Ketika sedang menunggu lampu merah, Zeta melihat ke arah Aziel dan Acha yang tengah ketiduran bersama di kursi penumpang belakang.
Meski awalnya mereka cek-cok dan berdebat ini dan itu, akhirnya karena lelah dan perjalanan yang panjang, kedua anak mungil itu tertidur pulas bersama.Zeta mengulas senyum saat melihat keduanya nampak seperti teman yang akur, ia kemudian melihat kearah jam tangan yang melilit di pergelangan tangan kirinya.Ternyata sudah 20 menit berlalu, sebentar lagi ia akan sampai tujuan. Sesaat setelahnya ia kembali fokus menatap ke depan, netra coklatnya terfokus pada satu titik.Sebuah mobil sedan bermerek Mercedes-Benz berwarna hitam melintas dengan kaca mobil depan yang terbuka, Zeta kenal betul siapa pemilik mobil tersebut.'Mas Bima? kenapa ada di sekitar sini?' batin Zeta bertanya-tanya, pasalnya kantor sang suami tidak berada di sekitar wilayah ini.Terkejut bukan main saat di mobil tersebut tak hanya memperlihatkan sosok Bima di dalamnya, tetapi juga ada seorang wanita di samping Bima, dan sosok wanita itu ialah ... Melda!Memang benar jika Melda adalah sekertaris pribadi Bima, tapi apakah atasan dan bawahan boleh terlihat sedekat dan seakrab itu? bahkan berbincang dan tertawa bersama!Terbesit lagi ingatan Zeta tentang isi pesan di ponsel suaminya kemarin, bahkan Melda memanggil suaminya dengan sebutan 'Mas' di mana sebutan itu terlalu tidak sopan untuk ukuran atasan dan bawahan, menurut Zeta.Tiiiiinnn ....suara klakson mobil membuyarkan lamunan Zeta, ia tersadar jika lampu merahnya kini telah berganti dengan warna hijau. Bahkan mobil suaminya sudah sedari tadi berlalu melewatinya, hatinya begitu linu saat ini.Tak ingin terus berlarut, Zeta menancapkan gas dan langsung melajukan mobilnya kembali. Tak ingin ia membuang air matanya yang berharga, apalagi sampai menangis di hadapan Aziel, sekuat tenaga ia tak akan melakukan hal itu."Mama ...." Acha berhamburan menemui sang mama."Wah ... udah pulang ya? hai ... Ta, hai ... El ganteng," sapa Sofia dengan senyuman pada sahabat dan anak sahabatnya itu."Hai Tante Sofia!" ucap Aziel membalas sapaan Sofia, sedangkan Zeta hanya mengulas senyuman."Mama jangan godain cowonya Acha dong!" protes Acha dengan melipat tangan di dada dan memasang wajah cemberut.Hal itu membuat kedua ibu muda itu tercengang mendengar penuturan sang bocah, hingga mereka tertawa geli."Eh, ya? ayok masuk dulu Ta, pasti lelah kan? rumah gue lumayan jauh sih," ajak Sofia pada Zeta, namun tawarannya ditolak halus oleh Zeta."Lain kali aja Sof, aku mau langsung pulang aja, byee," ucap Zeta berpamitan sembari melambaikan tangannya dan melangkah kembali menuju mobil, sementara Aziel ikut mengekori langkah sang bunda."Hooo ... okey, byee ...."****"Bunda hari ini beneran masak ayam goreng crispy, kan?" tanya El dengan mata berbinar, hal itu hanya dibalas dengan senyuman manis dan anggukan sang bunda.Setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh, lebih dari setengah jam perjalanan. Kini sepasang ibu dan anak itu telah sampai di sebuah rumah berlantai dua.Aziel berlarian menuju dapur, ia tak sabar menyantap makanan favoritnya. Netra hitam pekat itu berbinar ketika melihat beberapa potong ayam goreng yang terlihat menggiurkan."Wah ... ini baru surga!" ucap Aziel, hal itu membuat Zeta tertawa akan tingkah random sang putra."Kalo suka, habisin! makan yang banyak!" titah sang bunda, hal itu tentu saja akan di realisasikan oleh El.Meski baru berusia 5 tahun, namun jika menyangkut ayam goreng crispy buatan Bunda Zeta, maka bocah itu akan maju paling depan untuk menghabiskan banyak nasi dan lauk."Sayang? jika El sama bunda tinggal berdua tanpa Ayah, apa El mau?" celetuk Zeta tiba-tiba, hal itu tentu membuat Aziel terhenti menyuapkan nasi kedalam mulutnya."Memangnya Ayah mau kemana Bund?" tanya anak lelaki itu dengan penasaran."Ummm ... entahlah El, bunda hanya bilang 'jika' dan itu artinya hanya berandai-andai saja," ucap Zeta, hal itu malah semakin membuat bingung sang putra."Bunda ga boleh berandai-andai hal yang jelek kaya gitu! yang namanya perkataan itu bisa jadi doa loh, Bunda! kita bertiga itu ga akan pernah bisa dipisahkan! titik!" ujar Aziel dengan yakin, anak lelaki itu bahkan sangat yakin dengan apa yang ia katakan.Zeta menghembuskan napasnya kasar, kini malah anak yang berusia 5 tahun itu terlihat lebih dewasa dan bijak dibandingkan dengan dirinya.Apa ia harus bertanya langsung dengan suaminya? agar perasaan negatif yang kebenarannya masih abu-abu ini segera mendapatkan titik terang?Setelah usai menemani Aziel makan siang dan akhirnya kini putra tersayangnya itu telah terlelap tidur, kini Zeta mengistirahatkan dirinya di kamar.Biasanya ia akan siap-siap masak makanan yang baru, karena sebentar lagi suaminya akan pulang dari kantor, namun kali ini Zeta mengabaikan hal itu.Wanita itu lebih memilih fokus membuka laptopnya, ia mengerjakan pekerjaan butiknya dari rumah. Karena Zeta memang lebih mementingkan perannya sebagai seorang istri dan ibu, ia akan lebih memilih membawa pekerjaannya ke rumah dibanding harus mengerjakan tugas itu di butik seharian sampai sore.Ceklek ....Suara pintu kamar terbuka, sekilas Zeta melirik. Namun ia kembali memfokuskan netranya pada layar laptop yang ada di hadapannya saat ini."Loh, Bunda? kirain ga ada di rumah, biasanya jam segini lagi di dapur. Bunda bahkan ga jawab salam ayah loh," ucap lelaki yang tengah menenteng tas laptop dan jas hitam yang telah ia lepas dari tubuhnya."Terserahku," balas Zeta dengan singkat, padat, dan datar.Dari sikap dingin itu, tak mungkin jika Bima tak sadar kalau Zeta tengah merajuk padanya.Bima melangkah, mendekati wanita cantik yang tengah sibuk memainkan laptopnya di kasur, ia duduk bersebelahan dengan Zeta."Kalau ngambek lama-lama, nanti gak dapet jatah, loh," celetuk Bima dengan jail, hal itu dibalas dengan tatapan sinis dari Zeta."GAK PE-DU-LI," jawab Zeta dengan tegas dan dengan nada mengeja, sehingga terdengar jelas di telinga Bima. Setelahnya wanita itu beranjak keluar dari kamar dengan membawa laptopnya.Ia pindah dari kamarnya menuju ruang televisi di lantai bawah, tentu sikap itu membuat Bima garuk-garuk kepala dengan heran."Ada apa sih dengan wanita satu ini? apa lagi datang bulan?" monolognya dengan terus mencoba mengingat sesuatu, memangnya ia pernah melakukan kesalahan fatal?****Setelah melewati hari-hari seperti biasa, dari mulai berangkat sekolah, belajar, bermain, pulang, tidur, belajar lagi dan seterusnya. Kini tiba waktunya untuk Aziel menikmati liburannya bersama ayah dan bunda.Rencananya ia akan berkunjung ke kebun binatang, ia ingin melihat gajah dan harimau. Dari pagi El sudah menyibukkan diri dengan memilah sepatu dan kacamata yang akan ia kenakan.Namun tiba-tiba ia mendengar keributan di meja makan, segera kaki kecilnya melangkah menuruni tangga karena terdorong oleh rasa penasaran."Kamu pilih aku dan El? atau wanita itu Mas?!" ucap Zeta, sang bunda.'Ada apa ini? kenapa bunda menangis dan berteriak?' batin El bertanya pada dirinya sendiri, bundanya yang selalu terlihat bahagia di matanya selama ini, kini meneteskan derai air mata yang begitu pilu."Cukup Ta! kamu itu terlalu berlebihan!" bentak Bima.Pertama kalinya dalam hidup, Aziel melihat sosok Bima yang membentak ibundanya.Jantung El seakan berdetak kencang tak karuan, 'ada apa ini? ada apa dengan ayah dan bunda?' pelupuk mata El tengah penuh dengan bendungan air mata."Ayah? Bunda? kalian kenapa?" lirih bocah 5 tahun tersebut sambil menangis terisak, membuat sepasang suami istri itu membeku di tempat.Zeta baru saja selesai menyiapkan sarapan untuk anak dan suaminya, karena sekitar satu jam lagi mereka bertiga akan berlibur ke kebun binatang, maka dari itu Zeta harus memastikan suami dan anaknya sarapan terlebih dahulu.Untungnya hari ini butiknya bisa ia tinggal dan sedang tak ada pesanan gaun yang harus ia tangani secara langsung. Bima pun tampaknya sudah bersiap dan semangat untuk liburan kali ini.Drrrtt ... DrrrttSuara handphone Bima yang dalam mode getar pun membuat atensi Zeta tertuju pada panggilan telfon tesebut. Handphone yang diletakkan secara sembarang di atas meja makan oleh Bima, membuat Zeta pun dapat dengan jelas melihat siapa yang tengah menelfon suaminya pagi-pagi seperti ini.'Melda? lagi?' gumam Zeta dalam hatinya ketika membaca nama kontak yang tertera di layar handphone suaminya tersebut, belum sempat Zeta menyentuh ponsel itu, Bima menyambarnya dengan cepat."Hallo? iya?" ucap Bima berbicara dengan santai, bahkan di depan Zeta. Namun Zeta yang tak dapat mend
Akhir pekan ini aku dan Aziel memutuskan untuk pergi berbelanja kebutuhan bulanan. Awalnya kami berencana untuk berlibur ke sebuah tempat wisata. Tapi tak kusangka, Mas Bima dengan tega membatalkan liburan itu secara sepihak."Bunda, El boleh ambil ini?" tanya Aziel padaku, tangan mungilnya tengah memegang sebungkus permen coklat. Aku memberi jawaban dengan anggukan dan senyuman."Boleh, ambil yang banyak!" ucapku, membuat Aziel menatapku dengan binar mata dan senyuman. "Bunda memang yang terbaik!" puji anak lelaki itu, aku terkekeh mendengar ucapannya.Huft ... Aziel memang tak pernah gagal membuatku tersenyum. "El, kita ke sana, yuk! Bunda mau cari sayur dulu," ajakku, Aziel pun menurut dan mengekori langkahku.Aku berjalan mendekati area sayur-sayuran yang ada di mall itu. "Bunda, jangan lupa beli ayam!" ujar Aziel, ia menunjuk lemari pendingin yang berisikan daging-dagingan di dalamnya."Siap, Bos!" Aku memperagakan tangan seperti murid yang tengah hormat saat upacara bendera. Azie
"Ayo Bunda, kita samperin Ayah," ajak bocah kecil itu pada Zeta.Ketika Aziel menarik tangan Zeta, wanita itu menahannya. Zeta menggelengkan kepalanya. "Gausah El, ayo kita cepat pulang. Bunda buatkan ayam goreng crispy saja untuk makan siang," ujar wanita itu.Seakan terhipnotis dengan kata ayam goreng crispy, akhirnya Aziel mengabaikan ayahnya, bocah itu pun langsung menuruti ajakan sang bunda. Zeta menggenggam tangan mungil Aziel dan segera bergegas pergi dari tempat itu dengan perasaan yang dongkol."Awh ... sakit, Bunda!" rintih El, tatkala sang bunda memegang tangannya terlalu erat. Tak sadar rasa kesal Zeta tersalurkan dari genggamannya pada Aziel."Eh? maaf Sayang, maaf, ya? Bunda ga sengaja," ucap Zeta sembari mengelus tangan mungil Aziel.Anak lelaki itu sampai berkata, "Bunda lagi marah, ya? Bunda marah sama Aziel?" ucapnya, hati Zeta sampai terenyuh. 'Ya Tuhan! apa yang aku lakukan? sampai membuat El berpikiran seperti ini.'"Enggak El, Bunda ga marah kok. Apalagi sama El,
"El ... tidur, yuk? ini udah jam 9 malam loh, Sayang. Besok kan El harus sekolah," bujuk Zeta. Kini ia tengah kebingungan sendiri menghadapi keras kepalanya Aziel."Enggak! Aziel mau nungguin Ayah pulang! pasti Ayah sebentar lagi pulang, Ayah kan udah janji buat nonton bioskop malem ini," ucap Aziel dengan keras kepala.Meski sudah mendengar dari telinganya sendiri jika sang ayah tak akan bisa menonton bioskop bersamanya malam ini, El tetap bersiap dengan baju rapih yang lengkap dan menunggu sosok Bima di ruang tamu. Sudah lebih dari tiga jam El menunggu, bocah itu tetap yakin ayahnya akan datang.Zeta membuang napasnya kasar, entah harus membujuk Aziel yang bagaimana lagi supaya bocah itu mengerti, Akhirnya Zeta menyerah, ia pun turut menemani sang putra di ruang tamu. Beberapa kali Zeta menelfon Bima, namun tak di-angkat sama sekali. Mengirim pesan pun tak kunjung mendapatkan balasan."Gimana, Bunda? Ayah bentar lagi pulang, kan?" tanya Aziel ke
"Ayah kenapa pulangnya malem banget? Aziel kan jadi ketiduran nungguin Ayah," ucap bocah berusia 5 tahun itu pada Bima, sang ayah.Sekilas Bima beradu tatap dengan Zeta, namun istrinya itu malah membuang muka. Seakan Zeta tak mau membantunya untuk menghadapi bocah kecil itu. "Soalnya, Ayah kemarin kerjaannya ga bisa ditinggalin, El. Ayah harus selesain kerjaan itu secepatnya, jadi Ayah pulang larut malam," jelas Bima pada sang putra."Ayah ga bisa ninggalin kerjaan, tapi ayah bisa ninggalin Aziel dan Bunda sendirian?" tanya Aziel, kini Bima terdiam. Aziel berhasil membuatnya Bima merasa sangat bersalah."El, ayo cepat habiskan sarapannya, sebentar lagi Bunda antar ke sekolah," ujar Zeta, ia memecah keheningan antara anak dan ayah itu."Kalau gitu biar Ayah antar Aziel ke sekolah, mau? sekalian Ayah antar Bunda ke butik juga," tawar Bima.Wajah lesu El kembali ceria. "Mau!""Ga usah, biar aku sendiri yang mengantar El ke sekolah,"
"El, kenapa dari tadi melamun terus?" tanya seorang gadis sepantaran Aziel, kini mereka berdua tengah duduk di bangku taman bermain.Aziel tak menjawab, ia masih hanyut dalam pikirannya sendiri. Sampai ....Plak!"Awwhh ... sakit, Cha!" pekik Aziel, pasalnya gadis kecil itu menampar pipinya kuat-kuat."Hmph! makanya kalau ditanya itu jawab! jangan bengong!" protes Acha, ia melipat tangannya di dada dan menunjukkan wajah kesal pada lelaki di depannya itu."Bukan urusan Acha!" jawab Aziel tak kalah kesal, ia berdiri dan melangkah pergi menjauh dari Acha.Acha menghentakkan kaki saking kesalnya. "Hisss ... dasar! Aziel jahat!" "Kenapa? Acha, kamu seperti orang gila." Mia berkomentar seenaknya ketika melihat tingkah Acha."Mia! kamu juga ngeselin kaya Aziel!" protes Acha, ia reflek berlari mengejar langkah Aziel ke dalam kelas."Mereka berdua, sangat serasi. Serasi untuk menjadi musuh," ucap Mia dengan dat
"Bukankah reaksi Anda terlalu berlebihan? ini hanyalah sekotak susu coklat, apa Anda tidak bisa mengalah dengan yang lebih muda?" Melda menyunggingkan senyum, yang entah kenapa senyuman itu membuat Zeta merasa ingin mencabik-cabik wajah wanita yang ada di depannya saat ini."Kenapa harus saya yang mengalah? saya duluan yang mengambil ini, maka saya yang lebih berhak," ucap Zeta penuh penekanan."Kau tahu? apa yang lebih murah dari susu kotak ini?" Zeta tersenyum hambar, sementara Melda hanya diam menyimak."Wanita yang melewati batasan dan tidak bisa menjaga harga dirinya," bisik Zeta. Setelah mengatakan kalimat itu, Zeta melenggang pergi meninggalkan Melda yang masih terdiam di tempatnya.Melda menatap kepergian istri atasannya itu dengan tatapan yang entah. "Feeling seorang istri memang kuat, ya? hmmm ... kalau sudah begini, aku lakukan saja secara terang-terangan."****"Bunda ...." Aziel berlari menghampiri Zeta yang sudah menunggunya di depan sekolah. "Bagaimana sekolah El hari
"Assalamualaikum.""Ayah ...." Aziel berlarian menghampiri Bima ketika mendengar suara khas lelaki itu.Greb.Bima menggapai tubuh mungil Aziel dan menggendongnya. "Udah makan?"Aziel pun mengangguk dengan senyum. "Besok lusa Aziel mau ikut lomba menyanyi loh, Ayah sama Bunda harus datang, ya?!" "Siap Bos!" sahut Bima dengan semangat."El, ayo cuci muka dan sikat gigimu. Sebentar lagi waktunya tidur," ucap Zeta sembari melangkahkan kakinya menuruni tangga."Iya, Bunda." Kaki mungil Aziel melangkah menuju kamar mandi meninggalkan Zeta dan Bima berdua. Sekilas Bima melirik ke arah wanita yang menyandang status sebagai istrinya itu. Tatapan mereka saling beradu pandang. "Apa?" tanya Zeta dengan datar."Enggak."Hening tanpa ada percakapan di antara keduanya, Zeta memilih untuk ke dapur. Ia merasa sedikit haus, Bima masih duduk diam di sofa. Tiba-tiba pikirannya kalut mengingat perkataan Melda.
Senyuman simpul terulas di wajah tampan Angga. Sepertinya ia tengah memahami situasi keluarga kecil Zeta saat ini. 'Bukankah ini adalah kesempatan emas?'"Kenapa wajahmu begitu, Cha? Kamu kenal sama dia?" Mia menunjuk Kayla yang tengah menyanyikan lagu ke atas panggung. Nampak sekali raut wajah jutek Acha ketika Kayla tampil."Dih! Acha ga kenal tuh!" jawab Acha dengan tak santai.Mia hanya bisa tersenyum getir melihat tingkah Acha. 'Tapi ... keliatan muka ga sukanya kamu, Cha!'"Oke juga suara keponakan lo, Ngga," celetuk Sofia. Membuat Bima pun ikut menoleh. 'Ponakan?' Bima menengok ke arah gadis kecil yang tengah bernyanyi di atas panggung.'Apa aku sudah salah paham dengan Zeta?' "Tentu, aku yang mengajarinya semingguan ini," jawab Angga dengan bangga."Heh? Serius? Tapi ... ga heran sih, dulu lo pernah bikin satu sekolah baper karena nembak Zeta sambil nyanyi," sahut Sofia tiba-tiba.Kalimat itu membuat Zeta menegang di tempatnya terduduk. sementara Angga hanya meresponnya denga
"Ah ... maaf, aku kejebak macet, ya ampun. Apa aku telat?" Di tengah kecanggungan tanpa kata itu, Anni tiba-tiba datang dengan menggandeng Mia. Seketika itu juga lamunan Zeta dan Bima buyar."Lo hampir telat, sini duduk di sebelah Acha sama gue," sahut Sofia.Sontak saja Anni langsung menurut, ia merasakan atmosfer yang tidak enak di sini. Segera ia melangkah melewati Melda, Bima, Zeta, dan juga Angga.'Loh? Kok ada Angga? Bentar-bentar, kok ada cewe pelakor juga?!' tanya Anni di dalam batinnya, ia dapat merasakan kecanggungan di antara mereka semua meski orang-orang itu terlihat mengulas senyum ketika ia datang."Hai, Acha," sapa Mia."Hai ....""Kenapa muka kamu kusut kaya baju belum disetrika?" tanya Mia yang melihat wajah tak bersemangat Acha, tumben-tumbenan Acha terlihat tak bersemangat."Enggak! Mia sok tau!" sahut Acha berdusta. Padahal ia masih sangat terbawa emosi ketika mengingat perkenalan Aziel dengan Kayla tadi."Acha, boleh duduk di kursi sebelahnya dulu sama Mia? Ada
"Angga?" "Masih inget kah? Gue pikir lo udah lupa sama gue," celetuk lelaki bertubuh jangkung itu. Angga menatap lekat Zeta, hingga membuat sang empu mengalihkan pandangannya karena merasa tak nyaman."Lah? Cuma Zeta doang nih, yang lo sapa?" sahut Sofia tiba-tiba. Membuat atensi Angga teralihkan. "Loh? Sofia, kan? Lo di sini juga?" tanya Angga keheranan.Plak!"Duh! Kenapa gue dipukul sih?!""Gue udah dari tadi di sini, Ngga! Lo pikir gue patung pancoran?!" sentak Sofia.Angga menggaruk tengkuknya. "Hehe ... sorry.""Iya deh iya ... cuma Zeta yang paling mencolok di mata lo," sahut Sofia. Sontak Zeta menyenggol lengan Sofia dengan kasar. "Jangan ngomong sembarangan kaya gitu, Sof!" bisik Zeta dengan geram.Tiba-tiba tidak ada lagi yang bersuara, suasananya menjadi sangat canggung. Sampai anak-anak yang akhirnya memecah keheningan orang-orang dewasa itu."Kamu siapa namanya?" tanya seorang anak perempuan yang sedari tadi telapak tangan kecilnya digenggam erat oleh Angga.Aziel yang m
Kini Bima dan Melda tengah menikmati makan siang bersama di sebuah kafe terdekat di kantor mereka. Sesekali Melda mengajak Bima berbincang, meski Bima selalu menjawab singkat dan ala kadarnya, namun Melda tak pantang menyerah.Bima tiba-tiba teringat akan satu hal. "Oh, iya. Besok sekitar jam 10 sampai jam makan siang, kosongkan jadwal saya, ya," pinta Bima tiba-tiba."Memangnya, Mas Bima mau kemana?" tanya Melda penasaran."Aziel akan lomba menyanyi besok, saya sudah berjanji untuk melihatnya. Jangan sampai ada rapat dadakan seperti kemarin-kemarin, loh!" Melda tersenyum. "Tentu, boleh saya juga ikut? Saya ingin melihat Aziel menyanyi juga," sahut Melda dengan nada mendayu."Di sana hanya akan ada banyak anak-anak dan para orang tua, memangnya kau tidak risih?" "Enggak dong, Mas! Saya ini suka anak-anak, apalagi jika itu Aziel. Entah kenapa saya sangat menyukai Aziel," ucap Melda dengan senyuman manisnya."Iya, kan? Anak saya memang selalu membuat orang-orang di sekitarnya merasa t
"Perusak rumah tanggaku? Melda?" Sofia mengangguk dengan serius. "Lo harus hati-hati sama orang itu, dengan terang-terangan di depan gue dia jujur ingin merebut suami lo, Ta! Lo harus cepat-cepat usir wanita itu sebelum dia melakukan hal yang lebih berani lagi," jelas Sofia."Bentar, kamu ketemu dia di mana?" "Lah, lo bahkan ga tau kalo Aziel dijemput sama cewe itu? Dia sih, ngakunya Bima yang nyuruh," ucap Sofia, sontak saja Zeta tertegun mendengar hal itu."Wanita itu yang jemput El?!"Sofia mengangguk mantap. "Waduh, Bima ga ngasih tau hal itu ke elo?"Zeta menggelengkan kepalanya. "Memang benar aku ga bisa jemput El hari ini, dan aku menyuruh suamiku untuk itu. Tapi ... aku ga nyangka, Mas Bima justru menyuruh wanita itu yang menjemput El," tutur Zeta. Ia meremas pangkal bajunya sendiri, hatinya pun merasa kecewa mendengar hal ini.Terlebih Zeta mendengar hal itu dari orang lain, bukan dari Bima secara langsung. Ka
"Eh? Siapa wanita yang bersama anakku dan El? Sepertinya bukan Zeta," monolog Sofia ketika ia melihat putrinya dan putra sahabatnya tengah berbicara dengan seorang wanita.Hanya dengan melihat punggungnya saja, Sofia sudah menebak jika itu bukanlah Zeta. Langsung saja Sofia keluar dari mobilnya untuk memastikan siapa wanita itu.Putrinya yang bernama Acha berlari menghampirinya. "Mama! Tante Jelek itu masa terus maksa-maksa El buat ikut sama dia!"Mendengar hal itu, Sofia menjadi waspada. Sofia pikir wanita itu adalah seorang penculik. Tapi, sesaat ia melihat wanita itu menoleh kearahnya, matanya membulat sempurna.'Bukankah dia wanita yang diceritakan oleh Zeta?!' "Kamu ...."Melda mengernyitkan dahi, ia tak mengenal wanita di depannya ini. Tapi kenapa wanita itu bertingkah seolah sangat mengenali dirinya?"Mama kenal sama Tante jelek itu?" tanya Acha, ia terus menyebut Melda jelek. Ingin sekali rasanya ia mencabik-cabik mulut gadis kecil itu.Melda berdiri dari posisinya saat ini.
"Bagaimana?""Desainnya cantik sekali, semoga bisa persis seperti yang ada digambar ini, Mbak!""Tentu, Anda tak perlu khawatir soal itu." Zeta tersenyum dengan ramah. Kini ia tengah sibuk mengurusi klien barunya yang ingin membuat gaun di butiknya."Tahu tidak? Desain buatan Mbak Zeta itu sudah terkenal di kalangan teman-teman saya, bagus-bagus semua dan ga pasaran," puji seorang klien wanita itu."Terima kasih kalau begitu, semoga selalu suka dengan hasil kerja saya," sahut Zeta yang semakin tersenyum mendengar komentar positif dari kliennya."Saya ingin jahit baju untuk para bridesmaids saya, bisa Mbak?" "Tentu, kami punya beberapa desain untuk itu. Jika belum ada yang cocok, Anda bisa request sesuka hati. Jika sudah deal dengan modelnya, para penjahit kami akan dengan sigap menyelesaikan pesanan itu," jawab Zeta dengan tanggap."Saya boleh lihat contoh desainnya seperti apa?" "Tentu, Lia! Ambil album khusus gaun bridesmaid kemari," titah Zeta.Segera Lia dengan cekatan langsung m
"Assalamualaikum.""Ayah ...." Aziel berlarian menghampiri Bima ketika mendengar suara khas lelaki itu.Greb.Bima menggapai tubuh mungil Aziel dan menggendongnya. "Udah makan?"Aziel pun mengangguk dengan senyum. "Besok lusa Aziel mau ikut lomba menyanyi loh, Ayah sama Bunda harus datang, ya?!" "Siap Bos!" sahut Bima dengan semangat."El, ayo cuci muka dan sikat gigimu. Sebentar lagi waktunya tidur," ucap Zeta sembari melangkahkan kakinya menuruni tangga."Iya, Bunda." Kaki mungil Aziel melangkah menuju kamar mandi meninggalkan Zeta dan Bima berdua. Sekilas Bima melirik ke arah wanita yang menyandang status sebagai istrinya itu. Tatapan mereka saling beradu pandang. "Apa?" tanya Zeta dengan datar."Enggak."Hening tanpa ada percakapan di antara keduanya, Zeta memilih untuk ke dapur. Ia merasa sedikit haus, Bima masih duduk diam di sofa. Tiba-tiba pikirannya kalut mengingat perkataan Melda.
"Bukankah reaksi Anda terlalu berlebihan? ini hanyalah sekotak susu coklat, apa Anda tidak bisa mengalah dengan yang lebih muda?" Melda menyunggingkan senyum, yang entah kenapa senyuman itu membuat Zeta merasa ingin mencabik-cabik wajah wanita yang ada di depannya saat ini."Kenapa harus saya yang mengalah? saya duluan yang mengambil ini, maka saya yang lebih berhak," ucap Zeta penuh penekanan."Kau tahu? apa yang lebih murah dari susu kotak ini?" Zeta tersenyum hambar, sementara Melda hanya diam menyimak."Wanita yang melewati batasan dan tidak bisa menjaga harga dirinya," bisik Zeta. Setelah mengatakan kalimat itu, Zeta melenggang pergi meninggalkan Melda yang masih terdiam di tempatnya.Melda menatap kepergian istri atasannya itu dengan tatapan yang entah. "Feeling seorang istri memang kuat, ya? hmmm ... kalau sudah begini, aku lakukan saja secara terang-terangan."****"Bunda ...." Aziel berlari menghampiri Zeta yang sudah menunggunya di depan sekolah. "Bagaimana sekolah El hari