiara. Showroom tempat Dirga bekerja merupakan usaha milik keluarga Vino. Begitu banyak peran Vino dalam kehidupan Dirga. Namun komunikasi mereka sempat terputus saat Vino melanjutkan pendidikan ke luar negeri. Vino menjadi dewa penolong saat Dirga berada di titik terendah."Namanya, Dimas Pradipta," ucap Vino."Apa yang dia inginkan dari Kiara," tanya Dirga penasaran."Aku gak tahu motifnya, tapi sepertinya hanya mengagumi," terang Vino.Vino mengusap punggung Dirga, menenangkan. "Sudahlah, tidak usah cemas. Jika masih bertingkah baru kita ambil tindakan." Vino memberi saran.***"Shit…" Dimas mengumpat. Dia lagi-lagi tak bisa mengirimkan pesan
Segala sesuatu yang terjadi adalah atas kehendakNya, bahkan daun yang gugur pun tak lepas dari izinnya. Berserah merupakan jalan agar hati lebih tenang.Kiara melangkah pelan menuju kamar Amelia, perempuan itu merebahkan tubuhnya di samping sang anak. Isi kepalanya kacau, dia masih terngiang pengakuan rasa yang diucapkan Alkena. Ya… Alkena, sang teman maya, telah menyatakan perasaannya, meski dia tahu Kiara adalah wanita bersuami.Sejak kemarahan Dirga waktu itu, sang suami melarang Kiara untuk siaran. Perempuan itu pun menyetujuinya. Dia tidak ingin Dirga sibuk dengan segala dugaannya, Kiara juga ingin melenyapkan debar yang kerap timbul ketika dia ngobrol dengan Alkena. ***Perempuan cantik nan seksi memasuki ruang kerja Dirga, kemeja krem ketat membentuk tubuhnya yang ramping. Dirga mengamatinya dari atas hingga ke bawah, kemudian kembali fokus pada laptopnya."Kita sudah tidak ada urusan pekerjaan, Vit. Jadi tolong jangan mendatangiku ke kantor. Aku tidak ingin menimbulkan fitnah
Dalam peristiwa yang terjadi, merupakan proses pembelajaran untuk menjadikan seseorang lebih tangguh dari sebelumnya. Kiara pun begitu, rumah tangganya dengan Dirga membentuk dia menjadi Kiara yang tidak manja. Kiara yang lebih kuat dari sebelumnya.Minggu yang cerah Dirga bersama anak dan istrinya menghabiskan akhir pekan dengan berjalan-jalan di sebuah pusat perbelanjaan. Sekarang Dirga sudah bisa membelikan mainan untuk Amel, juga baju yang bagus untuk Kiara. Berbeda dengan waktu dia terpuruk dulu, jangankan untuk baju dan mainan, untuk makan saja, Kiara harus rela menjadi buruh cuci.Terkadang Kiara sedih jika mengingat kejadian itu, tapi dia juga bersyukur karena telah mampu melewatinya dan masih menggenggam setia bersama Dirga."Alykas," panggil seseorang, saat keluarga kecil itu masuk dalam sebuah restoran, ingin makan siang.Dirga menoleh ke arah suara. Dia tahu siapa yang memanggil dengan nama itu, Vino. Tidak ada yang lain memanggilnya dengan Alykas, hanya Vino.Lelaki metro
Bab 12: Alkena dan DimasDirgantara Alykas mengepalkan tinju, dia melepaskannya pada angin. Emosinya kembali buncah saat tahu siapa pengirim pesan pada istrinya. Vino yang sedari tadi hanya duduk, melihat Dirga melampiaskan amarah, kini menghampiri Dirga dan menenangkannya.Vino dan Dirga telah lama kenal, bahkan sebelum dia menikah dengan Kiara. Showroom tempat Dirga bekerja merupakan usaha milik keluarga Vino. Begitu banyak peran Vino dalam kehidupan Dirga. Namun komunikasi mereka sempat terputus saat Vino melanjutkan pendidikan ke luar negeri. Vino menjadi dewa penolong saat Dirga berada di titik terendah."Namanya, Dimas Pradipta," ucap Vino."Apa yang dia inginkan dari Kiara," tanya Dirga penasaran."Aku gak tahu motifnya, tapi sepertinya hanya mengagumi," terang Vino.Vino mengusap punggung Dirga, menenangkan. "Sudahlah, tidak usah cemas. Jika masih bertingkah baru kita ambil tindakan." Vino memberi saran.***"Shit…" Dimas mengumpat. Dia lagi-lagi tak bisa mengirimkan pesan
Kiara melangkah pasti memasuki bangunan ruko yang telah disulap menjadi showroom. Seorang karyawan mengenakan seragam merah menghampirinya. Lelaki muda itu melakukan SOP perusahaan, senyum, sapa dan salam."Pak Dirga ada?" tanya Kiara.Lelaki muda itu tergagap, bingung harus menjawab apa."Saya Kiara, istrinya Pak Dirga. Boleh saya bertemu dengan suami saya?" tanya Kiara lagi."Ee…." Belum selesai lelaki muda itu menjawab, Dirga telah berdiri tidak jauh dari Kiara."Kiara," panggil Dirga. "Tumben kamu ke sini, ada keperluan apa?" tanyanya."Aku…." Kiara lupa mempersiapkan jawaban masuk akal, jika Dirga bertanya perihal kedatangannya yang tiba-tiba."Alykas," panggil seseorang yang baru keluar dari ruang kerja Dirga.Kiara terkejut, menatap lama sosok itu. Dia tidak asing dengan wajah tersebut, itu wajah yang sama dengan foto profil kontak bernama Vino."Pak Vino, kenalkan, ini istri saya, Kiara," Dirga memperkenalkan istrinya."Saya Vino, relasi Mas Dirga," ucapnya seraya mengulurkan
Suara gemerisik dedaunan menemani Kiara yang duduk di teras rumah. Dia baru saja menerima chat berupa kata-kata puitis dari Alkena.[Biarlah aku tetap melukis namamu dalam tubuh rindu. Hujan sore itu pun tidak pernah benar-benar menghanyutkan kenangan akanmu]Perempuan itu tersipu malu, seakan sajak itu khusus tercipta untuknya. Dengan segera Kiara membalasnya[Belum jelaga masa menghanguskan kisah. Rekam segala hari yang tidak pernah suram, bersamamu]Kiara masih bercengkrama dengan smartphone-nya, bahkan dia tidak mendengar ketika Retno memanggilnya."Ada apa, sih. Kok senyum-senyum sendiri?" tanya wanita paruh baya itu."Gak kenapa-kenapa, Ma. Baru ngobrol sama Mas Dirga," jelas Kiara. "Yakin, Nak?" "Mama kok tanya begitu?" Kiara penasaran. "Nak, kehidupan rumah tangga itu akan selalu menemui banyak goncangan. Kamu harus bijak dalam menyikapinya. Sekarang, kamu adalah seorang istri, mama harap kamu bisa membatasi pertemananmu dengan lawan jenis." Retno menasehati putrinya.Kiara
Perjalanan hidup, selalu menjengangkan. Kerap kali kita dikejutkan oleh hal-hal tak terduga. Seperti sore ini, saat Kiara bertemu seseorang bernama Dimas yang mengaku sebagai teman kecilnya."Kamu tidak kenal aku, tapi aku tahu kamu," ujarnya.Lelaki yang tidak terlalu tinggi itu duduk di sisi Kiara. Kiara sedikit tidak nyaman, lalu menggeser posisinya."Kamu adalah Kiara anaknya Tante Retno, sepupu dari Bara. Benar, kan?" Dimas tersenyum.Kiara menatap lelaki itu sekilas, "Anda siapa?" tanyanya tetap sopan, meski sebetulnya risih."Aku Dimas, sahabatnya Bara, sepupumu," jelasnya singkat.Kiara mengangguk, Bara memang sepupunya. Dulu sewaktu Kiara kecil, ketika liburan di desa, Bara lah yang mengajaknya bermain. Hal itulah yang membuat Dimas mengenal Kiara. "Masih suka puisi?" tanyanyaKiara mengernyitkan kening, bagaima lelaki ini tahu hal yang disukainya. "Bagaimana kamu bisa tahu?" selidiknya."Aku follow sosial mediamu yang aku temukan dari follower Bara," jelasnya.Lagi-lagi Ki
Di antara bentangan sawah, Kiara tersenyum simpul membaca penggalan puisi dari Alkena. Perempuan itu pun seketika membalas chat tersebut dengan kalimat yang tak kalah puitis.[ Ada rindu yang tak utuh ketika bunga mekar di bawah langit jingga. Juga ada rindu yang sembunyi saat semilir angin bawa kesejukan. Aku masih menatapmu dari sudut sepi berharap temu meski dalam mimpi.]Amelia menghampiri sang ibu, bertanya tentang kenapa ada kaleng yang digantung. Kiara menjelaskannya dengan sabar, putri kecilnya memang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Namun, Kiara selalu memenuhi rasa ingin tahu anaknya. ***Dirga masih berjibaku dengan pekerjaannya. Semenjak Vita membeli beberapa unit mobil darinya, Dirga dipercaya menjadi kepala cabang. Hal itu juga membuat pundi-pundi yang dihasilkannya semakin meningkat. "Sibuk, Bang?" sapa seorang wanita cantik.Dirga terkejut akan kehadirannya. "Kok bisa masuk?" Wanita itu hanya tersenyum. Dia duduk di hadapan Dirga. Bibirnya yang merona, membuat
Di meja makan, Amel telah duduk rapi mengenakan seragam sekolahnya. Gadis itu tersenyum senang melihat ayahnya. Dengan sangat semangat, dia menceritakan keinginannya untuk berlibur ke tempat kakek dan neneknya."Hmmm… Amel mau libur ke rumah kakek dan nenek?" tanya Dirga, yang dijawab anggukan oleh putrinya."Boleh kok," ucap Dirga lagi.Amel bersorak riang. Senyum terkembang dari bibirnya yang mungil. Bando berbentuk kelinci yang menghias kepalanya pun ikut bergoyang."Mas…" bisik Kiara."Uangnya?" tanya Kiara pelan, tak ingin terdengar oleh putrinya."Ada kok," jawab Dirga santai."Dari mana?" tanya Kiara bingung."Aku dapat bonus karena mampu menjual mobil lebih dari target. Vita jadi membeli beberapa unit mobil dari showroom," jelas Dirga.Kiara mengangguk, mengerti."Mas… Aku boleh nanya sesuatu?" tanya Kiara hati-hati, takut memancing amarah Dirga."Tanya aja," jawabnya santai."Hmmm… Vino siapa?"Dirga mengernyitkan kening, berfikir sejenak. "Vino adalah teman lamaku. Kenapa k
Cinta terkadang mampu membuat sesuatu yang tidak wajar menjadi biasa. Pemakluman dan harapan terus tersemat pada orang-orang yang bertahan atas nama cinta. Mungkin bagi sebagian orang berharap berlebihan itu terlihat bodoh, tapi tidak pagi pecinta. Cinta telah menduduki tahta tertinggi hingga mengalahkan logika.Latar belakang keluarga yang harmonis, bertutur kata sopan, membuat Kiara masih belum terbiasa dengan kalimat-kalimat kasar Dirga, meski usia pernikahan mereka sudah tujuh tahun. Kiara masih kerap merasakan nyeri di hati, bila Dirga mengeluarkan sumpah serapah padanya. Pemakluman, Kiara terus memaklumi segala sikap Dirga tanpa berhenti berdoa agar suaminya berubah, berkata sopan.Amel menatap ayahnya yang bersandar di sofa. Tangan kecil Amel mengusap paha sang ayah. Gadis ini pun tau bahwa ayahnya sedang tidak baik. Untuk itu dia pun mengurungkan niat untuk mengatakan inginnya.Dirga masih terpejam, ada suara dengkuran kecil terdengar. Kiara menghampiri putri kecilnya yang mas