Sharon sedang membaca buku cerita ketika si kecil tertidur. Jadi, ia dengan lembut mencium dahi putranya dan menyelimutinya sebelum meninggalkan ruangan dengan hati-hati.Ketika Sharon berjalan ke ruang tamu, ia melihat Simon dengan handuk melilit pinggangnya, melangkah keluar dari kamar mandi. Ia sedang mengeringkan rambut hitamnya yang basah dengan handuk lain di tangannya.Sharon sedikit batuk dan dengan cepat mengalihkan pandangannya. Kapan Sharon jadi sering berfikir mesum seperti itu?Simon sedikit senang Sharon memperhatikan sosoknya yang pasti terlihat luar biasa. Simon menyeringai licik padanya dan bertanya, "Apa Sebastian sudah tidur?""Ya, dia sudah tidur," jawabnya sambil meneguk pelan. Semakin sulit untuk mengendalikan dirinya saat matanya mencoba untuk mengintip beberapa kali lagi.Namun, pria itu berjalan langsung ke arahnya dan menyerahkan handuk, berkata, “Keringin rambut aku dong.” Benar-benar pria yang suka memerintah.Simon pergi dan dengan tenang duduk di sof
Sharon mencoba melawan ketika suara putra mereka tiba-tiba terdengar, “Bu? Ibu di mana?"Sepertinya si kecil tiba-tiba terbangun dan ketika menyadari tidak ada orang di sekitarnya, ia berlari keluar untuk mencari Ibunya.Sekarang Sebastian hanya bisa melihat ibunya di akhir pekan, ia tidak bisa meluangkan waktu sedetik pun darinya. Karena itu, ia harus memastikan Ibu tidur di sisinya.Suara putranya dengan keras mengejutkan Sharon dan ia buru-buru menjauh dari pria yang masih memeluknya. Ia cemas, namun berhasil menahan suaranya saat ia mendesak, “Bangun. Sebastian nyariin nih!”Apa Sharon menyuruhnya berhenti saat ini? Gila!Wajah Simon sangat gelap. Pembuluh darah di dahinya berdenyut-denyut karena harus menahan sabar.Brengsek! Ia seharusnya mengantar bocah itu kembali ke rumah keluarga Zachary!Ketika si kecil mendekati mereka, Sharon masih sibuk merapikan pakaiannya.Sebastian melihat Ayahnya sedang menatapnya dengan ekspresi muram dan wajah Ibunya memerah dengan penampila
Sharon sedang tidak ingin bertengkar tentang hal-hal yang tidak masuk akal dengan Howard dan Sharon berbalik untuk pergi. Namun, pada saat itu Sharon memikirkan hal lain dan menambahkan, “Oh iya. Tapi kalau kamu ketemu sama dia, jangan lupa untuk kasih tau aku. ”Saat ia pergi, Howard dengan paksa meraihnya dan dengan cemberut menatapnya sambil berkata, “Jangan terlalu mikirin diri sendiri. Paman aku nggak akan bantu kamu. Kamu itu cuma mainan kecilnya. Apa kamu benar-benar pikir dia nggak akan menikahi Summer?Sharon tidak berencana untuk memikirkan kata-katanya. Meski begitu, cara Howard mengatakan ini membuatnya seolah-olah ia tahu sesuatu yang tidak Sharon ketahui.Karena ia bekerja bersama Simon, mungkin ia telah mendengar desas-desus atau yang lainnya."Apa maksud kamu?" Sharon menatapnya dengan tatapan dingin.Howard mencibir. “Kamu seharusnya sudah tahu sekarang orang seperti apa paman aku. Apa kamu benar-benar berpikir dia dapat dengan mudah memaafkan orang yang membunuh
Setelah Simon berganti pakaian dan melangkah keluar, ia melihat Summer memegang ponselnya. "Ada telepon barusan yang aku jawab untukmu, tapi telepon ditutup tanpa sepatah kata pun." Summer tampak acuh tak acuh saat ia memberikan telepon padanya. Simon memeriksa log panggilan dan melihat bahwa itu adalah Sharon. Matanya sedikit menggelap. Dengan sapuan jarinya yang panjang, ia menelepon panggilan itu. Sharon masih tenggelam dalam pikirannya ketika ponsel yang dipegangnya tiba-tiba bergetar, memperingatkannya. Layar telepon menampilkan nama Simon. Ia mengambil napas dalam-dalam sebelum menjawab panggilan, "Halo." "Kamu tadi telepon?" Itu adalah suara pria yang dalam dan indah. Sharon langsung menghilangkan pikiran tidak pantas itu dan kembali ke nada suaranya yang biasa, “Iya, apa kamu nggak ada tadi? Apa sekretaris tadi yang jawab?” Ketika Sharon menanyakan ini, ia langsung menjadi gugup. “Iya, aku pergi sebentar tadi. Temen yang jawab.” Simon berdiri di depan jendela da
Sharon membawa putranya bersama Celia dan orang tuanya ke tempat yang telah mereka putuskan, sebuah hotel bintang lima. Dia lantai dua hotel itu adalah sebuah restoran dengan kepala kokinya berasal dari Prancis. Pelayan membawa mereka ke meja yang dipesan dan kedua keluarga itu duduk. Kedua anak itu bersikeras untuk duduk bersama. Ibu Celia memandang Sebastian dan ingat melihat Simon ketika ia menjemput putrinya. Anak ini mirip dengan Simon dan pasti akan jadi pemuda yang tampan saat dewasa nanti. "Nyonya Zachary, Sebastian pinter banget jaga orang lain. Celia senang banget temenan dengannya,” kata ibu Celia. "Anak laki-laki harus jaga anak perempuan." Selain itu, Sebastian tumbuh hanya berdua bersamanya, jadi terlatih menjadi anak yang perhatian. “Ada terlalu sedikit anak laki-laki yang baik sekarang. Kalau Anda tidak keberatan, saya harap mereka dapat tumbuh bersama, seperti pasangan sejak kecil. Nanti kalau sudah besar, mereka bisa sekolah di sekolah dasar dan menengah b
Sharon menatap halaman gosip dan merasakan sesuatu meledak di benaknya. Itu adalah Simon dan Summer. Mereka tertangkap kamera saat bermalam di hotel. Ada juga beberapa foto mesra mereka yang diambil secara diam-diam di artikel tersebut. Dalam koran itu disebutkan mereka baru saja meninggalkan hotel pagi ini dan mereka berciuman dengan penuh gairah beberapa kali di dalam mobil. Foto-foto yang diambil sangat buram, tetapi dapat dikenali itu adalah mereka berdua, terutama foto-foto mereka berciuman di dalam mobil. Jelas bahwa mereka memang saling berpelukan dan kepala kedua orang itu saling berdekatan dalam posisi berciuman. “Sharon, kamu kenapa kok pucat banget muka kamu? Nggak enak badan?” Rekan di sebelahnya mendapati wajahnya pucat dan mau tak mau bertanya dengan prihatin. Sharon memulihkan kesadarannya dengan enggan melengkungkan bibirnya, dan berkata, "Aku kurang tidur tadi malam." Ia segera berbalik dan kembali ke tempat kerjanya, tidak ingin melihat laporan itu lagi. D
Sharon sangat mabuk dan takut ditipu. Ia merasa bahwa semua orang di sekitarnya ingin menipunya dan penuh dengan kebohongan. “Shar, ngomong apa sih kamu kalau aku benar-benar ada hubungannya dengan Summer, kamu pikir aku akan di sini minum sama kamu sekarang? “Tapi apa yang kamu bilang itu benar. Nama belakang kami adalah Gabriel, tapi dia kaya sedangkan aku seorang yatim piatu, gede di panti asuhan. Bedanya langit dan bumi. Aku benar-benar nggak beruntung! ” Memikirkan pengalaman hidupnya sendiri, Riley merasakan kesedihan yang melonjak di hatinya, dan ia tidak bisa menahan diri untuk meminum beberapa gelas anggur juga. Riley Gabriel, yang mengatakan ia ingin tetap sadar, juga mabuk. Sharon merasa sedikit pusing dan langsung terkapar di meja bar. Telepon di sebelahnya bergetar dan layarnya menyala. Peneleponnya Simon Zachary. Di bar sangat bising sehingga ia tidak menyadari ada telepon. Ketika telepon berdering untuk ketiga kalinya, Riley menyadarinya. Tanpa peduli dari
Di dalam mobil, Sharon terus memukul jendela, berteriak-teriak untuk keluar dari mobil, berteriak ingin minum dan menari. Simon benar-benar pusing. Berapa banyak alkohol yang diminum wanita gila ini? Ia meraih wanita itu kembali dan memeluknya. "Udah cukup?" Kening pria itu berkerut. Ini adalah pertama kalinya ia melihatnya mabuk dan itu benar-benar buruk."Siapa kamu? Lepasin aku. Lepasin…” Wanita itu berusaha keras untuk mendorongnya menjauh dan terus meronta-ronta dalam pelukannya. Ia menangkup dagunya dan menatapnya dengan cemberut. "Apa kamu nggak ngenalin?" Ada aroma alkohol yang kuat di tubuhnya. “Kenapa aku peduli siapa kamu? Aku masih mau dance. Jangan stop aku!” Ia mulai mendorong tangan pria itu lagi. Mata Simon samar-samar berkedip dengan api. Ia masih ingin dance dan dikelilingi oleh sekelompok pria seperti serigala seperti barusan? Sebuah telapak tangan besar menggenggam rahangnya, menundukkan kepalanya, dan menggigit bibirnya dengan keras. "Sekarang kamu t