Di sebuah ruangan yang terletak di belakang padepokan, Permana, pria empat puluh lima tahun, yang merupakan pemimpin sementara padepokan sedang bersemedi meninggkat tenaga dalam. Tiba-tiba seorang wanita perlahan membuka pintu dan masuk ke dalam. Sang wanita yang berusia empat puluhan tahun itu menatap Permana yang sedang bersemedi sambil mengulum senyum menggoda.Menyadari ada orang lain yang masuk, Permana membuka mata, semedi lelaki itu buyar seketika, melihat sosok wanita cantik jelita ada di hadapannya.“Nyi, Dewi!” seru Permana langsung berdiri, dengan mata terbelalak. Nyi Dewi melempar senyum genit, wanita dengan rambut terurai sebahu, tidak terlalu tinggi, punya dada montok dan kulit sawo matang itu berjalan mendekati Permana. Kecantikan Nyi Dewi memang dengan cepat menggugah hasrat lelaki. Permana sampai dibuatnya tak berkedip, terlebih Nyi Dewi memakai jarik, dan kemben ketat memperlihatkan belahan dadanya yang putih mulus juga mempertontokan lekukan tubuhnya.“Aku mengga
“Biaya belajar silat di sini tidak murah. Kau lihat sendiri cantrik di sini sangat banyak, tentu menghidupi mereka perlu biaya yang tak sedikit,” Permana membuka suara setelah Juragan Karta mengutarakan maksudnya menitipkan Mbayang di perguruan segaran.Mbayang gelisah, duduk mulai tak tenang mendengar penuturan Permana. Dia ingin sekali memotong pembicaraan pimpinan sementara padepokan ini. Dia sudah kehilangan minat belajar ilmu pada orang-orang terlihat picik dan mata duitan itu.Berbeda dengan Mbayang, Juragan Karta yang sudah kenyang pengalaman lebih tenang menghadapinya. Dia juga sudah mempersiapkan segala sesuatunya. Baginya, yang penting Mbayang menyingkir dulu dari rumah selain agar tidak terlibat asmara dengan Candrawati, juga menjaga agar Mbayang aman, dari tangan jahat istrinya. Sukur-sukur kalau Mbayang nantinya bisa menjadi pendekar yang sakti. soal biaya tak jadi soal baginya.“Apakah ini cukup!” Juragan Karta mengahaturkan satu kantong besar uang perak pada Permana.M
Ttu tuk ttuk ttukTitir kentongan dibunyikan,memecah keheningan pagi saat matahari mulai meninggi. Para murid Padepokan segaran pun segera berkumpul. Padepokan segaran adalah perguruan silat yang cukup besar, ada sekitar dua ratusan murid yang belajar di sana laku-laki dan perempuan. Para murid berkumpul dekat panggung besar depan aula padepokan, Kabar tentang pertikaian Bimantara dan Permana sudah menyebar semalam. Murid-murid pun sudah tak sabar melihat pertarungan dua pendekar andalan padepokan segaran. Ya, Nyi Dewi pada akhirnya merestui pertarungan demi menyelesaikan ganjalan hati antara Permana dan Bimantara.“Aku yakin, Paman Bimantara akan menang dan menggantikan Paman Permana menjadi pemimpin sementara...” kasak kusuk para murid padepokan menjagokan Bimantara, hanya beberapa saja, terutama murid-murid dibimbing oleh Jalasanda dan Permana yang mendukung pemimpin padepokan untuk menang. Mereka adalah murid-murid yang berasal dari keluarga orang-orang kaya.Satu persatu ketua te
Gendis sempat gugup menoleh ke kanan dan kiri, semua mata kini tertuju padanya, akibat memprotes penggunaan pedang pusaka. Dia menarik nafas dalam, lalu berdiri, kembali memprotes penggunaan pedang pusaka dalam pertarungan.“Kau harusnya menggunakan pedang biasa, agar pertarungan ini adil!” teriak Gendis.“Tidak, diajeng. Biarkan dia menggunakan pedang pusaka, Kakangg tak gentar!” saut Bimantara meski sebenarnya kakinya gemetaran terkena pamor pedang pusaka itu.Sraaaang….Permana menyarungkan kembali pedang pusaka di tangannya. Kilatan sinar menyilaukan dari pedang itu pun lenyap seketika. Dia menarik nafas dalam, menoleh ke arah Jalasanda lalu melempar pedang pusaka kembali ke Jalasanda.SssssatJalasanda menangkap kembali pedang pusaka padepokan, lalu kembali melempar sebuah pedang biasa pada Permana.“Baik, biar tidak ada yang menganggap curang, biarlah aku memakai pedang biasa. Ayo, maju
Setelah kemenangan Permana atas Bimantara dalam pertarungan, pemimpin sementara padepokan itu jadi makin semena-mena. Murid-murid yang berasal dari keluarga kaya, bukan saja dimanja tapi juga dibebaskan dari segala tugas-tugas yang seharusnya di jalankan sebagia murid padepokan. Para murid-murid itu sering turun gunung dan membuat onar dimana-mana. Tapi selagi mereka memberi upeti, Permana akan menutup mata akan perilaku murid-murid di bawah bimbingannya. Kebalikannya, murid-murid dari keluaraga biasa-biasa saja, dibebani banyak tugas, seperti mengurus ladang, ternak dan kebersihan padepokan. Kondisi ini membuat situasi padepokan jadi tidak kondusif dan menimbulkan perpecahan dan rasa iri antar sesama murid.Mbayang sebenarnya masuk kelompok murid yang dilatih Jalasanda dan Permana, tapi karena dia tak tahan dengan sikap rekan-rekannya yang malas berlatih, dia memilih pindah dan masuk bimbingan Cakraraya dalam berlatih ilmu silat di padepokan. Resiko yang harus dia terima selain harus
“Uhuuk.. uhuuk!”Bimantara terbatuk-batuk merasakan panas di dadanya. Meski sudah dua bulan berlalu, dia masih merasakan dadanya masih terasa sesak dan panas, setelah terkena tendangan katak beracun. Tubuhnya juga masih terasa lemas, dan kadang secara tiba-tiba, dia juga merasa sakit yang teramat sangat di sekujur tubuh. Cakraraya dan Gendis sudah menyalurkan tenaga dalam untuk mempercepat pemulihan, tapi hasilnya masih jauh dari harapan.“Kakang mau minum?” tawar Gendis yang selalu setia menemani suaminya siang dan malam.Bimantara mengannguk. Gendis pun membantu Bimantara yang tadinya dalam posisi rebahan di tempat tidur, menjadi duduk, baru setelah itu, dia mengambil minum dari sebuah wadah yang terbuat dari bambu, menyodorkannya pada Bimantara.“Hmm, aku benar-benar tak menyangka, akibat dari tendangan katak beracun, aku sampai begini!” sesal Bimantara yang sudah hampir putus asa tak kunjung sembuh.“Sabar, kang. Aku dan Dimas Cakraraya sedang mengusaha yang terbaik untuk kesembuh
“Hiattt hiat,”Angin berdesir kencang saat Cakraraya memainkan jurus-jurus pedang Segaran di halaman kediamannya. Gerakannya gesit dan mengandung tenaga dalam yang mumpuni. Saking serunya berlatih jurus pedang, dia sampai tak sadar kalau ada Permana yang terus mengamati. Ketua padepokan segaran itu diam-diam merasakan kagum pada perkembangan ilmu silat Cakraraya yang meningkat pesat.“Prok prork! Kemajuan ilmu silatmu sungguh luar biasa, Dimas Cakraraya!” Permana bertepuk tangan memuji jurus-jurus pedang adiknya.Cakraraya menoleh cepat ke arah Permana. Dalam hatinya bertanya-tanya, sejak kapan dan mau apa kakak seperguruannya menemuinya. Dia menyarungkan pedang dalam warangka yang menggantung di punggung. Perlahan dia mendekati kakak seperguruannya itu dengan perasaan was-was.“Hmmm, kakang terlalu memuji. Angin apa yang membawa Kakang kemari?” tanya Cakraraya dengan nada sinis, menyelidik penuh curiga.Permana tersenyum, mendekati Cakraraya, menepuk-nepuk bahu adik seperguruannya it
“Bodoh! Kenapa bisa hilang!?” sengit Cakraraya kesal, mengingat dia sudah susah payah mencari rumput dan akar-akaran untuk ramuan obat.“Saya akan mencarinya lagi! Saya lupa menaruhnya di mana,” Mbayang bergegas pergi.Permana menatap curiga dengan gelagat Mbayang yang bergegas bergegas pergi. dia merasakan ada sesuatu yang disembunyikan dari murid baru itu, tapi dia juga belum bisa menebaknya.Mbayang membuang nafas saat sudah berada di tempat yang sepi. Dia kini mulai berpikir ulang untuk memberitahu tentang apa yang dia dengar. Dia sama sekali tidak punya bukti. Tentu hal ini akan sangat berbahaya. Dia juga hanya seorang murid baru yang belum tentu ucapannya dipercaya, terlebih yang dia hadapi adalah ketua padepokan. Menimbang lebih jauh, Mbayang akhirnya memutuskan untuk tidak menceritakan apa yang dia dengar sebelum dia mempunyai bukti yang kuat.“Ya, aku harus menyelidik dulu. Dan tak boleh gegabah,” gumam Mbayang mengambil keputusan.Hari hari berikutnya, Mbayang melakukan kegi