"A-apa kamu bilang? Coba ulangi sekali lagi Diana Alisha Megantara."
Suara Diaz terdengar pelan tapi penuh dengan penekanan. Bagai disambar petir di pagi hari, istrinya yang selama ini terlihat begitu mencintainya mendadak mengucapkan kata sakral tersebut.
Yang Diaz tahu, Diana itu cinta mati padanya walaupun ia sendiri tidak pernah memberikan hatinya pada wanita ini. Diaz menikahi Diana karena kedua orang tuanya — terutama mamanya yang sangat menyukai sosok Diana.
Diaz adalah sosok yang ingin hidup bebas, ia tidak pernah serius bermain hati dengan para wanita yang dekat dengannya. Wajahnya yang tampan dan hidupnya yang bergelimangan harta, dengan usaha yang sukses dan menggurita baik di dalam maupun di luar negeri membuatnya merasa semua ada di dalam genggamannya, termasuk membeli Diana sebagai menantu untuk kedua orang tuanya.
"Apa kamu tidak dengar, Mas? Biar aku ulangi, aku ingin kita ce—"
"Jangan mimpi!" potong Diaz. Entah mengapa ada bagian dari hatinya yang terasa sakit dan tidak terima mendengar permintaan berpisah dari Diana.
Diana tertawa sarkas. "Kamu egois, Mas."
Diaz tidak peduli, ia tidak ingin melepas istrinya ini. Selama kedua orang tuanya pensiun, ia dan Diana saling membantu mengurus semua usaha dan juga kegiatan sosial mereka. Diana adalah wanita yang sangat sempurna sebagai istri dan sebagai menantu, hanya saja Diaz tidak bisa berkomitmen. Ia adalah manusia dengan kehidupan yang bebas.
"Kita akan bicara nanti. Aku sudah terlambat, jangan kemana-mana sampai aku pulang," ucap Diaz dengan begitu dingin.
"Aku tetap pada keputusanku, Mas. Aku ingin berpisah denganmu. Silahkan saja jika kamu ingin pergi bekerja, aku tidak akan melarang. Selama ini aku sudah bertahan menjadi istri dan menantu yang selalu terlihat sempurna, tapi apa kamu pernah menghargai itu? Enggak, 'kan? Jangan pikir aku bodoh, Mas. Aku tahu seperti apa kamu diluar sana," teriak Diana yang membuat Diaz menghentikan langkahnya.
Diaz yang sedang mengenakan jasnya langsung memejamkan matanya, entah dari mana istrinya bisa tahu tentang kelakuannya di luar rumah, padahal ia sudah berusaha menutupinya dan membayar para wanita itu untuk tutup mulut. Lagi pula Diaz hanya menerapkan one night stand saja, setelah itu semua berakhir dan anggap tidak pernah terjadi apapun juga.
'Siapa sih yang sudah berani mengganggu ketenangan rumah tanggaku? Siapa yang berani mendatangi Diana dan membeberkan kebusukanku? Aku juga tidak siap kehilangan Diana terlebih lagi dia adalah kesayangan mama dan papa,' gumam Diaz dalam hati.
Diaz berusaha menulikan telinganya, ia tetap akan pergi bekerja karena rapatnya pagi ini adalah yang paling ia tunggu. Sudah sangat lama Diaz menunggu kesempatan ini.
Namun membiarkan Diana dalam keadaan seperti ini pasti bisa membuatnya terus kepikiran. Ia harus memikirkan cara agar istrinya ini percaya padanya dan tidak membuat ulah apalagi sampai meminta berpisah.
Karena dilema, Diaz kemudian mengambil ponselnya dan menghubungi asistennya untuk mereschedule meeting tersebut karena ia akan datang setelah jam makan siang. Diaz kembali menyimpan tas kerjanya dan membuka jasnya lalu ia mendekati Diana yang masih berdiri di dekat lemari.
Satu alis Diaz terangkat karena istrinya itu tetap saja mengeluarkan pakaiannya dari dalam lemari dan yang membuat hati Diaz terasa ditusuk sembilu, Diana hanya mengambil beberapa potong pakaian dan itu adalah miliknya yang ia bawa saat mereka baru menikah. Pakaian yang menurut Diaz tidak layak pakai dan hanya tergantung di lemari.
Diana tidak mengambil barang pemberiannya. Dan oh, oh, Diaz melihat leher istrinya yang biasanya ia hiasi dengan kalung emas berlian ratusan juta itu terlihat polos. Belum lagi telinganya yang terlihat tidak mengenakan anting. Dan lagi, jari Diana hanya ada satu cincin yaitu cincin pernikahan mereka. Gelang hadiah darinya yang digunakan untuk mengikatnya ketika lamaran juga tidak dikenakan olehnya.
"Kemana semua perhiasan milikmu, Di? Apakah kamu menjualnya?" tanya Diaz.
Diana menatap datar padanya kemudian ia menarik koper miliknya yang tadi sempat dibuang oleh Diaz. Merasa geram, Diaz segera mendekati Diana dan membuang koper itu sejauh mungkin. Ia menarik Diana untuk duduk bersamanya di tepi ranjang.
"Mari kita bicara baik-baik Di, kamu harus tahu kalau aku tidak pernah mengkhianati kamu. Wanita mana saja yang datang padamu dan menceritakan semua adegan ranjang itu? Apakah kamu lupa jika suamimu ini adalah pebisnis besar dan masih sangat muda? Pihak lawan pasti akan terus berusaha menjatuhkan diriku dan entah itu melalui rumah tanggaku, aku tidak bisa menebaknya. Kamu harus percaya padaku, Di. Aku hanya mencintai kamu," tutur Diaz dengan begitu lembut.
Tangan Diaz berusaha untuk meraih tangan Diana namun sayang sekali istrinya itu justru menghindar.
'Percaya katamu, Mas? Apa mungkin semua foto itu adalah editan? Itu sangat kurang kerjaan dan aku percaya kalau itu adalah asli dan benar kamu, Mas. Kamu sangat manipulatif dan aku tidak akan lagi percaya padamu,' gumam Diana dalam hati.
Melihat Diana yang tidak memberikan respon apapun membuat Diaz merasa istrinya ini sudah tidak bisa lagi ditipu olehnya. Tapi Diaz belum siap mengakui dan ia juga belum siap kehilangan istrinya ini. Istri dan menantu terbaik serta mampu melakukan semua pekerjaan milik mamanya dan tak pernah mengecewakan.
"Di aku—"
"Aku tetap pada keputusanku, Mas. Aku ingin bercerai darimu. Aku akan menunggu mama dan papa pulang dan kita akan membahasnya bersama. Aku tidak ingin lagi menjadi istrimu, Mas. Aku lelah, kamu sangat manipulatif dan pembual ulung. Aku ingin berpisah Mas —"
"Sepertinya kamu ingin diberi pelajaran, Di. Aku akan membuatmu tidak bisa berkata-kata lagi dan bahkan berjalan keluar dari kamar ini pun kamu tidak sanggup. Kamu mengatakan bahwa aku tidak mencintaimu, bukan? Baiklah, aku akan menunjukkan padamu seperti apa cintaku itu!"
Diaz mendorong Diana hingga jatuh terlentang di atas tempat tidur. Ia kemudian naik dan mengungkung Diana hingga istrinya itu terus memberontak minta untuk dilepaskan. Diaz menulikan telinganya dan ia berniat memberi hukuman pada istrinya ini.
Diaz membuka satu per satu kancing baju kemejanya, Diana yang berada di bawah kungkungan Diaz hanya bisa mengalihkan pandangannya. Ia tidak ingin dan benar-benar tidak mau disentuh oleh suaminya.
"Mas, ini tidak lucu dan aku tidak ingin disentuh olehmu. Hentikan kegilaan ini, Mas!" pekik Diana.
Diaz kemudian membuang kemejanya sembarangan dan ia mencoba untuk membuka pakaian istrinya akan tetapi Diana terus saja menolak.
"Mengapa Di? Mengapa kamu menolakku? Bukankah kamu selalu merasa aku cintai setiap kali kita bercinta? Bukankah kamu bisa memeluk tubuhku dengan erat setiap kali aku bergerak di atas tubuhmu? Kamu sangat menikmatinya, bukan?" Suara Diaz terdengar begitu dingin namun tidak membuat Diana takut.
"Ya, memang dulu aku menyukainya dan aku memang mencintaimu, Mas. Hanya saat bercinta aku bisa memelukmu dan merasa memilikimu. Tapi ternyata aku salah, kamu bukan saja milikku tapi milik banyak wanita di luar sana. Aku hanya tidur denganmu saja dan kamu membuang benih dan bertransaksi kelenjar dengan banyak wanita. Aku jijik Mas, aku jijik padamu. Aku tidak sudi disentuh oleh—"
Plaakk ...
"Kamu nampar aku, Mas?"Suara Diana terdengar lirih tapi tatapan matanya cukup tajam menatap Diaz yang kini terdiam setelah ia melakukan kekerasan tersebut. Ia tidak menyangka jika tangannya sampai menampar wajah istrinya."Di, aku—"Diana langsung berlari masuk ke dalam kamar mandi. Ia menumpahkan tangisnya di dalam sana karena rasa kecewa, bukan rasa sakit dan perih karena tamparan tersebut. Diaz sudah sangat menyakiti hatinya dan kini ia bahkan berani main tangan.Di atas tempat tidur Diaz termenung. Ia benar-benar kelepasan karena tidak terima saat Diana mengatakan bahwa ia jijik disentuh olehnya. Diaz bukannya sok suci, tapi selama ini Diana selalu pasrah setiap kali ia sentuh dan Diaz tahu, istrinya itu sangat mencintainya dan begitu mendamba cintanya. Hanya dengan melakukan penyatuan ia bisa membuat Diana percaya bahwa cintanya terbalas.Diaz bukan orang yang bisa berkomitmen dengan suatu hubungan sejak dulu. Ia hanya mencari kesenangan semata. Beberapa kali dipaksa menikah dan
Diaz menanti keputusan Diana, ia berharap istrinya yang dulunya sangat polos dan mempercayai dirinya seperti ia mempercayai Tuhan kini berubah menjadi menyeramkan. Diaz sangat takut dan entah mengapa perubahan sikap Diana semakin membuat Diaz khawatir. Ia tidak suka istrinya melawannya apalagi sampai menjauhinya. Ia tidak mencintainya, Diana hanya wanita yang pantas untuk mendampinginya."Kamu itu istri aku. Nggak akan pernah ada yang lain, Di. Bukan sekadar istri-istrian. Kamu percaya 'kan sama aku? Kamu cinta 'kan sama aku, Di?"Kembali Diaz mencoba untuk menyentuh hati Diana. Dulu sekali setiap kali Diaz sudah menanyakan cinta dan kepercayaan, pipi putih Langsat milik Diana itu pasti akan bersemu merah. Entah Diaz sadar atau tidak, ia sudah memiliki istri yang sempurna akan tetapi ia tidak pernah merasa puas."Aku butuh waktu untuk berpikir, Mas," ucap Diana pada akhirnya.Ada rasa lega dan juga kesal yang menghampiri Diaz. Ia lega karena istrinya itu mau membuka suaranya tetapi ia
Braakk ... Diana terkejut begitu pintu dibuka dengan begitu kasar oleh Diaz. Ia baru saja selesai memasukkan pakaiannya di dalam koper kecil nan lusuh miliknya. Koper yang dulu ia bawa masuk ke kediaman Megantara dengan pakaian seadanya dan biasa saja sampai akhirnya kehidupan Diana berubah jadi bergelimang harta. Diana yang dulunya hanya gadis sederhana dengan dandanan seadanya. Pakaian biasa dari barang yang bisa dikatakan entah bahkan versi ke berapa. Belum lagi tubuhnya yang polos tanpa hiasan perhiasan mahal, imitasi pun tak punya karena hidup Diana memang hanya cukup untuk makan sehari-hari dan membiayai kuliahnya yang tidak selesai karena lamaran dadakan dari keluarga Megantara. Saat ijab kabul terucap, saat itu pula kehidupan Diana berubah, dari yang sederhana menjadi mewah dan elegan. Dari yang tidak punya perhiasan kini setiap saat selalu mendapat perhiasan terbaik dengan harga yang mahal. Entah datang dari suaminya, mertuanya atau dari klien suaminya yang memberikan hadia
Suasana duka menyelimuti kediaman Megantara. Keluarga, kerabat, kolega dan begitu banyak pelayat yang datang bahkan hingga pejabat pemerintah memenuhi rumah duka sebab semasa hidupnya, Tuan Megantara adalah orang yang terkenal dan juga merupakan konglomerat dengan banyaknya anak perusahaan dan juga banyak membantu negara dari segi ekonomi maupun sosial.Nampak Diaz sangat sedih, ia adalah kesayangan ayahnya dan yang paling sering membuat ayahnya kecewa sebab dulu selalu saja membangkang tetapi ia berhasil memajukan perusahaan ayahnya tersebut hingga akhirnya menjadi kebanggaan.Belum lagi keinginan ayahnya untuk menggendong cucu darinya dan Diana, hal itu belum bisa ia wujudkan dan setelah ini ia akan memikirkan bagaimana agar Diana bisa hamil mengingat istrinya itu sempat minggat dari rumah."Ma, sebaiknya Mama istirahat di kamar, nanti saat waktu penguburan aku akan membangunkan Mama. Wajah Mama terlihat sangat pucat, atau Mama biar aku buatin teh hangat? Mama mau ya," ucap Diana de
Sungguh berat hati Diana mengucap janji, apalagi janji ini di depan ibu mertua dan makam ayah mertuanya yang masih basah, mana tega ia melihat wajah mendung mertuanya yang sedang berduka lantas ia kembali membuatnya semakin terluka.'Oh Tuhan, apa yang harus aku lakukan? Aku tidak mungkin menyakiti Mama ... tapi bagaimana dengan perasaanku sendiri? Aku juga ingin bahagia walau harus kehilangan segalanya ....'Diana hanya bisa merintih dalam hati, dilihatnya wajah Diaz yang juga sedang menatap menanti jawabannya. Diana muak dan perasaannya terhadap Diaz saat ini yang ... entah.Senyuman terbit di bibir Diana manakala ia menatap mertuanya. Ia menggenggam tangan sang mertua yang walaupun sudah usianya sudah 60-an tahun tetapi masih begitu halus karena perawatan."Diana nggak bakalan pernah ninggalin Mama. Jangan sedih lagi Ma, ada Diana yang selalu sayang sama Mama dan bakalan jagain Mama dan nemenin Mama menggantikan Papa. Lagi pula Diana dan Mas Diaz pasti akan selalu baik-baik saja, M
Veronika tersenyum begitu ia melihat pria yang berdiri tepat di hadapannya. Akhirnya dia datang juga setelah lama tidak lagi mau berkomunikasi dengannya dan Veronika memang harus bekerja keras untuk bisa mengundang Diaz datang ke pelukannya."Apa maumu?" tanya Diaz tanpa basa-basi, ia muak melihat wanita yang sudah membuat rumah tangganya berantakan.Rumah tangga? Diaz teringat perkataan Diana yang mengatakan bahwa mereka bukanlah berumahtangga melainkan hanya sedang main rumah-rumahan saja."Mengapa tidak masuk dulu? Kita bicara di dalam, udara di luar sangat dingin dan kamu bisa masuk angin," ajak Veronika.Diaz mengangkat sebelah sudut alisnya. Udara memang sangat dingin tetapi lebih dingin lagi ranjang di kamarnya semenjak seminggu istrinya itu memilih pisah kamar secara diam-diam tanpa diketahui oleh mamanya.Veronika membuka pintunya lebar-lebar, ia ingin Diaz masuk ke rumah yang sudah ia beli dari hasilnya memuaskan Diaz semalaman di hotel pada beberapa waktu yang lalu. Pada sa
Sesampainya di rumah dengan dua mobil berbeda, Indria melenggang pergi ke kamarnya begitu saja tanpa mempedulikan Diaz yang sedang ingin berbicara dengannya. Indria sudah cukup kecewa pada putranya tersebut, ia tahu segalanya termasuk saat ini menantunya memilih pisah kamar. Tidak ada yang ia lewatkan, ia tahu segalanya tentang yang terjadi pada anaknya dan juga pada menantunya, hanya saja Indria yang sudah sangat menyayangi Diana tidak akan mampu kehilangan menantunya itu.Diaz berjalan terus ke arah kamar mamanya dan ternyata pintu kamar itu tidak dikunci. Ia tahu mamanya menantinya di dalam kamar untuk berbicara. Namun, yang ia dapatkan adalah mamanya yang sudah berbaring di balik selimut."Ma, aku—""Mama lelah, pergilah karena Mama ingin beristirahat. Simpan semua penjelasannya untuk dirimu sendiri. Mama bosan dan muak mengetahui setiap kelakuanmu. Mama hanya berharap Diana tidak meninggalkanmu. Ingat Diaz, dibalik suksesnya seorang pria, ada doa ibu dan istrinya yang senantiasa
Diaz tersenyum mendengar permintaan mamanya. Ia merasa itu adalah cara yang jitu untuk membuatnya kembali dekat dengan Diana. Ia memang tidak cinta atau belum cinta atau mungkin juga sudah cinta tapi tidak menyadarinya, tetapi ia juga tidak ingin kehilangan wanitanya. Diana adalah miliknya yang permanen. Tidak ada kesempatan bagi Diana untuk pergi dan melepaskan gelar Nyonya Megantara."Diaz sibuk, Ma. Ada banyak proyek yang harus ditangani Minggu ini," ucap Diaz mencoba untuk sedikit menolak agar terkesan ia tidak langsung iya-iya saja. Diaz sadar diri ia masih memiliki kesalahan yang sedang coba ditutupi oleh mamanya. Diana melirik Diaz, kembali hatinya merasa kecil. Jika saja dirinya memang dicintai oleh Diaz lagi pria itu akan menerima usul mamanya atau setidaknya tidak langsung menolak seperti ini.'Aku mikir apa sih? Sudah jelas aku tahu Mas Diaz tidak jatuh cinta padaku, mengapa terus berharap begini?' rutuk Diana dalam hati."Biarkan Bihan yang mengurus proyek. Mereka sudah ha
Tubuh Diana menegang begitu tahu apa yang selama ini disembunyikan mertuanya. Dia menanti mulut itu terbuka lagi untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi."Diaz itu adalah anak Mama yang sangat nakal tetapi menyimpan kepedulian yang hampir tidak terlihat. Semua ini salah Mama, jika saja Mama bisa menegurnya dan membuatnya berubah ...."Indria mengambil tangan menantunya yang selama ini membuatnya banyak merasa bersalah karena secara tidak langsung sudah menjebaknya dalam pernikahan toxic bersama putranya yang tidak pernah serius dalam menjalin hubungan."Dulu Mama sudah pasrah karena Diaz berkata dia tidak akan pernah menikah. Semua itu karena pengalaman pribadi keluarga kami. Sebelum rumah tangga Mama dan Papa ini terlihat harmonis, kami dulu pernah berjuang melawan badai yang hampir menghancurkan rumah tangga ini. Semua karena godaan perempuan yang memanfaatkan kekuasaan Papa."Indria akhirnya memilih membuka tabir keluarga mereka di mana dulu dia dan mendiang suamianya pernah
Pesawat yang ditumpangi Diaz dan Diana kini telah mendarat. Dengan terburu-buru pasangan tersebut keluar dan masuk ke dalam mobil yang sudah menanti mereka. Sejak di dalam pesawat Diaz tak bisa tenang. Ia khawatir terjadi sesuatu yang begitu buruk pada wanita yang telah melahirkannya itu. Diaz telah kehilangan sosok Ayah, ia tak ingin kehilangan lagi sosok Ibu.Diana juga tahu kegelisahan suaminya, tak bisa ia pungkiri pun ia sangat gelisah. Ibu mertuanya menyayanginya begitu sangat, seakan mereka bukanlah pasangan anak menantu dan mertua. Diana diperlakukan bagaikan anak kandung sehingga rasa khawatir itu tak kalah dari yang dirasakan Diaz."Di, Mama," lirih Diaz, ia meremas tangan Diana, mencoba menyalurkan apa yang tengah ia rasakan."Kita harus tetap tenang, Mas. Lebih baik kita berdoa agar Mama baik-baik saja," ucap Diana mencoba menenangkan Diaz, padahal di sini ia juga tak kalah risau.Mobil yang ditumpangi Diaz dan Diana terasa begitu lamban padahal sopir sudah mengerahkan kec
Arunika kembali menampakkan kehadirannya, debur ombak sayup-sayup terdengar menenangkan indera. Embusan angin dan sapuan lembut di pipi juga membantu Diana membuka kedua mata indahnya. Di hadapannya kini tampak seorang pria dengan pahatan wajah yang begitu sempurna mendeskripsikan bagaimana Tuhan sedang begitu bahagia saat menciptakannya. Alis tegas serta hidung mancung itu seakan begitu pantas diberikan padanya, belum lagi rahang tegas dan bulu mata uang yang lentik, semakin menambah kesan tampan padanya. Jangan lupakan senyum menawan dari bibir yang sering berkata manis tetapi menghasilkan empedu bagi Diana, ah jika mengingat semua itu rasanya ia ingin kembali tertidur dan bermimpi. Mimpi? Diana bahkan ingat yang terjadi semalam bukanlah sekadar mimpi belaka. Diaz begitu dekat dengannya seperti saat ini, saat suaminya begitu dekat dengan wajahnya. Mengingatnya membuat Diana tersipu."Selamat pagi My Wife, apakah tidurmu menyenangkan?"Sapaan Diaz tersebut semakin mempertegas keja
"Mecca?"Diaz menyebut nama tersebut namun panggilan langsung berakhir. Sepertinya tebakannya benar, ia juga tidak akan lupa dengan suara itu. Wanita yang pernah begitu dekat dengannya."Mas," panggil Diana.Diaz terkejut, ia tidak tahu sejak kapan Diana duduk di hadapannya dan apakah ia mendengar nama yang tadi disebutkan olehnya. Oh semoga saja tidak. Diaz tidak ingin bertengkar di tempat ini dan yang pasti ia lelah jika harus memohon."Kamu sudah selesai?" tanya Diaz dan Diana mengangguk sebagai jawaban."Apakah kita akan tetapi di sini, Mas?" tanya Diana.Diaz tersenyum. "Tentu saja tidak, kita akan jalan-jalan untuk menikmati udara dan keindahan malam di sekitar sini. Oh ya, aku sudah memesankan sepatu flat yang bisa kamu pakai. Lepaskan lagi sepatumu itu," ucap Diaz seraya menyerahkan sebuah paper bag.Diana merasa tersanjung. Mengenai pakaian dan penampilan Diaz memang paling ahli. Kadang Diana bertanya dalam hati bagaimana bisa suaminya itu mengerti tentang fashion wanita dan
Dahi Diaz mengernyit. Ia merasa heran dengan sikap Diana yang mendadak berubah dan kembali menolaknya. Entah apa yang ada di pikiran istrinya itu saat ini, tetapi Diaz tidak akan memaksanya, mungkin Diana sudah begitu lelah melayaninya yang seakan tiada hentinya melakukan pergulatan tersebut."Kamu lelah, Di?" tanya Diaz sambil memasang senyuman penuh kepalsuan. Ia adalah orang yang paling tidak suka mendapatkan penolakan, namun demi tetap menjaga keberadaan istrinya di sisinya, ia akan menahan segala rasa yang menurutnya merupakan sebuah penghinaan.Diana tersadar akan ucapannya dan pikirannya yang membuat ia teringat akan kejadian beberapa waktu yang lalu. Harusnya ia tidak melakukan itu sebab suaminya ini sudah terlihat berubah semenjak kematian ayah mertua. Diana hanya terbawa suasana saja."Bu-bukan, Mas. Aku hanya ingin menikmati suasana malam di tempat ini," jawab Diana terbata, susah payah ia mencari alasan yang masuk akal agar Diaz percaya padanya.Diaz menggulum senyuman. Ru
Diaz mengajak Diana bermain di pantai, sebelumnya mereka menikmati kelincahan lumba-lumba bermain dan itu membuat Diana merasa senang. Diaz tak pernah melepaskan genggaman tangannya, Diana merasa sangat dicintai oleh sang suami. Hatinya menolak merasakan bahwa ini adalah salah satu trik suaminya untuk kembali menarik simpati dan juga perhatiannya."Mas, terima kasih sudah mengajakku ke tempat ini. Benar apa yang dijelaskan di artikel itu, tempat ini sangat indah. Jika bukan karena menikah denganmu mungkin aku tidak akan pernah datang ke tempat ini," ucap Diana saat mereka sedang berjalan-jalan di tepi pantai. Ombak dan pasir yang terasa di kaki Diana membuatnya rileks. Belum lagi rasa nyaman dan hangat dari genggaman tangan Diaz. Kali ini, untuk pertama kalinya Diana merasa dicintai oleh sang suami. Ia ingin agar hal ini selalu dan selamanya terjadi. Tidak akan ada lagi Veronika selanjutnya. Diaz adalah suaminya dan sampai kapanpun Diana akan mempertahankannya."Ngomong apa sih, Di.
"Hati-hati di negara orang ya. Mama harap kalian saling menjaga dan yang paling penting adalah kebersamaan kalian harus menumbuhkan rasa cinta dan kasih sayang. Oh iya, jangan kembali jika belum ada kabar tentang kehadiran cucu Mama," ucap Indria dengan begitu antusias saat mengantar Diana dan Diaz ke mobil.Hari ini anak dan menantunya akan melakukan perjalanan bulan madu kedua di Maladewa atau yang lebih dikenal dengan Maldives. Diana setuju untuk memulai kembali rumah tangganya dengan Diaz. Ia merasa bahwa ini adalah salah satu ujian dalam berumah tangga. Hidup merak nyaris sempurna, tentu semakin besar ujian yang harus mereka hadapi. Diana juga sadar mungkin suaminya merasa sepi dan bosan sebab sudah lima tahun mereka menikah tetapi belum juga dikaruniai keturunan. Diana sadar kekurangannya."Aamiin Ma. Mama jaga diri baik-baik ya di rumah," ucap Diaz sambil merangkul Indria.Diana pun melakukan hal yang sama. "Ma, sebenarnya aku nggak tega ninggalin Mama di rumah sendiri. Mama i
Veronika menggeleng keras. Ia sudah terjebak. Mana mungkin ia mengaku hamil dan melakukan pemeriksaan oleh dokter kandungan. Bodoh sekali dirinya yang mendekati Diana hingga akhirnya membuahkan hasil dirinya lah yang harus menerima pil pahit tersebut. Niat hati membuat Diana pergi dari hidup Diaz, tetapi kali ini sepetinya nasib itu tertuju pada dirinya.Diana hampir saja menuruti keinginan Diaz sebelum akhirnya Veronika membuka suara."Sa-saya tidak hamil. Saya tidak hamil ...."Diaz tersenyum sinis sedangkan Diana terkejut. Dia berpikir mungkin ini rencana suaminya untuk mengancam Veronika di hadapannya. "Nona pelakor, Anda tidak perlu takut jika memang hamil. Suami saya pasti akan bertanggung jawab pada Anda ... ah tidak, pada bayi yang sedang Anda kandung karena tidak mungkin saya membiarkan suami saya menikah lagi sekalipun Anda mengandung benihnya," ucap Diana begitu pedas. Diaz melongo, ia tidak pernah melihat sisi Diana yang seperti ini. Bibir Diaz melengkung ke atas, rupany
"Sial!" Veronika mengumpat sambil menatap pantulan dirinya di depan cermin. Ia gagal memprovokasi Diana dan kini justru ia yang dibuat tidak bisa berhenti marah. Rupanya tidak semudah itu membuat Diana kalah."Aku harus melakukan cara lain. Aku tahu aku nekat tapi aku tidak bisa jika bukan Diaz lelaki yang menjadi suamiku. Aku sudah memberikan tubuhku padanya walaupun dengan imbalan rumah, tapi celakanya aku bermain hati pada pria tak punya hati sepertinya."Kembali Veronika menggerutu, ia kemudian merapikan dandanannya sebab acara di perusahaan ini belum selesai.Di aula Diaz dan Diana saling diam, lebih tepatnya hanya antara mereka berdua sebab ada banyak klien yang sedang menyapa keduanya dan terlihat percakapan cukup panjang. Diana yang dulunya bekerja di perusahaan Diaz sedikit banyak tahu tentang topik pembicaraan mereka, hanya saja ia malas menimpali jika tidak ditanyai.Langkah kaki Veronika membuat atensi mereka teralihkan. Tak sedikit yang memuji kecantikan sekretaris tuan Pr