Sharon tinggal di apartemen Simon selama empat hari dan merawat putra mereka tanpa istirahat satu hari pun. Sekarang lelaki kecil itu sudah lebih baik, ia harus kembali bekerja seperti biasa.Namun, putranya memeganginya dan menolak untuk melepaskannya.“Bu, aku mau tinggal sama ibu. Hidup aku sengsara nggak ada ibu,” rengek Sebastian sambil memeluk paha Ibunya. Ekspresinya menyedihkan di wajahnya.Sharon juga enggan berpisah dengan putranya, tetapi dinyatakan dalam perjanjian perceraiannya dengan Simon bahwa ia tidak memiliki hak asuh atas Sebastian.“Bu, aku nggak mau tinggal di rumah Zachary sendirian. Kakek sudah pergi sekarang dan Ayah biasanya sibuk bekerja. Ayah tidak di rumah sepanjang waktu. Udah gitu aku harus dapet izin Bibi Penelope sebelum aku bisa bertemu Ibu. Kenapa hidupku sedih banget bu? huhu…” Pria kecil itu memejamkan matanya dan meratap, tapi tidak ada air mata yang keluar dari matanya.Sharon sangat sadar bocah itu hanya berusaha mendapatkan simpatinya, teta
Riley buru-buru menyerahkan jas di tangannya kepada Jim, berkata, “Lihat, udah kubilang. Masalah kecil ini mudah diselesaikan. Ini nggak akan ngaruh ke penampilan kamu.”"Kamu tau nggak?! Aku berencana pakai ini untuk nembak gebetan aku. Kalau aku gagal karena cacat kecil ini, kamu mau nggak cariin aku pacar lagi?” Jim menggeram marah padanya.Riley melemparkan kutukan padanya di dalam hatinya, tetapi ia masih memiliki senyum di wajahnya. “Nggak, nggak akan terjadi. Nggak keliatan kurangnya sama sekali. Selama kamu pakai suit ini, gebetan kamu pasti akan terima!”Sharon akhirnya mengerti situasinya. Jim pasti meminta setelan jasnya dibuat khusus di toko yang dikelola Riley. Entah bagaimana, Riley mengacaukannya dan membawa Jim kembali ke sini untuk membersihkan kekacauan yang ia buat.tapi kok bisa pas banget Jim? Kebetulan banget.Jim memeriksa setelan jasnya tiga kali, dan setelah bujukan Riley terus-menerus, ketidakpuasannya dengan cepat teratasi juga."Lupain. Aku pria yang b
Mungkin sejak putranya kembali di sisinya, kondisi pikiran Sharon menjadi lebih baik baru-baru ini dan lebih termotivasi di tempat kerja.Setelah menidurkan putranya di malam hari, ia diam-diam bangun dan terus menyelesaikan pekerjaan hari itu.Tanpa ia sadari, hari sudah sangat larut tetapi ia masih tenggelam dalam gambar desain.Tiba-tiba, Sharon mendengar suara pintu terbuka dengan bunyi klik dan langsung melompat kaget. Itu sudah di tengah malam. Mungkinkah ada pencuri?Sial. Ia wanita tak bersenjata dan tak berdaya dengan seorang anak di rumah. Apa ia harus melawan pencuri di malam hari?Ia tanpa sadar pergi ke dapur untuk mencari senjata pertahanan diri, tapi mungkin sudah agak terlambat sekarang karena ia sudah bisa mendengar langkah kaki yang datang dari dalam rumah.Ketika ia melihat asbak di atas meja yang digunakan Simon sebelumnya, ia mengambilnya tanpa ragu sedikit pun.Setelah mengambil asbak, ia bersembunyi di sudut, menunggu sosok itu masuk. Kemudian, ia mengangk
"Dia udah dewasa sekarang.""Benar. Dia udah enam tahun dalam sekejap. Aku pikir kayakya aku mau buatin dia kue untuk ulang tahunnya tahun ini ... " Sharon pasti lupa kalau Simon tidak menyebutkannya.Simon menatapnya dengan mata gelap. Apa ia bahkan mendengarkan kata-katanya tadi? Apa pikirannya masih terpaku pada bocah kecil itu saat ini?Pria itu tiba-tiba meraih dagunya dan menatapnya dengan ketidaksenangan yang mendalam. "Aku lagi bicara sama kamu!"Bau minuman keras ada di sekujur tubuhnya, dan ia melihat tatapannya sambil bertanya, "Apa kamu mabuk malam ini?""Aku sakit kepala. Boleh nggak kamu buatin aku teh hangat?” Simon bertanya sambil mengerutkan kening dan segera merasakan sesuatu yang salah pada detik berikutnya. Sharon hampir mengubah topik lagi."Aku coba kasih tau kamu kalau kamu nggak bisa—""Aku akan buatin kamu teh hangat," katanya sambil mendorongnya menjauh dan dengan cepat bangkit.Melihat Sharon tidak sabar untuk melarikan diri, Simon merasa agak pusing.
Sejak Sharon jatuh ke dalam bak mandi, ia berjuang untuk bangun beberapa kali, tetapi semuanya sia-sia. Ia masih jatuh ke pelukan pria itu berulang kali dengan memalukan.Karena wanita itu terus-menerus membuat keributan di lengannya, Simon tidak bisa menahannya lagi. Oleh karena itu, ia harus menahan Sharon di pelukannya agar ia berhenti bergerak.Sharon masih mengenakan gaun tidurnya saat ini, tetapi ia telah mengenakan kemeja lain sebelumnya ketika ia kembali ke kamarnya. Ia berpikir bahwa segalanya akan menjadi kurang canggung sekarang setelah ia memakai kemeja, tetapi siapa yang mengira ia akan terpeleset dan jatuh dengan cara ini?Bahkan jika ia harus terpeleset, mengapa ia harus berakhir tepat di dalam bak mandi? Betapa beruntungnya!Simon melihat ekspresi cemas dan depresinya. Ia mengangkat alisnya. "Kamu tahu kamu nggak harus pakai cara seperti ini untuk aku peluk, kan?"“Aku… aku cuma ceroboh. Lantainya licin banget!” Ia menjelaskan dengan cepat.Pria itu tersenyum. Ia
Sharon memelototi pria yang berpakaian rapi dan tampak seperti bangsawan itu.Simon berdiri di depannya. Ia menyipitkan matanya dengan setengah tersenyum, bertanya, "Kenapa kamu menatapku seperti itu?""K-Kamu punya nyali untuk nanya itu padaku ?!" Pipinya benar-benar merona merah. Simon berpikir apa Sharon marah atau malu.Simon membungkuk, menopang tangannya yang panjang di sisinya dengan senyum nakal di bibirnya. Kemudian, ia menjawab, “Hmm??”Sharon menarik napas dalam-dalam, dan kemerahan di pipinya malah menyebar ke telinganya.Mata pria itu sedikit lebih dalam saat ia berkata dengan suara rendah, "Maaf."Sharon tidak pernah mengira ia meminta maaf.Sekarang, Sharon rasanya ingin bersembunyi, namun Sharon terus menatapnya dengan gugup. “Apa yang kamu rencanakan sekarang?”"Oleskan sedikit salep ke kamu." Simon benar-benar memiliki salep di tangannya.Salep?Sebelum Sharon bisa memulihkan akal sehatnya, ia mengejek. "Aku nggak butuh itu!"Simon mengerutkan kening dengan
Jeritan melengking mengerikan seorang pria bergema di seluruh lokasi konstruksi, menakuti hampir semua orang yang ada.Sharon juga khawatir. Ia mendengar tabrakan besar ketika ia masuk lebih tadi. Apa mungkin sesuatu yang buruk telah terjadi di lokasi konstruksi?Ia tidak bisa terlalu memikirkan situasinya dan buru-buru berlari bersama pekerja lain menuju lokasi kecelakaan.Banyak pekerja sudah mengepung daerah itu, dan ia mencoba menembus kerumunan hanya untuk menyaksikan pemandangan yang mengerikan di depannya.Bangunan yang baru dibangun telah runtuh tidak tahu kenapa. Sekitar tiga pekerja yang tertutup tanah dan debu menggali melalui situs yang runtuh sambil berteriak dengan sangat kesakitan, "Tunggu!"Apa ada orang yang terjebak di bawahnya?Sharon meraih mandor di sampingnya, menekan kengerian di hatinya untuk bertanya, "Apa ada yang tertimpa?"Mandor itu juga ketakutan dan menjawab, "Sepertinya... begitu."“Lalu kenapa kamu masih berdiri di sini? Selamatkan dia!" Sharon
Badan inspeksi dan departemen kepolisian harus turun tangan dan menyelidiki penyebab insiden tersebut. Mereka harus menentukan apa Newton Corporation telah mengambil jalan pintas atau membangun sembarangan, yang menyebabkan kegagalan.Penyelidikan dilakukan dengan sangat cepat, dan mereka mendapatkan hasilnya dalam sehari. Setelah pemeriksaan lebih lanjut, mereka menemukan bahwa Newton Corporation tidak mengambil jalan pintas, dan keruntuhan itu bukan karena kesalahan manusia. Sebaliknya, itu murni kecelakaan.Benar-benar hal yang aneh. Mungkinkah pekerja itu terlalu bernasib buruk? Bahkan sebuah proyek yang tidak memiliki masalah telah membuatnya membayar?Selama dua hari berikutnya, wartawan terus mengintai di sekitar lokasi konstruksi dengan harapan mendapatkan lebih banyak berita.Saat semua orang masih agak bingung dengan cobaan itu, seorang reporter maju dan mewawancarai Bapak Quill, yang berada di lokasi. Apa yang dikatakan Bapak Quill selanjutnya dengan cepat tersebar di in