Rachel berlari kecil menyusuri lorong rumah sakit sambil terus berbicara dengan Alsha lewat telepon. Ya, pada akhirnya ia memilih untuk memprioritaskan Alan setelah bergelut dengan pikirannya selama beberapa saat.“Dari ruang operasi terus belok ke mana?” tanya Rachel.“Lurus aja. Nanti ada ruang bersalin, terus belok kanan.” Rachel pun kembali berlari kecil setelah sempat berhenti untuk melihat- lihat ruangan sekitar.“Sha, serius ini belok kanan?”“Iya. Belok aja cepet!” “Ini ruang perawatan bayi, Sha! Yang bener aja, kamu ini. Tadi katanya masuk UGD? UGD mah di depan, ege!”“Udah... nurut aja napa, sih?! Cepet belok kanan, terus jalan lurus aja ke depan sampai ketemu taman. Habis itu, baru belok kiri.” “Ck. Ribet ah,” kesal Rachel seraya mematikan sambungan teleponnya dengan Alsha.Ketika mata Rachel sudah melihat taman dari kejauhan, ia lantas menambah kecepatan berlarinya. Kemudian ketika sudah sampai di taman tersebut, ia langsung berhenti dan melihat ke kanan kiri untuk mema
“Ih, Rama! Ngagetin aja. Aku kira siapa,” kesal Rachel.Rama terkekeh pelan. Kemudian ia berjalan mendekati Alsha dan Rachel yang sedang duduk berhadapan. Ia berdiri di tengah- tengah wanita itu, dengan tangan yang bertumpu di meja.“Alan bukan tipe orang yang gampang menyerah. Prinsip hidup dia, kalau sekarang nggak dapet, besok bakal dicoba lagi sampai dapet. Dia itu ambisius banget orangnya. Entah dari segi pendidikan, pekerjaan, ataupun percintaan. Jadi, kamu jangan khawatir lagi, okey? Masih ada tempat buat kamu di hati Alan, selagi kamu masih bisa menghargai dia,” tutur Rama.“Kalian kenapa pada dukung banget sih, kalau aku sama Alan? Atau jangan- jangan kalian begini karena disuruh Alan?” tuduh Rachel. Membuat Alsha langsung refleks menyentil keningnya.“Alan juga nggak tau apa- apa. Ini semua pure ide aku,” ujar Alsha. Membuat Rachel langsung memutarkan bola matanya malas.“Aku nggak tau, kenapa kalian rela buang- buang waktu dan uang demi aku,” ujar Rachel seraya memijat pang
Malioboro, Jogja.16.00Selesai mengurus pekerjaan, Alan mengajak Rachel untuk menikmati waktu sore hari dengan berjalan- jalan di Malioboro. Mereka berdua berjalan sambil bergandengan tangan. Terkadang tangan Alan merangkul pundak Rachel, terkadang juga tangan Rachel yang merangkul pinggang Alan.Mereka berdua tampak seperti pasangan yang sangat serasi. Hingga membuat orang- orang sedari tadi menatap mereka iri.“Mau gelato?” tawar Alan.“Boleh,” balas Rachel dengan semangat.Meskipun ia bukan anak kecil lagi, tapi kecintaannya pada es krim dan juga gelato tidak pernah pudar. Jika bukan karena Noah yang gampang pilek, mungkin kulkas di rumahnya selalu dipenuhi dengan berbagai macam es krim.“Duduk sini dulu. Aku beliin.”Rachel menurut. Ia lantas mendudukkan dirinya di sebuah kursi panjang. Membiarkan Alan mengantre dengan para remaja dan juga anak kecil yang ingin membeli makanan tersebut juga. Tak lama kemudian, ketika Rachel sedang asik menjelajahi sosial media di ponselnya. Tiba
Mobil yang ditumpangi oleh Alan dan Rachel berhenti di depan rumah Rachel. Rachel turun dengan membawa satu kantong besar yang berisi oleh- oleh dari Jogja.“Hati- hati ya,” ujar Rachel sebelum menutup kembali pintu mobil tersebut.Alan membuka kaca mobilnya, kemudian melambai- lambaikan tangannya pada Rachel yang masih berdiri di depan sana.Rachel tersenyum. Kemudian ketika mobil Alan sudah tidak terlihat lagi, ia lantas masuk ke dalam rumahnya yang sudah terbuka dengan lebar pintunya.“Noah, Bunda pul-Ucapan Rachel yang begitu semangat itu pun terpotong, saat dirinya terkejut dengan kedatangan mamanya yang sudah duduk di kursi dengan Noah yang berada dipangkuannya.“Mama?” gumam Rachel.Wanita paruh baya itu tersenyum. Sedangkan Noah yang baru saja menyadari kedatangan bundanya pun lantas meletakkan ponselnya di meja, dan berlari menghampiri sang Bunda.“Habis ini, Bunda udah nggak kerja lagi, kan?” Rachel menunduk. Menangkup wajah sang anak yang sedang memeluk kakinya. Kemudian i
“Mungkin karena kita udah lama nggak ketemu, Te. Hehe,” sahut Reza sembari tertawa canggung.“Oh. Iya, sih. Biasanya kalau jarang ketemu emang gitu. Apalagi kalian udah bertahun- tahun nggak ketemu,” ujar Cindy.“Ini anak kamu, Chel?” tanya Reza. Yang hanya diangguki oleh Rachel.“Namanya siapa?”“Noah,” jawab Rachel singkat.“Oh, iya. Nanti selama di Bali, gimana kalau kamu minta antar jemput Reza aja, Chel? Dari pada naik kendaraan umum, kadang lama nunggunya. Kasian Noah,” usul Cindy.“Loh, kan di rumah kalian ada Sopir,” sahut Reza.“Rachel tinggal di Hotel. Biar enak kalau mau ke rumah sakit, nggak terlalu jauh,” jelas Cindy.“Siapa yang sakit?”“Nenanya,” jawab Cindy.“Oh, yaudah kalau gitu. Nanti antar jemput sama aku aja, Chel. Kebetulan aku emang nggak ada kerjaan. Nanti kamu bisa hubungi aku kapan aja kalau kamu butuh,” ujar Reza dengan begitu semangat.“Nggak usah, Za. Aku nggak mau repotin kamu,” balas Rachel.“Santai aja. Aku nggak merasa direpotin, kok. Lagian kita kan u
Rachel PovAku melangkahkan kakiku di lorong rumah sakit, menuju kamar inap tempat Nenaku dirawat. Di depanku, ada Mama yang sudah berjalan lebih dulu sambil menggandeng tangan Noah. Dan di belakangku, ada Bodyguard Nenaku yang mengawalku sejak di Hotel tadi.Airin dan Papa belum muncul di depanku sama sekali, sejak aku sampai di Bali kemarin malam. Aku sendiri juga berharap tidak bertemu dengan mereka, dari pada menimbulkan permasalahan baru lagi. Sampai di depan kamar Nena, jantungku semakin berdebar- debar. Jujur saja, aku belum siap bertemu dengannya lagi. Aku masih merasa bersalah atas kejadian beberapa tahun yang lalu. Namun karena Mama meyakinkanku, aku merasa jadi lebih tenang dan percaya diri.Dengan tangan yang sedikit bergetar, aku pun mulai memutar gagang pintu tersebut. Mama membiarkanku masuk sendirian, karena hanya aku lah satu- satunya orang yang ingin ditemui oleh Nena saat ini.Aku melihat Nena yang duduk di kursi roda sambil menghadap ke jendela kamar. Aku berjal
“Mama baik- baik aja, Chel. Kamu jangan khawatir.”Saat ini, Rachel dan mamanya sedang berada di kantin rumah sakit. Sedangkan Noah dititipkan di kamar nenanya, atas permintaan sang Nena sendiri.“Ma, Rachel bukan orang yang gila harta. Kalau misalnya tanah itu bisa buat lunasin hutang- hutang Papa, jual aja.” Rachel menggenggam tangan mamanya untuk berusaha meyakinkan wanita itu. Namun sang Mama malah menggelengkan kepalanya.“Itu milik kamu, Chel. Mama nggak mau.”“Terus kenapa waktu itu Mama rela jauh- jauh ke Jakarta buat nemuin Rachel? Pasti mau bahas masalah ini, kan?”Cindy menghela napasnya. Kemudian ia menatap sang Putri dengan mata yang berkaca- kaca.“Waktu itu, pikiran Mama udah buntu banget. Tiap hari, Mama ditelepon sama pihak Bank. Hutang Papa kamu banyak banget, lebih dari seratus juta. Mama bingung, harus jual apalagi. Karena perhiasan Mama udah habis, barang- barang branded udah Mama jual semua, usaha laundry Mama udah tutup, mobil juga udah mulai Mama jual satu pers
“Halo?”“Iya. Siapa ya?” Benar saja. Bukan Alan yang mengangkatnya, melainkan seorang wanita. Meskipun Rachel percaya pada Alan, namun ia tidak bisa berbohong, hatinya benar- benar gelisah saat ini. Seperti ada jarum yang menusuk- nusuk hatinya, saat mendapati perempuan lain yang mengangkat teleponnya. Berarti yang dikatakan oleh Tiffany itu benar, Alan sedang pergi bersama seorang wanita saat ini.“Halo? Masih ada orang?”“Hah? I-iya,” balas Rachel gugup.Tak ingin semakin sakit hati, Rachel pun lantas mematikan panggilan teleponnya secara sepihak. Masa bodoh jika itu adalah tindakan yang tidak sopan. Rachel benar- benar tak peduli. Ia sudah terlanjur sakit hati. Namun di sisi lain, ia juga tidak mau menaruh curiga yang berlebihan pada Alan. Ia yakin, Alan bukanlah pria penghianat.“Kenapa, Chel?” tanya Santi─ Nena Rachel, saat melihat Rachel yang sedang melamun.“Enggak. Rachel lagi mikir, nanti mau makan apa,” kilah Rachel berbohong.“Makan ya, makan aja. Ngapain pakai dipikir se
Sudah ada lima polisi yang melakukan pemeriksaan di taman belakang rumah Santi. Menurut Polisi, terjadinya ledakan tersebut dikarenakan ada sebuah bom kecil yang dilempar ke taman tersebut. Dan setelah di cek di CCTV, ternyata benar. Ada sebuah benda bulat kecil yang dilempar dari arah luar. Akan tetapi, orang yang melempar tersebut tidak terlihat di kamera CCTV. Jadi mereka semua belum tahu, siapa pelaku pelemparan bom tersebut.“Tante, masuk dulu yuk. Ada yang mau aku omongin. Itu biar diatur sama Pak Polisi.” Alan mengajak Cindy untuk masuk ke dalam rumah, diikuti oleh Rachel dan Santi yang ikut berjalan di belakang mereka.Mereka duduk di ruang keluarga. Rachel berdampingan dengan Alan, dan Cindy berdampingan dengan Santi. Sementara itu, Noah asik bermain sendiri.Sebelum berbicara, Alan menghela napasnya terlebih dahulu. “Dalang dari pelaku yang memukul Rachel udah tertangkap,” ucapnya.“SIAPA?” tanya mereka berbarengan.Alan kembali menghela napasnya lagi. Melihat wajah Santi, i
Alan mengepalkan tangannya kuat dengan wajah yang memerah menahan amarah. Kemudian tanpa basa- basi, ia langsung keluar dari ruangan tersebut dan berjalan menuju tempat di mana mobil sewanya terparkir.Alan mengendarai mobilnya seperti orang kesurupan. Ia sudah tidak peduli lagi, jika dirinya akan ditangkap oleh Polisi ataupun dimarahi orang lain. Lagi pula jalanan juga sedang sepi, hanya ada beberapa kendaraan saja yang lewat.“Vid, lo ke Bali ya, sekarang. Gue pesenin tiket.” Alan berbicara dengan temannya lewat telepon sambil terus menyetir.“Ngapain?” tanya orang itu, yang tak lain adalah David. “Ada urusan penting. Gue butuh bantuan lo.”“Ck. Gue males. Lagi nggak mood ke mana- mana.” “Gue kasih uang saku sejuta.”“Kurang.” “Dua juta.”“Tambahin dikit.” Alan berdecak kesal. “Sialan lo! Lama- lama jadi ngelunjak.”“Yaudah, kalau nggak mau nambahin ya gue ogah ke sana.” “Dua juta setengah.”“Nanggung amat. Tiga juta kek.”Alan mendesis kesal. Karena malas bernegoisasi lama-
Rachel merintih kesakitan sambil memegangi punggungnya. Ia bahkan sampai tidak sanggup berdiri karena saking sakitnya. Ia tidak tahu, siapa orang jahat yang baru saja memukulnya, karena wajah kedua orang itu ditutupi oleh topeng berwarna hitam.“To- long ...” rintih Rachel dengan suara yang terputus- putus. Berharap ada orang yang melihatnya lalu menolongnya.Ia menoleh ke belakang dan melihat kedua orang itu mulai mengangkat tongkat yang dipegangnya lagi. Seolah bersiap untuk kembali menghajar Rachel. Melihat itu, Rachel sontak mengeluarkan semua energinya untuk berteriak.“AAAAA!” teriaknya kencang dengan mata yang terpejam erat.Bersamaan dengan itu, terdengar suara gebukan berkali- kali yang begitu kencang. Namun anehnya, ia tak merasakan sakit sama sekali. Karena penasaran, Rachel pun akhirnya membuka matanya dengan perlahan. Tongkat tersebut tidak mendarat di tubuhnya, melainkan tergeletak di bawah bersama sang pemiliknya. Entah apa yang sudah terjadi, sampai kedua penjahat itu
Aku tentu saja terkejut mendengar perkataan Nena. Ah tidak, bukan aku saja. Semua orang yang berada di dalam ruangan ini juga terkejut mendengarnya. Bahkan Airin saat ini sudah menatapku dengan tatapan yang sangat tajam.“Maksud Nena?” tanyaku. Aku ingin memastikan, apakah ia salah berbicara atau tidak.“Nena nggak mau harta benda Nena jatuh ke tangan orang yang salah. Cukup mereka bertiga aja yang membuat Nena hampir jatuh miskin,” ucapnya sambil melirik Mama, Papa dan juga Airin yang sedang menundukkan kepala.“Tapi─” Aku ingin memprotes, tapi Nena langsung memotong ucapanku.“Cuma kamu, satu- satunya orang yang Nena percaya. Nena tau, kamu bukan orang yang gila harta. Maka dari itu, Nena percayakan semuanya ke kamu. Tolong dijaga dengan baik, karena itu hasil dari kerja keras Kakek kamu dulu.”Aku menundukkan kepala. Diberi tanggung jawab sebesar ini tentu saja membuatku merasa sangat terbebani. Apalagi masih ada pewaris yang lebih layak mendapatkannya, yaitu Mama. Kalau Om Radit s
Tatapan tajam dan penuh kebencian saling dilempar oleh Airin dan Rachel layaknya singa yang bertemu dengan harimau. Raut wajah Rachel menyiratkan sebuah emosi yang begitu besar, begitu juga dengan Airin, wanita itu juga tampak sangat kesal dengan wanita di depannya yang berstatus sebagai adiknya ini.Sementara itu, sang Mama hanya menatap mereka pilu. Menyaksikan pertengkaran yang akan terjadi antara dua bersaudara yang lahir dalam rahim yang sama. Sedih? Tentu saja. Ia merasa gagal menjadi orang tua karena tidak bisa mendidik anak- anaknya dengan baik. Seharusnya mereka berdua bisa tumbuh menjadi saudara yang saling menyayangi satu sama lain. Namun apa daya, mereka berdua sudah terlanjur saling membenci satu sama lain.“Gue rasa, lo nggak perlu ikut campur urusan gue sama Mama,” ujar Airin.“Gue rasa, gue juga punya hak buat ikut campur urusan ini,” balas Rachel. Kemudian Rachel berdiri, menghadap Airin dengan tangan yang dilipat di depan dada, tak lupa dengan senyuman miring yang me
“Halo ...”Panggilan sudah tersambung, tapi Rachel hanya mendengar suara kebisingan. Ya, setelah membaca pesan yang dikirim oleh Alan, wanita itu langsung bergegas menghubunginya.Khawatir? Tentu saja. Siapa yang tidak khawatir ketika mendapat kabar seperti itu dari orang yang kita sayang. Rasanya Rachel ingin terbang ke Singapore sekarang juga.“Halo ...” Panggil Rachel sekali lagi. Namun belum ada sahutan dari Alan.“Alan, are you okay?” Nada bicara Rachel terdengar mulai panik, lantaran pria itu tak kunjung membalas ucapannya. Ia takut sesuatu yang buruk terjadi pada pria itu.Hingga satu menit kemudian, panggilan masih tersambung tapi yang Rachel dengar hanyalah suara bising. Ia tidak mau mematikan sambungan teleponnya, ia akan menunggu sampai suara pria itu terdengar di telinganya.Beberapa menit kemudian ....“Chel?” Rachel yang sedang melamun refleks langsung menegakkan tubuhnya ketika mendengar suara Alan yang memanggil namanya.“Kamu di mana? Gimana keadaan kamu sekarang? K
Singapore09.30Sedari tadi, Alan terus mondar- mandir gelisah. Ia benar- benar bingung saat ini. Ingin pulang sekarang juga, tapi tidak ada yang menemani Anggi di sini. Sedangkan ia juga sudah berusaha menelepon Rachel sampai berkali- kali, tapi selalu ditolak. Bahkan nomornya sekarang sudah diblokir oleh wanita itu.“Anggi ... Abang ada urusan mendadak di rumah. Nggak papa, Abang pulang sekarang? Besok sore Ayah kamu udah sampai sini, kok.” Alan berkata dengan sangat lembut pada gadis itu. Berharap gadis itu mengizinkannya untuk pulang saat ini juga.Namun responnya sesuai dengan dugaan. Gadis itu menggelengkan kepalanya dengan wajah yang cemberut. “Kalau Abang pulang sekarang, nanti Anggi di sini sama siapa?” tanyanya.“Nanti ada Suster yang nemenin kamu.”“Nggak mau. Suster nggak bisa jaga Anggi 24 jam. Nanti kalau tiba- tiba Anggi kenapa- napa, gimana?”Alan menghela napasnya kasar. Posisinya benar- benar sulit saat ini. Ada masalah yang harus ia selesaikan sekarang, tapi di sisi
Tepukan tangan Rachel di pundak wanita yang bernama Anna itu pun berhasil membuat wanita itu langsung tersentak kaget. Apalagi saat wanita itu melihat wajah Rachel, terlihat semakin bertambah keterkejutannya.“Loh, Rachel? Kok bisa ada di sini?” tanyanya.Rachel tersenyum sendu. Mungkin inilah yang dinamakan ‘Sudah jatuh, tertimpa tangga pula’. Setelah mendapat pesan yang kurang mengenakkan dari Alan, Rachel juga mendapat kejutan kebohongan yang dilakukan oleh pria itu kepadanya. Jika mamanya saat ini sedang berdiri di depannya dalam keadaan sehat walafiat, lalu ke mana perginya pria itu? Kenapa harus berbohong dengan alasan mengantar mamanya berobat ke Luar negeri? Tidakkah pria itu tahu, jika hal yang paling dibenci oleh Rachel adalah ketika dibohongi? Sungguh, Rachel benar- benar bingung dengan apa yang sedang terjadi saat ini. Kenapa Alan berbohong? Kenapa mamanya Alan kaget melihat keberadaannya? Apakah mereka berdua bersekongkol? Itulah pertanyaan yang sedang berkecamuk di kepal
Rachel POV Hari ini sebenarnya ada acara study tour di Sekolah Noah. Aku sebagai ibunya seharusnya turut hadir untuk menemani anakku. Akan tetapi, Ibu tiba- tiba memintaku untuk mengantarnya pergi ke rumah saudaranya yang di Bekasi. Jadi mau tidak mau, Junalah yang aku suruh untuk menemani Noah. Untungnya Noah juga tidak protes. Dia malah senang jika ditemani ayahnya, karena bisa pamer ke teman- temannya jika ayahnya adalah seorang Pilot. Sebangga itu, anakku pada ayahnya. Padahal dulunya sempat tidak diakui dan sempat ingin dilenyapkan juga. Hahaha ya sudahlah, lupakan saja.“Pakai tas dino aja ya,” ucapku seraya berjalan menghampiri Noah yang sedang dipakaikan baju oleh Juna. Dengan membawa tas kecil yang bergambar Dinosaurus.“Nggak mau. Pakai tas Marvel aja,” balas Noah.“Tas Marvel udah rusak resletingnya, Sayang. Ini aja, ya. Nanti Bunda beliin yang baru lagi,” bujukku.“Yah ... yaudah, deh. Nggak papa.”“Minta uang saku berapa?” tanyaku.“Nggak usah, deh. Uang Ayah Juna udah b