Nicholas.Itulah nama pria yang merupakan CEO perusahaan makanan beku, calon klien. Dia tengah duduk di sofa tepat di berseberangan meja dengan Arsen.Mereka duduk berhadapan, jadi bisa saling memperhatikan. Ketika bertemu calon klien, Arsen selalu memperhatikan gerak-geriknya.Dan, yang paling penting untuk diperhatikan adalah pandangan mata. Orang yang sedang berbohong, pasti ketahuan lewat situ."Tolong." Nicholas menyudahi penjelasannya sambil menyerahkan sebuah foto wanita muda di atas meja. "Ini foto wanita itu, Miranda. Saya hanya punya fotonya dua tahunan yang lalu."Miranda?Leina teringat nama dari bayi yang dititipkan di rumah mereka. Bukankah tertulis di surat kalau namanya Miranda?Wanita itu sedari tadi berdiri di sebelah sofa tempat Arsen duduk sambil memeluk nampan. Kopi dan teh sudah disajikan di atas meja untuk Arsen dan tamu mereka.Arsen menatap foto itu. "Anda ini kami mencari wanita ini diam-diam agar tak menimbulkan skandal?""Iya, sebisa mungkin jangan sampai s
Arsen menjemput Serena di rumahnya. Dia sudah memastikan kalau Leina tidak mungkin bisa memata-matainya sekarang. Iya, wanita itu sibuk dengan baby Vera di rumah. Jadi, dia bisa tenang.Serena masuk ke dalam mobilnya. Penampilannya begitu anggun dengan balutan gaun malam berwarna hitam. Elegan mempesona sekaligus seksi. Aura wanita dewasa terpancar kuat dari dirinya.Baik Serena ataupun Arsen tidak berbicara selama di perjalanan. Mereka fokus ke depan, hingga pada akhirnya sampai di lokasi tujuan.Sebuah gedung yang menjadi acara amal berlangsung. Arsen memarkirkan mobilnya di parkiran depan gedung, lalu keluar lebih dahulu."Johann, pemilik kantor berita Dai-News, penyelanggara acara amal ini 'kan?" Arsen memandangi gedung tinggi itu. Banyak sekali orang penting berpakaian formal masuk ke dalamnya.Serena baru keluar dari mobil. Dia tersenyum mendengar ucapan Arsen. "Cepat sekali kamu dapat informasi.""Aku harus tahu kemana aku diajak ... mengingat kamu selalu memanfaatkanku," balas
Arsen selalu bersikap tidak peduli. Tetapi, dia sebenarnya selalu mengawasi kondisi sekitar. Sejak Serena pergi bersama pria bernama Johann, dia berkeliling untuk melihat keadaan.Dia pergi keluar gedung, dan tak sengaja menguping pembicaraan dari seorang pria penjaga dengan seorang wanita muda di area parkiran. Serena menyamar menjadi wanita itu, seorang wanita panggilan."Ini mustahil, wanita bernama Tamara harusnya sudah ada bersama Pak Johann sekarang," kata si pria penjaga.Wanita berpakaian seksi itu keheranan. Dia menjawab, "Tapi, aku diminta datang setengah jam setelah acara amal selesai.""Siapa yang menyuruh?""Pak Johann.""Tunggu sebentar di sini, ada yang tidak beres." Penjaga itu menyadari kalau wanita panggilan yang pertama adalah palsu. Dia segera pergi menuju ke belakang gedung.Arsen diam-diam berlari mengikutinya. Dia mengawasi sekitar, dan tepat ketika sudah sampai di belakang pintu belakang— dia menyentuh pundak orang itu."Apa?" Penjaga itu terperanjat, lalu berb
Arsen dan Serena terpaksa menginap di satu kamar hotel. Bukan tanpa alasan, memang tidak ada kamar yang tersedia kecuali itu.Arsen tidak berencana tidur. Dia memilih berdiri di dekat jendela, memandangi jalanan ramai dari lantai lima belas itu, sambil menikmati segelas wine.Mendadak, dia kepikiran Leina dan Baby Vera, apakah mereka baik-baik saja? Tetapi, jika alarm rumah yang tersambung di ponselnya tidak berbunyi, maka berarti tidak ada masalah."Memikirkan Leina?" Serena menghampirinya.Arsen enggan menjawab itu. Dia mengotak-atik ponselnya, dan mengirim beberapa berkas rekaman serta potret bukti yang dia dapat dari Tamara tadi.Dia berkata, "aku sudah kirim beberapa bukti aliran dari acara amal pria itu ke e-mail kamu."Serena membuka pesan elektronik tersebut. Dia terkejut melihat potret bukti-bukti transfer dana ke rumah bordir. "Oh, kamu dapat ini? Darimana?""Dari wanita panggilan yang seharusnya bersama pria itu tadi.""Wah, kamu benar-benar hebat, Arsen.""Aku bosan diam t
Leina lelah dengan kegiatan barunya, mengurus bayi perempuan bernama Vera itu. Dia berharap Miranda segera ditemukan sehingga tak harus melalui ini.Tetapi, meskipun demikian, dia selalu tersenyum ketika Baby Vera sudah anteng. Dia terpesona dengan kelucuan wajah anak itu.Dia mendudukkan anak itu di atas sofa panjang ruang tengah. Lalu, mulai menyuapinya bubur.Baby Vera terlihat anteng memainkan boneka kelinci kecil. Dia juga tidak rewel disuapi oleh Leina.Arsen terlihat turun dari lantai atas sambil menguap. Dia baru saja bangun. Rambut poni di keningnya berantakan sekali, tetapi itu malah membuat dirinya tampak seksi."Leina, buatkan kopi ..." pintanya dengan nada malas."Buat saja sendiri, tidak lihat aku sedang mengurus bayimu?"Arsen menghempaskan dirinya di sofa lain, tepat berhadapan dengan Leina dan Baby Vera. Kelopak matanya tampak setengah terbuka, kelihatan sekali kalau malas bangun.Dia berpendapat, "bayi itu sudah akrab denganmu, ya?"Leina tersenyum bangga. Dia berkat
Tidak ada yang bisa dilakukan Leina. Dia sadar kalau tidak mungkin membuat Arsen berubah pikiran.Seharian, Arsen menyibukkan diri di kantor maupun di kamarnya. Dia hanya keluar ketika makan saja, itupun tidak mengatakan apapun kepada Leina.Hingga malam itu pun tiba. Arsen sudah bersiap menggunakan pakaian semi formal, setelan jas hitam dengan dasi kupu-kupu. Dia menyisir poni rambutnya ke samping sehingga membuat aura ketampanannya semakin kentara. Leina dibuat tertegun melihat pria itu. Tetapi, dia sadar— apapun wujud Arsen, entah saat baru bangun tidur, saat bermalas-malasan, ataupun saat rapi begini itu tetaplah tampan. "Hati-hati," ucap Leina di ambang pintu keluar, membiarkan pria itu pergi naik mobil yang terparkir di samping trotoar depan.Baru setelah itu, dia masuk lagi ke dalam, naik ke lantai dua di mana terdapat ruang tengah. Di situ, sudah ada Hans yang tampak duduk di sofa panjang. Dia bermain dengan Baby Vera yang ada di pangkuannya."Hans, kamu mau makan apa? Aku
Cinderella telah datang ke pesta.Leina akhirnya sadar menjadi pusat perhatian. Tetapi, dia menjadi gelisah, tidak percaya diri— mengira kalau mungkin riasannya tak bagus atau semacamnya."Kenapa mereka melihatku? Apa riasanku aneh? Tapi, aku yakin sudah meniru apa yang dicontohkan youtube," gumamnya lirih.Tetapi, dia mencoba untuk tidak peduli. Tujuannya ke sini adalah mencari Arsen. Dia ingin memastikan pria itu fokus pada pekerjaan atau malah bersenang-senang sendiri.Setelah beberapa menit kemudian, di antara banyaknya orang, dia menemukan sosok Arsen yang berbincang dengan wanita asing di samping meja hidangan. Keduanya terlihat begitu akrab— dan ini membuat Leina terdiam seketika."Aku tahu, pasti Arsen mencari informasi dari para wanita— dia selalu begini." Leina mencoba tidak cemburu. Selama ini, dia tahu kalau Arsen mendekati wanita asing, mengajaknya mengobrol— semua demi mendapatan informasi lebih cepat.Akan tetapi, tentu saja sebagai wanita yang mencintainya, Leina teta
Leina duduk diam di kursi taman depan gedung. Sendirian dalam kondisi suasana yang agak remang.Iya, hanya ada dua lampu taman yang menyala— akibatnya, pencahayaan tak terlalu terang.Arsen dengan mudah menemukan wanita itu. Dia mendekatinya lalu menyerahkan japitan yang jatuh tadi. "Ini japit kamu jatuh."Tanpa menole, Leina dengan kasar menepis tangan pria itu, membuat japitannya jatuh ke atas rerumputan.Arsen memungutnya, lalu dimasukkan ke dalam kantong celana. Dia lantas duduk di samping Leina."Aku tidak akan meminta maaf karena kamu salah, Leina," katanya.Leina meliriknya. "Kamu kira aku mau minta maaf?""Kamu itu selalu saja keras kepala. Siapa yang memberikanmu ijin keluar rumah? AKu sudah menyuruhmu di rumah— dan apa-apaan kamu ini, memakai gaun seperti ini?" "Memangnya kenapa? Ini gaun untuk ke pesta— apa aku salah memakainya?""Terlalu seksi. Kamu harusnya tidak menggunakan pakaian yang ketat seperti itu. Kamu hanya akan menarik perhatian pria hidung belang— seperti bar
Leina menuruti permintaan Arsen untuk menginap di rumah Dokter Tony. Dialah yang menyiapkan makan malam untuk mereka semua.Dokter Tony sampai takjub dengan makanan yang ada di meja. Dia melihat Arsen dan Leina yang sudah duduk di kursi masing-masing."Rasanya seperti punya putra dan menantu yang baik," katanya sesekali tersenyum pada Arsen.Arsen fokus makan saja, tak mau menanggapi ucapan bermakna ganda dari pria itu. Iya, dia tahu kalau kemungkinan Dokter Tony sudah menduga niatnya mengajak Leina bermalam di situ."Ngomong-ngomong Leina, kamu harusnya tidak perlu memasak sebanyak ini, kamu pasti lelah—“ kata Dokter Tony.Leina tersenyum. "Tidak masalah, Dok. Aku suka masak, kok ... Lagian ..." Ucapannya terhenti, mana mungkin dia mengatakan kalau dia memang masak banyak untuk memperingati ulang tahunnya besok. "Tidak apa, pokoknya aku senang masak banyak.”Tidak ada yang bicara setelah itu. Baik Arsen maupun Leina sama-sama diam. Iya, apalagi Arsen yang sedikit gugup. Bagaimana tid
Leina mengunjungi Arsen di tempat Dokter beberapa hari sekali. Itupun dia hanya datang untuk mengantarkan sesuatu, entah itu masakannya atau barang-barang yang mungkin bisa membuat Arsen ingat. Dia jarang berinteraksi dengan Arsen sendiri.Arsen merasa jaraknya menjadi lebih jauh dari Leina. Akan tetapi, itu malah membuatnya merasa kalau wanita itu memang dekat dengannya. Dia ingin mengobrol dengannya.Hari ini, Leina datang hanya untuk mengantarkan saus daging buatannya karena Arsen menyukainya. Setelah itu, dia berpamitan pulang.Akan tetapi, saat berjalan menuju gerbang keluar dari rumah tersebut, dia langsung dihadang oleh Arsen. Leina kaget, kenapa pria itu ada di luar rumah?"Pulang lebih cepat tanpa menemuiku dulu?" tanya Arsen dengan suara datar. Dia sepertinya kecewa karena Leina seolah menjaga jarak.Leina menoleh ke arah rumah, lalu kembali menatap Arsen. Dia bertanya, "kenapa kamu malah di sini? Kamu 'kan lagi pengobatan? Cepat masuk— lagian kalau ada kenal sama kamu giman
Hans membuka mata.Untuk sesaat, dia masih memproses apa yang terjadi. Dia melihat langit-langit. Kemudian, dia melihat dirinya sendiri yang terbaring di atas ranjang— di dalam kamar yang tidak asing.Pandangannya mengarah ke luar jendela yang tengah terbuka. Udara pagi terasa sejuk dan menenangkan.Tak lama kemudian, pintu kamar itu terbuka, dan seseorang masuk. Dia adalah Ritta— yang langsung kaget melihat pria itu sudah bangun."Hans!“ panggilnya cepat. Dia buru-buru mendekati ranjang. ”Kamu sudah siuman?“Hans bangun dari ranjang. Tubuhnya masih sakit semua, tapi setidaknya sudah baik-baik saja. Dia menatap Ritta, lalu tersenyum. Dia tidak terlalu ingat apa yang terjadi sebelum dia tak sadarkan diri, tapi setidaknya dia berhasil membuat Ritta aman dan Tino ditangkap."Syukurlah kamu baik-baik saja,” katanya.Ritta ingin menangis melihat pria itu. Kedua matanya berair, benar-benar lega. Dia duduk di tepian ranjang, lalu tanpa mengatakan apapun, dia memeluk pria itu dengan seerat mu
Arsen hanya diam saat disuguhi oleh pasta saus daging buatan Leina. Dia masih melihat makanan di atas meja makan depannya itu. Pandangannya menjadi lebih tenang.Entah kenapa— rasanya seperti nostalgia, dan dia sadar akan hal tersebut.Aroma saus yang ada di atas pasta itu menggugah selera, tapi juga membuat sekilas ingatan muncul di kepala. Walaupun, tetap saja— dia masih belum ingat apapun.Dia menatap Leina yang duduk di kursi yang berseberangan meja dengannya. Wanita itu duduk manis sambil memandangi dia. Senyum hangat tampak menghiasi bibirinya.Aneh.Kenapa wanita itu tidak takut? Kenapa masih bisa tersenyum padanya? Kenapa tidak menunjukkan niat membunuh?Padahal tadi dia sudah berbuat kasar, melukainya, membuatnya hampir mati tercekik. Tetapi, senyum hangat tanlepas dari bibirnya.Aneh.Leina heran karena dipandangi terus. Dia bertanya dengan ragu, "ada apa? Kamu ... Kamu tidak suka?“Nasibnya bergantung dari suasana hati Arsen sekarang. Kalau pria itu tidak suka, maka dia sun
Ciuman yang diberikan oleh Leina sangat mengejutkan diri Arsen. Dia tidak mampu bertindak apapun, tidak sanggup melakukan apapun, tidak menolak juga. Bibir wanita itu terasa lembut dan mampu menghangatkan bibirnya yang dingin.Selama beberapa detik, dia hanya terdiam dengan napas yang tertahan. Arsen benar-benar diluluhkan oleh ciuman itu. Untuk sekejap, dia seperti lupa siapa dirinya dan untuk apa di sini. Yang dia pikirkan hanyalah— kenapa rasa ciuman ini begitu hangat?Leina ...Nama itu terlintas di pikiran Arsen. Dia masih betah dengan merasakan ciuman Leina. Dia seperti tertawan oleh bibir wanita itu, seakan tidak sanggup untuk berhenti. Bahkan, dia bak rela kehabisan napas jika itu bisa terus berciuman seperti ini.Segala pemikiran buruknya menjadi sirna untuk sesaat. Hatinya menjadi damai. Dia merasa hidup. Perasaan hangat yang belum pernah dirasakan—Atau ... dia lupakan?Tetapi, dia kemudian tersadar, lalu menjauh dari Leina sehingga ciuman mereka terlepas. Dia menarik napas
Para anak buah Tino membawa pergi Ritta pergi keluar rumah. Ini memaksa Hans untuk berlari mengejarnya. Dia khawatir juga pada Leina, tapi situasinya sangat sulit.Leina sendiri masih berada dalam cengkraman sang kekasih. Dia makin sedih— tidak pernah membayangkan kalau Arsen akan kehilangan ingatannya tentang mereka semua.Butir demi butir air mata mengalir keluar dari kedua matanya. Hanya kesedihan yang menerpanya sekarang."Arsen ... tolong sadarlah!“ pintanya.Dia sama sekali tidak peduli dengan cekikan Arsen yang makin erat. Napasnya sudah sangat terbatas. Ini membuat dada sesak dan pandangan mulai kabur karena pasokan oksigen ke otak menipis.Arsen masih memandangi wajah Leina, berusaha mengingat wanita itu, tapi masih ada kabut hitam yang menyelimutinya. "Aku tidak kenal siapa kamu, tapi kamu memang sepertinya—"Ucapannya terhenti kala merasakan sakit kepala lagi. Entah mengapa, tatapan Leina yang dibanjiri air mata membuatnya tidak nyaman.Ada apa ini?Dia merasa dadanya ikuta
"KELUARKAN AKU DARI SINI!"Teriakan kencang keluar dari mulut Serena berulang kali. Dia sangat panik, takut dan juga gelisah berada di tabung kaca yang perlahan memasukkan air ke dalam.Iya. Dia dikurung di dalam situ dari beberapa jam yang lalu. Sekarang air yang merendam di bawah sudah sampai pinggang. Tinggal menunggu waktulagi sebelum dia benar-benar akan tenggelam.Dia berusaha keras menggebrak - gebrak kaca tabung itu, tapi sekuat apapun pukulannya, tak berhasil juga meretakkan kaca tersebut. Iya, rasanya dia sudah terjebak di dalam permainan sulap, dimana dia tak bisa keluar.Yang lebih memuakkan adalah sejak tadi sudah ada orang yang duduk di kursi tepat di depan tabung. Orang itu bagaikan penonton sulap yang menanti kapan Serena akan mati terendam di dalam tabung."KELUARKAN AKU, WANITA BODOH!" teriak Serena yang muak dan makin panik. Dia tidak terima dengan semua ini. "KENAPA KAMU DIAM SAJA! HARUSNYA KALIAN MEMBAWAKU PERGI MENEMUI ARSEN! MANA ARSEN-KU!""Berisik sekali, sih?
Melawan Arsen dengan kekuatan sendiri itu mustahil, Hans sadar akan hal itu. Karena itulah, dia menjelaskan trik yang bisa dipakai untuk melawannya.Berhubung mereka juga tidak memiliki waktu untuk mengumpulkan rekan, jadi mau tidak mau harus mengandalkan kemampuan diri sendiri.Sesuai dugaannya, ternyata Tino menemukan tempat persembunyian mereka di keesokan harinya. Mereka tidak ragu-ragu langsung masuk ke dalam kawasan perumahan ini. Dia memanfaatkan kondisi perumahan yang sedang sepi untuk menyusup. Dia memerintahkan banyak anak buahnya untuk mengintai di sekitar rumah target."Bagus, sesuai keinginan kita, tetangga kanan, kiri dan depan sedang pergi," ucap Tino saat melihat rumah persinggahan Ritta di seberang jalan. Dia berdiri tepat di bawah pohon rindang, ditemani oleh Nathan.Nathan melihat suasana perumahan yang sepi padahal sudah siang. "Tempat ini sepi sekali ... tapi pasti ada yang masih di rumah 'kan? Bagaimana kalau ada yang mendengar?""Tenang saja, itulah gunanya aku
Leina dan Ritta berhasil sampai di rumah persinggahan darurat dengan aman. Saat mereka sampai, hari sudah gelap.Mereka beruntung tidak ada yang mengikuti. Akan tetapi, Ritta terus menyibukkan diri dengan mengaktifkan keamanan rumah. Dia juga masuk ke ruang monitor. Sebelumnya, Hans meretas kamera pengawas jalan dan disambungkan ke ruang tersebut. Dengan begini, dia bisa tahu kalau ada orang mencurigakan sedang mengawasi rumah.Bangunan itu sendiri berada di dalam perumahan, tidak terlalu padat penduduk. Iya, itu karena lokasinya berada di wilayah di mana kebanyakan penghuni adalah pebisnis yang jarang pulang. Sekalipun tetangga kanan dan kiri rumah singgah itu sudah ada dihuni, tapi penghuninya jarang pulang. Tak heran, kawasan itu sangat sepi.Saat Ritta sibuk dengan semua itu, Leina membuatkan makan malam untuk mereka. Mereka makan malam tak lama kemudian. Tidak ada yang dibicarakan setelah itu karena keduanya sangat lelah.Karena hal itulah, mereka berdua langsung memutuskan un