“Bu, ada apa?” Rue memperhatikan reaksi anehnya. Dia bertanya dengan kaget, "Kok kamu keringetan banget?"Saat bianglala terus bergerak naik, ketakutan dan kecemasan Fern meningkat. Dia berpura-pura baik-baik saja dan berkata, "Aku baik-baik aja..." Namun, dia lemas di kursi begitu dia selesai berbicara. Napasnya juga menjadi tidak menentu. "Ibu? Apa kamu takut?" Rue terkejut dengan reaksinya.Fern tidak tahu apa yang terjadi padanya. Tiba-tiba, sebuah bayangan muncul di hadapannya. Eugene menariknya ke dalam pelukannya. "Apa kamu takut ketinggian?" Suaranya yang dalam terdengar dari atasnya. Wajahnya bersandar di dadanya, dan dia bisa mendengarkan detak jantungnya yang kuat. Ketakutan dan kecemasan luar biasa yang baru saja melandanya sedikit mereda. Namun, jantungnya berpacu ketika dia melihat sekilas pemandangan di bawah mereka. Dia bahkan merasa sedikit pusing. Dia secara naluriah menggenggam pinggangnya dan menutup matanya. Fern baru menyadari sekarang bahwa dia takut
Sydney telah tiba di kafe sejak lama. Dia sedang menunggunya.“Aku pesan Americano untuk kamu. Kamu bisa minta ubah kalau nggak suka.” kata Sydney."Nggak usah, terima kasih." Fern mengaduk kopi di depannya dengan satu sendok teh dan menyesap kopinya. Sydney terus menatapnya. Kilatan rumit melintas di tatapannya setelah dia melihatnya minum kopi. “Aku pikir kamu nggak akan mau bertemu sama aku." kata Sydney. “Apa yang mau kamu bahas?” Fern merasa Sydney bertingkah agak aneh. Tatapannya sedikit menakutkan. Sydney menyesap kopinya dan berkata, “Bisa nggak kamu kembaliin Eugene ke aku? Aku mohon sama kamu." Fern telah memikirkan apa yang akan dia katakan padanya sebelum dia datang. Setelah mendengarkan kata-katanya, dia menyadari bahwa Sydney meminta untuk bertemu karena Eugene. “Kamu nggak perlu mohon sama aku. Aku nggak rebut dia dari kamu.” Meskipun dia sangat jengkel, dia masih ingin menjelaskan banyak hal padanya. “Kalau nggak, kenapa Eugene mau ceraikan aku? Aku ngga
Fern jatuh ke lantai. Gelombang rasa sakit yang luar biasa menyapu dadanya. Dia meludahkan seteguk darah!Dia menatap Sydney dengan kaget. “Kamu… racunin kopi aku?” Sydney mengangkat kepalanya dan tertawa terbahak-bahak. “Hahaha… Itu benar. Aku racunin kopi kamu. Karena aku nggak bisa milikin dia, kamu seharusnya nggak berpikir untuk milikin dia juga!”Setelah Sydney selesai berbicara, dia meludahkan seteguk darah juga. Sepertinya dia dalam kondisi yang sama dengan Fern. Fern melebarkan matanya tidak percaya. "Kamu ... Apa kamu racunin diri kamu sendiri juga?" Ada ekspresi liar dan sedih di wajah Sydney. "Ya, aku mau mati bareng sama kamu!" Dia telah memikirkannya. Jika dia meracuni Fern dan membunuhnya, Eugene tidak akan pernah memaafkannya. Karena itu, dia lebih baik mati bersamanya. Dengan begitu, tak satu pun dari mereka akan dapat memilikinya."Kamu ... Kamu gila!" Fern tidak menyangka Sydney begitu kejam. Dia tidak hanya ingin meracuninya sampai mati, tetapi dia juga i
Eugene akhirnya melepaskan kekhawatiran di hatinya setelah mendaftarkan kata-kata dokter.Saat itu, Fern dibawa keluar, dia masih terbaring tempat tidur pasien. Wajahnya sangat pucat. Dia masih tidak sadarkan diri.“Perawat akan bawa dia ke ruangan lain untuk observasi. Kita akan bahas lebih lanjut kalau ada kondisi lain yang muncul.” kata dokter."Terima kasih, dokter." kata Eugene.Tatapannya masih tertuju pada Fern. Selama dia baik-baik saja, semuanya akan baik-baik saja. Pada saat yang sama, penyelamatan darurat juga dilakukan di Sydney. Ada kabar bahwa operasi itu berhasil. Eugene menyipitkan matanya mengancam. Tentu saja, Sydney tidak bisa mati begitu saja. Akan menjadi hukuman yang terlalu ringan untuknya jika dia mati begitu saja.Fern membuka matanya dan bertemu dengan pemandangan langit-langit putih. Bau antiseptik yang digunakan di rumah sakit masih tercium di indranya. Apakah dia ... belum mati? Dia bergerak dan berjuang untuk sementara waktu sebelum berhasil d
Fern merasakan dingin dalam tatapannya. Tiba-tiba, dia mengerti mengapa Sydney melakukan tindakan gila seperti itu.Dia terlalu bersikap dingin dan tidak peduli terhadap Sydney. Sama sekali tidak seperti bagaimana seorang suami harusnya memperlakukan istrinya.Dia menatapnya dan bertanya, "Apa kamu ceraikan dia karena aku?" Apakah dia tanpa sadar sudah menjadi orang yang berdosa? Tatapan Eugene menjadi gelap saat dia menatapnya dengan tatapan menakutkan. Setelah hening sejenak, dia berkata, "Ya." Satu kata itu memiliki kekuatan untuk membuat hati Fern bergetar. Dia menatapnya dengan tidak percaya. “Kamu…” Kok bisa? Dia menghela napas sekali lagi. Tidak heran jika Sydney ingin mengambil nyawanya. Jika dia adalah Sydney, dia juga tidak akan bisa menerima kenyataan bahwa suaminya meninggalkannya untuk wanita lain. "Karena kamu dulu sudah putuskan untuk nikah sama dia, kenapa kamu mau cerai sekarang?" Dia akhirnya percaya bahwa dia tidak punya perasaan untuk Sydney. Baru ti
“Aku nggak mati… Fern Thompson juga nggak mati…” Sydney terus mengulangi kata-kata ini saat dia tiba-tiba kehilangan kendali atas emosinya. Dia melemparkan semua yang ada di meja samping tempat tidur ke lantai."Kenapa? Siapa yang minta kamu selametin kami? Kamu bajingan bodoh! Aku nggak butuh kamu untuk selametin aku. Aku yang ngeracunin diri aku sendiri karena aku nggak mau hidup lagi. Siapa yang izinin kalian ngurusin urusan orang lain begitu?!” Yang paling kacau, Fern Thompson tidak mati!Perawat hampir tertabrak oleh barang-barang yang jatuh di lantai. Dia secara refleks mundur beberapa langkah dan bertanya, “Kamu masih muda banget. Kenapa kamu mau mau bunuh diri?” Dia hanya ingin memberi Sydney beberapa nasihat.“Suami aku direnggut sama wanita jalang itu. Nggak ada lagi arti hidup aku." teriak Sydney keras. Saat dia menangis, dia tiba-tiba memikirkan sesuatu. Dia mengangkat kepalanya dan menatap perawat. “Di mana Eugene? Di mana dia?" Dia bertanya. Apakah dia menjaga Fern
Sydney menatap pria jangkung, kuat, dan dingin di hadapannya dengan takjub. Setelah memprosesnya sebentar, dia akhirnya mengerti apa yang dia maksud.Bahkan jika dia setuju untuk bercerai sekarang, itu tidak berguna. Dia harus masuk penjara, dan mereka pasti akan bercerai. Kebencian melonjak di dalam hatinya. “Eugene Newton! Kok kamu bisa melawan kata-kata kamu sendiri? Waktu kita masih baik-baik aja, kamu bilang ke aku kalau kamu akan kasih aku kehidupan yang layak dan melindungi aku sehingga aku nggak akan punya kekhawatiran seumur hidup! Tapi sekarang kamu kirim aku ke penjara!” Bukan saja dia terburu-buru untuk menceraikannya hanya karena dia ingin kembali bersama dengan Fern, tetapi dia juga ingin mengirimnya ke penjara. Dengan begitu, dia bisa menghabiskan seluruh waktunya bersama Fern Thompson! Eugene hendak pergi, tetapi dia menatapnya sekali lagi setelah mendengar keluhannya. “Kamu ingat semuanya dengan jelas. Lalu apa kamu masih ingat aku pernah kasih tahu kamu kalau
“Lihatlah situasi mengerikan yang kamu alami. Nggak… Kamu hampir mati! Kamu hampir diracun sampai mati!” Asher sangat marah. Pada saat yang sama, hatinya terluka untuknya.Fern terkekeh saat melihat ekspresi kaku di wajahnya. "Lihat aku. Aku baik-baik saja. Jangan terlalu mengkhawatirkanku.” "Aku khawatir? Hmph, apa gunanya aku khawatir sama kamu? Aku sudah kasih tahu kamu untuk nggak berhubungan dekat dengan Eugene Newton sejak awal. Untung aja kamu selamat, kamu sampai ngalamin semua ini karena dia. Apa kamu masih berniat untuk balik sama dia?” Asher semakin marah semakin dia memikirkannya. “Kamu nyari mati kalau punya hubungan sama dia. Mungkin istrinya akan cari kamu dua hari kemudian untuk coba ambil nyawa kamu lagi.” Fern tidak tahu apakah Sydney akan mencarinya lagi, tapi dia percaya bahwa dia membencinya sampai mati. “Jadi, kamu harus jauhin Eugene sekarang. Dia pria yang udah nikah. Kamu harusnya nggak berpikir untuk kembali sama dia kecuali kamu nggak takut mati.” D