Sharon dengan sigap menghindar dari tamparan Fiona."Saya cuma bisa bilang kalau saya bukan orang yang bertanggung jawab atas kecelakaan itu. Saya di sini cuma mau jenguk." Sharon berusaha tenang saat menghadapi Fiona yang sedang kesal.Fiona yakin Sharon-lah yang mendorong Sally hingga jatuh. Dengan Sharon berkata bahwa anak itu bukanlah anak Howard, itu malah membuatnya terlihat lebih tidak dapat dipercaya.Namun Sharon menyadari sikap Sally kini berubah. Sebelum Sally kehilangan anaknya, dengan jelas ia mengakui anak itu bukan anak Howard.Sepertinya setelah kehilangan anaknya ia menjadi tidak takut karena tidak ada lagi bukti untuk membuktikan identitas anak tersebut. Howard tidak akan pernah tahu sekarang Sally telah mengkhianatinya dengan pria lain.Fiona bertambah marah karena gagal menampar Sharon. Ia mengambil tangannya dengan penuh semangat dan berteriak kencang ke arah Sharon sambil mengacungkan telunjuk padanya, "Tunggu dan lihat saja! Aku nggak akan pernah melepaskanmu set
Fiona bersumpah untuk membuat Rebecca menggantikan Sharon!Kali ini, Sharon sudah mencelakai Sally di rumah tangga Zachary dan bahkan merenggut nyawa cucunya. Bahkan meski Simon membelanya, akan sulit bagi Douglas untuk menerimanya sebagai menantu perempuannya.Sepanjang Douglas memiliki kesan buruk akan Sharon, ia pasti akan mendukung Rebecca untuk mengambil alih tempat Sharon."Benarkah? Kalian semua mendukungku?" Memikirkan Simon memperlakukannya dengan ekspresi dingin membuat Rebecca merasa gelisah."Tentu saja. Percaya deh, selama kamu nggak nyerah, posisi sebagai wanita kepala keluarga Zachary akan segera menjadi milikmu."Mata Rebecca berbinar. Ia tidak peduli tentang menjadi kepala keluarga perempuan. Ia hanya ingin menjadi istri SimonPada hari Senin, Sharon tiba di kantor pagi-pagi sekali. Ia memegang draft desain dan berjalan ke kantor presiden. Ia ingin mendengar pendapat Simon tentang desain sebelumnya sebelum hadir di pertemuan nanti.Hari masih sangat pagi dan Simon belu
Sharon cemberut tanpa suara. Apa mungkin Douglas juga menganggapnya sebagai wanita jahat yang tega mendorong Sally sampai jatuh di tangga, kalau iya, jelas ia tidak akan mengakuinya sebagai menantu perempuannya.Ia menatap Simon. 'Apa dia akan menerima wanita yang dikirim Douglas ini?'Simon mengerutkan kening. Ia sudah menolak aturan ayahnya kemarin, tak sangka Rebecca akan kembali ke sini secepat ini."Kembalikan pakaian itu. Itu bukan tugas kamu." kata Simon dengan nada dingin. Akan ada orang lain yang mencuci pakaiannya dan sejujurnya ia benci saat orang asing menyentuh barang-barangnya."Tapi…""Keluar," Simon memotongnya dengan dingin.Sikap Simon dingin dan kejam. Hal ini membuat mata Rebecca memerah yang membuatnya terlihat rapuh dan menggemaskan. Namun ia tidak menunjukkan ekspresi apa pun di hadapan Simon."Ok, kalau gitu... aku akan keluar dan belajar dari Sekretaris Quinn tentang tugas-tugas di sini. Bapak bisa hubungi saya kalau butuh sesuatu." Kali ini ia tidak mau bertin
"Ah..." Sharon memekik pelan saat tersiram kopi panas. Terkejut, ia melompat dengan kuat.Cangkir kopi di atas meja yang ditumpahkan Rebecca langsung terciprat ke paha Sharon. Bajunya kini juga basah oleh kopi. Kopinya sangat panas hingga membakar kulit Sharon dan membuat ekspresinya berubah menjadi lebih buruk.Sebelum Rebecca bisa menguasai kondisi, ia merasa badannya terdorong dari belakang. Kemudian, sekelebat bayangan lewat di depannya dengan cepat.Simon yang awalnya duduk di seberang Sharon, dengan cepat muncul di hadapannya. Ia mengerutkan kening ketika ia melihat noda kopi besar di pahanya. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, ia menggendong Sharon dan menuju ke ruang istirahat.Rebecca duduk di lantai, masih shock. Ia menatap Simon yang membawa Sharon pergi dengan cemas. Ia punya perasaan bahwa kejadian ini sudah membuat dirinya dalam masalah.Simon membawa Sharon ke kamar mandi di dalam ruang istirahat dan membuatnya berdiri di shower. Ia mengambil selang shower dan memercikk
Saat mandi ia mengikat rambutnya yang panjang menjadi sanggul namun beberapa helai rambutnya yang basah menempel di sisi wajahnya. Itu tidak terlalu buruk untuk dilihat, sebaliknya, Sharon terlihat agak seksi.Ia membungkus tubuhnya dengan handuk mandi dan saat menyamakan pandangannya dengan Simon, wajahnya berubah menjadi merah muda dan matanya bersinar malu-malu.Simon tidak menyadari bahwa ia telah menatap Sharon dengan sangat fokus. Saat itu Simon menyadari jantungnya berdebar dengan kencang.Sharon tidak memakai sepatu apapun dan keluar tanpa alas kaki. Jari-jari kakinya melengkung karena tidak merasa nyaman.Sharon merasa seperti ada kupu-kupu di perutnya saat Simon terus menatapnya. 'Apa saya terlalu banyak mengekspos kulit saya?'Namun, Sharon tidak punya pakaian saat ini dan tidak punya pilihan…"Kamu sudah selesai mandi?" Simon bicara lebih dulu, tidak menyadari bahwa suaranya menjadi serak."Ya, sudah selesai." Sharon berdiri di tempat yang sama, tidak bergerak sedikitpun."
Simon memandangnya. "Sakit ya?""Sedikit.""Ok aku pelan pelan ya." Pada saat itu, suaranya luar biasa dalam, serak dan terdengar seksi.Sharon masih belum bisa bersikap santai. Ia melihat sisi serius Simon dan menjadi bingung. Pria ini membuat pikiran menjalar kemana-mana!"Nyonya Zachary, tolong lihatnya jangan kayak gitu." Simon masih mengoleskan salep ke lukanya saat masih sempat sempatnya mengangkat matanya untuk menatap Sharon dan mengatakan hal itu sambil sedikit bercanda.Tatapan Simon yang membara tertuju padanya, dengan senyum samar di bawah matanya. Sharon tidak bisa menghindari tatapannya tepat waktu dan tertangkap oleh Simon, membuatnya malu dan canggung."Enggak kok." Sharon dengan cepat menurunkan pandangannya. Upaya bantahannya sama sekali tidak terdengar meyakinkan.Ia merasa tertekan karena Simon semakin mendekat ke arahnya. Getaran kuat Simon menyelimuti dirinya. Ia mengangkat matanya dan melihat wajah tampan Simon begitu dekat dengan wajahnya. Jari-jarinya yang panj
Simon membuka pintu dengan sedikit celah dan mengambil pakaian dari Sekretaris Quinn, ia tidak membiarkannya mengintip ke dalam kamar mandi.Sekretaris Quinn sangat ingin tahu tetapi tidak berani mengintip atau bertanya. Ia hanya mengingatkannya. "Presiden Zachary, rapat akan segera dimulai. Semua orang menunggu Anda di ruang konferensi.""Ok. Kamu tunggu di luar ya." Simon memberi perintah lalu menutup pintu.Simon melempar bungkusan yang berisi pakaian itu ke sisi Sharon. "Pakai ya dan obatin luka kamu."Sharon mengatupkan bibirnya. Setelah apa yang sudah terjadi, dia masih berkata, "Terima kasih."Ia siap untuk pergi ke rapat itu. Ketika membuka pintu, sesuatu terlintas di pikirannya. Ia berbalik dan berkata pada Sharon, "Tunggu aku di basement nanti kalau udah selesai kerja. Kita bawa Sebastian kembali ke rumah Zachary."Sebelum Sharon sempat berbicara, Simon membuka pintu dan pergi.Sharon menghela nafas tak berdaya. Pada akhirnya, dia masih harus kembali ke tempat itu.Begitu Sim
Saat Douglas melihat Sharon, senyum yang semula ada di wajahnya langsung tergantikan dengan ekspresi dingin. "Kenapa kamu bawa dia lagi?" dia segera bertanya pada Simon dengan kasar.Ekspresi wajah Simon tidak berubah, ia menjawab dengan tenang, "Bukannya ayah yang minta?""Aku minta kamu jemput anak itu, bukan dia!" jawab Douglas dengan ekspresi dingin.Sharon tidak mengeluarkan suara. Memang, sepertinya Douglas tidak akan menerimanya.Sebastian menggenggam tangan ibunya erat-erat, dan berkata dengan tatapan serius, "Bu, ayo pergi. Kita tidak diterima di sini." Saat dia mengatakan itu, dia kemudian bermaksud menyeret Sharon pergi."Sebastian, mau pergi kemana? Kok kamu pulang, kakek nggak disapa," kata Douglas dengan suara cemas."Kamu mengusir ibu, jadi aku tidak akan tinggal di sini juga!" kata anak kecil itu dengan suara kekanak-kanakan, wajahnya menunjukkan ekspresi tidak puas.Douglas tampak marah. Dia tidak bisa menangani anak kecil itu.Rebecca, yang sangat terkejut, bangkit pa
“Sekarang aku udah selesaikan semua permintaan terakhir dia." Yvonne melirik Quincy untuk terakhir kalinya, yang diliputi keterkejutan. Dia kemudian meninggalkan ruangan.Quincy tidak mengatakan apa pun untuk membuatnya tetap tinggal. Dia terus menatap kotak abu itu. Dia menatap kotak abu dalam diam untuk waktu yang sangat lama. Terry bertanya padanya, "Nona, apa kamu percaya kalau ini abu Dayton Night?" Dia berbalik untuk melihat Terry. Sejujurnya, dia tidak terlalu percaya. "Kenapa kamu nggak lihat dulu aset yang dia transfer ke kamu dan lihat apa itu asli?" Terry menyarankan. "Bantu aku cek ini." Dia menyerahkan tumpukan tebal dokumen kepadanya sehingga dia bisa memverifikasinya. "Aku akan cek sekarang." Terry segera meninggalkan kantor. Quincy menatap kotak abu dan bergumam pelan, "Dayton Night, kamu mau ngapain lagi sekarang?" Dia terkejut ketika Terry memberitahunya bahwa Dayton benar-benar telah mentransfer semua aset dan keuangannya kepadanya setelah memverifikas
Quincy masih tenggelam dalam pikirannya ketika sekretarisnya meneleponnya melalui saluran telepon internal. Sekretarisnya memberi tahu dia bahwa seorang wanita bernama Yvonne Leif ada di sini untuk menemuinya.Dia mengerutkan kening. Yvonne Leif?Setelah memikirkannya sebentar, dia akhirnya ingat. Apakah Yvonne Leif bukan wanita yang waktu itu dengan Dayton? Kenapa dia mencarinya sekarang? Jika dia tidak mati, maka Dayton Night... Jantung Quincy tergopoh-gopoh. Dia meminta sekretarisnya untuk membawanya masuk sekaligus. Setelah beberapa saat, sekretarisnya membawa Yvonne ke kantor. Sejak Yvonne muncul di kantornya, Quincy terus menatapnya. Dia masih punya bayangan. Dia bukan hantu atau roh…Yvonne baik-baik saja dari ujung kepala sampai ujung kaki. Dia tidak terlihat terluka sama sekali.Apakah dia berhasil menghindari pengeboman di pulau itu?Yvonne mengenakan kacamata hitam dan memegang sebuah kotak. Dia membawa tas tangannya di pergelangan tangannya. Setelah beberapa
Ekspresi Dayton terlihat gelap saat dia menatap pulau itu dengan tatapan suram. Dia mengerucutkan bibirnya. Dia tidak punya niat untuk mengatakan apa-apa.Dia tidak ingin meninggalkan pulau itu. Yvonne dan anak buahnya adalah orang-orang yang dengan paksa membawanya pergi."Aku lebih suka tinggal di pulau itu." katanya setelah beberapa saat.Yvonne menatapnya dengan kaget. Setelah beberapa detik, dia tertawa terbahak-bahak. “Kamu memang tahu dia akan bom kamu sampai mati, kan? Itu akan lebih baik dari pada mati setelah melalui semua siksaan penyakit kamu, kan?”Setelah hening sejenak, dia berkata, "Aku berhutang budi sama dia."Bagaimanapun, dia tidak akan bisa hidup lama. Dia hanya harus memenuhi keinginan Quincy dan membiarkannya mengakhiri hidupnya secara pribadi.Dia tidak akan menyesal jika dia mati di tangannya.Yvonne tidak bisa menahan diri untuk tidak menampar wajahnya. Dia kemudian memarahi dirinya sendiri dengan keras, “Kenapa aku terlalu ikut campur?! Kenapa aku bers
Quincy mengarahkan pandangan dinginnya ke arah itu. Setelah beberapa saat, dia berkata, "Ayo pergi."Terry tidak tahu apa yang dia lihat barusan. Dia hanya memperhatikan ekspresi tidak menyenangkan di wajah Quincy..Dia mengikutinya dan bertanya, “Nona, di mana bajingan itu, Dayton Night? Apa Nona mau saya tangkap dia dengan tangan saya sendiri?” Dia tidak berpikir bahwa dia akan membiarkan Dayton pergi.Quincy tidak berhenti berjalan. "Nggak usah. Aku tahu gimana hadapin dia.”Ada sedikit kebrutalan dalam suaranya yang dingin. Terry sedikit terkejut. Dia sepertinya mengerti sesuatu. Dia berhenti berbicara dengannya setelah itu. Helikopter sudah menunggu mereka di luar. Quincy dan Terry naik ke helikopter.Di bawah mereka, pulau itu dalam kekacauan besar. Tidak ada yang bisa menghentikannya pergi sekarang."Nona, bisa kita pulang sekarang?" tanya Terry.Quincy melirik situasi di bawah dan menatapnya. Ada ekspresi yang sangat tenang di wajahnya. "Kamu bawa banyak bahan peleda
“Dokter Leif, datang dan lihat Tuan Muda. Dia muntah darah lagi,” salah satu anak buah Dayton memberitahunya begitu mereka melihatnya.Yvonne berjalan di depan Dayton. Dia melihat darah yang dimuntahkannya ke lantai. Dia tidak lagi terganggu akan hal itu. “Kalian harus belajar membiasakan diri dengan hal seperti ini. Lagi pula, itu akan sering terjadi nanti.”Anak buah Dayton tercengang. Apa artinya itu? Tuan Muda akan sering muntah darah nanti? Dayton bersandar di sofa di belakangnya dan memejamkan mata. Dia tidak punya tenaga untuk bicara lagi. Yvonne tidak ingin menghukumnya setelah melihat kondisinya saat ini. Dia jelas tahu bahwa dia telah menyerah pada dirinya sendiri sejak lama. Dia hanya menunggu kematiannya sendiri. Karena itu, dia tidak buru-buru untuk melakukan pengobatan akupuntur pada dirinya. Grhhhh…Grrrhhrh…Grrrrhhhh…. Gemuruh suara keras terdengar dari luar. Dayton segera membuka matanya. Kedengarannya seperti sebuah pesawat terbang?Dia segera memberi ta
Quincy sangat marah hingga wajahnya memerah. Jika dia tidak ditahan oleh pengawalnya, dia pasti akan mencekiknya sampai mati sekarang!Yvonne, yang mengawasi mereka di samping, tidak bisa memaksa dirinya untuk terus menonton mereka lagi. Dia merasa sangat canggung sebagai orang luar. Karena itu, dia bangkit dan berkata, "Kalian harus makan pelan-pelan." Dia meninggalkan ruangan setelah berbicara.Dia benar-benar tidak bisa memahami seseorang seperti Dayton Night. Mengapa dia begitu gigih mendapatkan Quincy Lane?Sebenarnya, dia memang pria yang gigih. Namun, dia pasti malah sebuah mimpi buruk bagi Quincy.Dia bisa tahu betapa Quincy membencinya. Kalau tidak, dia tidak akan menyandera Lennon. Dia ingin meninggalkan pulau ini.Mungkin cinta bukan hanya tentang memberi. Beberapa jenis cinta didefinisikan oleh belenggu dan pemenjaraan juga. Dayton tidak hanya menjebak Quincy, tetapi dia juga melakukannya pada dirinya sendiri. Namun, mungkin ini adalah keinginan terakhirnya dalam h
Yvonne menatapnya. Dia tiba-tiba kehilangan kata-kata.Quincy didorong kembali ke kamarnya. Pintu kamarnya kemudian ditutup rapat. Dia mendengar suara kunci terkunci di luar. Sialan, Dayton Night. Dia menyuruh anak buahnya untuk menguncinya. Dia benar-benar kehilangan kebebasannya. Quincy tidak punya ide lagi. Dia hanya bisa berpuasa. Dia lebih baik mati daripada dipenjara olehnya.Dia mulai berpuasa.Anak buah Dayton segera melaporkan situasi ini kepadanya. Dia ingin pergi untuk melihatnya, tetapi dia benar-benar tidak punya energi sekarang.“Bawa dia.” Dia tidak punya pilihan selain meminta mereka membawa Quincy ke kamarnya. Sebelum Quincy tiba, dia meminta Yvonne untuk membantunya ke sofa agar dia bisa duduk. Dia tidak bisa membiarkan Quincy melihatnya terbaring di tempat tidur dengan begitu sakit. Yvonne mau tidak mau bertanya, “Kenapa kamu harus melakukan ini? kamu berusaha keras untuk pura-pura baik-baik aja di depan dia. Nggak bisa apa kamu kasih tahu dia soal penyak
Quincy mau tidak mau merasa terkejut setelah melihat penampilan Dayton. Dia menatapnya dengan tatapan yang membuatnya tampak seperti akan memakannya hidup-hidup!"Kamu di pulau?" dia bertanya padanya. Mengapa anak buahnya menipunya? "Apa kamu coba sandera anak buah aku untuk kaburi karena kamu ngira aku nggak ada di sini?" Dayton dipenuhi amarah. "Dayton Night, apa yang kasih kamu hak untuk menjebak aku di sini?" Seharusnya dia yang marah padanya.Saat itu, Yvonne mengejarnya.“Kamu harus kembali.” Dia mengingatkan Dayton setelah berjalan ke sisinya. Namun, pikiran Dayton hanya dipenuhi dengan pikiran tentang Quincy. Seolah-olah dia tidak mendengar apa yang dikatakan Yvonne.Kilatan mengejek muncul di tatapan Quincy ketika dia melihat Yvonne juga ada di pulau itu. Tidak heran anak buahnya tidak mau memberitahunya bahwa dia sudah berada di pulau itu. Dia telah membawa wanita lain. Mustahil baginya untuk tidak mengenali wanita ini. Dia adalah wanita yang dia permainkan di rum
Saat itu, Lennon mendeteksi nada mengejek dalam suaranya. Dia sama sekali tidak peduli apakah mereka lelah atau tidak.Dia menundukkan kepalanya dan mengupas apel dengan saksama. Dia tidak berniat untuk terus berbicara dengannya lagi. “Biarin aku kupas sendiri. Tangan kamu nggak bersih.” Quincy secara alami meraih pisau itu. Lennon tidak terlalu memikirkannya. Dia hanya merasa sedikit ketakutan. Dia menyerahkan pisau dan apelnya sekaligus. Namun demikian, Quincy hanya mengambil pisau buah itu. Dia tidak mengambil apel darinya. Sementara dia bertanya-tanya apakah dia pikir tangannya kotor, dia memegang pisau buah dan mendekatinya. Dia segera meletakkan pisau di lehernya. “Nyonya Muda, kamu…” Lennon akhirnya menyadari apa yang sedang terjadi. Ini adalah tujuan sebenarnya. Quincy menatapnya dengan dingin dan berteriak dengan dingin, “Jalan!"Lennon tidak punya pilihan selain mematuhinya dan berjalan keluar.Orang-orang yang berdiri di dekat pintu terkejut ketika mereka meli