"Dra bisa nggak lagu lain,"tanyaku bosan mendengar lagu yang sama selama satu jam. Mobil sudah memasuki kota Surabaya tapi sore menjelang malam ini agak macet. Bosan ku dengar lagu nya sampai hafal mati ku dengar.
Now the day bleeds
Into nightfallAnd you're not hereLantun ku malah membuat teringat lagu ini terputar di bandara Jenderal Edward Lawrence Logan, Cambridge, USA. "Merdu tapi sarat dengan duka. Lagu ini juga yang ku dengar tiap kali datang ke Bandara Adisutjipto,"ucap Chandra.
Aish masuk jebakan aku. "Aku ngga sedih,"ucapku masih berusaha tersenyum walau pedih. "Kita pernah dalam kondisi yang sama. Tapi nyatanya transisi ku jadi lebih cerah. Sembunyi di balik senyum cerah ku beda dengan mu sembunyi di balik dingin,"ucap Chandra.
"Lupakan,"ucapku malas berkelit.
Aroma masakan menguar harum memasuki Indra penciuman ku. Setelah ku rasa pas, baru lah ku matikan kompor. "Sweetie udah matang tuh nasinya,"ucap Chandra menyempatkan mengecup singkat pipi ku. Hah sejak kapan sih manusia ini normal. Tapi aku bukan model baper kayak gitu. The real of Dyandra ya nggak ada baper bapernya sama sekali. Kegiatan masak bersama begini memang sudah kebiasaan sejak awal pernikahan. Meskipun belakangan terakhir sikap udah nggak terlalu dingin. Entah kena efek apa. "Assalamu'alaikum," "Wa'alaikumussalam. Biar aku aja yang buka. Kamu nggak berjilbab,"ucap Chandra membuat ku mengangguk. "Wah manten anyar. Mari sarapan bareng,"ucap Chandra membuat ku bergegas memakai jilbab sebelum menyapa tamu yang dimaksud. "Izin Bu,"ucap Shindyca dengan wajah sumringah. Iyalah namanya manten anyar. Kecuali aku yang jelas. "Izin segala Mbak. Jadi ini mas Ceng cengan nya Shindyca,"ucap Chandra membua
Suara nyaring dari MC turut membuka acara pekan lomba antar jurusan di Polinema. Banyak tamu dari berbagai instansi terdekat di undang. Kecuali ya mungkin Pemkot yang enggan datang. You know what I mean, right.Wajah ku di poles sedemikian rupa makin menambah rasa aneh. Kayak mau karnaval rasanya. Berpadu dengan pakaian putih yang khas dengan jas lab dengan kebaya yang tampak menawan. "Kakak foto dulu yuk. Baru kirim ke Bunda sama Ayah,"ucap Dhita mengarahkan kamera ke wajahku."Dhit gantian dong,"ucap mahasiswi yang lain. Tentu saja satu jurusan. Hanya aku mungkin yang bukan mahasiswi di pajang begini. "Oke oke. Kak Dyan kalo di sini milik Teknik Kimia,"ucap Dhita sembari terkekeh geli. "Waduh Bu wadanskuadron ngga ada obat,"ucap Dewi membuat ku tersenyum tipis."Ayo kita bawa maskot kita maju,"ucap Natasya mengajakku berjalan memimpin barisan jurusan. Menyanyikan yel-yel dengan semangat bahkan aku sampai lupa kalo bukan lagi mahasiswa. Melewati red carpet d
"Kak Dyan. Ish seneng banget tau. Bisa ngobrol bareng kayak gini,"ucap Dhita bahagia. Malam ini ku habiskan waktu di salah satu pusat perbelanjaan di Malang. Riuh nan ramai khas suara mall kadang membuat ku bertanya. Bagaimana pun riuh sekitar, pikiran tetap berfokus pada ponsel yang tak kunjung memberi kabar.Terakhir kali kemarin begitu sampai di Jatinangor dengan selamat. Tapi semua itu wajar lagian dia kan ke sana karena ada urusan. Harusnya sekarang dia sudah pulang. Tapi ngga tau lah. Mungkin juga sibuk."Hayooo tungguin telfon Kak Chandra ya,"yang Dhita membuat ku menggeleng cepat. "Nggak Dhit. Udah mau Magrib. Pulang yuk,"ajak ku. "Ayo. Oiya Kak singgah ke rumah Bunda dulu ya. Baju ku buat nginap ketinggalan. Hehehe ngga papa kan,"tanya Dhita."Oke,"ucapku mengangguk sembari fokus dengan tangga eskalator yang tampak monoton. Musik dalam mall terdengar begitu nyaring namun tak sedikit pun membuat ku terasa nyaman. P
Semilir angin tak menyurutkan semangat ku beranjak ke suatu ruangan VVIP rumah sakit lantai 8. Kamar Flamboyan No 14. Dengan beberapa jenis masakan yang telah ku bawa dari rumah.Ku buka pintu kamar menampilkan wajah serius nan rupawan tengah membaca koran di temani sanak keluarga. "Kak Dyan darimana,"tanya Dhita. "Habis masak di rumah tadi,"ucapku menyajikan makanan yang ku bawa. "Aduh Nduk ngga usah repot-repot. Kan bisa pesen,"ucap Nafisa."Nggak papa Bun udah kebiasaan,"ucap ku tersenyum manis. "Nak Dyan ngga ke kampus?,"tanya Alagra. "Nggak Yah. Dyan izin mau jagain Mas Chandra dulu,"ucapku. "Ngga usah Kak. Jangan membuang waktu buat Kak Chandra. Aman aja orang itu,"ucap Dhita menimpali."Nggak papa kali Dhit. Mari makan,"ucapku. Sembari semua orang makan, ku dekati sosok yang tampak serius itu. "1 meter Dek,"ucap Chandra membuat tercengang. "Hah ngapain lagi Mas. Makan yang bener,"ucapku. "Hust 1 meter.
Rumah yang biasanya hanya di isi gombalan dari satu jenis suara seolah tengah bermonolog kini telah berganti menjadi sepasang manusia yang tengah sibuk berdiskusi. "Dek menurut ku konsepnya kurang sesuai. Soalnya kan dalam satu mahasiswa bisa liat soal temannya,"ucap Chandra memberi saran mengenai ujian."Ouh jadi buat 20 paket dimana satu ruangan itu isinya 20 orang gitu,"tanyaku penasaran. "Nah gitu jadi kan kamu buat soal satu soal nih. Kamu pecah bagi ke masing-masing mahasiswa,"ucap Chandra. "Ouh oke-oke. Jadi kan aku udHuek huek"Dek kamu masuk angin?,"tanya Chandra dengan sigap mengurut tengkuk leher ku dan memberi minyak kayu putih. "Kayaknya gara-gara kedinginan. Semalam lupa matikan AC,"ucapku sambil berkumur-kumur."Bentar diam di situ ku buatkan minuman hangat,"ucap Chandra berlalu ke dapur. Di saat yang bersamaan ponsel ku berbunyi pertanda telefon masuk. "Haloo,"uc
Alunan bising kendaraan bersama beberapa riuh lalu lalang di sepanjang jalan Malioboro mengusir sepi dalam benak ku. Air mata ku sudah lupa caranya harus menitik lagi. Apa aku terlalu lemah dengan memilih pergi seperti ini?Hidung yang mulai terasa memanas membuatku segera mengubah pikiran. Aku ingat dulu rekan kuliah ku yang pernah menawari rumah sewa di area ini, namun sudah nyaris setengah jam ku cari tak kunjung bertemu juga. Kontak Chandra yang belum terblokir membuatku kurang leluasa membuka ponsel dengan semua panggilan dan pesan yang enggan ku balas.Namun semua perangkat yang digunakan untuk mendeteksi lokasi sudah terblokir. Dinginnya malam semakin hanya menambah penuh yang melekat."Dyandra,"Seorang wanita dengan rambut sebahu tersenyum lebar. "Eva ya Allah lama ngga ketemu loh,"ucapku bersyukur dalam hati. Sepertinya lelah ku akan usai sebentar lagi. "Kamu kemarin nikah ngga ngundang. Tau-tau
Rasa tak nyaman di sekitar perut ku malah membuatku susah tidur. Kembali mata ku beralih menatap beberapa catatan yang terpasang rapi di atas meja. Besok itu hari yang padat. Harusnya kamu sudah tidur Dyandra. Bukan malah seperti ini.Sebuah pesan mencuat sedari tadi lebih dari batas normal membuatku mematikan laporan dibaca hanya untuk sekedar membaca tanpa berniat mengangkat semua panggilan nya. Semua kalimat yang penuh dusta terasa hambar karena terlalu sering dia mengatakan kata yang sama.Andai dia tau bagaimana rasanya mungkin tidak akan pernah memilih jalan itu. Air mata ku kembali turun sekalipun hanya beberapa tetes. Mengingat semua yang telah ku ikhlaskan untuk terima menjadi semua yang ku buang."Bu Dyan,""Bu Dyan,"Panggilan seorang pria dari luar membuatku terdiam sejenak. Sontak segera ku langkahkan kaki menuju kamar. Akan jauh lebih baik aku tidak pernah tinggal daripada ke
Monitor yang menampilkan gambar 3 dimensi bewarna hitam putih bergerak kesana kemari seolah tengah asyik dengan bahasannya. "Wah adeknya perempuan Bu,"ucap dokter yang melakukan USG. "Bayinya nggak punya masalah kan dok,"tanyaku."Alhamdulillah bayinya sehat Bu,"ucapnya membuatku menghela nafas lega. "Bu jangan terlalu banyak kegiatan yang berat berat dulu ya. Karena Ibu sudah masuk trimester akhir. Mungkin Bapak nanti bisa di ingatin Ibu nya,"ucapnya sontak membuatku membulatkan mata."Baik Dok,"ucap Daffa santai. Sepertinya dirinya memang benar saja random yang dikatakan. "Oiya kalo bisa bapaknya bisa melakukan hubungan intim untuk memudahkan kelahiran bayinya ya Pak,"ucapnya makin aneh aneh. Namun tak seperti biasanya yang selalu menjawab.Bisa ku lihat wajah perjaka itu tampak memerah namun tetap mengangguk pelan. "Kalo komplikasi tidak ada kan Dok,"tanya Daffa menghindari topik yang mulai rancu dalam otaknya. "Tidak
Suasana ramai yang tengah begitu semarak tidak mengindahkan ku dari tatapan tajam pada Daffa. Pria itu hanya menatapku dengan tatapan tenang. Seolah memang dirinya tidak ada sangkut pautnya dengan para taruna itu."Siapa kamu,"Mataku menelisik berusaha mencari kebenaran dari setiap gerak-geriknya. Aku pernah membaca sedikit artikel tentang gerakan seseorang. Lagipula aku memang tidak terbiasa mudah percaya dengan setiap pria sepertinya."Apa Mbak? Saya dosen yang Anda kenal,"ucap Daffa masih membela diri. "Aku mungkin tidak pernah menjalani pendidikan di bawah naungan Swa Bhuwana Paksha. Tapi jangan lupakan satu hal, Pak Daffa. Aku mengenal Chandra dari semenjak SMA sampai lulus pendidikan. Taruna tidak banyak mengenal tentara yang sudah aktif dan dilantik.Bahkan hanya beberapa saja yang dihormati dan kamu? Katakan siapa kamu sebenarnya atau aku cari tau sendiri?"tanyaku menodongkan pulpen membuat dagunya terangkat. Meskipun pahit rasanya kembali menyebut pria brengsek itu. Saat i
Detik jam yang berbunyi begitu lirih di keheningan malam masih saja membuatku terjaga. Di depan ku gadis kecil yang tengah asyik terlelap begitu tenang tak bisa membuatku begitu heboh. Ingatanku masih berkeliaran pada pria itu.Bukan Chandra tentunya tapi Daffa. Mengapa akhir-akhir ini tanpa sengaja malah banyak kalimat seolah begitu sengaja merujuk pada kode yang bisa ku pahami secara jelas maksudnya. Apa dia tidak malu jika mengatakan itu secara serius? Masalahnya aku itu janda dan sudah punya anak dari pria lain. Bagaimana dia bisa berpikir demikian?Seperti beberapa menit lalu saat dirinya mengantar makanan. Aku tidak bermasalah tentang makanannya hanya dengan kedekatan kami terutama masalah ku dan Chandra baru juga usai itu terlalu memancing bahan pembicaraan orang lain. Mungkin dia tidak salah mendekati jika ingin membantu ku mengasuh Alandra. Hanya saja ini Indonesia yang kental dengan budaya dan tata krama."Bu Dya
Tangisan Alandra memecah keheningan malam. Semenjak tadi sore sepertinya dirinya terlalu sensitif. Hanya menangis dan enggan menyusu. "Boleh saya yang gendong Mbak,"tanya Daffa sedari tadi melihat Alandra yang terus menangis di gendongan ku."Eh udah nanti cantiknya hilang loh. Cantiknya Om udah ya,"ucap Daffa mulai kehilangan akal. Namun justru kalimat itu yang seolah magnet membuat Alandra tenang hingga perlahan mereda. "Alandra capek ya?,"tanya Daffa hanya ku gelengkan sejenak.Dia masih lajang tapi ilmu parenting nya sudah mumpuni. "Mbak sudah makan?,"tanya Daffa ku gelengkan pelan. "Alandra dari tadi nangis gimana mau makan?,"tanyaku. "Nah itu. Menyusui harus rajin makan Mbak,"ucap Daffa membuka rantang berisi makanan dari Mayang."Mas sudah makan?,"tanyaku di angguki mantap membuatku kembali melanjutkan makan malam ku. "Mbak saya masih belum bisa memenuhi kualifikasi jadi suaminya kah?,"tanya Daffa mencairkan suasana
Daffa POV"Bercanda mu Mas,"ucap perempuan di depan ku yang kembali tersenyum lebar. Entahlah kejujuran ku mungkin belum tampak nyata di matanya. Mayor Chandra, apapun alasan mu membawa pulang wanita lain. Tetap saja kau lupa ada berlian yang kau sia-sia kan.Melihatnya harus berjuang untuk orang yang paling dia benci sampai bertaruh nyawa itu sudah sangat hebat. Aku yang terlambat menemukannya. Seharusnya aku menemukan saat dirinya masih kabur di Bandara Adisutjipto. Namun sayang sekalipun aku menemukannya yang selalu tertulis dalam benaknya hanya Chandra.Tidurnya tampak begitu tentram sama saat dirinya jatuh koma. Ku naikkan selimut yang membalut tubuhnya, sembari membenarkan letak selang infus sebelum bermasalah. "Aneh kamu Mas. Dia sekarang masih istri orang tapi jauh lebih memilih dia,"ucapan itu membuatku menghentikan kegiatan ku.Ku tatap wanita dengan perut sedikit membuncit yang tengah mena
Danau dengan air jernih begitu memukau mata tampak nyata di depan mata ku. "Kenapa cepat sekali kamu datang kemari Dy?,"tanya seorang gadis dengan kulit putih porselen. "Apa aku ngga boleh kemari juga Ra? Kamu ke tempat bagus ngga pernah ngajak lagi. Aku rindu dengan setiap hari yang pernah terlewat dengan manis selama di MIT,"ucapku menggosok pelan lengan ku. "Hmn sama Dy. Tapi pernah nggak kamu begitu rindu dengan sosok sosok yang selalu membuatmu jatuh dan bangun,"tanya Laura. "Ada. Kenapa memangnya,"tanyaku menaikkan sebelah alisku bingung. "Apa kau enggan berdiri dengannya lagi sampai kemari?,"tanya Laura. "Iya Ra. Aku hanya sanggup menemani saat itu saja. Aku sudah mengajukan gugatan cerai. Buat apa dia menjalani hidup yang bukan menjadi harapan. Dengan tinggal dengan Divyan akh tidak merusak hubungan yang sebenarnya lebih dari cinta masa muda. Aku sudah mengikhlaskan sebelum pergi kesini,"ucapku. "Okelah. Kau pan
Tuhan dia sedang berjuang, jaga dia, lindungi dia. Karena ada yang menunggu nya untuk pulang. Kita memang sedang berduka. Bukan berarti kita menyerah. Kita harus saling menjaga dan menguatkan hingga Tuhan menolong kitaAlunan lagu Doa Untuk Kamu terdengar begitu ringan. Setelah tanda tangan ku bubuhkan, aku bukan lagi orang yang berdiri di belakangnya. Suasana lingkungan yang tengah tenang menambah kesan lega. Sebuah buket mawar merah yang ku terima dari Nafisa masih harum mewangi.Biasanya akan ada tetangga yang menyapa ku. Namun kini hanya ada aku di sini. Mereka semua tengah di kesatuan untuk memperingati HUT PIA Ardhya Garini. Hah betapa lucunya dulu saat aku selalu saja mencari destinasi baru bersama Shyndhica dan Erma. Shyndhica dengan cerita masa lalu selalu mengejar Kapten Hercules No 1 Skuadron
Denting musik mengalun syahdu menemani pagi. Suasana kampus yang masih sepi menambah rasa segar pikiran. Tanggal kelahiran sudah kian di depan mata tapi belum juga ingin ku injakkan kata cuti. Di rumah hanya membuatku stres saja dengan pikiran yang berisi tentang dunia Chandra."Wah lagi sarapan nih Mbak,"ucap Daffa baru datang dengan wajah segarnya. "Wah apa ini Mbak?,"tanya Daffa mengangkat rantang di atas mejanya. "Dilarang menolak. Saya semalam juga bilang jangan ikut Anda menolak. Saya juga bisa keras kepala dong,"ucapku tanpa menatap nya."Saya sudah sarapan Mbak,"ucap Daffa memelas. "Makan siang masih bisa kok. Saya sekarang sudah merasa semakin keras kepala Mas,"ucapku santai. "Susah kalo ibu hamil yang bicara,"ucap Daffa pasrah. Sembari membereskan tempat makanan ku, sebuah pesan masuk dari Leni se pagi ini tampak janggal. Untuk apa dia menghubungi diri ku sepagi ini?"Mas Daffa hari ini ada praktikum nggak?,"ta
Nafas ku masih tersenggal padahal sudah larut. Mata ku dengan jelas mengingat dirinya memang Chandra Aklarta Maurya yang sama dengan yang menikahi ku. Apa mungkin identitas ku sudah mulai terkuak di muka umum? Namun untuk apa dia ke kota ini jika tanpa alasan. Akh tapi untuk apa aku peduli.DrrtSenyuman hangat tersaji di foto profil membuatku menggigit jari ku gugup. Nafisa menghubungi ku untuk pertama kalinya setelah meninggalkan Malang waktu itu. Rasa ingin menekan tombol hijau makin membuncah namun rasa takut banyak orang yang berada di seberang juga makin membuatku tak bisa memilih secara jelas."Nduk,"Sapa lembut sesaat setelah jari ku menggeser tombol hijau dalam ponsel seolah membuatku kembali seperti menantu yang selalu di sayang. Bibir ku terkatup rapat seolah tak ingin membalas sapaan lembut dari seberang."Iya Bun,"Rasa sesak sontak memenuhi relung benakku. "Masya Allah Dyan,"ucap Nafisa terdengar terisak haru begit
"Neraca massa tanpa reaksi kimia dijumpai pada banyak peristiwa operasi teknik kimia. Neraca massa ini menjadi titik tolak perhitungan yang lainnya sampai pada perencanaan alat proses. Oleh karena itu, dalam perhitungan awal ini tidak boleh salah. Umumnya, operasi teknik kimia merupakan proses pemisahan bahan untuk dimurnikan.Seperti penjelasan sebelumnya, neraca massa dibagi menjadi dua. Yakni neraca massa yang menggunakan reaksi kimia dan tanpa reaksi kimia. Pertama kita akan masuk terlebih dahulu ke dalam penggunaan neraca massa tanpa reaksi kimia karena lebih sederhana. Juga merupakan basic untuk menghitung neraca massa dengan reaksi kimia.Sampai disini ada yang ingin ditanyakan?,"tanyaku. Derita hamil tua, bahkan bergerak sedikit susahnya. "Bu saya mau bertanya. Prinsip dasar penggunaan neraca massa ini seperti apa dan guna nya dalam dunia industri seperti apa,"tanyanya. "Baik saya akan langsung menjawab saja. Sama halnya dengan