Quincy memeluk Dayton dengan erat. Namun, tubuhnya masih gemetaran.Dia mengalami mimpi buruk lagi. Dia bermimpi tentang kematian orang tuanya yang mengerikan. Wajah mereka berlumuran darah saat mereka bertanya mengapa dia bersama Dayton. Mereka memaksanya meninggalkan Dayton…Dayton menepuk punggungnya dengan ringan. Ada sedikit rasa kasihan dalam suaranya yang rendah. “Nggak apa-apa, aku akan selalu di sini. Jangan takut.” Tiba-tiba, dia mengangkat kepalanya dari pelukannya dan menatapnya tanpa berkedip. "Kamu bilang orang tua aku meninggal karena kecelakaan mobil, kan?" Dia telah kehilangan semua ingatannya dalam kecelakaan saat itu, jadi dia tidak ingat apa-apa.Tatapan Dayton menjadi gelap di bawah tatapannya setelah dia mendengar pertanyaannya.Setelah hening sejenak, dia mengangguk dan berkata, "Ya.""Kok bisa mereka kecelakaan mobil?" Dia terus bertanya.Dayton mengerutkan kening. Kenapa dia tiba-tiba bertanya tentang ini?Apakah dia mengingat sesuatu?Dia tiba-ti
Quincy menatapnya dengan rasa ingin tahu dan bertanya, “Kenapa kamu nggak izinin aku jenguk mereka? Kok kamu bisa minta orang lain untuk melakukan sesuatu seperti ini atas nama aku? Mereka itu orang tua aku. Apa gunanya kalau orang lain yang kasih mereka bunga? Itu malah bakal nunjukkin betapa nggak tulusnya aku. Mereka pasti akan lebih marah sama aku.”“Aku khawatir sama kamu karena kondisi kamu saat ini—” "Bisa nggak kamu tahan lihat aku terus alamin mimpi buruk dan tidur gelisah kayak gitu setiap malam?" Quincy mulai gusar.Dia berbicara kepadanya dengan nada mengerikan, “Kalau ini terus berlanjut, kesehatan mental aku akan memburuk. Aku nggak akan bisa tahan lagi.” Dia memegang kepalanya di tangannya dengan ekspresi sedih dan bingung di wajahnya. Jantung Dayton berdenyut menyakitkan saat dia memanggil, "Quincy ..."Dia akan memeluknya ketika dia tiba-tiba memegangi perutnya dan berteriak, "Ah ..." "Kamu kenapa?" Dayton tiba-tiba menjadi cemas. "Bayi itu nendang aku ..."
Quincy mencoba memungut bunga itu dengan panik. Namun, Dayton menahannya.“Jangan bergerak. Aku akan minta mereka untuk ambil yang jatuh." Dia kemudian berteriak pada pria di sampingnya, “Kenapa kalian masih berdiri di sana? Ambil semua bunga!”"Ya!" Delapan orang berlari untuk segera mengambil semua bunga yang tertiup angin kencang.Tiga menit kemudian, para pria itu kembali dengan semua bunga di tangan mereka.Dayton mengambil bunga itu dan memberi tahu Quincy, "Kamu bisa mulai menatanya sekarang.""Ok." Quincy mencoba menata bunga itu sekali lagi. Saat itu, embusan angin besar lainnya bertiup ke arah mereka. Bunga-bunga yang akan dia atur tertiup angin sekali lagi.Dayton Nggak percaya pada kebetulan seperti itu. Dia mengambil bunga dari tangan Quincy dan berkata, "Biarin aku yang lakuin itu." Quincy menghindari tangannya dan berkata, “Nggak, aku mau letakkin itu di kuburan orang tua aku sendiri.” Dia juga tidak percaya pada kebetulan seperti itu. Karena dia begitu gigih,
Nalurinya mengatakan bahwa kematian orang tuanya tidak sesederhana kelihatannya.Setelah Dayton membawanya kembali ke rumah sakit, dia segera meminta dokter untuk datang dan melakukan pemeriksaan padanya. “Kalau dinilai dari kondisinya saat ini, anak itu kayaknya baik-baik saja. Tapi masih ada beberapa faktor yang bisa buat kondisinya nggak stabil. Jadi kalian berdua harus usaha sebaik-baiknya supaya janin bisa stabil ya. Ibu harus tetap optimis.” Dokter mengingatkan mereka.Ekspresi kaku Dayton akhirnya santai. "Ok, kami paham." Dokter kemudian pergi. Quincy beristirahat sambil bersandar di kepala ranjang. Dia membelai perutnya dengan ringan dan menatap pria di sampingnya. “Aku benar, kan? Nggak akan ada masalah kalau aku jenguk orang tua aku.” "Apa kamu tahu gimana khawatirnya aku tadi sepanjang perjalanan?" Dia bertanya dengan cemberut. “Ini pasti sulit bagi kamu.” Quincy memegang tangannya. Dia telah membawanya dalam perjalanan ke sana dan kembali ke sini. Dia bahkan ti
Sharon pergi untuk mandi setelah meletakkan barang bawaannya. Dia agak lelah setelah melakukan penerbangan yang begitu lama. Dia ingin mandi air hangat untuk waktu yang lama.Setelah dia selesai mandi, ada selusin panggilan tak terjawab di ponselnya, yang ada di atas meja. Semua telepon itu dari Simon. Mengapa dia memanggilnya tanpa henti? Saat itu, teleponnya berdering lagi. Dia segera mengambilnya. "Halo-" “Kenapa lama sekali kamu angkat telepon aku?” Suara Simon sangat dalam dan membawa sedikit kekhawatiran. Dia tertawa putus asa dan berkata, “Aku baru aja mandi, jadi ponsel aku nggak sama aku. Kenapa kamu heboh banget?” “Kau lagi mandi?” Simon menjadi tenang setelah mendengar jawabannya. Namun, dia masih sangat tidak senang. “Ya, aku baru saja turun dari pesawat. Aku harus mandi.” Dia kemudian menambahkan, “Kamu belum kasih tahu aku, kenapa telepon?” "Nggak apa. Aku cuma mau tahu apa kamu udah sampai dengan selamat.” Sharon paham bahwa dia tidak senang, terdengar d
“Kamu sudah siapin begitu banyak makanan. Sepertinya porsi aku udah disiapin juga." kata Sharon kepada Dayton.Dayton berbicara kepadanya dengan nada tanpa ekspresi, “Quincy nggak terlalu nafsu makan akhir-akhir ini, jadi aku minta koki untuk siapin lebih banyak makanan untuk dia. Jadi dia bisa pilih apa yang dia suka makan.” Sharon cemberut. Dia ingin memujinya karena menjadi tuan rumah yang baik, tetapi sepertinya dia terlalu banyak berharap. Quincy meliriknya ke samping. Untungnya, Sharon sudah paham bahwa Dayton memang terus terang dan lugas. Kalau tidak, Sharon pasti akan mengeluh tentang perilaku buruknya. “Shar, lihat apakah salah satu makanan ini sesuai dengan selera kamu. Kalau nggak, aku akan minta mereka untuk masak beberapa makanan lain untuk kamu.” Quincy dipenuhi dengan kelembutan keibuan setelah hamil. Sharon mengevaluasinya diam-diam. Tiba-tiba, dia merasa sedikit linglung. Quincy adalah orang yang berapi-api dulunya. Dia tidak takut sakit atau mati dan bersike
Quincy merasa sulit untuk menjawab pertanyaan Sharon. Situasinya terdengar agak menyeramkan.Setelah hening sejenak, dia berkata, “Aku nggak tahu kenapa… Walaupun aku agak khawatir waktu tahu aku hamil, aku masih sangat bahagia. Tapi bulan lalu... aku mulai punya mimpi buruk setiap malam.” Sharon mengerutkan kening setelah mendengar apa yang dia katakan. “Mimpi buruk?” Quincy mengangguk dan berkata, “Ya, aku terus bermimpi tentang orang tua aku yang meninggal dalam kecelakaan mobil. Mereka selalu berlumuran darah, terlihat menakutkan…” Dia telah kehilangan ingatannya dan tidak lagi mengingat apa yang terjadi selama kecelakaan mobil orang tuanya, tetapi bayangan mereka selalu terlihat sangat jelas dalam mimpi buruknya. Mereka selalu memelototinya dengan darah di sekujur tubuh mereka. Mereka tampaknya sangat marah padanya.Dia mengulurkan tangan untuk memegang tangan Sharon secara naluriah. Dia tidak bisa menahan gemetar ketika dia mengingat adegan dari mimpi buruknya. Sharon
Sharon berjalan ke bangsal sebelah dan melihat Dayton merokok sendirian saat dia duduk di sofa satu tempat duduk. Wajahnya yang tampan, yang terlihat sangat halus sehingga hampir tampak seperti iblis, diselimuti asap. Dia terlihat sangat tertekan.“Quincy sudah tidur. Kamu harus pergi untuk menemaninya.” kata Sharon. Dayton berbalik untuk melihatnya. Wajah tampannya tetap tanpa ekspresi. Saat berikutnya, dia mematikan puntung rokok yang dia pegang di asbak. "Apa yang dia bilang sama kamu?" Dia mengarahkan tatapan tajamnya padanya. Sharon tidak terpengaruh oleh keganasannya. Lagi pula, dia sudah terbiasa dengan temperamennya yang mengerikan. Dia tersenyum tipis dan berkata, “Ini rahasia antara aku dan dia. Aku nggak bisa kasih tahu kamu.” Dayton berdiri dan memasukkan salah satu tangannya ke saku. Dia kemudian beringsut lebih dekat ke Sharon langkah demi langkah. Dia tidak menghindar darinya atau mundur. Dia berdiri di sana dan memperhatikan saat dia berjalan di depannya. Dia