Share

Part 4

Penulis: rainydaily
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Agaf langsung berdiri. “L-lo?! Lo beneran cewek di bar kemarin?!”

Jake menatap Agaf dan Starla secara bergantian. “Loh? Kalian pernah ketemu?”

“D-dia cewek yang godain gue di Bandung kemarin. Dia Jake! Ngapain lo bawa dia ke sini?!” terang Agaf.

Starla menggeleng kepala cepat. “Saya gak pernah godain Bapak. Apa Pak Agaf ngerasa gitu?”

Agaf menggeram. “Minta nomor hp dan bilang kalau lo tertarik sama gue. Apa lagi kalau bukan lo godain gue?!”

“Tapi saya gak pernah ngajak Bapak tidur.”

Jake yang di belakang Agaf hanya bisa tertawa sembari mengacak rambutnya acak. Sementara Agaf, matanya semakin melebar dan sekarang ia malah tampak gagap.

“Gue bisa gila kalau punya asisten kayak lo. Jake, apa gak ada orang lain? Kenapa harus cewek ini?!”

“Karna cuma dia yang gue tau punya karakter kerja keras kayak gue.”

“Tadinya, gue hampir toleransi karna dia cewek. Tapi, kalau ceweknya kayak dia—”

Agaf menjambak rambutnya frustasi. Sialan. Sebanyak manusia yang berada di Jakarta, kenapa harus wanita ini yang masuk ke dalam rumahnya?

“Dia penggoda, Jake! Gue gak suka sama cewek penggoda!” murka Agaf. Kemudian, bergerak menuju ke anak tangga. Lelaki itu kembali ke kamarnya.

Starla yang melihat Agaf menaiki anak tangga, langsung menghampiri Jake. “Apa Pak Agaf memang semarah itu?”

Jake tertawa pelan. “Tenang aja. Dia emang gitu bawaannya. Pemarah, tapi sebenarnya baik.”

“Selama ini lo kerja sama sikapnya yang kayak gitu?”

Jake mengangguk. “Kalau udah terbiasa, lo cuma akan ketawa kalau ngeliat dia yang lagi kesal.”

“Apa gue masih bisa kerja di sini?”

Menatap Starla, Jake menyipitkan matanya. “Gue mau nanya satu hal dulu. Lo…. bener-bener godain Agaf waktu di Bandung kemarin? Bahkan, gue gak tau lo datang juga ke acara itu.”

“Gue gak godain, kok. Kan udah gue bilang gue cuma ngajak kenalan dan minta nomor hp. Gue sama sekali gak ngajak dia tidur.”

“Kok lo bisa sialan juga ya, La? Lo ngajak kenalan cowok? Gak kebalik, tuh?”

“Emang ada dosa minta nomor cowok? Atau minta nomor cowok termasuk aib? Setau gue sih enggak.”

Jake hanya menghela nafas panjang. Kemudian berdiri dan menjentik dahi Starla. “Gengsi, La. Gengsi! Sekali-sekali lo harus belajar itu sama gue.”

“Kayak lo punya gengsi aja setiap ketemu cewek cantik,” cibir Starla.

Dan Jake mengendikkan kedua bahunya. Lalu, menyusul Agaf ke dalam kamar.

******

“Gaf, lo bener-bener gak mau Starla ada di sini?” tanya Jake saat ia telah menyusul Agaf ke dalam kamar.

“Gak. Lo bisa nyari yang lain,” jawab Agaf.

“Udah gue bilang kalau Starla itu memenuhi kriteria yang sama dengan gue. Kenapa lo malah nolak?”

“Bukannya gue udah bilang kalau dia cewek gak bener? Kenapa lo gak percaya sama gue?”

Jake yang tak dapat menahan tawanya pun akhirnya tertawa. Bagaimana mungkin tidak menambah kekesalan bagi seorang Agaf?

“Gimana ya cara bilangnya...,” pikir Jake. “Nah! Gini, Gaf. Starla itu temen gue dari TK. Untuk alasan kenapa gue rekrut dia bukan cuma karna gue kenal sama dia. Tapi, dia emang mampu.”

“Dan untuk masalah yang di bar—masalah lo sama dia, percaya sama gue kalau gue juga gak percaya kenapa dia bisa nekat ngelakuin itu sama lo. Karna kalau gak salah gue, Starla tuh tipe yang gak bisa dideketin sama cowok karna sifatnya yang pemarah. Atau…. dia emang suka sama lo?”

Agaf ingin menyela, namun dengan cepat Jake berkata, “gue juga gak tau. Yang jelas, tolong, biarin dia kerja di sini.”

Agaf menarik nafasnya guna untuk menetralkan kekesalannya. “Gue bisa gila.”

“Lagian, gak ada salahnya juga, sih. Bukannya dia cuma ngajak lo kenalan? Lo gak diajak tidur, Gaf.”

“L-lo bela dia?!” sentak Agaf

Jake langsung menggeleng cepat. “Tidak! Gue sama sekali gak ngebela dia! Dia salah! Dan gue udah marahi dia tadi!”

Jelas sekali Jake tidak ingin Agaf semakin marah padanya. Bisa-bisa bukan Starla saja yang tidak diinginkan Agaf ada di sini. Dia juga.

“Ck! Keluar sana lo!”

“Lo nerima Starla, ‘kan?” tanya Jake hati-hati.

“Keluar, Jake!”

“Starla mulai hari ini kerjanya, ya?”

Agaf mengangkat tongkat ke udara dan seketika itu Jake langsung mengacir keluar kamar. Percayalah, jika Agaf sudah mengangkat tongkatnya, berarti akan ada satu korban di dalam rumah ini.

***

“Huftt! Untung badan gue masih lengkap,” kata Jake sambil memegang area dadanya saat kembali ke ruang tamu.

Starla yang masih berdiri di sana, berbalik dan menghadap Jake. “Gimana hasilnya?”

Jake menghentikan langkahnya.

“Tenang. Semuanya baik-baik aja.”

“Gue bisa kerja di sini?”

“Tentu aja.”

Starla menaikkan kedua sudut bibirnya. Rasa gejolak dalam dadanya rasanya tidak sia-sia jika hasilnya seperti ini.

“Terus, gimana? Gue mulai sekarang? Detik ini juga?”

“Enggak. Gue harus kenalin dulu bagian-bagian di rumah ini, termasuk pelayan yang ada di sini. Sebentar lagi gue bakalan ngajak lo keliling. Jadi siap-siap aja.”

“Gue sama lo aja?”

“Terus lo mau sama Agaf?” decak Jake.

“Ck, kok lo tau gimana isi pikiran gue?”

Jake menepuk keningnya. “Agaf bener. Lo emang udah gila jadi cewek,” ujar Jake. “Jujur ke gue, La. Lo beneran suka sama Agaf?”

“Cewek mana yang gak suka sama cowok yang kayak Agaf?

“Hhhh…, lama-lama gue yang bisa gila ngadepin lo. Ayo, sekarang aja lo ikut gue!”

Starla tertawa pelan, kemudian mengikuti Jake.

***

“Pak Agaf tinggal sendiri di rumah sebesar ini?” tanya Starla ketika mereka hampir menyelesaikan tour rumah Agaf.

Jake menatap Starla.

“Ini rumah hasil kerja kerasnya sendiri. Jadi, gak ada salahnya kalau dia tinggal sendiri.”

Starla tersenyum tipis. “Gue nanya doang, Jake. Gak perlu gitu tatapan lo.”

“Agaf punya keluarga. Tapi, dia sendiri.”

Senyuman Starla perlahan luntur dan wanita itu berdeham pelan. “Mereka gak akur?”

“Gak akur. Banget. Apalagi semenjak kematian kedua orangtua Agaf, saudara-saudara Agaf tuh banyak tingkahnya.”

“Saudara-saudara?” ulang Starla.

“Iya. Agaf punya 2 saudara. Dan sumpah, mereka nyebelin banget. Gue cuma nitip pesan aja supaya lo gak terlalu gegabah kalau mereka udah datang ke sini.”

Starla mengangguk paham. Jika Jake saja sudah mengatakan hal seperti itu, tidak ada alasan lain bagi Starla untuk tidak mempercayainya.

Btw, dua saudaranya itu—cowok?”

“Satu cowok, satu cewek. Yang cowok pengacara terkenal, dan yang cewek adalah model terkenal. Kalau lo tau model cewek terkenal yang punya nama belakang Arghadana, berarti itu dia.”

“Terrysia Arghadana?” tebak Starla.

Dan saat itu juga Jake langsung menjentikkan jemarinya. “Bener. Eh, kok lo bisa tau?”

Starla sedikit mendengkus. “Lo pikir gue kudet? Jelas-jelas Terrysia lagi muncul namanya di mana-mana karena isu pacaran dengan konglomerat. Lebih singkatnya, dia jadi—”

“Oke. Oke. Gak perlu lo lanjutin lagi. Itu—agak sensitif,” potong Jake.

“Bukannya isu perselingkuhan emang selalu sensitif?” papar Starla tanpa menyadari mata Jake semakin membulat.

“Lo kalau ngomong bisa di filter dulu gak, sih? Pantesan Agaf kesal sama lo setengah mati. Orang mulut lo begini. Untung aja lo gak ngajak dia tidur waktu itu, kalau sampai iya, gue gak tau lagi harus belain lo gimana lagi.”

Langkah Starla mendadak berhenti. Di mana, saat itu juga Jake berhenti dan menoleh ke arahnya. “Apa lo? Jangan bilang kalau lo tersinggung dengan kata-kata gue barusan.”

“Jelas gue tersinggung. Tapi, bukan itu,” desis Starla. “Gue baru ingat, kalau waktu itu gue minta nomor hp sama nama Pak Agaf. Yang idiotnya, kok gue bisa gak tau ya kalau itu Pak Agaf?” Wanita itu terlihat sesal.

Jake langsung mencibir. “Astaga, La. Lo baru nyadar kalau lo itu idiot?”

Geplak!

Starla melayangkan tangannya ke bahu Jake dan di situlah Jake meringis karena merasakan sakit yang luar biasa di bahunya. Starla benar-benar pejantan.

“Gila lo! Abang lo ini! Maen nabok-nabok aja!” gerutu Jake.

“Abang dari Hongkong! Kita cuma beda setahun dan tetanggaan. Lo aja yang sering anggap gue adek!”

“Kita pure beda setahun ya, La. Jadi, emang sejauh 365 hari jarak umur kita.”

Starla melengos kesal. Berdebat dengan Jake memang selalu akan sepanjang ini. “Udah, deh. Masih ada lagi, gak? Yang harus gue liat?”

Jake menghela nafas panjang. “Gak ada. Tinggal daftar keseharian Agaf aja yang harus lo hapalin. Dan itu, pantang banget bagi lo ngelupain itu.” Lelaki itu dengan suara yang penuh peringatan.

“Banyak banget, Jake?”

“Banget,” tegas Jake. “Dan gue harap lo tahan-tahan aja dengan sikap Agaf yang…yaa, pokonya semangatlah buat lo. Percaya sama gue, gue milih lo karna lo udah kebal dengan banyak hal di luar sana. Makanya, lo harus ngucapin terima kasih ke gue karena udah gue percayain di sini.”

Starla tersenyum kecut. Terlebih, Jake mengelus pundaknya beberapa saat. Rasanya Starla benar-benar akan menghadapi sebuah bencana dalam menghadapi Agaf. Untuk itu, Starla menyemangati dirinya sendiri dalam hati.

“Oh, iya. Apa gak ada pelayan laki-laki di rumah ini?” tanya Starla tiba-tiba.

“Ada, dong. Tuh, tukang kebun, supir, cuci mobil sama motor. Lo pikir itu bukan kerjaan lelaki?”

“Ck! Maksud gue yang mengurus Agaf. Kayak, mandiin Agaf atau bantu dia gantiin baju?”

“Kenapa? Lo mau bantuin Agaf dalam hal itu juga?” ledek Jake melihat polosnya wajah Starla.

“Lo pikir gue cewek mesum atau gimana? Tapi, kalau Pak Agaf mau, gue juga gak keberatan, kok.”

Jawaban ringan Starla justru melayangkan jentikan Jake ke kening wanita itu.

“Lo bener-bener idiot! Lo suka Agaf apa gimana, sih? Baru kali ini gue ngeliat lo kayak gini,” rutuk Jake yang benar-benar tidak habis pikir.

“Kan, udah gue bilang dari awal. Cewek mana, sih, yang gak suka sama Agaf?” Starla tersenyum. Senyum yang tidak bisa dianalisa oleh Jake dan membuat lelaki itu berpikir setengah mati.

“Udah, deh. Ternyata bisa sakit kepala juga kalau lama-lama bicara sama lo,” putus Jake. Lelaki itu kembali berjalan dan Starla kembali mengikutinya.

“Mau ke mana, Jake?”

“Kamar tidur lo.”

“Oh, gue tidur di sini juga?”

“Gue gak akan bayar lo mahal kalau lo gak 24 jam ngawasin Agaf,” terang Jake yang membuat bibir Starla membulat dan beberapa detik kemudian tersenyum lebar.

“Jake, gue senang banget, deh.”

“Iya. Karna bayaran lo mahal banget?”

“Bukan. Karena gue bisa satu rumah sama Pak Agaf.”

“Astaga, Starla!”

Di situlah tawa Starla langsung meledak. Sedangkan Jake, sebisa mungkin mengontrol kekesalannya terhadap wanita satu itu.

Bab terkait

  • Asisten Sang CEO Buta   Part 5

    Starla tau jika Agaf adalah salah satu lelaki yang bersifat dingin. Namun, Starla juga tidak menyangka bahwa suasana makan Agaf benar-benar hening kalau saja tidak ada suara sendok yang berdenting.“Gaf, gue bakalan pulang malam ini. Starla juga udah mulai tidur di sini. Jadi, lo bisa manggil dia kapan aja,” kata Jake sembari memandang Starla yang berdiri lurus depan Agaf di kursi seberang.Starla pun mengangguk yakin. Ia juga memberi senyum kepada Jake.“Hm.”Dan, gumaman itu membuat Starla menatap Agaf ngeri, lelaki itu… ah, memang sama sekali tidak bisa berbicara sedikit pun.“Ingat ya, Gaf. Jangan diem-diem aja. Terkadang, gue juga takut sama lo yang terus-terusan diem. Udah kek hantu aja,” celetuk Jake.Agaf akhirnya berdecak. “Bawel, Jake. Gue mau makan,” gerutu lelaki itu tanpa mengubah sedikitpun gerakan makanannya.Dalam mata Starla, gerakan makan Agaf sangat teratur dan nyaris Starla tidak percaya bahwa Agaf adalah sosok lelaki tampan namun buta. Dengan tangan yang bergerak

  • Asisten Sang CEO Buta   Part 6

    Dengan malas, Agaf sudah kembali berkata, “Basi. Nyatanya, kebanyakan orang mengulangi hal yang sama setelah ngomong itu.”“Itu ‘kan orang lain, Pak. Bukan saya,” bela Starla.“Oh ya?”Starla menaikkan bibirnya sedikit. “Iya. Kalau Bapak gak percaya. Kita liat aja besok,” tantang wanita itu.Agaf mendengkus. Lelaki itu menyilangkan kedua tangannya di depan dada. “Kamu siapa seenaknya menyuruh saya?”“Yang jelas saya asisten Bapak.”“Bukan berarti kamu berhak menyuruh saya.” Nada suara Agaf semakin datar saja.“’Kan saya gak ada menyuruh Bapak,” papar Starla dengan cara bicaranya yang membela diri sendiri.“Kamu masih mau berdebat?” Agaf kesal.“Bapak yang ngajak saya ngomong.”Agaf membuang nafas panjang. Teman baik Jake yang satu ini berhasil membuatnya sakit kepala dari awal pertemuan. Yang herannya, mengapa Jake masih mempertahankan teman yang seperti ini. Apa lelaki itu tidak memiliki wanita lain untuk diajak berteman?“Ck! Udah. Saya butuh pakaian saya sekarang.”“Bapak udah mand

  • Asisten Sang CEO Buta   Part 7

    Usai tiba di tempat Aldo, Starla keluar untuk mencari angin di taman rumah sakit. Wanita itu duduk di kursi panjang, di bawah pohonan rindang, dan sedikit memandang orang-orang yang berada di taman tersebut.Starla membuang nafas lelah. Sebenarnya, tadi Starla ingin menemani Agaf di dalam ruangan Aldo. Dan sayangnya, lelaki dingin itu tidak memperbolehkannya.Starla pun tidak ingin memaksakan diri. Ia membiarkan dua lelaki itu di dalam ruangan yang sama. Mungkin, ada pembahasan lain yang tidak boleh Starla dengar. Maka dari itulah, Agaf menyuruh Starla keluar.“Duh! Bolanya kena kaki Kakak!” Lamunan Starla langsung buyar ketika ada bola yang mengenai kakinya. Wanita itu menoleh ke anak yang mendekatinya sembari memasang raut yang sedih.“Rina minta maaf ya, Kak. Rina beneran gak sengaja,” ucap anak itu merasa sangat bersalah.Starla yang malah merasa baik-baik saja, menarik kedua sudut bibirnya sampai tersenyum manis. Kalau dari pandangannya, anak tersebut berumur 7 tahun. Agak cadel

  • Asisten Sang CEO Buta   Part 8

    “Makasih ya, Dok. Kalau begitu, kami pamit dulu.”Starla memberikan senyuman yang manis kepada Dokter Aldo setelah konsultasi selesai. Aldo yang memang memiliki sifat ramah tinggi, membalas senyuman wanita itu dan mengangguk sekilas.“Sama-sama. Hati-hati di jalan, La.”“Bahkan lo tau nama dia?” ucap Agaf tiba-tiba.Dokter Aldo terkekeh pelan. “Jake udah ngasih tau gue. Lagian, lo juga gak kenalin dia sama gue. Ya udah, sih. Informasi dari Jake berguna juga buat gue.”Agaf hanya memberikan respon cueknya. Sementara itu, Starla yang menjadi bahan pembicaraan saat ini, melihat Dokter Aldo dan Agaf secara bergantian.“Loh. Kalian temen deket?” tanya Starla dengan wajah penasaran.“Hahaha! Memangnya ada temen yang gak pake gue-lo saat ketemuan?” Dokter Aldo memperlihatkan sederet gigi putihnya. Untuk sesaat Starla terkesima. Mengapa begitu banyak lelaki tampan yang berada di sekitarnya. Namun! Setampan apapun lelaki itu, tetap Pak Agaf yang paling tampan menurutnya. Dasar Starla bucin.“O

  • Asisten Sang CEO Buta   Part 9

    “Hm. Setelah kecelakaan, ceweknya pergi. Di satu sisi, gue pikir Agaf bener-bener ngelupain dan benci banget sama dia karna sewaktu tau ceweknya kayak gitu, Agaf tu bener-bener marah.” “Tapi?” tanya Starla penasaran. “Tapi, di satu sisi juga, gue bingung. Kenapa kenangan sama cewek itu masih Agaf simpan sampai sekarang.” *** Starla kembali ke kamar Agaf dan menatap lelaki itu yang sedang duduk di sofa sembari mendengarkan berita dari radionya. Walau masih terbayang percakapannya dengan Jake, Starla berusaha tersenyum tipis--meski tak mungkin dilihat pria itu. Starla kemudian mendekati Agaf beberapa langkah. “Pak Agaf!” Agaf yang tadinya fokus, langsung menekan salah satu tombol remot pada tangannya hingga suara radio tidak terdengar lagi di penjuru kamar. Pandangan Agaf naik, tepat saat itu Starla sudah sejurus berhadapan dengannya. “Apa lagi?” Jika seperti ini, pasti tidak akan ada yang menyangka bahwa pria ini tidak bisa melihat. “Apa lagi?” beo Starla. “Padahal, setelah

  • Asisten Sang CEO Buta   Part 10

    Tubuh Starla mendadak lemas ketika sudah sampai di dapur. Tadinya, dia sangat berlagak mengatur lelaki itu dengan semena-mena. Namun, begitu keluar dari kamar Agaf, dirinya tidak sanggup lagi untuk menahan betapa lemas kondisinya sekarang. Lebih tepatnya, ia lemas sekaligus lega karena Agaf tidak lagi mengucapkan hal-hal aneh kepada dirinya.“Hhhh! Asli, lama-lama gue bisa drop kalau ngadepin Pak Agaf yang kayak gitu. Kalau gue dipecat, dari mana lagi gue dapat 20 juta dalam sebulan? Terlebih, gue gak bisa lagi dong ngeliat dia,” ujar Starla. Wanita itu juga tersenyum masam. “Bego lo, La. Masih aja kepikiran si Pak Agaf. Udah deh, gue harus siapin makanan dia.”Starla menguatkan dirinya sendiri.Setelah memaksakan bibirnya untuk tersenyum, wanita itu mulai menempatkan beberapa makanan di dalam nampan yang disertai air minum. Di saat ia ingin mengangkat nampan, justru ia dikejutkan oleh suara seseorang.“Hayoo, lemes ya, lo? Hahaha!”Starla langsung memutar tubuhnya ke arah sumber suar

  • Asisten Sang CEO Buta   Part 11

    Dalam beberapa hari ini, sikap Agaf begitu tak biasa terhadap Starla. Selain kejam dan tidak berperasaan, sudah Starla ingatkan bahwa Agaf juga merupakan lelaki yang dingin. Namun, Starla tidak pernah terpikir sikap Agaf akan sangat menguras emosi dan tenaganya. “Kenapa Bapak manggil saya?” kata Starla setelah berada di dalam ruangan Agaf, ia berada di depan Agaf yang sedang meraba huruf brailenya di kursi kerja. Ya, lelaki itu sedang membaca. Agaf pun yang tadinya fokus, langsung menggerakkan kepalanya sedikit dan menutup buku. “Kamu sibuk?” Mata Starla sedikit menyipit. “Tumben Pak Agaf nanya? Padahal Pak Agaf selalu nyuruh saya tanpa nanya kondisi saya gimana.” Agaf sedikit termangu. “Nyuruh saya nyapu halaman yang segeda gaban. Nyuruh saya berkebun, nyuruh saya manen cabe. Nyuruh saya pergi beli pupuk—apa Pak Agaf gak nyadar kalau Pak Agaf udah ngasih perintah yang aneh-aneh dalam beberapa hari ini?” ungkap Starla dengan nada kesalnya. “Pa

  • Asisten Sang CEO Buta   Part 12

    Setelah bertempur selama 2 jam di jalanan, akhirnya Starla tiba di rumah Agaf dalam keadaan nafas yang tidak beraturan. Wanita itu juga langsung melihat arloji abunya di tangan kiri.“Udah jam 10 lewat. Kayaknya Pak Agaf udah tidur, deh. Ck! Gara-gara gue, nih, yang kelamaan,” sesal Starla. Wajahnya berubah lesu. Ia yang tadinya ingin menapaki anak tangga, langsung mengurungkan niatnya itu.“Eh, Mbak Starla?” tegur salah satu pelayan di sana.Starla menoleh.“Hm, Bibi? Bibi masih belum pulang?” tanya Starla.Sang Bibi tersenyum tipis. “Bibi baru aja selesai beresin tempat minum Bapak. Ini udah selesai. Bibi juga mau pulang. Mbak lagi ngapain di sini?”Starla menatap Bibi bingung. “B-baru selesai? Artinya, Pak Agaf masih bangun?”Bibi mengangguk cepat. “Bapak masih di ruangan kerja, kok. Memangnya kenapa, Mbak?”Mendapati hal itu, wajah Starla langsung sumri

Bab terbaru

  • Asisten Sang CEO Buta   Part 18

    “Starla,” panggil Agaf dan berhasil menghentikan Starla yang mengoceh panjang lebar sedari tadi. “Iya?” “Kamu suka, ya, sama saya?” Starla terdiam untuk beberapa saat. Hingga akhirnya, ia menjawab, “iya, Pak. Saya suka sama Bapak.” Dan beberapa detik kemudian. What?! *** Starla membuka matanya lebar sembari mendudukkan dirinya di sofa. Wanita itu terkejut. Ia juga baru menyadari bahwa kejadian sebelumnya berada di alam mimpi. “Sumpah, lo, La? Ternyata lo mimpi,” ringis Starla. Ia mengacak rambutnya yang kemudian dijambak dan berteriak pelan. “Tapi, gak gitu juga anjir mimpinya. Masa iya lo confess begituan sama Pak Agaf?” Beberapa saat Starla diam. Ia baru menyadari perkataannya. “Wait. Confess?! Enggak! Gue gak suka sama Pak Agaf! Itu namanya ngelantur, Begoooo.” Rasanya, Starla ingin menghilang saja dari bumi. Starla menyingkap selimut yang masih melekat di tubuhnya. Ia juga baru menyadari bahwa ia tertidur di sofa akibat belum selesai mengerjakan pekerjaannya tadi malam. “T

  • Asisten Sang CEO Buta   Part 17

    Starla hampir berteriak melihat dokumen-dokumen pekerjaan milik Agaf yang berserakan di meja kerja miliknya. Setelah Jake memberikan pekerjaan tambahan yang tentu saja menyebalkan, Jake meminta Agaf untuk menyediakan ruangan kerja Starla dan lelaki itu menyetujuinya. Jake tidak menyarankan meja kerja Starla berada di kamar tidurnya sendiri karena Jake tahu Starla tidak bisa fokus ketika melihat ranjang alias suka mengantuk.Dan di sinilah Starla berada sekarang. Di rumah Agaf. Di ruang kerja baru miliknya. Dengan kondisi wajah yang berantakan. “Oh my God! La! Udah jam 1 malam. Eh, dini hari, deng. Masa iya lo belum tidur sama sekali.” Starla merengek melihat keadaannya sendiri.Dia menjatuhkan pulpen di atas kertas dokumen dan menegak segelas air putih. Baru dua hari bekerja saja dirinya sudah selelah ini, apalagi dua bulan mengerjakan hal yang sama. Starla selalu berharap bahwa tubuhnya baik-baik saja untuk ke depannya.Tok tok tok.Suara ketukan pintu terdengar dan mengalihkan atens

  • Asisten Sang CEO Buta   Part 16

    “Starla. Kita ada di mana sekarang?”Pertanyaan itu memecah keheningan yang terjadi antara Starla dan Agaf. Starla tersenyum tipis, ia sedikit mendekatkan wajahnya ke Agaf yang terlihat bingung.“Apa yang Pak Agaf dengar sekarang?”“Motor. Suaranya besar. Dan….saya ngerasa ini sedikit panas. Saya tau ini lagi di tepi jalan. Tapi, kamu mau apain saya? Ngejual saya?”Starla hampir tertawa.“Saya langsung kaya kalau misalnya ngejual Pak Agaf sekarang juga. Tapi, bukan itu kok maksud dan tujuan saya.”“Terus, apa?”“Bentar. Bapak jangan bergerak. Saya gak akan lama.”Belum sempat mencegah Starla. Starla sudah lebih dulu menjauhi Agaf. Agaf hanya bisa menghembuskan nafas panjang. Dan beberapa menit kemudian, Agaf bisa merasakan bahwa seseorang mendekatinya. Sudah pasti bahwa itu Starla.“Nih! Coba Pak Agaf rasain!” kata Starla seraya menyodorkan sebuah es krim berbentuk kerucut kepada Agaf.Tentu kening Agaf langsung berkerut. “Maksud kamu apa?”Starla meraih tangan kanan Agaf dan mengambi

  • Asisten Sang CEO Buta   Part 15

    Berulang kali, Starla melirik Agaf dari kaca kecil mobil yang berada di atas kepalanya. Meskipun perjalanan mereka diterpa oleh kemacetan Kota Jakarta, bagi Starla, hal ini tentu tidak mengapa. Ia jadi bisa melihat Agaf sepuas mungkin sekarang.“Pak Agaf.”“Hm,” jawab Agaf, seperti biasa.“Mau tau satu hal?”“Apa?”“Pak Agaf ganteng banget hari ini.”Uhukkk!Agaf langsung tersedak saat itu juga. Kepalanya yang tadinya menoleh ke arah jendela, kini tertuju ke depannya—lebih tepatnya ke Starla. Ekspresi lelaki itu kesal bukan main.“A-apa kamu gak bisa fokus aja nyetirnya?”“Lagi macet, Pak. Apa Bapak gak ngerasa kita belum bergerak selama 5 menit?”“Kalau gitu, cari cara lain!”Bibir Starla mengerucut. “Kok Bapak tiba-tiba marah? Apa Bapak marah dibilang ganteng?”“Kamu bisa diam? Saya pusing banget dengerin kamu bicara yang gak penting dari tadi pagi!”Menghela nafas, Starla akhirnya menoleh ke belakang dan memosisikan wajahnya selurus dengan Agaf. Untuk sesaat, justru dialah yang mer

  • Asisten Sang CEO Buta   Part 14

    [ Flashback ]Starla menepikan mobil di tepian jalan dengan posisi yang benar saat sudah tiba di tempat martabak tujuannya. Tempat itu berada di seberang jalan dan membuatnya harus berpikir bagaimana cara menyeberangi jalan yang seramai ini.‘Sialan. Kok bisa pada rame banget, sih, malam ini?”Starla merasa kesal sendiri. Untung saja, tempat martabak itu tidak memiliki antrian yang panjang. Dan kalau saja itu terjadi saat ia tiba tadi, ia yakin emosinya kembali naik seperti sebelumnya.Tanpa berlama lagi, Starla menarik napas dan membuang perlahan untuk bersiap tempur bersama kendaraan yang berlalu lalang.Dirinya merentangkan tangan kanannya sebesar 45 derajat ke bawah sebagai tanda bahwa ia ingin menyebrangi jalan dan meminta para pengendara untuk memberinya ruang jalan.Nasib baik Starla, orang-orang tersebut memahaminya. Tidak semua pengendara melajukan kendaraannya dan di situ Starla mulai berjalan cepat untuk

  • Asisten Sang CEO Buta   Part 13

    “Gaf, kamu baik-baik aja? Aku…Serena.”Kata-kata itu kembali mengingatkan Agaf ke satu jam yang lalu karena kedatangan Serena secara tiba-tiba.Marah? Tentu saja amarah Agaf naik. Lelaki itu tanpa berpikir panjang langsung memutar tubuhnya untuk menghadap Serena. Meskipun ia tidak bisa memastikan posisi Serena berada lurus di depannya atau dimanapun, tapi lelaki itu sangat yakin posisi Serena tidak jauh dari dirinya.“Aku lupa untuk mengingatkan ke siapapun supaya melarang kamu untuk gak menginjak rumahku lagi,” cecar Agaf dengan amat sangat datar.Serena tersenyum manis.“Kenapa, Gaf? Kamu paling seneng kalau aku udah datang ke rumah kamu.”“Kamu yakin itu aku yang sekarang?” balas Agaf.Perlahan, senyum Serena meluntur. Namun, sebisa mungkin tetap menarik kedua sudut bibirnya meski Agaf tidak bisa melihat hal itu.“Aku sedang berusaha untuk melakukannya.”

  • Asisten Sang CEO Buta   Part 12

    Setelah bertempur selama 2 jam di jalanan, akhirnya Starla tiba di rumah Agaf dalam keadaan nafas yang tidak beraturan. Wanita itu juga langsung melihat arloji abunya di tangan kiri.“Udah jam 10 lewat. Kayaknya Pak Agaf udah tidur, deh. Ck! Gara-gara gue, nih, yang kelamaan,” sesal Starla. Wajahnya berubah lesu. Ia yang tadinya ingin menapaki anak tangga, langsung mengurungkan niatnya itu.“Eh, Mbak Starla?” tegur salah satu pelayan di sana.Starla menoleh.“Hm, Bibi? Bibi masih belum pulang?” tanya Starla.Sang Bibi tersenyum tipis. “Bibi baru aja selesai beresin tempat minum Bapak. Ini udah selesai. Bibi juga mau pulang. Mbak lagi ngapain di sini?”Starla menatap Bibi bingung. “B-baru selesai? Artinya, Pak Agaf masih bangun?”Bibi mengangguk cepat. “Bapak masih di ruangan kerja, kok. Memangnya kenapa, Mbak?”Mendapati hal itu, wajah Starla langsung sumri

  • Asisten Sang CEO Buta   Part 11

    Dalam beberapa hari ini, sikap Agaf begitu tak biasa terhadap Starla. Selain kejam dan tidak berperasaan, sudah Starla ingatkan bahwa Agaf juga merupakan lelaki yang dingin. Namun, Starla tidak pernah terpikir sikap Agaf akan sangat menguras emosi dan tenaganya. “Kenapa Bapak manggil saya?” kata Starla setelah berada di dalam ruangan Agaf, ia berada di depan Agaf yang sedang meraba huruf brailenya di kursi kerja. Ya, lelaki itu sedang membaca. Agaf pun yang tadinya fokus, langsung menggerakkan kepalanya sedikit dan menutup buku. “Kamu sibuk?” Mata Starla sedikit menyipit. “Tumben Pak Agaf nanya? Padahal Pak Agaf selalu nyuruh saya tanpa nanya kondisi saya gimana.” Agaf sedikit termangu. “Nyuruh saya nyapu halaman yang segeda gaban. Nyuruh saya berkebun, nyuruh saya manen cabe. Nyuruh saya pergi beli pupuk—apa Pak Agaf gak nyadar kalau Pak Agaf udah ngasih perintah yang aneh-aneh dalam beberapa hari ini?” ungkap Starla dengan nada kesalnya. “Pa

  • Asisten Sang CEO Buta   Part 10

    Tubuh Starla mendadak lemas ketika sudah sampai di dapur. Tadinya, dia sangat berlagak mengatur lelaki itu dengan semena-mena. Namun, begitu keluar dari kamar Agaf, dirinya tidak sanggup lagi untuk menahan betapa lemas kondisinya sekarang. Lebih tepatnya, ia lemas sekaligus lega karena Agaf tidak lagi mengucapkan hal-hal aneh kepada dirinya.“Hhhh! Asli, lama-lama gue bisa drop kalau ngadepin Pak Agaf yang kayak gitu. Kalau gue dipecat, dari mana lagi gue dapat 20 juta dalam sebulan? Terlebih, gue gak bisa lagi dong ngeliat dia,” ujar Starla. Wanita itu juga tersenyum masam. “Bego lo, La. Masih aja kepikiran si Pak Agaf. Udah deh, gue harus siapin makanan dia.”Starla menguatkan dirinya sendiri.Setelah memaksakan bibirnya untuk tersenyum, wanita itu mulai menempatkan beberapa makanan di dalam nampan yang disertai air minum. Di saat ia ingin mengangkat nampan, justru ia dikejutkan oleh suara seseorang.“Hayoo, lemes ya, lo? Hahaha!”Starla langsung memutar tubuhnya ke arah sumber suar

DMCA.com Protection Status