Share

43. Penangkapan, Nadia

Penulis: Purple Rain
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Zain turun dari dalam mobil, ia melihat sekeliling dengan tatapan yang dingin. Ramon yang sudah bersiap di sampingnya segera menutup kembali pintu mobil dengan satu kali gerakan. Keduanya bergegas masuk ke dalam sebuah gedung apartemen.

Perth, Ibukota negara bagian Australia barat adalah negara terbesar di Australia. Banyak gedung pencakar langit menghias di sudut kota. Zain menyukai negara tersebut karena Perth menyuguhkan pantai berpasir yang lembut, dan juga kilang minyak anggur yang menggiurkan.

Derap langkah Zain terdengar begitu tergesa. Hingga ia masuk ke dalam lift untuk menuju ke lantai 15. Tidak ada satu katapun yang terucap dari bibirnya. Zain, telah menyimpan rapat-rapat emosinya di dalam dada untuk sementara.

Dalam waktu beberapa detik saja, pemuda tersebut sudah berada pada lantai yang dituju. Segera ia berjalan melewati satu lorong dengan langkahnya yang tegap.

Sret ….!

Ia berhasil membuka kunci salah satu apartemen di gedung tersebut. Sepertinya, Nadia sengaja tidak me
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Ayah Dari Anakku Adalah Sang CEO Arogan   44. Perdebatan Di Meja Hijau

    Suasana hatinya yang bergemuruh, membuat Nadine menghentakkan kakinya dengan kesal. Dua orang petugas kepolisian telah menuntunnya hingga ke arah mobil. Tiba-tiba saja, kerumunan datang tanpa disangka. Hal tersebut membuat Nadia semakin marah dengan perlakuan Zain kepadanya."Sial! Dasar laki-laki gila! Bisa-bisanya dia melaporkan masalah ini ke polisi," gerutunya sepanjang jalan, sesekali ia mengelak ketika tangan polisi tersebut menyentuh lengannya.Ia tidak peduli dengan pandangan semua orang kepadanya saat ini. Yang ia pikirkan adalah, bagaimana caranya membalaskan dendam atas perlakuan, Zain. Baru kali ini, Nadia merasa masa bodoh."Dasar lelaki sombong! Memangnya siapa dia? Kamu tidak akan pernah menjadi siapa-siapa dengan uangku. Lihat saja pembalasanku, Zain. Aku akan menggunakan pengacara terbaik. Bersiaplah untuk menjadi gembel kembali!" ia menatap laju jalan ketika mobil polisi sudah merangkak meninggalkan basement apartemen miliknya. "CK, ….!" mulut Nadia mencebik ketika

  • Ayah Dari Anakku Adalah Sang CEO Arogan   45. Meminta Perhatian

    BRUK!Tubuhnya yang ramping dihempaskan begitu saja ke dalam sel tahanan. Mulut Nadia berdesis ketika dirinya menyentuh lantai yang dirasa begitu menjijikkan. Ia mengelus lengannya yang terasa sakit akibat cengkraman tangan dari salah satu petugas.“Sialan! Mereka belum tahu siapa aku sebenarnya,” gumam Nadia yang sudah berdiri menghadap ke arah depan jeruji besi.Nadia melihat beberapa petugas medis tiba tepat waktu. Dan tak lama kemudian mereka membawa korban menuju mobil ambulans yang telah disiapkan di depan kantor kepolisian.“Hei, Nona! Berani juga Kau melakukan itu, ya?” sapa salah satu tahanan yang berada di belakangnya.Nadia menengok ke belakang, ada beberapa tawanan perempuan yang duduk di sebuah karpet yang lusuh. Nadia memberengut tak suka, ia memperlihatkan jarak di antara mereka. Dan salah satu yang menyapanya memiliki sebuah tato bunga mawar berduri di tangan sebelah kiri.“Jangan berlagak di sini anak baru! Apalagi sok jagoan seperti Kamu,” perempuan yang memiliki pie

  • Ayah Dari Anakku Adalah Sang CEO Arogan   46. Tolong!

    "Tolong ….!" Suara teriakan dari arah kamar pasien, terdengar lirih. Pak Rahmat berusaha untuk menghentikan pendarahan yang terjadi pada putrinya."Ya Tuhan, Pak Rahmat!" Dokter Frans dan suster Kirana berlari kecil ke arah mereka."Cepat, ambilkan peralatan dan juga obat, Suster!" wajah Pak Rahmat begitu panik, ketika dokter Frans dan suster terlihat kelabakan saat menangani putrinya."Bapak, saya minta tolong. Tekan ini dengan pelan, agar pendarahannya tidak terlalu banyak." Dengan cekatan dokter Frans membaringkan Sarah yang tampak gemetar dan pucat."B-Baik, Pak Dokter," Pak Rahmat mengambil sebuah waslap panjang, lalu membalut luka putrinya."Biarkan saya duduk!" Sarah kembali duduk di tepi ranjang. Ia tidak ingin tidur di atas kasur seperti orang payah. Dokter Frans terkejut, ia berhenti sebentar ketika hendak mengambil kapas. Tak lama kemudian dokter muda tersebut mengangguk kecil tanda mengiyakan."Mbok yang nurut gitu loh, Nak. Jangan keras kepala begini!" ujar Pak Rahmat

  • Ayah Dari Anakku Adalah Sang CEO Arogan   47. Akhir Hidup Seorang Benalu

    Zain, tubuhnya terasa nyeri saat terbangun di pagi hari. Aktivitas yang dijalani akhir-akhir ini membuat dirinya harus ekstra kerja keras. Ia masih bergelung di bawah selimut, hujan semalam membuat dirinya langsung tidur tanpa penuh drama seperti malam-malam sebelumnya. Sinar mentari yang menerpa wajahnya, membuat Zain harus membuka mata. Rupanya hari sudah menjelang siang, ia meraih ponsel yang diletakkan di atas nakas."Pagi-pagi begini, siapa yang sudah sudah berisik di telepon?" gumam Zain yang tengah mengusap layar ponselnya. Ia mendapati nomor tak dikenal menelponnya beberapa kali. Bahkan, sebuah pesan masuk dari nomor tak dikenal sudah menumpuk.Dahinya berkerut saat ia menerima pesan tersebut. Dibukanya satu persatu kiriman foto yang telah terbuka olehnya. "Ya Tuhan ….!" pekik Zain tertahan, ia menutup mulutnya sendiri seiring bola matanya yang membulat. Kini Zain tengah duduk bersandar pada head bed dengan sebuah bantal mengganjal di punggung.Zain memejamkan kedua kelopak

  • Ayah Dari Anakku Adalah Sang CEO Arogan   48. Simpang Siur Kematian Sang Putra Sulung

    Cuaca cerah siang itu, mengiringi pemakaman putra sulung keluarga, Dimitri. Zain berdiri terpaku di depan gundukan tanah merah yang masih membasah. kacamata hitam yang dikenakan tak juga berhasil menutupi kesedihan dalam dirinya. Hanya sesekali semilir angin yang menyapa.Maria berdiri tak jauh darinya. Wanita itu pun turut mengurus jasad Alexander sampai tiba di peristirahatan terakhirnya. "Jangan membual, Zain! Bocah tengil itu telah meninggal?" Maria duduk lesu di atas kursi ketika mendengar putra tirinya telah menjadi korban.Meski tak pernah ada kecocokan selama mengenal putra dari, Johana. Maria tidak akan begitu saja menelantarkan mayat putra tirinya itu luntang lantung tanpa identitas."Visumnya sudah keluar, Ma. Aku rasa ini adalah bukti yang akurat," jawab Zain dengan memberikan sebuah map, ia meletakkan di samping meja."Bisa saja semuanya adalah palsu, Zain. Jangan percaya begitu saja! Bisa jadi mereka menyiapkan sesuatu untuk menyerang Kita," Maria menatap Zain dengan m

  • Ayah Dari Anakku Adalah Sang CEO Arogan   49. Ketika Kejujuran Dipertaruhkan

    "Sial! Apa dia sedang melakukan perlawanan denganku? Sedangkan dia sudah aku anggap seperti saudara selama ini," gumam Zain yang masih fokus di belakang kemudinya."Jangan memperkeruh keadaan, Zain! Kita baru saja kehilangan, Alexander. Meskipun sepanjang hidupnya ia tidak pernah mengakui Kita sebagai keluarga. Dia tetaplah putra sulung keluarga Dimitri, Alex adalah putra tiriku." Entah dapat bisikan dari mana, tiba-tiba saja Maria terlihat begitu bijak. Hingga Zain sendiri hampir tidak mengenal ibunya sendiri."Aku sudah dewasa, Ma. Jangan pernah mengaturku! Aku tahu mana yang baik untuk ke depannya." Sahut pria yang memiliki jambang halus tersebut dengan sinis."Damn! Kau sama saja dengan ayahmu. Kenapa laki-laki di keluarga ini, semuanya adalah seorang pembangkang?" Maria mengalihkan pandangan keluar jendela. Hatinya masih merasa campur aduk untuk melanjutkan perdebatan dengan putra tunggalnya itu.Zain melirik ke samping, lalu ia menghela napas dengan kasar. Zain memilih untuk tid

  • Ayah Dari Anakku Adalah Sang CEO Arogan   50. Good Job

    Dasar brengsek, Kau!" BUG!Zain melayangkan bogem mentahnya. Pukulan itu tepat mengenai wajah, Ramon. Lelaki bertubuh kekar itu terpelanting ke arah samping dan, ….Brush ….Dari mulut Ramon telah menyembur cairan kental berwarna merah segar. Dan tak lama kemudian lelaki itu sudah jatuh tersungkur di bawah lantai yang dingin. Ramon sudah tidak sadarkan diri."Jangan bengong! Cepat bawa dia ke dalam kamar!" napas Zain terengah-engah. Ia menyisir rambutnya dengan jari-jari tangan yang semula mengepal dengan kuat. Zain mencoba untuk mengontrol keadaan yang semakin rumit."Obati semua lukanya. Jangan biarkan dia mati dulu! Aku masih membutuhkan banyak informasi darinya," perintah Zain yang tak lama kemudian dijalankan oleh beberapa pengawal lain. Mereka melepaskan ikatan yang membelit di tubuh, Ramon. Zain melihat sang bodyguard telah dibawa pergi dari ruangan pengap tersebut."Sial! Jika memang dia terbukti telah mengkhianatiku. Aku tidak akan membiarkannya hidup, seperti apa yang dilak

  • Ayah Dari Anakku Adalah Sang CEO Arogan   51. Bukti Forensik

    Dokter Frans mencari keberadaan suster, Kirana. Sudah hampir setengah hari semenjak mereka bertemu di ujung lorong rumah sakit, ia begitu khawatir.Bruk!Tiba-tiba saja ia menabrak seseorang. Lekas ia berbalik arah dan meminta maaf. Untung saja obat yang sudah dikantonginya tidak terjatuh. "M-Maaf, saya tidak sengaja," ucap dokter Frans dengan sedikit membungkuk."Tidak mengapa, lagian saya juga tidak hati-hati karena sedang terburu-buru." Jawab pria tersebut dengan canggung."Oh, bukankah Anda adalah dokter yang menangani kematian kakak saya tempo hari?" tanya Zain yang teringat akan kejadian beberapa waktu lalu. Dimana dokter Frans adalah salah satu petugas medis yang ikut andil dalam kasus yang menimpa, Alexander."Hem, ya, ya! Anda Tuan Dimitri, bukan?" dokter Frans mengangguk kecil sambil menunjuk berulang kali tepat di hadapan, Zain."Panggil saya Zain, Dok. Biar lebih akrab," Zain mencoba untuk tersenyum agar suasana yang kaku bisa sedikit mencair."Oh, iya! Maaf saya lupa, bu

Bab terbaru

  • Ayah Dari Anakku Adalah Sang CEO Arogan   99. Menjalani Hidup Masing-masing

    BUG!"Hentikan segera! Ini bukan arena tinju, Tuan." Salah satu petugas yang berjaga di barak bagian tahanan pria, berlari kecil sambil mengacungkan jari telunjuknya."Saya mohon jaga sikap kalian berdua, Tuan-Tuan!" teriaknya sekali lagi.Tapi ada yang aneh saat petugas tersebut sudah sampai untuk melerai dua saudara beda ibu itu. Zain dan Alex tetap bergulat dan saling memukul tanpa ada yang memisahkan keduanya."Biarkan saja, Opsir! Biarkan mereka menyelesaikan masalahnya. Kita lihat saja hasilnya seperti apa." Cynthia menghadangnya dengan sebelah tangan. Petugas kepolisian itu pun menghentikan langkahnya dengan tatapan yang aneh. "Tapi Nona, mereka bisa saling menyakiti …." “Tenang saja Opsir. Mereka akan berhenti jika sudah merasa puas.” Ujar Cynthia dengan menyilangkan kedua tangannya di depan dada.Tidak banyak yang bisa dilakukan oleh petugas tersebut. Ia pun menuruti saran dari Cynthia yang memintanya untuk tidak ikut campur. Terpaksa petugas itu membiarkan perseteruan yang

  • Ayah Dari Anakku Adalah Sang CEO Arogan   98. Kejujuran

    Biarkan aku menemuinya! Biarkan aku masuk ke dalam sana, sebentar saja. Aku mohon ….” Zain berusaha menerobos penjagaan di sel tahanan sementara khusus laki-laki. Setelah mendapatkan informasi dari Rose soal kakaknya, ia langsung kembali ke gedung tahanan kota Perth.“Maaf Tuan, Anda harus mematuhi jam berkunjung. Apakah Anda adalah keluarganya? Tolong tenanglah, Tuan!” cegah salah satu petugas itu dengan menarik pergelangan tangan, Zain. Ia tidak mengizinkan pria itu untuk masuk begitu saja tanpa izin.“Bagaimana aku bisa tenang, jika yang ada di dalam sana adalah kakakku. Kakak tiriku yang telah dinyatakan telah meninggal beberapa bulan yang lalu. Aku harus memastikan kalau yang ada di dalam sel tahanan itu adalah orang yang sama.” Zain menatap tajam pada petugas itu. Dari cara pandangnya, Zain menunjukkan keseriusan.“Aku hanya ingin melihatnya, Opsir. Aku ingin memastikannya, itu saja. Aku yakin jika Anda memiliki keluarga yang telah dinyatakan menghilang atau meninggal. Kalian ak

  • Ayah Dari Anakku Adalah Sang CEO Arogan   97. Mimpi

    “Mau apa kamu ke sini? Apa belum puas kalian menyakitiku? Belum puaskah kamu sudah mengambil putriku?” Zain menghentikan langkahnya. Benar saja, Rose menatapnya dengan sorot mata yang tajam. Ada banyak luka dan dendam yang tidak bisa dibicarakan secara transparan. “Jika kamu datang hanya untuk menyakitiku, maka kamu datang di waktu yang tidak tepat. Pergilah dari hadapanku!” Rose telah mengusirnya dengan cara yang tidak hormat.“Dengarkan dulu, Rose! Aku mohon,” Zain mencoba untuk bisa mendapatkan kesempatan kembali. Tapi sayang, Rose sudah terlanjur sangat kecewa kepadanya.“Jangan mendekat!” tunjuk Rose dengan tatapan yang sengit. Rose berusaha untuk menghentikan niat, Zain. Ia sudah muak selalu dicekoki oleh janji manis yang tidak berujung. “Kalian berdua sama saja,” gumamnya sambil melengos. Zain menghentikan langkahnya, ia memiringkan kepala dengan dahi yang berkerut. “Apa maksudmu, Rose? Siapa yang kamu samakan denganku? Apa yang kamu bicarakan saat ini adalah dokter, Frans?

  • Ayah Dari Anakku Adalah Sang CEO Arogan   96. Datang Untuk Menyakiti

    “Apa kamu sudah tidak laku? Sampai dirimu merebutnya dariku?” Kalimat itu, masih diingatnya dengan baik. Ia menatap dokter Frans dengan menitikkan air mata. Ucapan dokter Rhea Zalina kala itu, membuat Rose melayangkan sebuah tamparan yang cukup keras. Ia tidak bermaksud merebut siapapun, hingga terjadi miss komunikasi di antara keduanya.“Dokter ….” Rose memanggilnya berulang kali setelah ia mengusap titik embun di sudut kelopak matanya.Dokter Frans terkesiap, ia menoleh ke arah Rose yang menatapnya dengan bola mata berkaca-kaca. Tujuannya menyusul ke Australia untuk membebaskan Rose dari segala tuduhan, ia sangat yakin jika perempuan itu tidak bersalah meski sifatnya sedikit keras kepala. Tapi apa yang didapatinya setelah sampai di tujuan? Perempuan itu seperti telah menolaknya mentah-mentah.“I-Iya, maafkan aku. Tidak seharusnya aku berada di sini, aku hanya ….”“Terima kasih banyak, Dok. Dokter telah menyelamatkan hidupku untuk yang kedua kalinya.” Rose menyela ucapan dokter, Fr

  • Ayah Dari Anakku Adalah Sang CEO Arogan   95. Potongan Memori Yang Hilang

    “A-Ampun! Tolong ampuni saya!” Alex mencoba untuk bangkit, tapi ia kesulitan. Kerumunan itu tiba-tiba terbentuk dengan sendirinya. Rose dan Alex sudah berada di dalam lingkaran. Rose mengambil alih kembali, ia melayangkan bogem mentahnya pada Alex.“Hei ….! Berhenti! Apa yang sedang kalian lakukan, hah?! Bukankah kalian itu seharusnya saling menyemangati demi kepulanganmu Nona.” Salah satu petugas itu pun menyusup masuk ke dalam lingkaran. Ia melihat ada dua orang tengah adu kekuatan di antara tahanan yang lain.“Huuu ….” suara sorak sorai disertai tepuk tangan menggema di seluruh ruangan. Mereka berkumpul di satu titik yang dianggap sangat menarik. Bagi mereka, sudah lama tidak ada tontonan yang membuat mereka terlihat sangat bergairah seperti saat ini. Apalagi posisi Rose yang berada di atas tubuh, Alex. Para tahanan itu semakin memberinya semangat untuk meneruskan aksi heroiknya.“Apa-apaan kau ini, Nona?! Ikutlah denganku!” tarik salah satu petugas yang sudah menggenggam erat le

  • Ayah Dari Anakku Adalah Sang CEO Arogan   94. Jangan Menyebut Namanya!

    “Suster, tenanglah ….!” dokter Frans berusaha mencegah agar suster Karina menghentikan aksinya. “Tiba-tiba mataku sakit saat melihat suster mondar mandir seperti layangan putus,” ujar dokter Frans dengan menghembuskan napasnya dengan perlahan. Sepertinya ucapan dokter Frans sangat manjur, suster Karina langsung menghentikan aksinya. Ia memandang dokter Frans dengan tatapan yang — entah. “Apa ….?” ia memiringkan wajahnya sedikit. Suster Karina merasa aneh dengan apa yang diucapkan oleh dokter, Frans. Apa benar dokter Frans saat ini sedang sakit mata? Bisa-bisa rencana kepergian mereka gagal hanya karena sakit mata. “Eh, apa-apaan ini, Sus? Apa yang kamu lakukan, hah ….?” tanya dokter Frans yang menyadari jika suster Karina mendekat padanya hanya berjarak sepuluh sentimeter. “Dokter sakit ….? Apa perlu saya ambilkan obat? Kalau sedang sakit mata, jangan dibiarkan begitu saja! Bisa semakin bahaya nantinya, Dok.” Ujar gadis perawat itu memberikan sebuah penjelasan. “Ish, apa sih, S

  • Ayah Dari Anakku Adalah Sang CEO Arogan   93. Gadis Ceroboh

    BRUK ….!Tanpa sengaja Zain telah menabrak seseorang saat ia hendak berjalan ke luar ruangan. Ia sudah berhati-hati dalam melangkahkan kakinya, tapi sepertinya tidak seperti itu. Suasana hatinya yang buruk telah membuat dirinya tidak bisa berpikir dengan jernih apalagi berjalan dengan benar. Walau bagaimanapun Zain harus minta maaf pada pria yang telah ditabraknya itu.“M-Maaf Tuan, saya tidak sengaja melakukannya.” Zain berhenti dan membalikkan tubuhnya untuk lekas minta maaf.Pria yang mengenakan topi itu tidak menjawab, ia hanya mengangguk kecil lantas kembali melanjutkan perjalanannya. Wajahnya yang tertutup masker membuat Zain memicingkan kedua kelopak matanya. Timbul rasa curiga saat pria itu berusaha mengalihkan tatapan, Zain. Ia seakan mengenal gestur pria itu, tapi entah di mana?Tapi apa peduli Zain saat ini. Ia pun berjalan menuju area parkir dan menjumpai Jack yang diperintahkan untuk menunggu di sana. Jack menyambutnya dengan hormat, tidak ada basa-basi di antara keduanya

  • Ayah Dari Anakku Adalah Sang CEO Arogan   92. Aku Punya Uang

    “Rose, tunggu! Setidaknya berikan aku penjelasan untuk ini,” Zain mencegahnya kmbali, ia tidak terima jika perempuan itu menolaknya secara mentah-mentah.Hening untuk beberapa saat, hingga Rose mengambil napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Ia pun mengangguk kecil, lalu mengatakan sesuatu yang semestinya tanpa bermaksud menentang hukum yang sedang berjalan.“Aku tidak membunuhnya! Sudah berapa kali aku bilang padamu. Aku tidak membunuh istrimu,” ujar Rose yang terpaku untuk beberapa saat.Ia meninggalkan Zain di tengah ruang sidang sendirian, pria itu tidak bisa berbuat banyak. Ia pun harus mematuhi aturan yang berlaku di negeri orang. Dan ia baru menyadari jika telah melakukan satu kesalahan yang fatal.***“Hei, Tuan! Jaga sikap Anda!” kedua petugas itu terkejut saat melihat Zain melompati pagar pembatas. Pria itu nekat mendatangi Rose yang tidak mau bertegur sapa dengannya. Entah ia mendapatkan keberanian dari mana, Zain sudah berdiri tepat di hadapan Rose dengan napas yan

  • Ayah Dari Anakku Adalah Sang CEO Arogan   91. Aku Tidak Membunuhnya!

    Proses hukum yang kini telah membelitnya membuat Rose tidak dapat berbuat banyak selain satu kata—menunggu."Kenapa rasanya sangat sakit? Apakah aku benar mencintai pria berengsek itu?" gumam Rose sambil duduk di tepi ranjang yang ada di dalam sel tahanan kota."Aku hanya ingin bertemu dengan putriku," tatapannya berubah menjadi nanar, bola matanya berkaca-kaca."Tidak. Aku tidak akan menangis, apalagi menyesali tentang semua masa laluku dengannya." Ia menggeleng pelan, Rose bertarung dengan perasaannya sendiri.Rose mendengus dengan kasar. Rasa kesal di dalam hatinya, membuat tekad Rose mengalahkan emosinya yang begitu besar."Mau sampai kapan kau mendiamkan kopi ini? Aku tidak mau membuang makanan dengan sia-sia." Suara seseorang membuyarkan lamunan Rose seketika.Ia menoleh ke sumber suara, perlahan ia menatap wanita paruh baya yang bekerja sebagai office girl di kantor tahanan kota Perth itu dengan lirikan yang tajam. Rose tidak menjawab, ia pun kembali menghabiskan waktunya denga

DMCA.com Protection Status