Aranjo mengendap-endap kembali ke kamar dan kembali bertukar pakaian. Artinya, besok dirinya dan pasukan sayap kanan akan berangkat ke Kerajaan Fuyan. Setelah itu, Aranjo pergi ke markas dan mengumpulkan pasukannya. Mereka berkumpul dan membicarakan persiapan serta langkah yang akan diambil. Ini kali pertama bagi mereka terjun ke medan perang dan akan sangat berbeda, sehingga perlu persiapan yang matang.
Malam itu mereka tidak tidur, menyusun semua barang bawaan, memoles pedang dan baju zirah. Dini hari, pasukan sayap kanan telah bersiap untuk meninggalkan istana, dengan Aranjo dan Tu Mo berada di barisan terdepan, duduk di atas kuda perkasa.
Kuda mulai berderap, membawa mereka ke gerbang samping. Gerbang besar yang memang biasa dilewati pasukan berkuda. Mereka menyusuri lorong yang panjang dengan dinding tinggi. Aranjo telah mengantongi surat perintah dari Raja dan berdasarkan surat itu, mereka dapat meninggalkan istana.
Namun, saat keluar dar
Aranjo harus mengepal kuat kedua tangannya, sebab tangannya gemetar hebat. Aranjo berharap, kebencian itu dapat membuat bencana kehidupan sang Kaisar semakin tragis, agar saat kembali nanti kekuatannya akan kembali sempurna.Aranjo hanya terus melangkah, dirinya bahkan tidak melihat ke mana dirinya berjalan. Hatinya ikut tersayat melihat bagaimana hancurnya jiwa pria itu.Namun, langkahnya terhenti saat Ara mendadak muncul di hadapannya. Tidak berkata apa pun, Ara membawanya menghadap Raja Iblis di Alam Iblis.Kali ini, Ara tetap berada di sampingnya, saat Aranjo berhadapan dengan Raja Iblis."Mengapa kamu tidak membunuhnya? Apakah kamu mencoba mengkhianati kepercayaan Asmodus?" tanya Raja Iblis dingin."Aku dapat mencabut jiwamu kapan pun aku mau!" ancam Raja Iblis."Lalu, mengapa tidak Kakek lakukan? Atau sebelum itu, setidaknya Kakek harusnya menanyakan alasanku!" ujar Aranjo dingin. Dirinya sengaja mem
"Karena ini sudah ketahuan, maka harus dihentikan!" ujar Jia Zhen perlahan.Aranjo mengangguk, kemudian berkata, "Apakah ayahku akan dirugikan?"Jia Zhen terdiam sejenak. Selama ini Ibunya, Ibunda Ratu tidak menyukai Jenderal Kim yang terkenal berpegang teguh kepada kebenaran dan kejujuran. Dirinya yakin, kejadian kali ini akan dijadikan kesempatan untuk menjatuhkan Jenderal itu. Namun, Jia Zhen tidak akan membiarkannya dan tidak ingin Aranjo khawatir."Hmmm, aku akan mencari cara. Namun, apakah kamu bersedia masuk ke dalam istana?" tanya Jia Zhen perlahan. Yang ingin ditanyakan adalah apakah Aranjo bersedia menjadi selirnya? Namun, karena tahu jelas akan jawaban gadis itu, maka Jia Zhen mengurungkan pertanyaannya.Aranjo menatap ke arah Jia Zhen. Ragu. Cukup lama Aranjo berada di dalam istana sebagai Kim Shi Lin. Mau tidak mau, perasaan Aranjo telah berubah terhadap Jia Zhen. Ya, Aranjo menyukai pria itu. Tetapi, apa yang akan terjadi k
Hari itu juga, Aranjo berangkat ke kuil tua yang ada di pinggir kota Qinshan. Kereta kuda istana, beserta prajurit kerajaan utama mengawalnya menuju tempat itu. Perjalanan ditempuh cukup lama dan saat tiba, langit sudah gelap.Seorang biksuni tua menyambut kedatangannya. Kuil ini cukup jauh dan tidak banyak orang yang datang untuk berdoa. Kuil tua cukup terawat, karena kuil ini adalah bagian dari istana, yang digunakan sebagai tempat hukuman bagi mereka yang melanggar. Contoh, dirinya saat ini."Selamat datang, Nona," sapa sang biksuni sopan."Terima kasih," jawab Aranjo.Prajurit istana memastikan Aranjo masuk ke dalam kuil. Sebagian kembali ke istana dan sebagian lagi berjaga di kuil itu, berjaga-jaga jika Aranjo melarikan diri.Aranjo mengikuti biksuni itu berjalan masuk ke halaman belakang kuil. Kuil ini cukup sederhana, bahkan patung dewa yang disembah hanya beberapa, tapi Aranjo dapat merasakan perlindungan dari
"Kamu melihat semuanya!" ujar Robert Gao.Aranjo masih terpaku dan rasa takut masih menguasai dirinya.'ARANJO!'Panggil Griffin melalui telepati, yang berusaha mengeluarkan Aranjo dari lamunannya.Itu berhasil, Aranjo mengerjapkan matanya beberapa kali agar dapat kembali fokus."Lalu, apa tujuanmu kemari?" tanya Robert Gao."Ehm, aku..., awalnya aku akan memusnahkan jiwamu saat gerhana tiba!" jawab Aranjo jujur.Ha ha ha!Robert Gao tertawa, lalu berkata, "Itu bagus! Lakukan saat ini juga, aku sudah tidak sabar ingin terlepas dari kutukan ini!""Namun, dari awal aku ragu. Apalagi setelah apa yang aku lihat, aku tidak akan melakukan itu. Kematianmu akan membuat artefak ini kembali kepada pemilik sesungguhnya dan itu akan membuatnya semakin kuat!" jelas Aranjo."Apakah itu artinya, kamu akan tetap meninggalkan diriku di tempat ini?" tanya Robert Gao dengan suara menin
Hampir satu bulan, Aranjo diasingkan di dalam kuil itu. Membosankan, pasti. Namun, tidak ada yang dapat dilakukan, karena memang Aranjo tidak ingin mempersulit orang tuanya."Apakah sudah ada pergerakan?" tanya Aranjo."Lukanya belum sembuh! Mereka sedang mengumpulkan sisa prajurit," balas Griffin santai.Ya, hampir setiap malam Aranjo memanggilnya, hanya untuk menanyakan kabar Lee Wang Yong. Mengesalkan, tetapi Griffin tidak bisa menolak setiap panggilan dari Aranjo. Jadi, mau tidak mau, senang atau tidak, dirinya akan langsung muncul jika dipanggil.Aranjo berjalan mondar-mandir, dan berpikir, benar luka Lee Wang Yong cukup parah, apalagi ditambah tusukan darinya."Apakah dia baik-baik saja? Maksudku–""Oh, ayolah! Dirinya sangat baik-baik saja dan tidak akan mati karena luka. Bahkan, dirinya membuat sketsa wajahmu di atas kertas kotor, menempelkan di dinding!""Benarkah? Apakah dia mengingat siap
Perasaan Aranjo terasa hangat, begitu juga dengan pelupuk matanya, air mata mulai tergenang. Tatapan Aranjo menelan semua ekspresi yang terbaca di wajah sempurna itu. Mencoba merekam, sebab saat kembali menjadi sang Kaisar, maka tidak ada lagi ekspresi apa pun di wajah tampan itu.Entah bagaimana, Aranjo tahu, pria itu mulai ragu untuk membunuhnya. Apakah pria itu memiliki sedikit kenangan akan dirinya? Apa pun itu bukanlah masalah, sebab kehidupan Lee Wang Yong akan berakhir saat ini. Itu harus!Aranjo meletakkan kedua tangannya di sisi tong kayu, air menetes turun. Lalu, perlahan Aranjo berdiri, dengan ujung pedang yang masih menekan lehernya. Tekanan pedang, mengikuti gerakannya. Dengan tubuh telanjang dan basah, Aranjo melangkah anggun keluar dari tong. Mengambil jubah sutra berwarna putih mutiara dan mengenakannya. Bahkan, Aranjo tidak repot untuk mengikat tali jubah itu.Jubah itu basah dan melekat tepat, menonjolkan lekukan tubuhnya yang
Asmodus menarik bulu inti Griffin dari tubuh Aranjo. Seluruh tubuh Aranjo sakit, seakan tertusuk ribuan belati dan panas, layaknya terbakar api.Namun, itu belum semua. Saat bulu inti sahabatnya itu berada di tangan Asmodus, Griffin pun muncul di hadapannya dengan raut wajah kesakitan, sama seperti dirinya."T-tidakkk! Aku mohon–"Ucapan Aranjo terputus saat melihat bagaimana Asmodus membakar bulu inti itu dengan api berwarna biru. Bulu itu hangus dan menjadi abu. Hal serupa terjadi pada Griffin. Griffin diliputi kobaran api berwarna biru. Sahabatnya itu tidak berteriak, hanya menatapnya saja dengan seulas senyum, yang seakan-akan berkata 'tidak apa-apa.'"ARGHHH! TIDAKKK!" raung Aranjo dengan berderai air mata. Rasa sakit di tubuhnya tidak lagi terasa. Hatinya sakit, melihat Griffin musnah di hadapannya begitu saja, tanpa dapat melakukan apa pun.Asmodus tersenyum puas dan melepaskan dagu Aranjo. Membuat tubuh Aranjo jatuh
Akhirnya, ada satu hal yang dapat dilakukan. Hal pertama yang diingat Aranjo adalah sumur pemusnah jiwa. Ya, tempat di mana ibunya, Putri Raja Iblis, mengakhiri keabadiannya. Meninggalkan bayi yang baru dilahirkan, meninggalkan dirinya. Aranjo langsung berteleportasi ke tempat itu dan tertawa getir. Siapa sangka dirinya akan melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan ibunya dulu. Raja Iblis, sang kakek pasti akan mati kesal, saat mengetahui hal ini. Sumur tua itu cukup menyeramkan dan tidak terawat, apalagi aura gelap tempat ini. Tetapi, Aranjo tidak takut dan dengan langkah pasti melangkah mendekati sumur itu. Naik ke sisi sumur dan menatap ke dalam. Gelap! Tidak ada apa-apa di dalam sumur, hanya kegelapan yang mencekam. Menarik napas panjang dan mengusahakan seulas senyum, Aranjo berkata, "Aku mencintaimu, Kaisar." Lalu, melompat ke dalam sumur dengan kegelapan tak berujung. Awalnya, Aranjo mengira tubuhnya akan tercabik-cabik d