“Makasih ya, Dok. Kalau begitu, kami pamit dulu.”
Starla memberikan senyuman yang manis kepada Dokter Aldo setelah konsultasi selesai. Aldo yang memang memiliki sifat ramah tinggi, membalas senyuman wanita itu dan mengangguk sekilas.
“Sama-sama. Hati-hati di jalan, La.”
“Bahkan lo tau nama dia?” ucap Agaf tiba-tiba.
Dokter Aldo terkekeh pelan. “Jake udah ngasih tau gue. Lagian, lo juga gak kenalin dia sama gue. Ya udah, sih. Informasi dari Jake berguna juga buat gue.”
Agaf hanya memberikan respon cueknya. Sementara itu, Starla yang menjadi bahan pembicaraan saat ini, melihat Dokter Aldo dan Agaf secara bergantian.
“Loh. Kalian temen deket?” tanya Starla dengan wajah penasaran.
“Hahaha! Memangnya ada temen yang gak pake gue-lo saat ketemuan?” Dokter Aldo memperlihatkan sederet gigi putihnya. Untuk sesaat Starla terkesima. Mengapa begitu banyak lelaki tampan yang berada di sekitarnya. Namun! Setampan apapun lelaki itu, tetap Pak Agaf yang paling tampan menurutnya. Dasar Starla bucin.
“Ooh. Gitu, ya. Soalnya, tadi saya nanya ke Pak Agaf soal Dokter Aldo temen Bapak apa enggak. Eh, saya malah dibilang terlalu banyak tanya,” jelas Starla.
Dokter Aldo kembali tertawa. Tatapannya beralih ke Agaf dengan jenaka. “Lo masih aja bersikap cuek sama cewek. Kalau kayak gini terus, kapan mau punya cewek, Gaf?”
Bibir Agaf langsung berkedut. “Gue gak tertarik punya cewek. Apalagi kayak dia.”
Mata Starla menatap sinis kepada Agaf. “Saya cantik, kok. Memang Pak Agafnya aja yang sinis kalau udah ngomong soal wanita.”
“Sejak kapan saya kayak gitu?” protes Agaf.
“Sejak dari awal kita ketemu.”
“Itu karna kamu yang mesum duluan.”
Untuk kali kedua, rasanya Starla ingin menyumpal mulut Agaf dengan gumpalan kertas. Jika di rumah, Agaf terus terang di depan para pembantunya. Kali ini, di depan orang-orang yang berada di depan ruangan Dokter Aldo. Orang-orang itu saling menatap ke arah Starla dan memberikan tatapan yang Starla ingin mencabut mata orang-orang tersebut.
“Apa Pak Agaf memang suka banget permaluin saya? Udah dua kali loh, Pak.” Starla tersenyum tak sedap.
“Oh. Saya pikir di sini cuma kita bertiga,” jawab Agaf santai yang membuat Starla menelan ludahnya pahit.
Sedangkan Dokter Aldo, lelaki yang hampir sama tinggi dengan Agaf, namun lebih tinggi Agaf, sebisa mungkin menahan kikikannya. Ia menepuk pundak Agaf seraya berkata, “Udah, deh. Lo pulang. Gue bisa gak jadi nerima pasien kalau lo berdua debat mulu. La, bawain Agaf.”
Dan dengan berat hati, Starla meraih lengan Agaf dan membantu lelaki itu untuk kembali ke dalam mobil. Batinnya terus merapal kekesalannya terhadap majikan yang sangat menyebalkan ini. Kalau saja Agaf adalah patung, sudah Starla buang ke ujung antartika.
***
“Asli, Jake! Apa Pak Agaf bener-bener semenyebalkan itu? Atau Pak Agaf memang orang yang polos? Tapi, gue yakin Pak Agaf itu orang yang polos.” Starla langsung cerewet kala menerima panggilan dari Jake.
“Sialan, La. Lo gak biarin gue bernafas sedikitpun. Tanyain kabar gue dulu kek. Apa, gitu… Ini langsung nyerocos sampai gue gak bisa ngedipin mata.”
“Alay lo, Jake.”
Starla menghempaskan tubuhnya ke kasur. Setelah memastikan Agaf di dalam kamar dan melakukan rutinitas yang mungkin lumayan hebat bagi Starla, namun hal itu tidak bisa menutupi kekesalan Starla terhadap Agaf. Starla memasuki kamarnya dan tepat dengan itu Jake menghubunginya.
“Terus, di mana Agaf sekarang? Lo bener-bener nganterin dia cek mata, ‘kan? Gak apa-apain dia, ‘kan?”
Starla menghembuskan nafas kesal. “Wahhh.. Kayaknya dari tadi gue dituduh mulu bikin hal aneh sama Pak Agaf. Ya gila aja gue ngelakuin hal aneh sama dia! Bayangin, gue dituduh mesum sama Pak Agaf, Jake! Padahal, sama sekali gue gak ada kayak gitu! Hahaha! Kayaknya gue udah gak punya harga diri lagi di sini.”
Di seberang sana, terdengar suara Jake yang terbahak. Starla sampai harus menunggu beberapa detik sebelum Jake kembali menormalkan suaranya. Memang sialan.
“Beneran? Pantesan suara lo sekesal ini.”
Memanyunkan bibir, Starla memiringkan tubuhnya ke arah kiri. “Pak Agaf udah aman di kamarnya. Dan sekarang dia lagi baca buku—”
Baca?
“Gak tau, deh. Gue harus nyebutnya gimana. Intinya, gue tau yang dibaca Pak Agaf adalah tulisan braille yang khususnya emang untuk orang yang gak bisa ngeliat. Lo juga pasti tau itu. Dan sebenernya, gue takjub dengan salah satu rutinitas Pak Agaf yang terbilang rajin dengan kondisinya yang kayak gitu—”
“Kalau gue, mungkin gue udah gila banget dengan kondisi gue yang kayak dia. Tapi, Pak Agaf mampu banget dengan membuktikan kalau dia masih rajin baca, kadang denger radio..Wah, bener-bener hebat,” papar Starla. Suara wanita itu bahkan melunak ketika sudah menceritakan sisi lain dari Agaf.
“Banyak orang yang bilang gitu tentang Agaf. Tapi, banyak juga orang yang gak tau gimana perjuangan Agaf sebelum mencapai titik kayak sekarang. Agaf udah ngelewatin hal-hal berat dalam hidupnya,” tutur Jake.
Mendengar hal itu, tentu saja menimbulkan perasaan yang aneh bagi Starla. “Hm. Lo bener. Pasti ada hal yang besar yang udah Pak Agaf lewatin hingga dia kayak gini. Tapi, gue mau nanya satu hal sama lo, Jake.”
“Apaan?”
“Pak Agaf gak pernah punya pacar?”
Jake tiba-tiba tertawa pelan. “Kok lo tiba-tiba nanya gitu?”
“Ya, gue penasaran aja. Dan tiba-tiba gue jadi kepikiran. Apa gak ada satu cewekpun yang lagi atau pernah deket sama Pak Agaf? Padahal, Pak Agaf tipikal cowok yang disukai banyak wanita.”
“Termasuk elo, ‘kan?”
Starla tersenyum tipis. “Itu mah udah pasti.”
“Hahaha. Memang sialan lo, La.”
“Gimanaa? Ada, gak?” desak Starla.
“Panjang kalau mau cerita, La. Tapi, kalau lo mau deketin Agaf mah boleh-boleh aja. Gak ada yang ngelarang, kok.”
“Loh?! Kok seolah-olah gue mau deketin Pak Agaf, sih?” sewot Starla.
“Terus? Gunanya lo nanya itu, apaan?”
“Ya, kan. Gue penasaran doang. Gak ada unsur mo deketin apalagi nge-gebet.”
Lagi-lagi Jake tertawa. Sialan. Sepertinya hari ini dirinya sudah terlalu banyak ditertawakan.
“La.”
“Apa?”
“Lo tau, ‘gak? Kalau lo tuh sebenernya adalah cewek polos?”
Starla mengerjap. Dengan segala banyak tingkah hal yang sudah ia perbuat. Namun, disebut polos oleh Jake? Yang benar saja!”
“Polos kepala lo! Gue gak polos, kok!”
“Hm. Berdebat sampai tahun depan juga gak bakal pernah ngaku sama orang yang gak pernah tau dirinya sendiri gimana.” Jake mengalah.
“Ya, makanya jawab aja pertanyaan gue.”
“Ada, sih. Satu. Mantan Agaf cuma satu. Cuma, sampai sekarang gue gak tau apa Agaf masih berharap tuh cewek kembali lagi apa enggak.”
Untuk sepersekian detik, Starla diam.
“Ceweknya pergi?” tanya perempuan itu yang terdengar seperti cicitan.
“Hm. Setelah kecelakaan, ceweknya pergi. Di satu sisi, gue pikir Agaf bener-bener ngelupain dan benci banget sama dia karna sewaktu tau ceweknya kayak gitu, Agaf tu bener-bener marah.” “Tapi?” tanya Starla penasaran. “Tapi, di satu sisi juga, gue bingung. Kenapa kenangan sama cewek itu masih Agaf simpan sampai sekarang.” *** Starla kembali ke kamar Agaf dan menatap lelaki itu yang sedang duduk di sofa sembari mendengarkan berita dari radionya. Walau masih terbayang percakapannya dengan Jake, Starla berusaha tersenyum tipis--meski tak mungkin dilihat pria itu. Starla kemudian mendekati Agaf beberapa langkah. “Pak Agaf!” Agaf yang tadinya fokus, langsung menekan salah satu tombol remot pada tangannya hingga suara radio tidak terdengar lagi di penjuru kamar. Pandangan Agaf naik, tepat saat itu Starla sudah sejurus berhadapan dengannya. “Apa lagi?” Jika seperti ini, pasti tidak akan ada yang menyangka bahwa pria ini tidak bisa melihat. “Apa lagi?” beo Starla. “Padahal, setelah
Tubuh Starla mendadak lemas ketika sudah sampai di dapur. Tadinya, dia sangat berlagak mengatur lelaki itu dengan semena-mena. Namun, begitu keluar dari kamar Agaf, dirinya tidak sanggup lagi untuk menahan betapa lemas kondisinya sekarang. Lebih tepatnya, ia lemas sekaligus lega karena Agaf tidak lagi mengucapkan hal-hal aneh kepada dirinya.“Hhhh! Asli, lama-lama gue bisa drop kalau ngadepin Pak Agaf yang kayak gitu. Kalau gue dipecat, dari mana lagi gue dapat 20 juta dalam sebulan? Terlebih, gue gak bisa lagi dong ngeliat dia,” ujar Starla. Wanita itu juga tersenyum masam. “Bego lo, La. Masih aja kepikiran si Pak Agaf. Udah deh, gue harus siapin makanan dia.”Starla menguatkan dirinya sendiri.Setelah memaksakan bibirnya untuk tersenyum, wanita itu mulai menempatkan beberapa makanan di dalam nampan yang disertai air minum. Di saat ia ingin mengangkat nampan, justru ia dikejutkan oleh suara seseorang.“Hayoo, lemes ya, lo? Hahaha!”Starla langsung memutar tubuhnya ke arah sumber suar
Dalam beberapa hari ini, sikap Agaf begitu tak biasa terhadap Starla. Selain kejam dan tidak berperasaan, sudah Starla ingatkan bahwa Agaf juga merupakan lelaki yang dingin. Namun, Starla tidak pernah terpikir sikap Agaf akan sangat menguras emosi dan tenaganya. “Kenapa Bapak manggil saya?” kata Starla setelah berada di dalam ruangan Agaf, ia berada di depan Agaf yang sedang meraba huruf brailenya di kursi kerja. Ya, lelaki itu sedang membaca. Agaf pun yang tadinya fokus, langsung menggerakkan kepalanya sedikit dan menutup buku. “Kamu sibuk?” Mata Starla sedikit menyipit. “Tumben Pak Agaf nanya? Padahal Pak Agaf selalu nyuruh saya tanpa nanya kondisi saya gimana.” Agaf sedikit termangu. “Nyuruh saya nyapu halaman yang segeda gaban. Nyuruh saya berkebun, nyuruh saya manen cabe. Nyuruh saya pergi beli pupuk—apa Pak Agaf gak nyadar kalau Pak Agaf udah ngasih perintah yang aneh-aneh dalam beberapa hari ini?” ungkap Starla dengan nada kesalnya. “Pa
Setelah bertempur selama 2 jam di jalanan, akhirnya Starla tiba di rumah Agaf dalam keadaan nafas yang tidak beraturan. Wanita itu juga langsung melihat arloji abunya di tangan kiri.“Udah jam 10 lewat. Kayaknya Pak Agaf udah tidur, deh. Ck! Gara-gara gue, nih, yang kelamaan,” sesal Starla. Wajahnya berubah lesu. Ia yang tadinya ingin menapaki anak tangga, langsung mengurungkan niatnya itu.“Eh, Mbak Starla?” tegur salah satu pelayan di sana.Starla menoleh.“Hm, Bibi? Bibi masih belum pulang?” tanya Starla.Sang Bibi tersenyum tipis. “Bibi baru aja selesai beresin tempat minum Bapak. Ini udah selesai. Bibi juga mau pulang. Mbak lagi ngapain di sini?”Starla menatap Bibi bingung. “B-baru selesai? Artinya, Pak Agaf masih bangun?”Bibi mengangguk cepat. “Bapak masih di ruangan kerja, kok. Memangnya kenapa, Mbak?”Mendapati hal itu, wajah Starla langsung sumri
“Gaf, kamu baik-baik aja? Aku…Serena.”Kata-kata itu kembali mengingatkan Agaf ke satu jam yang lalu karena kedatangan Serena secara tiba-tiba.Marah? Tentu saja amarah Agaf naik. Lelaki itu tanpa berpikir panjang langsung memutar tubuhnya untuk menghadap Serena. Meskipun ia tidak bisa memastikan posisi Serena berada lurus di depannya atau dimanapun, tapi lelaki itu sangat yakin posisi Serena tidak jauh dari dirinya.“Aku lupa untuk mengingatkan ke siapapun supaya melarang kamu untuk gak menginjak rumahku lagi,” cecar Agaf dengan amat sangat datar.Serena tersenyum manis.“Kenapa, Gaf? Kamu paling seneng kalau aku udah datang ke rumah kamu.”“Kamu yakin itu aku yang sekarang?” balas Agaf.Perlahan, senyum Serena meluntur. Namun, sebisa mungkin tetap menarik kedua sudut bibirnya meski Agaf tidak bisa melihat hal itu.“Aku sedang berusaha untuk melakukannya.”
[ Flashback ]Starla menepikan mobil di tepian jalan dengan posisi yang benar saat sudah tiba di tempat martabak tujuannya. Tempat itu berada di seberang jalan dan membuatnya harus berpikir bagaimana cara menyeberangi jalan yang seramai ini.‘Sialan. Kok bisa pada rame banget, sih, malam ini?”Starla merasa kesal sendiri. Untung saja, tempat martabak itu tidak memiliki antrian yang panjang. Dan kalau saja itu terjadi saat ia tiba tadi, ia yakin emosinya kembali naik seperti sebelumnya.Tanpa berlama lagi, Starla menarik napas dan membuang perlahan untuk bersiap tempur bersama kendaraan yang berlalu lalang.Dirinya merentangkan tangan kanannya sebesar 45 derajat ke bawah sebagai tanda bahwa ia ingin menyebrangi jalan dan meminta para pengendara untuk memberinya ruang jalan.Nasib baik Starla, orang-orang tersebut memahaminya. Tidak semua pengendara melajukan kendaraannya dan di situ Starla mulai berjalan cepat untuk
Berulang kali, Starla melirik Agaf dari kaca kecil mobil yang berada di atas kepalanya. Meskipun perjalanan mereka diterpa oleh kemacetan Kota Jakarta, bagi Starla, hal ini tentu tidak mengapa. Ia jadi bisa melihat Agaf sepuas mungkin sekarang.“Pak Agaf.”“Hm,” jawab Agaf, seperti biasa.“Mau tau satu hal?”“Apa?”“Pak Agaf ganteng banget hari ini.”Uhukkk!Agaf langsung tersedak saat itu juga. Kepalanya yang tadinya menoleh ke arah jendela, kini tertuju ke depannya—lebih tepatnya ke Starla. Ekspresi lelaki itu kesal bukan main.“A-apa kamu gak bisa fokus aja nyetirnya?”“Lagi macet, Pak. Apa Bapak gak ngerasa kita belum bergerak selama 5 menit?”“Kalau gitu, cari cara lain!”Bibir Starla mengerucut. “Kok Bapak tiba-tiba marah? Apa Bapak marah dibilang ganteng?”“Kamu bisa diam? Saya pusing banget dengerin kamu bicara yang gak penting dari tadi pagi!”Menghela nafas, Starla akhirnya menoleh ke belakang dan memosisikan wajahnya selurus dengan Agaf. Untuk sesaat, justru dialah yang mer
“Starla. Kita ada di mana sekarang?”Pertanyaan itu memecah keheningan yang terjadi antara Starla dan Agaf. Starla tersenyum tipis, ia sedikit mendekatkan wajahnya ke Agaf yang terlihat bingung.“Apa yang Pak Agaf dengar sekarang?”“Motor. Suaranya besar. Dan….saya ngerasa ini sedikit panas. Saya tau ini lagi di tepi jalan. Tapi, kamu mau apain saya? Ngejual saya?”Starla hampir tertawa.“Saya langsung kaya kalau misalnya ngejual Pak Agaf sekarang juga. Tapi, bukan itu kok maksud dan tujuan saya.”“Terus, apa?”“Bentar. Bapak jangan bergerak. Saya gak akan lama.”Belum sempat mencegah Starla. Starla sudah lebih dulu menjauhi Agaf. Agaf hanya bisa menghembuskan nafas panjang. Dan beberapa menit kemudian, Agaf bisa merasakan bahwa seseorang mendekatinya. Sudah pasti bahwa itu Starla.“Nih! Coba Pak Agaf rasain!” kata Starla seraya menyodorkan sebuah es krim berbentuk kerucut kepada Agaf.Tentu kening Agaf langsung berkerut. “Maksud kamu apa?”Starla meraih tangan kanan Agaf dan mengambi
“Starla,” panggil Agaf dan berhasil menghentikan Starla yang mengoceh panjang lebar sedari tadi. “Iya?” “Kamu suka, ya, sama saya?” Starla terdiam untuk beberapa saat. Hingga akhirnya, ia menjawab, “iya, Pak. Saya suka sama Bapak.” Dan beberapa detik kemudian. What?! *** Starla membuka matanya lebar sembari mendudukkan dirinya di sofa. Wanita itu terkejut. Ia juga baru menyadari bahwa kejadian sebelumnya berada di alam mimpi. “Sumpah, lo, La? Ternyata lo mimpi,” ringis Starla. Ia mengacak rambutnya yang kemudian dijambak dan berteriak pelan. “Tapi, gak gitu juga anjir mimpinya. Masa iya lo confess begituan sama Pak Agaf?” Beberapa saat Starla diam. Ia baru menyadari perkataannya. “Wait. Confess?! Enggak! Gue gak suka sama Pak Agaf! Itu namanya ngelantur, Begoooo.” Rasanya, Starla ingin menghilang saja dari bumi. Starla menyingkap selimut yang masih melekat di tubuhnya. Ia juga baru menyadari bahwa ia tertidur di sofa akibat belum selesai mengerjakan pekerjaannya tadi malam. “T
Starla hampir berteriak melihat dokumen-dokumen pekerjaan milik Agaf yang berserakan di meja kerja miliknya. Setelah Jake memberikan pekerjaan tambahan yang tentu saja menyebalkan, Jake meminta Agaf untuk menyediakan ruangan kerja Starla dan lelaki itu menyetujuinya. Jake tidak menyarankan meja kerja Starla berada di kamar tidurnya sendiri karena Jake tahu Starla tidak bisa fokus ketika melihat ranjang alias suka mengantuk.Dan di sinilah Starla berada sekarang. Di rumah Agaf. Di ruang kerja baru miliknya. Dengan kondisi wajah yang berantakan. “Oh my God! La! Udah jam 1 malam. Eh, dini hari, deng. Masa iya lo belum tidur sama sekali.” Starla merengek melihat keadaannya sendiri.Dia menjatuhkan pulpen di atas kertas dokumen dan menegak segelas air putih. Baru dua hari bekerja saja dirinya sudah selelah ini, apalagi dua bulan mengerjakan hal yang sama. Starla selalu berharap bahwa tubuhnya baik-baik saja untuk ke depannya.Tok tok tok.Suara ketukan pintu terdengar dan mengalihkan atens
“Starla. Kita ada di mana sekarang?”Pertanyaan itu memecah keheningan yang terjadi antara Starla dan Agaf. Starla tersenyum tipis, ia sedikit mendekatkan wajahnya ke Agaf yang terlihat bingung.“Apa yang Pak Agaf dengar sekarang?”“Motor. Suaranya besar. Dan….saya ngerasa ini sedikit panas. Saya tau ini lagi di tepi jalan. Tapi, kamu mau apain saya? Ngejual saya?”Starla hampir tertawa.“Saya langsung kaya kalau misalnya ngejual Pak Agaf sekarang juga. Tapi, bukan itu kok maksud dan tujuan saya.”“Terus, apa?”“Bentar. Bapak jangan bergerak. Saya gak akan lama.”Belum sempat mencegah Starla. Starla sudah lebih dulu menjauhi Agaf. Agaf hanya bisa menghembuskan nafas panjang. Dan beberapa menit kemudian, Agaf bisa merasakan bahwa seseorang mendekatinya. Sudah pasti bahwa itu Starla.“Nih! Coba Pak Agaf rasain!” kata Starla seraya menyodorkan sebuah es krim berbentuk kerucut kepada Agaf.Tentu kening Agaf langsung berkerut. “Maksud kamu apa?”Starla meraih tangan kanan Agaf dan mengambi
Berulang kali, Starla melirik Agaf dari kaca kecil mobil yang berada di atas kepalanya. Meskipun perjalanan mereka diterpa oleh kemacetan Kota Jakarta, bagi Starla, hal ini tentu tidak mengapa. Ia jadi bisa melihat Agaf sepuas mungkin sekarang.“Pak Agaf.”“Hm,” jawab Agaf, seperti biasa.“Mau tau satu hal?”“Apa?”“Pak Agaf ganteng banget hari ini.”Uhukkk!Agaf langsung tersedak saat itu juga. Kepalanya yang tadinya menoleh ke arah jendela, kini tertuju ke depannya—lebih tepatnya ke Starla. Ekspresi lelaki itu kesal bukan main.“A-apa kamu gak bisa fokus aja nyetirnya?”“Lagi macet, Pak. Apa Bapak gak ngerasa kita belum bergerak selama 5 menit?”“Kalau gitu, cari cara lain!”Bibir Starla mengerucut. “Kok Bapak tiba-tiba marah? Apa Bapak marah dibilang ganteng?”“Kamu bisa diam? Saya pusing banget dengerin kamu bicara yang gak penting dari tadi pagi!”Menghela nafas, Starla akhirnya menoleh ke belakang dan memosisikan wajahnya selurus dengan Agaf. Untuk sesaat, justru dialah yang mer
[ Flashback ]Starla menepikan mobil di tepian jalan dengan posisi yang benar saat sudah tiba di tempat martabak tujuannya. Tempat itu berada di seberang jalan dan membuatnya harus berpikir bagaimana cara menyeberangi jalan yang seramai ini.‘Sialan. Kok bisa pada rame banget, sih, malam ini?”Starla merasa kesal sendiri. Untung saja, tempat martabak itu tidak memiliki antrian yang panjang. Dan kalau saja itu terjadi saat ia tiba tadi, ia yakin emosinya kembali naik seperti sebelumnya.Tanpa berlama lagi, Starla menarik napas dan membuang perlahan untuk bersiap tempur bersama kendaraan yang berlalu lalang.Dirinya merentangkan tangan kanannya sebesar 45 derajat ke bawah sebagai tanda bahwa ia ingin menyebrangi jalan dan meminta para pengendara untuk memberinya ruang jalan.Nasib baik Starla, orang-orang tersebut memahaminya. Tidak semua pengendara melajukan kendaraannya dan di situ Starla mulai berjalan cepat untuk
“Gaf, kamu baik-baik aja? Aku…Serena.”Kata-kata itu kembali mengingatkan Agaf ke satu jam yang lalu karena kedatangan Serena secara tiba-tiba.Marah? Tentu saja amarah Agaf naik. Lelaki itu tanpa berpikir panjang langsung memutar tubuhnya untuk menghadap Serena. Meskipun ia tidak bisa memastikan posisi Serena berada lurus di depannya atau dimanapun, tapi lelaki itu sangat yakin posisi Serena tidak jauh dari dirinya.“Aku lupa untuk mengingatkan ke siapapun supaya melarang kamu untuk gak menginjak rumahku lagi,” cecar Agaf dengan amat sangat datar.Serena tersenyum manis.“Kenapa, Gaf? Kamu paling seneng kalau aku udah datang ke rumah kamu.”“Kamu yakin itu aku yang sekarang?” balas Agaf.Perlahan, senyum Serena meluntur. Namun, sebisa mungkin tetap menarik kedua sudut bibirnya meski Agaf tidak bisa melihat hal itu.“Aku sedang berusaha untuk melakukannya.”
Setelah bertempur selama 2 jam di jalanan, akhirnya Starla tiba di rumah Agaf dalam keadaan nafas yang tidak beraturan. Wanita itu juga langsung melihat arloji abunya di tangan kiri.“Udah jam 10 lewat. Kayaknya Pak Agaf udah tidur, deh. Ck! Gara-gara gue, nih, yang kelamaan,” sesal Starla. Wajahnya berubah lesu. Ia yang tadinya ingin menapaki anak tangga, langsung mengurungkan niatnya itu.“Eh, Mbak Starla?” tegur salah satu pelayan di sana.Starla menoleh.“Hm, Bibi? Bibi masih belum pulang?” tanya Starla.Sang Bibi tersenyum tipis. “Bibi baru aja selesai beresin tempat minum Bapak. Ini udah selesai. Bibi juga mau pulang. Mbak lagi ngapain di sini?”Starla menatap Bibi bingung. “B-baru selesai? Artinya, Pak Agaf masih bangun?”Bibi mengangguk cepat. “Bapak masih di ruangan kerja, kok. Memangnya kenapa, Mbak?”Mendapati hal itu, wajah Starla langsung sumri
Dalam beberapa hari ini, sikap Agaf begitu tak biasa terhadap Starla. Selain kejam dan tidak berperasaan, sudah Starla ingatkan bahwa Agaf juga merupakan lelaki yang dingin. Namun, Starla tidak pernah terpikir sikap Agaf akan sangat menguras emosi dan tenaganya. “Kenapa Bapak manggil saya?” kata Starla setelah berada di dalam ruangan Agaf, ia berada di depan Agaf yang sedang meraba huruf brailenya di kursi kerja. Ya, lelaki itu sedang membaca. Agaf pun yang tadinya fokus, langsung menggerakkan kepalanya sedikit dan menutup buku. “Kamu sibuk?” Mata Starla sedikit menyipit. “Tumben Pak Agaf nanya? Padahal Pak Agaf selalu nyuruh saya tanpa nanya kondisi saya gimana.” Agaf sedikit termangu. “Nyuruh saya nyapu halaman yang segeda gaban. Nyuruh saya berkebun, nyuruh saya manen cabe. Nyuruh saya pergi beli pupuk—apa Pak Agaf gak nyadar kalau Pak Agaf udah ngasih perintah yang aneh-aneh dalam beberapa hari ini?” ungkap Starla dengan nada kesalnya. “Pa
Tubuh Starla mendadak lemas ketika sudah sampai di dapur. Tadinya, dia sangat berlagak mengatur lelaki itu dengan semena-mena. Namun, begitu keluar dari kamar Agaf, dirinya tidak sanggup lagi untuk menahan betapa lemas kondisinya sekarang. Lebih tepatnya, ia lemas sekaligus lega karena Agaf tidak lagi mengucapkan hal-hal aneh kepada dirinya.“Hhhh! Asli, lama-lama gue bisa drop kalau ngadepin Pak Agaf yang kayak gitu. Kalau gue dipecat, dari mana lagi gue dapat 20 juta dalam sebulan? Terlebih, gue gak bisa lagi dong ngeliat dia,” ujar Starla. Wanita itu juga tersenyum masam. “Bego lo, La. Masih aja kepikiran si Pak Agaf. Udah deh, gue harus siapin makanan dia.”Starla menguatkan dirinya sendiri.Setelah memaksakan bibirnya untuk tersenyum, wanita itu mulai menempatkan beberapa makanan di dalam nampan yang disertai air minum. Di saat ia ingin mengangkat nampan, justru ia dikejutkan oleh suara seseorang.“Hayoo, lemes ya, lo? Hahaha!”Starla langsung memutar tubuhnya ke arah sumber suar