“Oh Raja Akhirat, lempar saja aku neraka. Biar hancur lembur rohku di sana. Aku tak mau lagi bereinkarnasi. Aku tak sanggup lagi harus hidup dan menderita karena cinta!”
Sosok berbaju putih, rambut panjang awut-awutan itu terus berlutut dan mengiba di hadapan raja akhirat, memohon agar tidak bereinkarnasi lagi. Sosok itu terlihat lusuh suram dan penuh duka, tak akan ada yang mengira kalau pria lusuh itu dulunya adalah seorang Dewa perang yang membawahi seratus ribu pasukan langit. Dulu, dia begitu gagah perkasa dan disegani semua dewa-dewa di langit, populer di kalangan para dewi, sebelum dia melakukan kesalahan, jatuh cinta pada dewi kayangan bernama Chang-e.
Chang-e pada saat itu dikejar panah api hingga ke kayangan. Sang Panglima berusaha menolong tapi sayang dia kalah cepat dari Wukang, salah seorang dewa yang bertugas sebagai tukang di istana langit. Wukang lebih dulu menolong sang Dewi. Wukang dan Chang-e pun jatuh cinta pada pandangan pertama, sesuatu yang membuat Sang Panglima kecewa dan sakit hati. Sang Panglima yang dimabuk cinta gelap mata, secara diam-diam dia menyelinap ke ruangan roda pemutar waktu, dia ingin mengulang waktu agar dia jadi orang pertama yang menolong Chang-e dan bisa mendapat cinta sang Dewi. Namun, beberapa kali dia mencoba, takdirnya tak berubah, Wukang dewa tukang kayu istana langit, tetap jadi orang pertama yang menolong Dewi Chang,e.
Tak menyerah, sang Panglima yang sudah dimabuk asmara bermaksud mengikat kaki Chang-e dengan tali jodoh agar sang Dewi jatuh cinta padanya. Apes bagi Panglima, aksinya ketahuan Ibu Suri kerajaan langit hingga akhirnya dia harus dihukum, menjadi manusia dan harus menjalani seribu kali derita Cinta.
Raja akhirat yang duduk di atas singgasana mengelus-elus jenggot, menatap iba pada roh Panglima yang dulunya begitu perkasa. Dia sungguh menyayangkan nasib Panglima yang harus berakhir seperti ini.
“Aiih, Panglima … kenapa pula kau dulu melanggar aturan langit, hingga akhirnya jadi begini. Aku benar-benar tak habis pikir. Toh kau bisa bersenang-senang dengan Dewi kayangan tanpa melanggar aturan,” kata raja akhirat menggeleng-geleng kepala prihatin.
Pria lusuh yang dulunya seorang dewa perang itu mendongakkan kepalanya, menatap raja akhirat dengan mata berkaca-kaca.
“Apa kau pernah jatuh cinta, Raja Akhirat?” tanya sang Panglima menatap mata Raja Akhirat.
“Tidak! sebagai penguasa akhirat, aku tercipta tanpa memiliki rasa!” jawab Raja Akhirat tegas.
“Ha ha, pantas saja kau sama sekali tak mengerti apa yang aku rasakan,” sang Panglima tertawa parau. Tawa yang melambangkan duka, letih dan putus asa.
“Aku memang salah, tapi tidakkah kau pikir hukuman ini terlalu berat! Mengalami satu derita cinta saja membuatku kehilangan segalanya, bayangkan jika harus menjalaninya seribu kali. Ah percuma saja, kau takkan pernah tau betapa menyiksanya cinta!”
Raja akhirat terdiam tak bisa menjawab. Dia hanya menjalankan perintah dari Kaisar langit, tak berani menilai hukuman dijalani oleh sang Panglima ini terlalu berat atau tidak. Dia juga tak bisa menilai tentang cinta. Sebagai pengadil, dia memang tak diberi nafsu dan rasa-rasa yang melekat agar selalu bisa berlaku adil, tegas dan tak pandang bulu. Tapi, melihat Panglima yang selalu meraung-raung seperti orang gila saat hendak menjalani hukuman derita kehidupan cinta berikutnya, Raja Akhirat merasakan rasa yang aneh pada dirinya. Untuk pertama kalinya, dia merasakan rasa iba.
Tiba-tiba, sorot cahaya biru memasuki ruangan. Sorot cahaya biru itu, dalam sekejap berubah menjadi sosok pria tua dengan rambut, jenggot panjang dan pakaian yang semuanya berwarna putih. Sosok tua itu, membawa sebuah gulungan kertas dari istana langit.
“Hormat kepada Dewa Pengatur Nasib!” Raja Akhirat berdiri memberi hormat, begitu juga dengan para pengawal di sekitarnya.
Hanya Panglima saja yang tetap berlutut tak memberi hormat. Panglima justru menatap sang dewa dengan tatapan benci yang teramat dalam.
Dewa yang rambut, jenggot dan kumisnya semua berwarna putih itu menjura, membalas memberi hormat. Matanya melirik ke arah Panglima yang masih menatapnya tajam. Sejujurnya, Dewa Pengatur Nasib tak tega melihat koleganya dulu di istana langit mendapat hukuman yang begitu berat. Tapi, tugas dari kaisar langit sangat jelas, kesalahan yang dilakukan Panglima juga bukan main-main, dia tak punya pilihan selain harus menjalankan titah penguasa langit itu.
Dewa Pengatur Nasib menggeleng kepala, membuang jauh rasa ibanya pada sang Panglima. Dia kemudian mengeluarkan gulungan kertas dari balik bajunya, membuka kertas itu lebar lebar dan membacanya dengan suara lantang penuh wibawa.
“Hukuman untuk Panglima Tiang Feng yang telah melanggar hukum langit dengan jatuh cinta pada Dewi di kayangan. Dia harus menjalani seribu kali derita cinta. Pada kehidupan ke tiga ratus tiga, Panglima Tiang Feng akan menjadi seorang Senopati yang perkasa, di sebuah kerajaan di Jawa. Dia banyak berjasa pada kerajaan, tapi dia justru harus jatuh cinta pada musuh kerajaan. Dia membuat kesalahan yang merugikan kerajaan hingga akhirnya tewas dan dicap sebagai pengkhianat kerajaan, gara-gara seorang wanita.”
“Siap, laksanakan perintah!” jawab Raja Akhirat dan pengawal akhirat serempak.
Dewa Pengatur Nasib menggulung kertasnya kembali. Dia kemudian menyerahkan kertas itu pada raja akhirat untuk kemudian ditindak lanjuti. Dewa Pengatur Nasib membelai-belai jenggotnya, sambil menatap iba pada panglima yang dulu menjadi temannya bermain catur di istana langit. Kini, salah seorang panglima langit itu terlihat begitu tak berdaya.
Panglima Tiang Feng menarik napas dalam-dalam mendengar kehidupan yang akan dia jalani. Dia kini harus tewas dan dicatat sejarah sebagai pengkhianat. Dia masih ingat di kehidupan ketiga ratus satunya, dia menjadi sosok mertua yang bermain cinta dengan menantunya sendiri dan berakhir mati di tenggelamkan warga di sungai. Kebalikannya, di kehidupan sebelumnya, dia menjadi seorang menantu yang main gila dengan mertua dan sama-sama berakhir tragis, tewas di tenggelamkan di sungai. Kilasan-kilasan kehidupan asmara dari kehidupan kehidupan sebelumnya terus terlintas dalam benaknya, membuat sang Panglima tersulut emosi.
“Tak bisakah kau menulis kehidupan yang lebih tragis lagi wahai Dewa Pengatur Nasib! Di kehidupan sebelumnya, kau menuliskan nasibku sebagai manusia tak bermoral, sekarang kau jadikan aku lebih tak bermoral lagi dengan menjadi pengkhianat!” maki Panglima Tiang Feng mengepalkan tinjunya, menatap dengan sorot mata penuh benci pada Dewa Pengatur Nasib.
Dewa yang selalu memakai pakaian serba putih itu menggeleng-gelengkan kepala. Dia bisa mengerti perasaan sang Panglima yang begitu menderita, marah dan kesal padanya. Tapi, lagi-lagi dia hanya menjalankan tugasnya. Otaknya juga kadang lelah memikirkan jalan cerita yang tragis untuk Panglima dan itu semua juga harus dengan persetujuan penguasa langit.
“Andaikan kau tak melanggar aturan langit, kau mungkin masih jadi Panglima perang kerajaan langit dan mungkin bisa sejajar dengan Dewa Erlang. Aku hanya menjalankan tugas. Kuharap kau mengerti posisiku,” Dewa Pengatur Nasib mencoba memberi penjelasan.
“Ha ha ha!”
Panglima tertawa keras sambil bangkit berdiri, rambutnya makin terlihat makin awut-awutan. Dia menatap tajam ke arah Dewa Pengatur Nasib. Sambil menuding sang Dewa, Panglima Tiang Feng mengancam akan membalas semua rasa sakit hatinya.
“Dewa Pengatur Nasib! Aku akan mengingat semua ini. Bila nanti hukumanku selesai, dan kembali menjadi Dewa, aku akan membuat perhitungan denganmu!”
“Lancang! Berani sekali kau mengancam utusan dewa di tempatku!” bentak Raja Akhirat murka. Wajahnya yang hitam legam jadi makin terlihat mengerikan. Dia memang menghormati Panglima, tapi di Akhirat, tak boleh ada yang berlaku kurang ajar, apalagi pada utusan langit.
“Pengawal!”
“Siap!” Petugas Akhirat yang berjaga langsung bersiap.
“Bawa Roh penasaran ini, menuju jalur reinkarnasi untuk menunggu giliran!”
“Siapa yang mulia!”
Empat orang penjaga dengan sigap mengcengkram lengan sang Panglima, dan menyeretnya pergi.
“Lepaskan, Lepaskan! Aku tak mau jatuh cinta lagi! Tak mau! Lepaskan ….”
Panglima Tiang Feng, berontak mencoba melepaskan diri, tapi pengawal langit dengan sigap menyeretnya ke jalur Reinkarnasi untuk menjalani derita cinta selanjutnya.
Dewa Pengatur Nasib menatap iba pada Panglima Tiang Feng yang berusaha berontak, tapi sia-sia. Di akhirat, siapapun akan kehilangan segala kesaktian. Panglima yang dulu membawahi seratus ribu pasukan langit itu harus diseret paksa oleh pengawal akhirat, menjalani hukumannya, merasakan seribu kali derita cinta.“Maafkan atas kelancangan roh penasaran itu, Dewa Pengatur Nasib!” Raja Akhirat menjura memberi hormat karena merasa tak enak, seorang Dewa utusan langit baru saja mendapatkan makian di tempatnya.Dewa pangatur nasib mengangkat tangannya memberi tanda kalau dia sama sekali tak masalah dengan apa yang baru saja terjadi.“Tak perlu sungkan. Bagaimanapun, dia dulu adalah seorang pejabat yang setara denganku. Nasibnya saja buruk, hingga harus mendapat hukuman yang berat.”Raja akhirat mengangkat kepalanya, berjalan mendekati Dewa Pengatur Nasib yang mengelus-elus jenggotnya menyayangkan apa yang terjadi pada Panglima Tiang Feng.“Apakah nasib bisa diubah, wahai Dewa Pengatur Nasib?”
“Lepaskan Aku! Aku tak mau bereinkarnasi lagi, lempar saja aku ke neraka!” jerit roh Panglima Tiang Feng terus meronta-ronta berusaha melepaskan diri dari cengkraman pengawal akhirat yang menyeratnya menuju gerbang reinkarnasi.Dua orang pengawal yang menyeretnya pun sebenarnya sudah mulai kewalahan menghadapi tingkah polah dari roh yang dulunya seorang dewa yang membawahi seratus ribu pasukan itu. Selama ini, roh roh yang mereka bawa ke gerbang reinkarnasi tak ada yang bersikap seperti roh Panglima Tiang Feng. Roh roh biasanya akan menurut, menunduk dan mengikuti semua apa yang di perintahkan petugas akhirat. Membawa roh Panglima Tiang Feng benar-benar menguras energi mereka.“Tiang Feng! Percuma saja kau melawan! Kau bukan Panglima langit lagi, sekarang!” hardik Pengawal akhirat kesal. Wajahnya sampai memerah menahan amarah.“Huaa!” jerit roh Panglima Tiang Feng berontak melepaskan diri dari cengkraman kedua Pengawal Akhirat.Cengkraman itu terlepas, membuat kedua Pengawal akhirat m
Sepasang suami istri berjalan beriringan di sebuah pasar yang riuh ramai dengan orang-orang yang sibuk menawarkan dagangan atau sedang mencari barang. Sang suami yang berusia kisaran empat puluh tahunan itu dengan sigap menuntun dan melindungi istri yang jauh lebih muda, bahkan separuh dari umurnya, kisaran dua puluh lima tahunan, agar tak tersenggol orang yang berseliweran di pasar. Wanita itu sedang hamil empat bulanan, perutnya terlihat mulai membuncit. Wanita yang jadi istri saudagar kaya itu makin terlihat menarik saat hamil. Wajahnya makin berseri dan tubuhnya makin padat berisi, membuat suaminya makin sayang, terlebih sudah lama sekali dia menantikan kehadiran seorang anak dalam pernikahan mereka.“Kang Mas…. itu penjual dawetnya!” wanita bernama Anjani itu menunjuk ke arah wanita paruh baya yang duduk di depan dawet dagangannya.“Baik Diajeng, biar pengawal saja yang membeli, kita cari tempat berteduh dulu,” ajak Juragan Karta mencari-cari tempat berteduh untuk istrinya.“Parj
Kejadian malam itu membuat Anjani jadi takut pada suaminya sendiri, dia khawatir kalau-kalau suaminya akan kembali lepas kendali dan merudakpaksanya. Begitu juga dengan Juragan Karta, penolakan dari Anjani membuatnya kesal. Dia jadi jarang pulang ke rumah dan lebih banyak menghabiskan waktunya di luar rumah dan mulai jarang pulang. Juragan Karta yang biasanya bersikap manis pun mulai dingin pada Anjani, membuat wanita yang sedang hamil empat bulan itu jadi merasa bingung dan serba salah, dia sadar perbuatannya itu menyakiti suaminya, tapi dia juga takut ramalan itu terjadi. Tak mau terus berlarut-larut, Anjani berusaha melawan rasa takutnya, memperbaiki hubungannya dengan sang suami. Dia akan mencari cara untuk memuaskan suaminya tanpa harus bersebadan.“Kakang …. Aku sudah menyiapkan lodeh nangka muda, kesukaan Kakang!” Anjani tersenyum lebar menyambut suaminya sudah beberapa hari tak pulang itu.Pria bertubuh sedikit tambun, dengan kumis melingkar itu melengos mendengar sapaan Anjan
“Hiks…. Hamba hanya orang kecil, kenapa Juragan tega melakukan ini!”Sulastri duduk memeluk lutut di atas tumpukan jerami mengusap air mata, sambil menutupi bagian tubuhnya yang tersingkap, dan menyembul keluar. Pakaiannya sudah sobek sana sini, dikoyak dengan buas oleh Juaragan Karta. Entah mimpi apa dia semalam hingga harus mengalami peristiwa yang begitu mengerikan. Dia tak mampu melawan hingga harus pasrah digagahi oleh Juragan Karta. Dia sadar kalau dia seorang Janda, yang harus merantau ke kota demi menghidupi anak perempuannya di desa, juga demi menghindari niat jahat lelaki hidung belang di desa. Tapi, nyatanya meski sudah merantau ke kota, di tetap saja di mangsa oleh lelaki hidung belang.“Lastri…. Jangan menagis lagi. Maafkan aku, aku benar-benar Khilaf, tadi!” hibur Juragan Karta yang rebah di samping Sulastri. Lelaki bertubuh tambun itu masih bertelanjang dada, dengan peluh yang masih menetes. Dia juga tak percaya sudah melakukan hal yang tercela pada Sulastri.“Hiks…. H
Bab 7. Percakapan Tentang NasibDengan jari telunjuk yang menempel di kening, dan jari-jari lain terlipat ke bawah, Raja Akhirat terus berkonsentarsi mengeluarkan energi agar cermin kehidupan yang menampilkan bayangan kejadian di alam dunia tetap bisa terlihat.“Hiap!” Raja Akhirat melepaskan jari-jari dari kening, menghentikan aliran energi, yang membuat bayangan kejadian di alam dunia menghilang. Dia mengatur nafasnya, dan berjalan mendekati roh Panglima Tiang Feng yang masih terlihat kebingungan.“ Wahai roh Panglima Tiang Feng, Aku sudah bicara dengan Dewa Pengatur nasib tentang kehidupanmu selanjutnya….”“Tak ada yang berbeda, aku akan tetap mati mengenaskan oleh derita cinta,” potong roh Panglima Tiang Feng ketus.“Kauu!” Raja Akhirat menuding roh Panglima Tiang Feng geram. Dia sudah mengambil resiko dan berupaya mengurangi penderitaan Panglima Tiang Feng, tapi malah mendapat sikap ketus seperti ini. “Ah, sudahlah!” Raja Akhirat menghempaskan tangannya ke udara dan berbalik.Ro
“Huek, Huek!” Lastri mengeluarkan semua isi perutnya. Wajahnya pucat, tubuhnya jadi panas dingin. Belakangan indra penciumannya juga jadi lebih sensitif, mencium bau-bauan tertentu, perutnya langsung mual-mual.Mbok Darmi rekan sesama pembatu di rumah juragan Karta, memijit-mijit tengkuk Lastri. Wanita paruh baya itu membantu Lastri agar lebih enakan. Sebagai orang tua yang berpengalaman, dia mulai menduga-duga kalau Lastri sedang hamil muda, ciri-cirinya jelas. Tapi yang membuat Mbok Darmi bingung adalah, bagaimana mungkin Lastri bisa hamil kalau dia adalah seorang janda. Mbok Darmi memberanikan diri bertanya pada Lastri tentang kemungkinan itu, barangkali saja Lastri punya hubungan khusus dengan lelaki dan akhirnya keblabasan. Mungkin dengan Parjo dan Timan, mengingat kedua lelaki itu sering menggoda dan dekat dengan Lastri. Wanita yang sebulan terakhir terjerat hubungan terlarang dengan Juragan Karta itu, membantah. Dia bilang kalau masih rutin garap sari. Mbok Darmi pun membuang
Juragan Karta kaget bukan main, mendengar perkataan Lastri. Dia tak menyangka permainan liarnya dengan Lastri menyebabkan janda sintal itu sampai berbadan dua. Sebulan terakhir, mereka memang sering melakukan pergumulan di setiap ada kesempatan. Tak peduli itu siang atau malam, di banyak tempat. Sangat wajar memang, bila dari sekian benih yang ditanamkan di rahim Lastri, salah satunya ada yang tumbuh.Meski kaget, Juragan Karta berusaha berpikir jernih untuk mencari jalan keluar dan yang paling penting adalah menenangkan Lastri terlebih dahulu, dia tak mau Lastri kembali nekat dan punya niat mengakhiri hidupnya. Dan saat melihat Lastri lengah, Juragan Karta bergerak cepat menangkap tangan Lastri yang memegang sabit, mencengkram janda muda itu, berusaha menjatuhkan sabit di tangan Lastri.Srat! “Lepaskan, lepaskan!” Lastri meronta seperti orang kalap berusaha melepaskan diri, tapi dia kalah kuat hingga sabit itu terlepas dari tangannya. Lastri meronta membuat Juragan Karta kewalahan h
Tawa KI Bayu Seta perlahan mulai mereda, berubah jadi suara parau yang memilukan, membuat Mbayang makin bingung dan merasa takut kalau berada di jurang yang sepi, dan seorang diri dalam kurun waktu yang lama telah membuat kejiwaan Ki Bayu Seta terganggu.“Entah sudah berapa purnama aku berada di tempat sepi ini. Akhirnya aku menemukan cara untuk kembali ha ha. Mbayang, setelah kau pulih, aku akan melatihmu menjadi pendekar tak tertandingi!Di tempat lain, Permana sibuk menggembleng tujuh murid pilihan padepokan segaran. Dia mengajarkan jurus formasi pedang yang di mainkan oleh tujuh orang. Dengan formasi pedang itu, Permana bermaksud menantang pangeran Gardapati, saat sedang sibuk melatih, seorang murid padepokan tergopoh-gopoh menghampirinya.“Ampun ketua… Nyi Dewi menunggu di aula padepokan!”“Ada perlu apa Nyi Dewi mencariku?” tanya Permana merasa terganggu.“Hamba tidak tahu ketua, saya hanya menjalankan perintah, untuk memanggil ketua.”“Lanjutkan latihan!” perintah Permana yang
Ki Barada kembali murung, air muka kesedihan tidak lagi bisa dia sembunyikan, saat mendengar alasan kenapa Mbayang sampai jatuh ke dalam jurang yang tidak lain tidak bukan sebab tanpa sengaja melihat Permana dan NyI Dewi melakukan cinta terlarang. Berkali kali dia menarik napas panjang mencoba merelakan apa yang telah terjadi.“Guru...” panggil Mbayang yang melihat wajah duka dari Ki Bayu Seta.Ki Bayu Seta tersadar dan menoleh ke arah Mbayang dan berusaha tersenyum. Dia merasa suka sekali dengan pemuda yang terlihat gagah dan bertulang kuat itu. Bertahun-tahun dia berada dalam lembah curam seorang diri hingga muncul Mbayang. Ya, meski kemunculan Mbayang juga membuatnya harus kembali merasakan luka hati yang tak kunjung mengering.“Saya mohon maaf bila cerita saya membuat Guru, tidak berkenan,” Mbayang yang mulai bisa bergerak jadi merasa tidak enak hati menceritakan asmara terlarang Nyi Dewi dan Permana.“Ha ha, sudahlah. Dulu aku adalah pendekar pedang yang cukup di segani. Bertahun
Bab 80. Pelajaran Pertama sang GuruTok tok tokBunyi Kentongan terdengar bertalu-talu, sebuah pertanda ada peristiwa besar yang terjadi di padepokan Segaran. Seluruh murid padepokan langsung bergegas berkumpul di halaman. Kasak kusuk mulai terdengar riuh seperti tawon. Semua saling bertanya tentang apa yang terjadi hingga pagi buta mereka harus berkumul di halaman. Tidak lama berselang, Permana naik dia atas mimbar kehormatan. Dia di dampingi oleh Nyi Dewi dan Bimantara. Wajah Permana terlihat tegang dan penuh amarah. Dia menyapu pandang ke semua murid padepokan dengan tatapan tajam, yang membuat semua murid padepokan tidak lagi berani bersuara. Mereka diam menyimak, hal penting apa yang akan di sampaikan oleh pimpinan padepokan.“Murid-murid padepokan Segaran! kita tidak pernah berbuat onar, dan selalu setia pada kerajaan. Bila kerajaan memanggil, murid-murid padepokan selalu siap berlaga membela kerajaan. Bila kerajaan butuh, kita siap berjuang tanpa pamrih. Tapi Kerajaan malah men
Mbayang merasakan tubuhnya makin lemas, dadanya juga terasa sesak. Dalam hatinya dia membatin, kalau dia masih beruntung bisa hidup dan selamat, meski dia juga tidak tahu dia benar-benar selamat atau hanya menunda kematian, karena selain tidak bisa bergerak, dan merasakan nyeri di sekujur tubuh, dadanya juga panas dan sesak.Kakek tua itu berjalan makin mendekat, wajah tua, rambut putih dan rambut yang awut-awutan itu membuat Mbayang jerih. Dia mulai menduga-duga kalau kakek itu itu adalah malaikat maut yang akan mengakhiri hidupnya.“Mau apa kau! Uhuuk-uhuuuk!”Mbayang berusaha menggerakkan tubuhnya tapi tidak bisa, semakin dia mencoba, tubuhnya makin terasa panas dan perih di sekujur tubuh.“Simpan tenagamu, anak muda. Kau sudah pingsan seharian. Sungguh beruntung kau tidak menemui ajal!” ujar kakek tua itu sambil berjongkok memeriksa nadi Mbayang, mengalirinya dengan hawa murni.Mbayang merasakan tubuhnya mulai menghangat, aliran tenaga murni dari kakek tua itu mampu mengurangi nye
Mbayang melesat cepat menembus hutan, berusaha melarikan diri secepat mungkin. Dari belakang, nampak berkelebat bayangan mengejarnya. Mbayang mengerahkan seluruh tenaga untuk menjauh, tapi bayangan itu selalu berhasil membayanginya. Mbayang yang terus berlari terjebak di sebuah tebing curam yang dalam, membuatnya tidak bisa lari kemana-mana lagi.“Ha ha,mau lari kemana lagi kau! ” sengit Permana tertawa geram berhasil menyusul Mbayang.Mbayang menoleh ke belakang, menatap tajam Permana tanpa rasa takut. Wajahnya kini terlihat jelas di terangi sinar rembulan.“Mbayang…!” Permana sendiri sedikit kaget mengetahui kalau yang mengintipnya adalah Mbayang, meski sebenarnya Permana punya rencana menjadikan Mbayang sapi perah, mau tak mau dia harus membungkam mulut Mbayang untuk selamanya agar rahasianya tidak terbongkar."Aku benar-benar tidak menyangka kau selancang itu!"“Aku juga tidak menyangka, paman berbuat serendah itu!” saut Mbayang tak kalah sengit.“Ku robek mulutmu! Hiatt!”Perman
Juragan Karta merasa lega, Mbayang tidak memiliki rasa apa-apa pada Candrawati. dalam hati dia merasa bangga, kelak anak laki-lakinya itu akan menjadi seorang pendekar tangguh sekaligus seorang Senopati dibawah bimbingan Pangeran Gardapati. “Aku akan segera kembali untuk menepati janjiku!” ucap Juragan Karta saat berpamitan pada Mbayang. “Mbayang… sapi dan kudamu kurus kering sejak kau tinggal. Cepat pulang,” Candrawati terbata-bata berat kembali berpisah dengan Mbayang, dia sama sekali tidak tahu menahu soal janji Juragan Karta akan kembali untuk melamar Sukesih dan melepaskan Mbayang untuk pergi mengabdi di kota raja. Mbayang hanya menunduk tidak menjawab perkataan Candrawati. Dia merasa berat untuk berkata kalau dia mungkin tidak akan kembali ke rumah Juragan Karta setelah menikahi Sukesih. Dia melirik Juragan Karta, berharap junjungannya itu nanti akan menjelaskan pada Candrawati. “Kita harus berangkat!” Juragan Karta menarik pelan tangan Candrawati, yang membuat gadis itu mau
“siapa dia kang?” tanya Sukesih dengan nada ketus, mencegat Mbayang yang mengambil makanan di dapur umum.Mbayang tersenyum dan terus saja masuk ke dapur, mengambil jagung dan ketela rebus.“Siapa yang kau maksud?”tanya Mbayang sambil menata jagung dan ketela rebus di sebuah nampan.“Hah, jangan pura-pura tidak tahu, kang. Tentu saja wanita yang bersikap manja padamu itu, apa hubungan kalian sebenarnya?” cecar Sukesih dengan wajah manyun.“Ha ha Ndoro ayu itu junjungan sekaligus teman masa kecilku, Kesih.”“Tapi sikap kalian bukan seperti hamba dan junjungan!” sengit Sukesih masih cemburu.“Kesih... malam ini aku akan bicara pada juragan Karta, meminta izin padanya untuk melamarmu dan pergi ke kota raja, mengabdi pada pangeran Gardapati. Berdoalah, agar semua berlancar baik,” terang Mbayang sambil melangkah keluar membawa makanan untuk dihidangkan pada Juragan Karta.Sukesih yang tadinya kesal dan uring-uringan langsung terdiam mendengar ucapan Mbayang.Mbayang terus berjalan, tekadny
Wajah Jalasanda langsung berseri cerah saat melihat Permana berjalan ke arahnya. Dia pun langsung berjalan menyambut sang ketua padepokan. Dia sudah menunggu cukup lama untuk menagih perkataan sang ketua padepokan.“Kang…”“Hmmm,” Permana berdehem sambil mangangkat telapak tangan. “Bersabarlah, bila kau ingin membahas soal Sukesih, percaya padaku, dia akan jadi milikmu. Bahkan aku akan memberimu hadiah kejutan, tunggu saja!” ucap Permana sambil berlalu.“Tapi kang...,”"Bersabarlah, aku tidak akan lupa pada janjiku!" Permana menoleh sejenak lalu kembali berjalan pergiJalasanda sebenarnya tidak puas dengan jawaban dari Permana, tapi tidak berani membantah, meski begitu, dia sudah bertekad akan melakukan segala cara untuk mendapatkan Sukesih dengan atau tanpa bantuan Permana.Hubungan antara Mbayang dan Sukesih sendiri memang makin terlihat mesra. Kini, seluruh padepokan seakan tahu, kalau Mbayang dan Sukesih saling menyukai. Hal itu membuat Jalasanda makin terbakar cemburu. Jalasanda
“Teja… kau lawan Mbayang!” putus Jalasanda saat sedang melakukan latihan bersama. Semua murid langsung duduk bersila membentuk lingkaran begitu Jalasanda memutuskan Teja yang akan menjadi lawan tanding Mbayang. Jalasanda tersenyum licik membayangkan Mbayang akan babak belur dihajar Teja, murid padepokan yang lebih lama belajar silat. Dia sebenarnya ingin langsung menghajar Mbayang dengan tangannya sendiri, kerana cemburu pada keakraban Mbayang dan Sukesih. Hubungan Mbayang dan Sukesih memang sudah terendus olehnya. Tapi, dia harus menahan diri karena Permana mencegahnya untuk berbuat sesuatu pada Mbayang yang merupakan kenalan dari pangeran Gardapati. Jalasanda pun memanfaatkan tangan orang lain untuk memberi pelajaran ada Mbayang. “Ha ha, bersiaplah Mbayang, aku tidak akan sungkan!” Teja tersenyum berjalan mendekati Mbayang. Murid-murid yang menonton bersorak-sorai. Hampir semua menjagokan Teja yang memang terkenal kuat dan sulit di kalahkan. Beberapa tombak dari tempat Mbayang dan