Ashraf yang telah selesai menelfon pun memperhatikan Yoriko. Dia menyimpan kembali ponselnya ke dalam saku jas dan ikut memperhatikan kamera tersembunyi yang di bawa Yoriko. "Kau tahu lambang apa ini?" tanya Yoriko sembari menunjukkan kamera itu padanya. Ashraf menggeleng pelan, dia memang tidak tahu tapi dia tidak kehilangan akal. "Aku tidak tahu, tapi seseorang pasti bisa memberitahu kita." Yoriko hanya mengerutkan kening sebagai jawaban, dia juga tidak tahu apa yang sedang direncanakan Ashraf kali ini. "Ayo masuk ke mobil dan kita lanjutkan perjalanan ke Hongdae," ajak Ashraf kemudian berjalan masuk ke mobil dan tetap duduk di kursi penumpang sama seperti niat awalnya tadi. Yoriko kemudian menurut dan melakukan hal yang sama. Perempuan itu mulai menyalakan mesin mobil mewah tersebut dan memulai perjalanan kembali. Sekitar pukul empat dini hari, keduanya sudah sampai di salah satu bar dengan pengunjung paling ramai di jalan Hongdae. Daerah itu memang selalu ramai oleh pengunju
"Ku rasa Nona Karalyn tidak perlu menanyakan hal seperti itu padaku." Yoriko mengatakannya diiringi senyuman yang manis. Dia menyingkirkan tangan Karalyn yang masih bertengger di lengannya. Karalyn hanya diam, dia memperhatikan tangan Yoriko yang berniat melepaskan diri darinya. "Karena yang jelas Nona, apa yang anggota biasa seperti ku rasakan tentu tidak akan berpengaruh apa-apa pada Tuan muda Choi." Yoriko melanjutkan ucapnya masih dengan nada yang tenang dan senyuman di wajahnya. "Ta-tapi --""Kalau Nona Karalyn masih ingin mendekati Tuan muda Choi, lebih baik nona lakukan saja sendiri tanpa melibatkan aku. Terimakasih, aku permisi Nona Karalyn Henderson!" Setelah mengatakan itu Yoriko menundukkan kepalanya memberi hormat kemudian dia beranjak dari bar itu untuk menyusul Ashraf yang sudah lebih dulu keluar dari bar. Sepanjang jalan Yoriko merasa kesal, dia tahu banyak perempuan yang menyukai Ashraf. Tapi baru kali ini ada yang meminta bantuan darinya. Entah kenapa rasanya dara
Yoriko mengerjapkan matanya, baru kali ini dia melihat Ashraf memiliki pandangan sedalam ini padanya. Belum lagi seulas senyum manis juga terbit di wajahnya yang tampan dengan garis wajah yang tegas. Sejenak Yoriko merasa tertawan oleh manik mata hitam milik Ashraf. Manik mata hitam itu begitu pekat tapi juga jernih, hal itu membuat Yoriko merasa perlu berlama-lama menatapnya. "Kau sudah tahu, jadi kedepannya jangan banyak bertanya." Yoriko mengerutkan keningnya begitu Ashraf berbicara dengan nada dingin yang benar-benar bertolak belakang dengan ekspresi wajahnya. Setelah itu Ashraf dan Tuan Mun sempat berbicara ringan sekitar sepuluh menit. Tak lama setelahnya mereka memutuskan untuk pergi dari restoran itu dan kembali pada pekerjaan masing-masing. Masih seperti sebelumnya Yoriko menjadi supir bagi Ashraf. Mereka berniat pergi ke kediaman keluarga Choi untuk beristirahat. "Istirahat lah Yoriko, nanti temui aku di jam tiga sore." Ashraf mengatakannya dengan tegas begitu mereka b
Yoriko segera menyerang Ashraf dengan gigih, perempuan itu menggunakan samurainya dengan baik. serangan demi serangan terus dia berikan pada Ashraf. Bahkan ujung samurainya hampir menyentuh leher jenjang Ashraf. Menyadari kalau Yoriko sangat serius dalam latihan, Ashraf pun tersenyum. Dia menaikkan sebelah alisnya kemudian balik menyerang Yoriko. Ashraf mengayunkan pedangnya dengan lincah. Trang!Serangan dari Ashraf ditangkal oleh Yoriko, kini posisi mereka seri dengan samurai dan pedang yang mereka bawa berada menyilang dan sejajar dengan wajah masing-masing. "Tuan muda!"Satu panggilan dari anggota El Abro membuyarkan fokus Ashraf. kemudian dia menarik diri dan menyudahi latihan itu. "Ada apa?" Tanyanya sembari meletakkan pedangnya ke tempat semula. "Tuan Kim Dohan tengah menunggu anda di teras kediaman, ada sesuatu yang ingin dibicarakan." Anggota itu mengatakannya dengan sopan. Ashraf mengangguk kemudian dia menoleh pada Yoriko sebentar sebelum dia beranjak pergi. "Yoriko,
Ashraf hanya tersenyum sekilas kemudian dia bangkit dari duduknya. "Lebih baik kau bersiap saja Yoriko, malam kau akan menemani Lizi ke Shanghai." ucapnya dengan ramah. Yoriko mengangguk patuh, dia masih duduk di tempatnya semula. Setelah itu Ashraf pergi dari sana dan kembali ke ruang kerjanya untuk mengurusi beberapa hal. Tepat jam tujuh malam, saat Ashraf tengah duduk di ruang tamu kediaman sang adik masuk. Suara high heels beradu dengan lantai menggema di seluruh penjuru ruangan. "Baru pulang Liz?" tanya Ashraf sembari mendongakkan kepalanya. Dia meletakkan buku yang sejak tadi dia baca ke atas meja. Kemudian dia mendekati Lizi yang masih berdiri di tengah ruangan tanpa berniat untuk berbicara lama dengannya. "Seperti yang kakak lihat, aku baru saja masuk ke rumah." Lizi berkata tegas. "Ku dengar kau akan ke Shanghai malam ini, benar?" tanya Ashraf lagi. Kali ini dengan mada yang ramah. Lizi mengangguk membenarkan, dia kemudian menatap wajah sang kakak yang tampak tegas di
Tidak mau mati karena termakan rasa penasarannya sendiri, Ashraf kemudian turun dari roof top dan pergi ke gerbang utama kediaman Choi. Anggota El Abro yang bertugas menjaga gerbang pun menundukkan kepalanya memberi hormat ketika mereka melihat kedatangan Ashraf. "Selamat malam Tuan muda, ada yang bisa kami bantu?" tanya salah satu dari dua anggota itu dengan sopan. "Bukan sesuatu yang penting, tapi aku ingin tanya siapa yang tadi sempat berbicara dengan Yoriko?" tanya Ashraf, dia membagi atensinya pada dua anggota yang ada didepannya itu satu-satu. Anggota itu saling pandang, kemudian salah satu dari mereka menunjuk dirinya sendiri. "Saya yang tadi sempat berbicara dengan Nona Yoriko, Tuan muda." "Kalau begitu mari ikut denganku," ajak Ashraf pada anggota itu dengan nada yang datar. Sampai di teras kediaman, Ashraf menatap lurus anggota itu dengan tatapan yang tajam. "Katakan, apa yang Yoriko bicarakan tadi!" perintahnya mutlak. Anggota tadi mengangguk tapi dia tidak berani men
Lizi menggeram menahan emosi yang bisa meledak kapan saja. Dia mengepalkan tangannya kuat-kuat hingga buku-buku jarinya memutih. "Kalau begitu tunjukkan pada ku di mana kau temukan pistol Mauser C96 yang kau katakan itu! Akan aku buktikan kalau bukan itu barang yang aku kirimkan!" Lizi mengeraskan rahangnya dan mengatakan semuanya penuh penekanan. Lizi bahkan sampai berdiri dari duduknya sangking tidak bisa menahan diri. Fengying mengangguk, dia setuju. Lagi pula masalah seperti ini harus diselesaikan dengan baik. "Baiklah, kita akan pergi ke bagian keamanan pelabuhan." Fengying ikut bangkit dari duduknya. Pria itu tampak menyambar mantel hitam miliknya dan berjalan mendahului yang lain keluar dari kantor bea cukai tersebut. Yoriko menghampiri Lizi dan mengusap-usap lengan gadis itu dengan lembut. Berharap dengan itu bisa sedikit memenangkannya. "Jangan khawatir Liz, ini pasti salah paham saja." Yoriko mengatakannya dengan yakin. Lizi menolehkan kepalanya ke arah Yoriko, dia me
Malam harinya Yoriko sudah menunggu di salah satu roof top bangunan bertingkat, menunggu salah satu jet pribadi milik keluarga Choi menjemput dirinya. "Tenang saja, aku baru mengabari kakak kalau kau akan kembali lebih dulu. Jadi segera pergi ke kediaman begitu kau sampai di Korea, jangan pergi ke rumah mu atau ke pelabuhan Gungsan sendirian!" Lizi yang ada di sampingnya berkata cerewet. Yoriko mengangguk paham, dia tahu apa yang harus dia lakukan begitu sampai nanti. Hanya saja, dia sangat khawatir meninggalkan perempuan muda itu di Shanghai. "Kau sungguh akan baik-baik saja kan Liz?" tanya Yoriko yang memandang sendu ke arah Lizi. Yoriko adalah anak tunggal di keluarganya, pantas saat masuk ke El Abro dan bertemu dengan Lizi dia merasa seperti memiliki adik perempuan. Apalagi jarak umur mereka sangat cocok untuk menjadi adik kakak. "Iya, kau jangan ikut-ikutan posesif seperti kakakku Yoriko!" Lizi tertawa gemas, bahkan dia mencubit lengan Yoriko. Keduanya bersenda gurau sejenak
Ashraf panik, dia berlari menuju tubuh Yoriko yang langsung tidak sadarkan diri. Perempuan itu berkorban demi dirinya, Yoriko sangat takut mati. Tapi dia bersedia tertembak demi orang yang dia cintai, yaitu Ashraf. Ashraf memeluk tubuh Yoriko yang mulai lemas. Di rengkuhnya tubuh perempuan berdarah Jepang-Korea Selatan itu. "Yoriko bangun!" Ucapnya berusaha membuat perempuan itu tersadar. Namun tidak ada respon yang diterima dari rekan sekaligus teman baiknya itu. Ashraf menundukkan kepalanya dalam-dalam, dia menyesal. "Sudah aku katakan sebelumnya Yoriko, jangan pernah pertaruhkan nyawa demi cinta. Tapi kau selalu keras kepala."Marco yang juga melihat itu merasa geram, kini hanya ada lima anggota Blair Fulton yang menjaga di sekitar Jeep tempat Tuan Lan dan Xiao juang bersembunyi."Keluar kalian dasar pengecut!" Teriak Marco tidak terima. Dia mengambil alih senapan yang masih dipegang oleh jasad beberapa anggota Blair Fulton yang telah tewas. Marco mulai menembaki para anggota
Tuan Lan dan Xiao Jiang segera bertolak menuju Gangnam begitu proses pemakaman Chen Goufeng dan keluarganya selesai. Kini status Xiao Jiang sendiri cukup terkenal sebagai tunangan mendiang putra perdana menteri. Oleh karena itu Xiao Jiang perlu berhati-hati dalam bertindak di negara asalnya. Akan tetapi tidak ketika dia dan sang ayah berada di Gangnam. Mereka langsung mengepung markas besar El Abro begitu mendapatkan kabar bahwa orang kepercayaan Blair Fulton, Kwon Yuri tewas ditangan Ashraf. Dor!Dor!Dor!Tembakan-tembakan dilepaskan secara tepat sasaran ke arah orang-orang Blair Fulton yang bersembunyi di pepohonan. Setidaknya, Tuan Lan membawa seratus orang anggota Blair Fulton mengepung markas besar El Abro. Hanya lima belas orang saja yang dapat dilihat oleh pihak lawan. Sedangkan sisanya bersembunyi dengan baik, berkamuflase dengan lingkungan tempat sekitar markas besar El Abro. Letak markas yang dikelilingi oleh lahan berisi pepohonan sebagai kamuflase pun memberi jalan ke
Yoriko ditangani dengan baik dan sadar setelah tidak sadarkan diri kurang lebih tiga jam lamanya. Perempuan itu di bius oleh Kwon Yuri begitu dia kalah di dalam penyerangan di hotel milik Senor Hugo. Sebenarnya jika bukan karena jumlah lawan yang tidak sepadan, dan pihaknya tidak dicurigai. Pasti Yoriko tidak akan mudah dibawa oleh orang-orang suruhan Kwon Yuri itu. "Bagaimana keadaan mu Yoriko, apa ada yang masih sakit?" Tanya Ashraf begitu perempuan itu membuka mata. Yoriko tidak segera menjawab, dia malah mengernyitkan dahinya. Merasa heran kenapa Ashraf ada saat dia membuka mata, padahal di ingatan terakhirnya tidak ada pria itu di hotel Senor Hugo. "Ashraf, kau ada di sini?" Tanyanya heran. "Iya aku di sini kenapa? Apa ada yang salah?" Ashraf malah balik bertanya. Sementara di belakangnya ada Ashley dan juga Marco yang tersenyum lebar melihat rekan mereka sadar. "Tidak, maksud ku. Bagaimana kau bisa datang, padahal kau tidak ada di hotel Senor Hugo saat aku di bawa oleh ora
Di tengah-tengah serangan, Ashraf bisa melihat dari kejauhan kalau dia tidak lagi sendirian. Selain Ashley yang memang membantu dirinya, dia bisa melihat ada beberapa anggota yang lain datang membantu. Ashraf tersenyum kecil, dia merasa Tuhan benar-benar ada dengan memberikannya bantuan di tengah keputusasaan dirinya. "Hah! Setidaknya Tuhan mendengar keluhan ku kali ini," gumam Ashraf sembari menatap para musuhnya satu persatu. Kini dia semakin semangat mengalahkan mereka, dia memukul dengan sangat brutal. "Ashraf, biar aku yang mengurus semuanya!" Ashley berkata tegas dari kejauhan. Di tengah kerusuhan dan juga serangan-serangan itu, Ashraf mengangguk paham. Di dekatnya, sudah ada Marco yang merangsek di tengah kerumunan dan juga anak buah Kwon Yuri yang membabi buta. "Mari selamatkan Yoriko Tuan Muda," ajak Marco ketika keadaan didekat mereka mulai terkendali. Ashraf mengangguk, "Ayo!"Keduanya kemudian menarik tali tambang yang mengikat Yoriko. Keduanya menarik tubuh Yoriko
Jiang malah tersenyum lebar ketika melihat tubuh Xiaojun yang ambruk tidak sadarkan diri didepannya. Sedetik kemudian ekspresi wajahnya berubah, dia mendadak berpura-pura panik. "Tolong, siapapun tolong ada yang pingsan di sini!" Teriak Jiang sembari berjongkok di dekat tubuh Xiaojun yang terkapar di lantai rumah sakit. Kondisi koridor rumah saki yang sepi membuat perempuan itu harus berteriak agar mendapatkan bantuan. Tidak lama ada beberapa perawat yang datang dengan tergopoh-gopoh untuk membantu mengangkat tubuh Xiaojun. "Nona keluarga pria ini?" Tanya salah satu perawat begitu tubuh Xiaojun berhasil di pindahkan ke brangkar dan mulai di dorong menuju ruang ICU untuk mendapatkan pertolongan. Jiang mengangguk, "Benar. Aku tunangannya." Perawat itu mengangguk lalu beralih pada Xiaojun yang harus segera mendapatkan pertolongan. Begitu masuk ke ruang ICU, Jiang di hentikan oleh perawat. "Nona silahkan tunggu di luar." Jiang berpura-pura bersedih, dia hanya menatap kosong ke ruan
Ashraf hanya menatap datar dokumen yang ada di depannya. Kemudian dia mengalihkan pandangannya pada Kwon Yuri yang masih menodongkan pistol ke kepala Ashraf. "Tunggu apa lagi Ashraf? Cepat tanda tangani berkas ini!" Kwon Yuri memberikan penekanan pada setiap kalimatnya. Ashraf kemudian melangkah, dia tidak mengalihkan pandangannya ke mana pun. Pria itu masih setia menatap lurus ke arah lawannya. "Apa ucapan mu bisa di pegang Kwon Yuri?" Tanya Ashraf masih tetap dengan nada yang tenang. "Hah! Tentu saja, asalkan kau tanda tangan di berkas itu." Kwon Yuri semakin menekankan nada bicaranya. Ashraf kemudian memperhatikan sekeliling, dia berusaha mencari celah di antara banyaknya anak buah Kwon Yuri yang mengepung dirinya. Ashraf memutar otak, mencari cara terbaik agar bisa lepas dari tekanan Kwon Yuri. Dia bisa saja melakukan perlawanan dengan mudah, akan tetapi Ashraf tidak bisa memastikan keselamatan Yoriko karena tindakannya itu. Akan tetapi Ashraf malah memajukan tubuhnya pada
Ye Siwu tersenyum ramah dan membiarkan seorang pelayan pria yang memang telah dia ajak bekerjasama memberikan botol wine pada keluarga perdana menteri Chen Goufeng. "Permisi Perdana Menteri, aku ingin memberikan wine ini untuk anda." Pelayan itu berkata dengan sopan. Chen Goufeng yang tengah menunggu jawaban dari Xiao Jiang mendecik sebal atas kedatangan pelayan tersebut. Akan tetapi begitu melihat botol yang dibawa, amarah yang semula hendak keluar mendadak reda. "Xiaojun, ini wine yang kau maksud tadi?" Tanya Chen Goufeng pada sang putra. Karena memang sebelum ini, Xiaojun ingin memberikan wine pada sang ayah untuk merayakan pertunangan. Xiaojun yang melihat botol wine serta pelayan yang membawanya mengangguk mengiyakan. "Benar, itu yang aku ingin berikan pada ayah. Lagi pula aku menitipkan ini pada pelayan tadi," jawabnya. Ye Siwu sendiri menahan tawa, menertawakan kebodohan Xiaojun. Karena sebelum memerintah si pelayan, perempuan itu telah memilih siapa orang yang dipercaya
Ashraf hanya menggigit bibir bawahnya menahan emosi yang memuncak. Saat ini dia harus bisa menemukan kembali Yoriko. Akan tetapi dia juga tidak yakin kalau telepon yang dia terima ini akan membawanya pada perempuan itu.Di tengah kebimbangannya, Master Wang yang memang bisa berjalan meski tertatih-tatih itu mendekati Ashraf. "Siapa?" Tanyanya dengan lirih. Ashraf menggedikan bahunya, jawaban kalau dia tidak tahu siapa yang sedang menghubungi dirinya. Master Wang pun paham dengan jawaban yang diberikan. Pria itu berdiri di samping Ashraf, menunggunya menyelesaikan panggilan. ["Ku tanya sekali lagi Ashraf, apa kau mau tahu di mana keberadaan Yoriko?"] Tanya seseorang di seberang sana lagi, mengulangi pertanyaan sebelumnya. Ashraf memejamkan matanya, berpikir keras. Kemudian dia menjawab tenang. "Tentu, jadi katakan di mana perempuan itu?" Tanyanya. ["Kalau kau mau menemuinya, datang lah sendiri ke tempat yang aku katakan. Bagaimana?"]"Ya aku akan ke sana sendirian, jadi cepat ka
Pertunangan Xiao Jiang dan Xiaojun terlaksana dengan baik, keduanya saling bertukar cincin di ikuti oleh sorak sorai para tamu yang ada. Tepukan gemuruh menggema di seluruh gedung tempat acara tersebut digelar. Xiaojun tampak tersenyum lebar, merasa menang atas Xiao Jiang. Dia melirik ke arah sang ayah yang tampak jauh lebih gembira dibanding dirinya. Sementara Xiao Jiang hanya memasang wajah datar. Dia tidak menampilkan ekspresi apa-apa, meskipun para tamu tampak memuji dirinya yang jauh lebih cantik di banding hari-hari biasanya. "Selamat atas pertunangan anda Nona Jiang dan Tuan Muda Cheng!"Para tamu kompak memberikan selamat pada keduanya. Setelah itu acara dilanjutkan dengan pesta. Akan tetapi Xiao Jiang tidak berniat bergabung dalam kerumunan. Perempuan itu malah duduk di kursi yang ada di sudut ruangan. Memperhatikan sekeliling ruangan beserta para tamu yang tampak menikmati acara tersebut. "Semua orang tampak bersenang-senang, tapi kenapa anda malah ada di sini Nona Jian