Clarita bergerak mundur, ia seakan takut dengan sosok yang berdiri di depannya. Dengan cepat, Clarita membalik tubuhnya dan berjalan menjauhi wanita yang mengenakan setelan kantor. Atma yang tak mengerti pun memilih untuk mengikuti langkah kaki Clarita. Wanita berusia 22 tahun itu berjalan tak tentu arah, ia nyaris menabrak rak berisi barang pecah jika saja Atma tak menahan bahunya.
“Peganglah.” Atma mengulurkan tangannya, karena panik Clarita pun mengikuti ucapan Atma. Wanita itu menoleh sejenak, lantas kembali berjalan cepat dengan bantuan Atma.
Wanita itu tampak mengikuti langkah kaki Clarita, wanita berpakaian kantoran itu bahkan meninggalkan trolli belanjaannya.
“Clarita tunggu!! Clarita tunggu!” pekiknya seraya mengejar Clarita yang semakin menjauh darinya. “Cla dengarin aku dulu‼ Cla kamu gak bisa kabur-kaburan terus‼ Cla ini bukan salah aku‼” ujarnya. Suaranya yang menggema ten
“Siapa wanita yang bersamamu?” tanya Mahen menatap sang Putra lekat-lekat.Atma tersentak namun ia dengan cepat mengubah ekspresinya. “Bukan siapa-siapa,” ujarnya seraya berjalan menuju kursi kerjanya.Mahen tak puas dengan jawaban yang dilontarkan putranya ia pun menyusul langkah kaki Atma. “Apa dia yang membuatmu enggan menikah?”Atma menghentikan langkah kakinya, ia menoleh dan menatap datar pria yang berstatus ayahnya itu. “Jika iya apa peduli ayah?”“Aku peduli,” tukas Mahen cepat, Atma menunggu kelanjutan ucapan pria itu. “Aku akan membatalkan semua wanita yang mengajukan diri, dan membiarkanmu hidup bahagia dengannya. Dengan satu syarat, bayi itu bukan anakmu.”“Bagaimana jika ia bayiku? Apa yang akan kau lakukan?”Mahen mengendikkan bahunya lantas melangkah menuju pint
Dean bergeming, tubuhnya bergetar tatapannya menyiratkan rasa takut. Clarita bangkit dari duduknya, ia kemudian berjalan menghampiri Dean. Mendekapnya sejenak. “Dia datang, Mba.” Hanya dengan dua kata yang wanita muda itu ucapkan, Clarita sudah mengerti siapa yang ia maksud.“Biar mba yang keluar,” ujar Clarita hendak melangkah keluar.Dean menggeleng dan mengucapkan, “Jangan Mba, dia … bersama gengnya.” Manik Clarita membulat sempurna.“Ada apa?” tanya Atma yang tak mengerti maksud Dean.“Pria tadi pagi datang lagi,” ujar Clarita menatapnya sejenak lalu kembali mendekap tubuh gemetar Dean.“Gak ada kapok-kapoknya tuh laik yah!” gerutu Bara tampak geram dengan sikap pria di luar. “Biar gue saja,” lanjutnya seraya bangkit dari posisinya.Dean dan Clarita membiarkan pria
“Kenapa?” tanya Clarita seraya menatap Atma bingung, Atma pun menggeleng. Clarita pun kembali mengolah adonannya. Ia mengerjakan setiap pesanan dengan sungguh-sungguh karena mereka adalah pelanggan pertama dan jembatan untuk Clarita mendapatkan pelanggan lainnya.Waktu semakin larut, adzan ashar telah berkumandang bertepatan dengan Clarita memasukkan adonannya ke dalam oven. Ia pun melanjutkan aktivitasnya dengan meracik sayur mayur untuk santapan makan malamnya. Kehadiran Atma di rumahnya sedikit banyak membantu meringankan pekerjaan wanita berusia 22 tahun itu, lelaki itu membantu Clarita menjaga juga memberikan asi dalam botol pada baby twin.Malam ini Clarita akan memasak sup ayam dengan perkedel kentang, tak lupa wanita itu menanak beras. Setelah urusan makan malam selesai, Clarita bergerak memasak air panas untuk mandi baby twin. Ia menyiapkan baju tidur milik baby twin.Saat Clarita tengah memandikan b
"Ah iya, De. Kenapa?” tanya Clarita terkejut mendapati Dean berdiri di belakangnya. Dengan cepat Clarita menutup aplikasi tersebut dan menyimpan ponselnya.Sejujurnya, Dean telah lama menaruh curiga pada Clarita. Pasalnya ponsel wanita itu tergolong ponsel berharga bahkan harganya setara dengan motor keluaran terbaru. Sedangkan ia tahu jika Clarita selama ini kesulitan mencari uang. Namun, Dean tak sampai hati untuk menanyakan hal privasi sampai sedalam itu, ia pun mencoba berbaik sangka dengan berpikir jika itu peninggaln berharga dari seseorang untuknya maka Clarita tak mau menjualnya.“Ah enggak kok, ayo mba sarapan.” Dean mengambil posisi duduk di kursi yang berhadapan dengan Clarita wanita itu menyendokkan nasi dan lauk pauk ke dalam piringnya. Kemudian menyantap hidangan dengan wajah ceria. Ia melupakan kecurigaannya kala suapan demi suapan masakan Clarita masuk ke tenggorakannya.Saat asyik menik
Atma menyadari kehadiran mobil lain yang mengikutinya sejak ia keluar dari hotel tempat di mana Clarita mengantarkan kue pesanan pelanggannya. Ia pun mencoba mencari tahu sosok pemilik mobil itu, Clarita mengamati gerak-gerik Atma yang mencurigakan.Wanita itu menolehkan kepalanya mengamati ke arah belakang. Pandangan matanya menatap deretan angka yang berjejer di nomor kendaraan mobil berwarna silver. “Kamu kenal?” tanya Atma pada Clarita dengan raut penasaran.Sedangkan wanita itu justru menggeleng, dengan pandangan mata yang tak fokus. Atma tahu jika saat ini wanita yang duduk di sampingnya tengah berbohong, terlihat jelas dari gerak-gerik wanita itu. “Langsung ke mall?” tanya Atma pada Clarita.“Hah? Iya, langsung saja.” Clarita menjawab dengan manik mata yang melirik ke arah spion mobil.Atma tetap melajukan mobilnya dengan kecepatan standar tidak terburu-buru
“Aku hanya … belum siap menerima kenyataannya.”Atma melirik menggunakan ekor matanya. “Sampai kapan?” Clarita terdiam, sejujurnya ia juga tak tahu sampai kapan ia hanya diam dan terkurung dengan masa lalunya. “Cla, kita bisa kok hidup berdampingan dengan masa lalu kita. Jangan terlalu ditakuti, aku tahu kamu wanita kuat. Bahkan cuman kamu yang kuat nahan pesonaku,” ujar Atma dengan percaya diri.“Ck, paan sih.” Clarita berdecak kesal.“Jadi mau dihindarin gak yang di belakang?” tanya Atma seraya melirik ke arah belakang mobil. Clarita terdiam sejenak, ia menarik napas dalam-dalam setelah itu membuangnya perlahan. Ia menggeleng dan mencoba tersenyum.Mobil Atma berjalan santai di jalanan Kota Semarang, ia seakan berpura-pura tak tahu jika mobilnya diikuti oleh orang lain. Ia berusaha setenang dan sebiasa mungkin. Tak lama, mobil milik
“Aku sudah tidak peduli lagi siapa pria itu, aku ingin hidup tenang,” sahut Clarita menatap tajam Raya. Wanita itu mengernyitkan bibirnya tak enak hati.Sahabat lama Clarita menatapnya tak percaya. “Apa jangan-jangan pria tadi –“ Ucapan Raga terhenti kala Ganes menepuk lengannya mengingatkan agar ia tak membuat Clarita kecewa.“Sudah tidak ada lagi yanng mau dibicarakan, ‘kan?” tanya Clarita menghela napas. “Hari juga semakin sore, aku sedang banyak kerjaan dan pesanan.”“Cla tunggu, boleh tidak kita lihat anak kamu sebentar saja,” pinta Raya menatap Clarita penuh harapan.Clarita tampak berpikir sejenak, kemudian ia menggelang. “Dia baru keluar dari rumah sakit, tidak bisa sembarangan dikunjungi. Mungkin lain waktu.” Jawaban Clarita membuat mereka berempat mendesah pasrah.Dengan berat hati merek
“Ya, saya ayah dari Atma kekasihmu.” Clarita menatapnya datar, dia sudah menduga jika pria itu lambat laun akan mendatanginya.“Apakah anda datang ke sini dengan maksud tersendiri?” tanya Clarita sopan.Pria itu terkekeh kecil ia lantas mengeluarkan secarik amplop dan menyerahkannya pada Clarita. “Apakah ini cukup?”Clarita menatap datar amplop itu. “Apakah kau kira aku yang merayu putramu? Atau kau mengira aku bisa dibayar dengan uangmu?”“Bukannya kau memang wanita bayaran? Nyatanya kau hamil tanpa suami, apa namanya jika bukan bayaran?” ujar pria itu dengan seringai yang menunjukkan kekuasaan.Clarita tak membalas ucapan pria itu, ia hanya mengatakan, “Anda tidak perlu repot-repot mengeluarkan uang anda untuk saya, karena saya tidak akan sudi menerimanya. Jika anda meminta saya pergi dari putra anda, tolong beri
“Saya sebagai orang tua kandung Danila Ayudia tentu menyerahkan semua keputusan di tangan putri kami. Kebahagiannya adalah kebahagian kami juga,” sahut Ganesha mengabaikan pertanyaan Danila. “Apa? Orang tua kandung? Maksudnya?” tanya Danila bingung ia pun melemparkan tatapan menuntut ke arah Bram. “Sayang, Tante Ratasya dan Om Ganesha adalah orang tua kandung kamu, yang selama ini disembunyikan oleh Pak Brahma, mereka –“ “Apaa‼” pekik Danila tak percaya. “Jadi? Yang kalian bicarakan saat persidangan itu aku?” tanya Danila tak percaya. “Iya sayang, kami memang orang tua kandungmu. Semua bermula dari … .” Ganesha mulai menceritakan awal mula Brahma merebut Danila darinya. Mulai saat Brahma merebut harta miliknya hingga ke kasus penculikan juga penyekapannya. Danila menyimak ucapan orang tuanya dengan begitu seksama, ia tak mau terlewatkan barang satu kata pun. Hingga ia sampai pada cerita tentang percobaan pembunuhan yang Brahma lakukan pada mereka, Danila mengeram tertahan, selama
“Aku ingin selalu seperti ini selamanya? Bisa ‘kan?” “Kamu ini bikin mas hampir jantungan saja. Sayang, hanya maut yang bisa memisahkan kisah cinta kita. Aku akan selalu berusaha selalu berada di sampingmu,” tutur Byan membuat hati Clarita menghangat dan kupu-kupu si perutnya berterbangan. “Mas nanti malam kita pakai ini saja ya? Acaranya kan di tepi pantai, aku juga gak bisa kalau pakai baju terbuka, alergi dingin. Untung suami aku gak dingin,” canda Clarita seraya menatap sang Suami manja. “Sayangg,” ujar Byan salah tingkah, pria itu menggaruk tengkuk lehernya yang tak gatal itu. Matahari pun mulai bergeser, menyisakan langit berwarna jingga dengan suara hiruk pikuk mobil yang berlalu lalang. Clarita baru saja keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit di kepalanya, sedangkan sang Suami masih berkutat di meja kerjanya yang bersebelahan dengan kamar tidur mereka, Byan sengaja mendesain ruang kerjanya di dalam kamar hanya dengan memberi sekat kaca yang membatasi antara kama
“Perusahaan koleps, seluruh perusahaan besar menunda penanda tangannya MOU. Harga saham menurun drastis, beberapa vendor menagih pelunasan segera, kau ke mana saja?” ucap Mahen seraya membiarkan putranya membaca seluruh isi mapnya.“Kita bisa menangani ini sem –““Dengan cara apa? Sekarang saja perusahaan sudah tak ada kerja sama, oke masih ada tetapi itu hanya project remahan, kamu pikir itu bisa membayar semua tagihan? Belum lagi gaji pegawai. Seharusnya kamu memikirkan itu, kamu fokus membesarkan perusahaan ini bukan justru sibuk mengurus wanita dan anaknya yang penyakitan itu!”“Shut up, Pah! Apa papah tahu aku jadi seperti ini karena siapa? Karena anda! Anda yang selalu mengagalkan percintaanku anda yang selalu menghancurkan urusan hidupku sendiri. Kenapa? Karena anda terlalu ingin terlihat sempurna, padahal anda jauh lebih busuk daripada bangkai tikus.” Atma ber
“Gak papa kok, ya sudah kita masuk lagi yuk? Kayanya sudah waktunya mulai lagi persidangannya.” Mereka pun mengangguk setuju dengan ucapan Byan. Mereka pun kembali berjalan beriringan memasuki ruang sidang, siang ini mereka akan mendengar keputusam hakim atas perbuatan Brahma bertahun-tahun lalu.“Mas,” lirih Clarita mencekal lengan Byan. Pria itu menoleh dan menatap teduh sang Istri. “Aku takut.”“Pasrahkan semua ke Allah, ya. Semua akan baik-baik saja.” Clarita menghela napas seraya mengeratkan genggamannya di tangan sang Suami.Hakim dan seluruh jajaran pun mulai memasuki ruangan, setelah itu Brahma selaku tersangka utama telah hadir kembali di ruang sidang. Setelah persidangan kembali dibuka Jaksa penuntut umum kembali membacakan dakwaannya.“Dengan ini, kami memutuskan untuk menjatuhkan hukuman kepada Brahma Wijaya dengan pasal tersebut selama 25 tahun kurungan.”Bola mata Clarita nyaris terlepas dari tempatnya kala mendengar putusan hakim kepada pria yang selama ini anggap sebag
“Kita hanya bisa berpasrah diri, Dan. Kita sudah berusaha menegakkan keadilan semoga semua sesuai dengan harapan kita ya.”Waktu seakan begitu cepat berlalu, hari-hari berlalu begitu cepat. Sejak persidangan pertama kemarin kehidupan Danila terasa begitu nikmat dan ringan. Ia masih bekerja di toko kue milik sang Kakak. Sedangkan hubungan asmaranya masih terjalin dengan baik. Bram tak pernah menuntut hubungan ranjang pria itu justru mengarahkan Danila menjadi wanita yang lebih elegant.Lain halnya dengan Atma, pria itu justru semakin gencar mendekati Hanna. Ia bahkan tak peduli dengan penolakan yang terus Hanna berikan padanya. Hanna adalah harapan terakhir untuknya mendapatkan warisan dari sang Nenek, ia pun tak menyerah untuk mendapatkan Hanna kembali.“Han, percayalah padaku. Aku tak hanya membutuhkan Bayu, sejujurnya aku masih menyimpan rasa padamu, tetapi aku terlalu malu untuk mengakuinya. Apa tida
“Katakan apa yang sedang kau rencanakan?” tanya Hanna dengan tatapan penuh selidik.“Begini, aku dituntut untuk memiliki seorang anak. Dan kamu butuh sumsumku bukan? Bagaimana jika kita bekerja sama? Aku akan mencukupi semua kebutuhanmu dan Bayu tetapi menikahlah denganku.”Hanna pun tersenyum miring. “Jadi benar ‘kan dugaanku? Kamu mengejarku dan berbuat baik padaku itu tidak tulus dari dalam hati, apa ini memang sifat aslimu?”“Ayolah, Han. Aku butuh kerja sama ini, agar aku bisa terlepas dari ayahku. Aku akan menghidupi kalian dengan baik, aku juga akan memperlakukanmu dengan baik. Aku hanya butuh Bayu dan status ini agar warisan nenekku bisa segera aku miliki.”“Kamu berubah, At! Ini bukan Atma yang aku kenal!” pekik Hanna seraya berjalan menjauhi pria itu.“Han aku berubah begini karenamu! Aku tak lagi p
Tanpa mendengar ucapan karyawannya Clarita segera berjalan menuju tokonya. Ia menapaki setia anak tangga, samar-samar ia mendengar pertikaian dua orang wanita dan benar saja, ketika langkahnya tiba di lantai dua ia menemukan Danila tengah berdebat dengan seorang wanita paruh baya.“Danila tidak akan mau mencabut tuntutan Danila! Kalian berdua itu licik!” pekik Danila di depan wanita setengah baya. Dari posisinya berdiri Clarita tak dapat melihat dengan jelas siapa sosok yang tengah bertengkar dengannya.Langkah kaki Clarita semakin mendekat ke arah Danila, ia pun tiba di samping tubuh wanita yang menjadi lawan bicara adiknya itu. “Maaf ada apa ya?”“Clarita!” ujar wanita itu terkejut melihat sosok ayu Clarita berdiri di sampingnya. “Kau juga! Mengapa kau tidak tahu terima kasih? Suamiku mengurusmu sejak kecil! Jika tidak ada suamiku maka –“&ldquo
“Kamu ngomong apa sih sayang? Tanpa diminta pun aku akan segera meminangmu. Aku tidak akan membuang kamu begitu saja. Sesuai janjiku padamu, dan juga kamu berhasil membuatku merasakan getaran yang sudah lama tak pernah aku rasakan lagi, bahkan kamu ada untukku di kala aku down kemarin. Kamu ingat ‘kan?” Danila pun mengangguk dan mengulas senyum. Ia lantas kembali melanjutkan aktivitas ranjangnya. Matahari semakin berani menampakkan dirinya, ia mulai menyinari langit kota Semarang menjadi teman warga di sana memulai aktivitasnya. Ada yang berangkat ke sekolah, ada yang berangkat bekerja, ada juga yang berangkat bergosip. Dua insan yang baru saja berubah status percintaannya masih asyik bergelung di dalam selimut tebal dengan tubuh tanpa sehelai benang pun. Selepas shubuh tadi mereka memang kembali mengulang kegiatannya hingga tertidur karena kelelahan. Ketukan dan suara tangis bayi membangunkan keduanya. Clarita mengerjapkan kedua matanya, ia lantas bangkit dari tidurnya dan memilih
“Ini semua adalah dosa yang harus aku tanggung! Tetapi kenapa harus Bayu? Aku … aku tidak bisa hidup tanpanya.”Kening Atma semakin berkerut, ia semakin bingung dengan ucapan Hanna, wanita itu seolah membuat teka-teki untuknya. “Seharusnya malam itu aku tidak melakukan perbuatan dosa, dan berakhir seperti ini. Ke mana aku harus mencari pendonor yang cocok?”“Donor?”Saat Hanna akan menjelaskan ucapannya, pintu UGD terbuka menampilkan sosok wanita setengah baya dengan jas putih yang melekat di tubuhnya. “Dengan keluarga pasien?”“Saya ibunya, Dok!” Hanna berjalan cepat mendekati dokter itu.“Begini bu, kondisi adik Bayu semakin mengkhawatirkan. Kita harus segera menemukan pendonor tulang sumsum belakang untuk keselamatan putra Ibu. Karena kelainan darah bawaan yang Bayu idap sudah di tahap mengkhawatirkan. Saya berharap ibu bisa segera menemukan pendonor yang tepat, untuk saat ini kami hanya bisa memberikan transfusi darah namun itu tidak bisa kita lakukan terus menerus.”Mendengar per