Home / Romansa / Apple of My Eye / Bab 6 Pulau Impian, Mimpi Buruk Iya!

Share

Bab 6 Pulau Impian, Mimpi Buruk Iya!

last update Last Updated: 2021-04-06 14:37:23

Laju motor Dika sampai di sebuah terminal antar kota di pinggiran Kota Malang. Sudah pasti aku akan dibawanya ke luar kota. Tentu saja aku tak mau, big no no! Aku tak mau memantik api makin berkorbar. Aku takut pada masalah yang makin menyala. Ingin kuakhiri saja detik ini. Tak apa, aku sudah memaafkan dia kok. Dika tak perlu melakukan semua ini demi berbaikan denganku.

“Dika, ini serius aku mau dibawa ke Bali?” tegasku sekali lagi. Dika hanya diam sambil memandang gelas kopi yang mengepul. Sekedar mengusir hawa dingin di tengah ketidakpastian.

Kugugah lengannya, “Dika!” dia menoleh.

“Kenapa, Na? harusnya kamu berdebar dong karena sebentar lagi bertemu dengan impian,” ucap Dika santai. Wajahku mencuram.

“Mana bisa santai Dika! Ini ngaco, super ngaco. Aku emang gila, tapi nggak separah ini. Dika aku masih waras. Nggak mungkin aku keluar Malang dengan kamu! Itu cari mati namanya,” aku berdiri cepat, “aku mau pulang!”

Dika menahan tanganku, “mau pergi kemana lagi sih, Na? Kamu yakin mau melewatkan semua ini? Keluargamu belum tahu, kujamin itu!”

“Secepatnya mereka pasti tahu. Aku mau pulang, titik!” tegasku sekali lagi.

“Alana, kesempatan ini cuma sekali seumur hidup. Katanya kamu suka kebebasan, suka tantangan. Nggak usah khawatir, uangku cukup kok untuk hidup beberapa hari denganmu. Kamu bisa menikmati ombak sebebas pantai, percayalah padaku.” Bujukan Dika tak berhasil membungkam hatiku yang bergejolak.

Aku memandangnya tajam, “Dika, aku pulang terlambat karena kamu saja, keluargaku murka. Gimana kalau aku keluar pulau sama kamu? Bisa digantung kamu! Enggak, pokoknya ini gila. Aku mau pulang!” aku tetap ngeyel.

“Oke,” suara Dika merendah, “sebentar lagi kalo hujan sudah reda. Nanti kamu sakit kalau hujan-hujanan terus.”

“Mendingan aku sakit!” aku tetap ngeyel. Dika memasang wajah melas.

“Alana, aku janji pasti anterin kamu pulang. Tenanglah,” ujarnya pelan, “minum kopi susu kesukaanmu dulu sini.”

Aku menyerah dan menerima uluran gelas dari Dika. Berisi kopi susu hangat kesukaanku. Menghirup aromanya dan mulai menenangkan diri. Ini sudah setengah lima sore, artinya sudah sejam aku terlambat pulang. Entah suasana gonjang-ganjing apa di rumahku sekarang. Mungkin ayah sudah mengerahkan bala tentaranya, atau mungkin bunda dengan bala ibu-ibu Persitnya. Hiii, bergidik ngeri membayangkannya.

Namun terasa ada yang janggal, “ini kok, rasa kopinya aneh, Dik?” ucapku aneh.

“Aneh gimana, Na?” balasnya yang mulai mengabur.

“Dik … aku pusing!” ucapku lemas. Pandanganku gelap. Tak terasa apapun di kaki ini, melayang seperti kapas.

Kurasakan aku jatuh dalam pelukan Dika yang hangat. Kurasa lemas sekujur badan. Seperti sedang dibius atau obat tidur, rasanya aneh sekali. Inginku berontak ketika Dika membopongku ke sebuah bangku, namun mulutku terkunci. Aku tak bisa bicara sepatah katapun. Mulutku berat dan kurasakan mataku semakin gelap. Ini apaan sih? Gak lucu sumpah!

---

Bak tertidur panjang tanpa mimpi, aku terbangun saat kurasakan ada aroma yang aneh. Sepertinya sedang mencium aroma lautan. Segar dan dingin udaranya. Dengan cepat kubuka mata bak baru menyelam di kedalaman. Dan ulala, kupandang laut yang hitam gelap di sepanjang pandangan. Ya Tuhan, ini dimana? Aku dimana? Aku diculik siapa? Hatiku bingung, kikuk, takut sendiri. Ini aku mimpi bukan sih? Kok nggak bangun-bangun ya? halo, aku lagi masuk ke acara aneh di TV itukah?

“Selamat malam, Na!” aku terkaget dan langsung menoleh ke asal suara.

Dika berjalan mendekatiku dengan tersenyum santai sembari membawa air mineral 2 botol, “sudah bangun?” ya aku baru saja terbangun dari sebuah ranjang kayu di atas kapal penyeberangan Jawa-Bali!!!!!!

“Jahat kamu Dika!” teriakku sambil memburunya. Aku memukuli dadanya keras. Membuatnya terbingung.

Demi tidak membuat keributan di kapal itu, Dika menarikku ke buritan kapal yang sepi, “tenang dong Alana. Kamu baik saja kok.”

“Baik saja gimana? Kamu bius aku 'kan, Dik? Teganya kamu lakukan itu sama aku! Pasti kamu juga sudah …,” kuraba sendiri badanku, “kamu sudah merusakku, Dika!”

Dika menyentuh lenganku, “tenang Na…”

“Jangan sentuh aku, Dika!” aku berontak. Dika menyentuhku dengan kencang.

“Tenang dong Na!” bentaknya keras, “kamu baik saja. Aku melakukan semua ini demi membuatmu bahagia. Sumpah aku tak merusakmu!”

“Bohong!” teriakku keras. Dika lantas memelukku, aku berontak. Tak cukup kuat, aku menyerah.

“Tenang, Na. Aku memang gila, tapi tak segila itu. Aku nekat demi kebahagiaanmu. Jujur, aku cuma ingin mengajakmu ke Bali saja untuk berlibur. Tak ada maksud lain!” jelasnya yang perlahan membuatku luluh.

Aku terduduk di kursi besi di buritan kapal. Merenungi situasiku saat ini. Jujur aku tak nyaman berada di tempat ini. Bali memang pulau impianku, tapi nggak mimpi buruk seperti ini kali. Inimah bukannya liburan tapi cari mati. Bisa dibayangkan betapa kacaunya rumahku saat ini. Boneka porselen hiasan rumah lenyap tanpa kabar. Ya Tuhan, semoga ayah dan bunda tidak pingsan kalau tahu aku sedang ada di Selat Bali sekarang. Bersama si gila, Dika lagi, hiks. Rasanya menangis hingga seember tak cukup.

Pasti bunda tidak akan percaya kalau aku di sini gegara dibius Dika. Aku bisa dibawa ke sini karena dibius dia! Itu kan nggak masuk akal, untuk ukuran ayah dan bunda. Mungkin juga untukku. Pasti ayah dan bunda mengira aku berbohong. Entah Dika pakai obat jenis apa? Yang jelas aku sekarang pusing dan sedikit terhuyung. Kutolak dia mendekatiku. Aku hanya ingin sendiri. Bersama buih ombak Selat Bali yang cenderung besar dan berbahaya. Sama seperti hidupku sekarang, menantang bahaya!

---

Pukul 4 pagi kami sampai di tanah Bali. Dengan menumpang sebuah bis pariwisata, Dika membawaku kabur dari Malang ke Bali. Entah sekarang dia mau mengajakku kemana. Uang tak bawa karena aku tak memegang kartu ATM atau kartu debit kredit. Aku cuma dikasih uang cash sama ayah bunda. Derita anak pingitan yang tetiba diajak kabur cowok gila.

Kalau ditanya aku masih cinta sama Dika atau tidak, jawabanku adalah tidak tahu. Aku tak tahu bagaimana perasaanku padanya sekarang. Aku bingung menjabarkannya. Masak iya cinta sampai senekat ini. Pertama, dia tak menghargai kedua orang tuaku. Kedua, dia sudah berani membuatku tak sadar dengan obat bius. Gimana kalau aku OD? Gimana kalau aku kenapa-napa? Siapa yang mau tanggung jawab? Dia? Dia aja sama skripsinya ogah-ogahan, gimana sama aku!

Intinya aku tak nyaman lagi berada di tempat ini. Ingin rasanya aku melenyap kemana gitu. Melesap kemana gitu. Mana ini sedang red day lagi! Tahu 'kan, tamu bulanan datang. Walau sudah hari terakhir, tapi nggak nyaman banget dan harusnya aku di rumah. Aku gak seharusnya ada di sini. Aku salah besar kalau ada di sini. Maka jadilah sepanjang jalan aku berada dalam mode autopilot. Aku tak menjawab apapun ketika Dika mengajakku bicara. Aku tak peduli dia mau berceloteh apa.

“Nanti kita ke Denpasar, Na! katanya kamu lihat pesawat terbang dari kejauhan. Nanti kita main pasir di pantai Kuta,” celotehnya yang tak kutanggap sama sekali.

Dia menyenggolku halus, “kamu mau makan apa? Kamu nggak haus?” dia berusaha membuatku bicara.

“Na? Alana?” panggilnya halus.

Aku menoleh tajam, “bisa diam nggak?”

“Ups, kok marah gitu sih, Na! Kita harusnya have fun! Nikmati kebebasan selagi bisa!” hiburnya yang terasa menyesakkan.

Aku menatapnya lantas bersiap meletuskan kalimat keras, “kamu gila ya!” seketika seluruh penumpang melirik ke arah kami, “aku mau pulang Dika! Aku nggak mau ke sini!”

“Ssssttt, bisa diam nggak sih?” ancam Dika galak. Matanya menyala bak hantu. Menyeramkan sekali. Sekali kasar tetap saja kasar.

“Udahlah nikmati aja! Lihat sampai detik ini nggak ada pasukan ayahmu yang cari kan! Santai aja kali!” ucapnya tajam tepat di telingaku.

“Iyalah, ponselku mati kehabisan baterai. Ponselmu paling juga ngendon di tas!” ceplosku yang nyaris tak terdengar. Aku memilih untuk pasrah. Sumpah aku nggak nyaman berada di posisi ini sekarang. Aku ingin pulang.

---

Aku memang suka kebebasan, aku suka menyelinap keluar dari peraturan ayah bunda. Namun, aku tak segila ini. Aku tak sedurhaka ini. Aku masih punya hormat pada kedua orang tua, kendati aku tak suka dengan proteksi mereka. Entah kenapa aku sekarang malah merindukan omelan bunda, omelan ayah yang halus menusuk, atau keusilan Bang Ranu. Sedang apa ya mereka?

Jujur, aku merindukan rumahku yang hangat. Walau keluargaku aneh, tapi kami selalu terbalut dengan kehangatan. Walau ayah dan Bang Ranu sering berdebat tak jelas, tapi keduanya kompak melindungiku. Bagi mereka, aku kesayangannya. Baru kusadari sekarang bahwa aku terlalu disayang oleh mereka. Sikap protektif mereka demi kebaikanku. Aku menyesali semua itu sekarang, jujur.

Aku tak ingin melawan ayah dan bunda. Apalagi sampai kehilangan kepercayaan mereka. Aku tak mau jadi anak yang tak dipercaya orang tua. Itu terlalu menyakitkan. Maka, sesampainya kami di sebuah cottage di kawasan Denpasar, aku meminjam sebuah charger pada petugas cottage. Tentu saja tanpa sepengetahuan Dika. Yah, sebab Dika menerapkan aturan khusus yakni tak boleh memegang ponsel. Terlihat sekali kan sikap buruknya, hiks. Kurasa aku ingin putus, demi orang tuaku. Demi masa depanku juga.

Maka ketika Dika berpamitan untuk mencari makan, aku diam-diam masuk ke kamar mandi. Mengisi daya ponsel hingga menyala. Tak menunggu lama, ribuan panggilan masuk ke mailbox-ku. Hiks, maafin Lana ya Ayah dan Bunda. Tolong selamatkan Alana dari sini! Sungguh sekarang butuh perlindungan ayah dan bunda!

Tak pakai lama, sebuah panggilan masuk ke ponsel yang baru menyala, nama bunda berkelip di sana. Hatiku bak diburu harus langsung mengangkatnya sebelum ketahuan Dika, “halo Bundaaaa,” rengekku seperti anak sapi.

“YA TUHAN! ALANA, DI MANA KAMU! KE MANA SAJA KAMU LANA? KALAU INI BERCANDA, KAMU NGGAK LUCU ALANA! KATAKAN KAMU DIMANA!” Teriakan bunda menggema ke udara. Seketika suara riuh berdatangan dari arah belakangnya.

Suara ayah merebut telepon, “katakan di mana kamu sekarang, Lana! Beberapa jam lagi kamu 24 jam menghilang, ayah akan laporkan ke polisi! Di mana kamu?” berondong ayah keras.

Aku kalah dengan tangisan ketakutan, juga tangisan minta pertolongan, “Ayah, Bunda, nanti saja Lana jelaskan. Yang jelas, tolong selamatkan Lana. Lana takut Yah … Bunda!”

“Iya, kamu di mana? Sama siapa? Kenapa bisa melakukan semua ini?" berondong ayah tegas. Semua bernada seru ya Tuhan. Padahal ayah kan orang yang melankolis.

“Lana di Bali, Yah. Denpasar, Cottage Anggrek. Lana dibawa Dika ke sini. Alana dibius supaya tidak sadar. Supaya Lana bisa dibawa ke sini dengan alasan liburan,” jelasku terbata.

“Apa?” Bunda heboh, “kenapa bisa kamu dibius? Kamu diapain, Lana? Coba cek apa kamu tak terluka apapun! Coba kirim fotomu sekarang! Yakin kamu jujur sekarang? Mana mungkin kamu bisa dibius, Lana kamu tidak sebodoh itu, Nak!”

Ya Tuhan masih sempatnya bunda meremehkan penjelasanku.

“Apa jangan-jangan kamu cuma drama, Savannah?” sambung ayah tajam. Hiks, begini sudah rasanya tak dipercaya orang tua. Aku lebih takut kehilangan kepercayaan orang tua daripada kehilangan pacar.

Tetiba telepon dirampas oleh suara yang lain, “Alana, coba jelaskan sama Abang kamu di mana? Beneran kamu dibius sama Dika? Coba sebutkan nama obatnya mungkin! Jelaskan cepat! Sebelum statusmu berubah menjadi anak hilang!” desak Bang Ranu.

Aku seolah mengingat sesuatu, “Rohyp … sejenis itulah Bang. Alana jujur Bang. Sekarang sedang ada di Bali. Alana memang dibius sama Dika untuk dibawa ke sini.”

“Rohypnol! Oke, mendingan kamu kabur sekarang dari tempat itu. 3 jam lagi statusmu berubah menjadi orang hilang Lana. Kalau kamu nggak mau ada keributan ya kamu harus bisa lepas dari Dika secepatnya. Sebelum semua terlambat. Abang berusaha tenangkan ayah dan bunda di sini.” Syukurlah Bang Ranu tidak usil saat ini.

Aku meredakan tangis, “tolong Lana, ya, Bang … .”

“Iya sudah cepat kamu pergi dari situ!” sambung Bang Ranu lagi.

“Alana, kalau kamu mau ayah bunda percaya, sekarang juga kamu pergi dari situ!” ancam bunda yang terdengar angker.

“Iya Bunda … Lana akan berusaha,” sahutku terisak.

Klik, telepon ditutup. Baterainya masih lemah karena hanya 5%. Aku tak ada waktu untuk itu. Sekarang aku hanya harus pergi dari sini. Lantas kuburu tas kuliah di atas kasur yang teronggok begitu saja. Di sebelahnya ada baju baru yang masih bersih, mungkin Dika yang membelinya. Setelah menenteng tas dan HP yang masih lemah, aku memburu pintu untuk segera keluar. Sia-sia! Terkunci! Dika mengunciku di kamar itu.

“Ya Tuhan apalagi ini!” Aku kembali menangis. Alana yang celamitan itu sedang galau merana. Aku ingin pulang Ya Tuhan!

Tangisanku mereda ketika sebuah suara terdengar dari arah pintu, syukurlah Dika kembali secepatnya, “keluarkan aku dari sini Dik!”

“Lho kamu belum ganti baju? Bajumu itu sudah kotor Lana. Ayo ganti baju dan bermain di pantai. Ini cottage yang pas dengan impianmu. Kamu bisa melihat pesawat landing dan take-off dari jendela itu. Sayangnya sekarang Gunung Agung sedang erupsi sehingga tak ada penerbangan. Maaf ya Lan,” jelasnya yang tak kutanggapi.

“Aku nggak mau tahu! Aku cuma ingin pulang! Pulangkan aku ke Malang secepatnya!” ancamku keras. Aku menatapnya tajam.

“Aku mau kamu booking-kan tiket pesawat sekarang juga! Aku nggak mau kehilangan kepercayaan orang tua,” curahku lagi.

Ia menghempas badan ke kasur, “Lana, sudah kubilang barusan. Hari ini tak ada penerbangan. Sampai esok juga tak ada. Sedang ada erupsi. Sudahlah, aku pasti tanggung jawab sama kamu.”

“Enggak! Omong kosong kamu, Dika! Aku nggak percaya, tetap nggak akan pernah percaya. Aku cuma mau pulang!” teriakku keras di dekat wajahnya, “mana dompetmu? Aku masih bisa naik bus.”

“Tidak bisa Lana. Bus juga penuh. Kamu lihat tadi 'kan waktu di bis, banyak yang nggak dapat tempat duduk.” Dia masih santai seperti di pantai.

Nggak sadar kalau mau dibantai ayahku?

“Nggak peduli, mau duduk di atas mesin bis aku nggak peduli. Aku cuma mau pulang!” desakku lagi.

Dika menarikku terhempas duduk di dekatnya, “kenapa sih Na, kamu nggak bisa percaya sama aku? Sekali saja, kita menentang semua ini. aku akan melakukan apapun demi kamu. Bebaskan hatimu Alana. Ini adalah kesempatan kita satu-satunya. Kenapa sih kamu mau pulang?”

“Asal kamu tahu, Dik, 3 jam lagi statusku berubah jadi orang hilang. Ayah udah kerahkan rekan beserta anggota tentara untuk mencariku. Mereka sudah tahu aku di Bali.” Penjelasanku membuatnya terpaku pada satu titik.

“Kenapa kamu tidak menikmati saja pelarian ini, Na?” tanyanya kosong.

Aku menatapnya tajam, “lebih baik aku tak menginjak tanah ini daripada harus kehilangan kedua orang tuaku. Kepercayaan mereka lebih dari apapun. Aku mau pulang, Dika. Lepaskan aku atau kita putus!”

“Kenapa ancamanmu seperti itu sih, Na?” dia mulai melunak.

“Aku putus asa, Dika. Aku capek sama hubungan ini. Jujur aku mulai meragukan perasaanmu. Sebenarnya kamu itu sayang nggak sih sama aku? Kalau sayang kenapa kamu nggak menghargaiku? Menghargai keluargaku?” ceramahku dengan tangisan. Dika hanya menunduk.

“Gue memang bukan idaman lo kali, Na!” ucapnya mulai kasar. Aku tak mau kalah.

“Iya, gue kecewa sama lo Dik! Lo bikin gue jauh sama ortu! Bikin gue kehilangan kepercayaan ortu! Gue mau putus!” oke bahasa Jakartaanku keluar juga. Aku sudah muak jadi cewek lemah gemulai.

“Jangan, Na! Jangan ucapkan putus gitu! Aku minta maaf kalau salah!” ah dia mulai lagi, hendak meluluhkanku.

Aku menatapnya nanar, “gue nggak peduli. Kalau emang lo nggak mau nganter gue balik. Gue bisa balik sendiri. Namun, setelah ini, jangan pernah lo hubungin gue lagi Dik! Kita beneran putus!”

“Na, lo cinta 'kan sama gue?” pertanyaan basi.

“Tanyakan ke hati lo sendiri, masih berarti nggak gue buat lo? Masih berharga nggak gue di mata lo!” jawabku untuk terakhir kalinya.

Yah, akhirnya aku bisa lepas dari cengkraman Dika begitu saja. Tak sesusah bayanganku. Sebab kali ini Dika tak lagi mengejarku seperti biasa. Kami berpisah begitu saja. Tampaknya ia terpaku pada kata-kataku. Terkesiap jika aku bisa berbuat nekat juga. Selama ini aku sudah cukup kalem menanggapinya. Kali ini aku kembali pada sikapku yang keras. Aku menentangnya, dengan kata lain aku berani memutuskannya.

Akhirnya, akhir dari cerita kelamku bersama Dika adalah putus. Tanpa perlawanan kasar apapun darinya. Tanpa jawaban apa dia masih mencintaiku atau tidak. Mungkin dia merasa bersalah hingga tak bisa bicara. Hingga tak bisa melawan lagi dan hanya menurut pada keputusanku. Aku hanya ingin mengejar waktu untuk segera pulang ke Malang. Mendapatkan kembali kepercayaan keluargaku. Lebih baik aku diproteksi abis-abisan daripada harus gini.

***

Bersambung...

Related chapters

  • Apple of My Eye   Bab 7 Titik Rendah Hidup Alana

    Kurasa saat ini hidup seorang Alana sedang berada di titik yang rendah, tidak rendah sekali sih, rendah biasa saja. Alana sudah biasa berada dalam situasi yang abnormal. Sejak awal kan sudah kubilang kalau keluarga si koplak Alana sedikit tidak normal. Namun ketika sadar, sebenarnya keluargaku itu sangat normal. Mereka sangat normal untuk ukuran orang tua yang melindungi anak perempuan satu-satunya.Ternyata begini ya rasanya menentang proteksi orang tua yang kuanggap aneh selama ini. Benar kata bunda, kini mata batinku sudah terbuka. Kalau sayang nggak bakal nyakitin. Kalau sayang pasti menjaga, menghargai, dan menghormati. Namun, apa yang Dika lakukan padaku? Salah semua! Kurasa dia lebih ke posesif, hii mengerikan.Di sepanjang jalan menuju terminal bis, aku berjalan gontai. Sesekali mematut wajah di kaca toko yang ramai. Mereka mema

    Last Updated : 2021-04-06
  • Apple of My Eye   Bab 8 Menata Hidup yang Acak Kadul

    Hidupku yang sempat acak kadul sebulan yang lalu mulai tertata sedikit demi sedikit. Perlahan aku mulai menata hidup menjadi lebih normal daripada biasanya. Biasanya dalam artian saat aku masih berhubungan dengan Dika dan sesudah putus. Kuakui, hidupku nggak teratur, acak seperti acar timun di dalam mangkok.Sebulan yang lalu, sesampainya aku di Banyuwangi, para pasukan ayah dan beberapa petugas polisi langsung memeriksa semua bus dan menemukanku. Aku dikawal menuju mobil dengan iringan penjagaan ketat. Kira-kira 3 mobil berisi tentara dan polisi berseragam lengkap dan bebas deh. Tentu saja membuat gaduh.Semua karena apalagi kalau bukan karena permintaan ayah. Ayah menghubungi semua rekannya di wilayah Banyuwangi dan memintaback-up. Jadinya, penemuanku membuat kehebohan bak penemuan sebuah fosil langka. Namun, sekali lag

    Last Updated : 2021-04-06
  • Apple of My Eye   Bab 9 Mimpi Indah, Alana

    Saat ini aku bak berada di mimpi indah dan malas bangun. Kenapa, sebab pemandangan di depan mata ini sungguh layak untuk dikenang dan dipertahankan. Entah takdir apa yang mempertemukanku lagi dengan Mas Kecup-able yang ternyata adalah tamu dari ayah tercinta. Tamu kehormatan yang ditunggu kedatangannya sejak pagi tadi akhirnya datang juga.Setelah kedatangannya, tak lama kemudian ayah dan bunda datang secara bersamaan. Kedua orang tuaku itu lantas menyalami dan menepuk-nepuk pundak Mas Kecup-abledengan suka cita. Bak bertemu dengan anak mereka yang telah hilang ratusan tahun. Seriusan, Bang Ranu aja jarang digituin. Makanya dia banyak diam dan cemberut aja. Cemburu ya, Bang?“Ssstt, berisik lu Lan! Gua gaplok, koplak juga lu!” ancamnya tadi.Well

    Last Updated : 2021-04-06
  • Apple of My Eye   Bab 10 Selamat Malam, Alana

    “Alana, kamu jangan berisik! Selama 2 hari Mas Dru bakalan tidur bareng Bang Ranu, sekamar. Jangan ganggu kedamaiannya! Jangan bertindak gila! Yang sopan! Gak boleh celamitan! Gak boleh pake tank top atau celana gemes! Awas ya kalau pake celana gemes, Bunda remes pipimu sampai lecet!”“Savannah, kamu baru boleh bicara sama dia kalau kamu diajak ngobrol. Kalau gak, kamu gak boleh gangguin Mas Dru. Itu bikin dia gak nyaman! Awas ya kalau melanggar larangan Ayah, Ayah hentikan kuota internetmu sebulan!”Apa yang kamu rasakan ketika dapat wejangan sekaligus ancaman dari kedua orang tua saat perutmu kenyang? Pengen muntah, pup, atau apaan? Kalau aku sih gak pengen apa-apa, sebab udah kebal. Iyalah, aku mah sudah biasa diancam model gituan sama ayah dan bunda, sebagai anak yang diproteksi abis-abisan tentu saja. Tapi, baru kali ini ayah dan bunda mengesampingkanku, boneka porselennya, demi anak orang lain. Wauw, ada apakah ini?

    Last Updated : 2021-04-22
  • Apple of My Eye   Bab 11 Pengalaman 17+

    Pagi yang ngantuk setelah semalaman aku gondok sendiri. Iyalah gara-gara sibuk menyangkal hati sendiri, aku jadi tidur jam 12 malam. Selain itu, aku sibuk memeluk dinding untuk kepo apa aktivitas Mas Dru. Apa dia ngorok pas bobok? Suka kentut juga gak kayak Bang Ranu? Hasilnya apa? Senyap Pemirsa. Dia sangat tenang seperti vampire. Mungkin suara kentut dan dengkurannya dalam modesilent,who knows?Hahaha.Walau ngantuk, aku tak boleh malas. Iyalah ini kan hari bersejarah dalam hidup Alana, dimana selama 2 hari aku akan menemaninya. Iya, si lelaki peluk-abledengan suara nyes itu. Kami bakalan menjelajah Kota Malang. Aku bakalan bisa memeluknya dari belakang dan memuaskan fantasi liarku, hiii jijay! Cewek genit amat, Lana! Ya gak mungkinlah, aku masih punya malu kali. Kabarnya Mas Dru bakalan bawa motorScoopymilik ayah.

    Last Updated : 2021-04-28
  • Apple of My Eye   Bab 12 2 Hari Untuk Selamanya

    Fyuh, aku melap keringat dingin setelah seorang polisi akhirnya mendatangi mobil Mas Dru yang dipinggirkan. Polisi di kota ini juga tergolong cepat dan cekatan loh, mereka bisa datang secepat kilat kalau kita buat salah.Well, pada akhirnya Mas Dru mengikuti prosedur yang berlaku, menunjukkan identitas, surat kendaraan dan SIM-nya. Dengan tegas, ia menceritakan kronologis kejadian dengan detail hingga pak polisinya cuma angguk-angguk aja, gak pake geleng-geleng.“Baik saya mengerti. Selamat melanjutkan perjalanan dan hati-hati,” simpul pak polisi itu sambil memberikan hormat.Mas Dru juga membalasnya dengan santun dan senyum. Tuh kan, pak polisinya aja juga jatuh cinta sama Mas Dru. Ya gak gitu Alana, itu karena Mas Dru patuh sama prosedur makanya lempeng aja, duh!

    Last Updated : 2021-04-28
  • Apple of My Eye   Bab 13 Berteman? Teman Tapi Mesra Yuk!

    Berteman adalah status baru yang tersemat di antara aku dan Mas Drupada yang ehem itu. Kami kini bukanlah orang asing lagi, yeay! Asyik sekali kan bisa berteman sama cowok model dia. Mas-mas tentara yang keren, peluk-able, disiplin, semua perilakunya tertata, baik dalam memperlakukan wanita, dan lain sebagainya. Kalau dijabarin mah, semalam suntuk gak cukup kali. Jadi, sementara itu doang aja, hehe.Paling gak sekarang aku bisa punya modusan baru, alias orang yang bisa dimodusin tanpa sadar, hwahaha. Iyalah, secara aku gak pernah deket sama orang asing, lalu kemudian sekarang punya teman. Otomatis aku bisa punya tempat curhat baru, mana dia dewasa sekali. Sesekali aku juga bisa sentil hatinya dengan manja, wkwkw. Iyalah, cara memandang Mas Dru itu beda banget. Gak tahu sih, apa emang dia baik sama semua orang atau gimana. Yang jelas dia baik banget sama aku.

    Last Updated : 2021-04-28
  • Apple of My Eye   Bab 14 Surprise!

    Hidup seorang Alana mendadak jadi indah semenjak kedatangan manusia Tuhan paling seksi bernama Dru Sadika Djati. Namanya yang indah dan berfilosofi, wajahnya yang kueren dan terus membayangiku, serta suara nyess yang sanggup membiusku. Dia berhasil mengalihkan dunia Alana yang acak kadul hanya karena lelaki bernama Dika. Ah, sudahlah membahas Dika bikin suntuk. Gak tahu dan gak mau tahu dia lagi ada di belahan bumi mana.Rupanya kehadiran Mas Dru di bulan ini bukanlah satu-satunya kejutan dalam hidup Alana. Kehidupan Bang Ranu yang selama ini adem ayem seperti triplek mendadak jadi berwarna juga. Kukira selama ini Bang Ranu itu gak suka sama cewek, abisnya dia super sadis sama aku. Ternyata dan ternyata, tak dinyana serta disangka, Bang Ranu sudah punya pacar. Serius? Iyalah, cowok ganteng macam dia pasti banyak disukai sama cewek. Mulai dari mbok jamu sampai anak SD juga suka sama dia, asal gak tahu sifatnya aja.Da

    Last Updated : 2021-04-28

Latest chapter

  • Apple of My Eye   Bab 39 Tangis Orang Terlupakan

    Aku hanya bisa melongo melihat kondisi kamar pengantin di pinggir pantai ini. Mirip seperti kapal karam yang pecah kena ombak, super berantakan. Perasaan tadi malam waktu datang masih rapi dan cantik dengan hiasan bebungaan. Lha kok sekarang udah mirip TPS gini yak. Memangnya aku dan Mas Dru abis ngapain sih? Perasaan cuma ehem-ehem doang nggak sampai banting-bantingan perabotan.Bunga-bunga cantik yang ada di atas kasur sudah berhambur ke seluruh kamar. Oh iya, karena Mas Dru yang melempar selimut dengan kasar dan menimpaku, uhuuu. Terus sofa itu bantalnya terbang kemana semua? Oh iya, di bawah sofanya gara-gara Mas Dru merebahkanku di atas sana. Kami kan menempel di sofa itu tadi malam, uhuk.Lantas tirai tipis di atas ranjang kayu kok bisa robek ya? Ups, sepertinya aku yang melakukannya. Aduh, dituntut nggak ya sama yang punya? Kenapa jiwa mudaku dan Mas Dru jadi sebar-bar ini? Malu gue, sumpah!

  • Apple of My Eye   Bab 38 Malam Cicilan Dimulai

    Siapa sih yang pertama kali bikin istilah kambing congek? Aku berterimakasih betul sama orang itu, sebab aku sah banget jadi kambing congek sekarang. Menunggu pernikahan yang kurang beberapa minggu lagi sambil menonton kemesraan mesum ala kemanten baru bukan cita-citaku, sumpah. Demi apaan sih dua manusia yang sama-sama panas itu mengumbar kemesraan mereka di depan hidungku.Pagi-pagi, mereka pamer ciuman bibir lekat kayak ketan di depan pintu kamar. Tepat saat aku baru saja melek dan mau minta makan di lantai bawah. Siang hari aku menyaksikan mereka saling memeluk manja sambil cubit-cubitan di bawah tangga. Ngapain cobak? Malam hari aku harus dengerin suara-suara aneh dari kamar seberang. Lagi bikin bayi atau bikin meja sih mereka tuh! Bikin aku harus tidur pakeheadsetsepanjang malam.Okay baiklah, aku hanya kambin

  • Apple of My Eye   Bab 37 Abang-abang Gila

    Drupada Sadika Djati POV“Jadi Dek Drupada dan Saudari Alana, ini Surat Izin Menikah kalian. Dengan ini, kalian sudah resmi sebagai suami dan istri di militer,” ucap Komandan sambil menyerahkan sebuah berkas. Akhirnya, surat berharga ini selesai juga.“Tapi ingat, kalian belum menikah secara resmi di agama. Jadi jangan coba-coba nyicil ya!” potong Komandan usil setengah bercanda. Tahu kok maksudnya.“Izin Komandan, menyicil apa ya?” pertanyaan itu meluncur bebas dari kesayanganku, Alana. Aduh Sayangku ini masa nggak tahu bahasan 20+++.“Errr, nyicil apa Dru?” alih Komandan dengan wajah kacau.“Siap, nyici

  • Apple of My Eye   Bab 36 Hari-hari Panas yang Lambat

    Mau tak mau tradisi pingitan harus kami jalani. Dua keluarga besar sudah curiga kalau aku dan Mas Dru makinhot. Mereka tak mau kami melanggar norma walau Mas Dru bukan tipe lelaki seperti itu. Tapi yang namanya setan, pintar memperdaya manusia, kan? Bunda takut kalau kami terjebak hujan di pondok terus melakukan uhuk-uhuk yang berbuah dua garis merah. Nanti pernikahannya bukan karena cinta tapi karena terpaksa, takut perutku membesar duluan. Alamak Bunda, kenapa bayanganya sinetron amat, tapi bener sih.Jadi, sudah seminggu lebih kami cuma bisa ketemu lewat suara. Sebab aku juga dilarang kirim foto dan video. Pertemuan kami di dunia nyata dan maya bener-bener terbatas demi kesucian cinta, halah. Okelah nggak apa-apa, Alana memang bukan orang alim, tapi Alana masih takut dosa. Alana nggak mau jadi perempuan rusak sebelum waktunya, meskipun rusaknya sama calon suami sendiri.Udah deh nyerocosnya, mending

  • Apple of My Eye   Bab 35 Sunny Side-up

    Sampai detik ini, aku masih tak percaya jika akan segera menjadi istri orang. Seorang Alana yang gitu mau nikah? Ini serius apa? Dua ratus rius Alana dodol, tuh lihat setumpuk berkas menanti tanganmu. Mereka butuh diurus ke lembaga sana dan sini. Mulai dua hari yang lalu aku mengurus pengajuan nikah. Membaca map biru yang diberi Mas Dru saja sudah membuatku puyeng duluan.Ini seriusan ada puluhan surat yang harus diurus? Demi menikahi seorang tentara ganteng kecup-able, Drupada, aku harus mengurus puluhan surat dari beberapa lembaga yang berbeda. Haloooo, gimana dengan tugas kuliahku yang makin rumpik. Belum lagi pengajuan judul skripsi dimulai minggu depan. Hwaa, aku ingin pingsan.Jangan pingsan Alana, nanti kamu nggak jadi nikah sama Mas Dru. Kamu harus setrong demi kebahagiaanmu kelak. Ah hatiku tak henti menyemangati hati yang lain. Sesekali mematut diri di kaca. Badanku sering terbalut seragam hijau pu

  • Apple of My Eye   Bab 34 Disidang sama Jantung Hati

    Bertikai di asrama saat kamu akan mengurus pengajuan nikah bukan cita-citamu kan, Lana? Ya enggaklah, cita-citaku jelas, jadi istrinya Drupada Sadika Djati. Jadi jantung hatinya, yang akan memilikinya siang malam. Bukan untuk disidang seperti pesakitan. Apalagi untuk menodai nama baiknya di tempat ini.Tapi entah kedatangan manusia ajaib ini merusak semuanya. Nama baik Mas Dru dan nama baikku juga. Demi apaan calon istri Drupada ribut dengan mantan tunangan Drupada di asrama dan di saat aku baru saja berkenalan dengan pejabat batalyon. Itu sangat runyam. Jujur, tadi Danyon, Wadanyon, dan beberapa perwira mendatangi kami yang jadi sumber keributan.Kami didudukkan bersama. Diwejangi banyak hal hingga hampir sejam. Telinga dan bokongku sangat panas karena pesan itu lebih berantai daripada omelan bunda selama ini. Semoga ayah dan bunda tidak dihubungi ya? Supaya masalah nggak tambah runyam. Alana bisa nggak kamu berhent

  • Apple of My Eye   Bab 33 Pertikaian di Asrama

    Langit mendung di atas sana tidak berarti suram lagi. Justru nuansa hujan gerimis suram ini menambah mendayu suasana hatiku dan hatinya. Kini kami tak lagi terkungkung dengan perasaan yang abu-abu. Perasaanku dan Mas Dru sudah berwarna-warni. Dominan merah jambu dong ya, ahihi.Ini hari minggu pagi yang suram, tapi hatiku sangat cerah. Jam masih menunjukkan pukul 6 pagi, tapi Mas Dru mengajakku untuk jalan-jalan keliling kota. Padahal macet dimana-mana, tapi katanya malah asyik bisa lama-lama bersamaku. Sembari mendengarkan lagu cinta dari pemutar musiknya, sesekali kami curi-curi pandang. Ahay, gini amat rasanya jatuh cinta setelah patah hati. Gimana ya rasanya setelah nikah nanti? Apa makin indah atau makin panas?“Mau kemana sih Mas pagi-pagi ujan gini? Enakan di rumah makan gorengan sambil minum teh,” ucapku sambil melihat jalanan yang ramai. Ini manusia, ujan-

  • Apple of My Eye   Bab 32 Hari Bahagia

    Aku meringis kesakitan sambil mengelus betisku yang pegal. Semua karena hukuman ayah yang seperti ayah tiri, disuruh berdiri pakai satu kaki selama 45 menit. Pengen nangis tauk rasanya. Gini amat nasib Alana. Nggak dapat cintanya Mas Dru, masih juga dihukum sama ayah bunda gara-gara ngrusak masa depannya orang lain.Masa depanku memang suram karena baru patah hati sama Mas Dru. Namun, seenggaknya aku nggak boleh ngancurin masa depannya dia. Iya-iya aku tahu, aku juga nggak mau kayak gini. Tapi nggak tahu kenapa hatiku yang bodoh ini lho, sukanya maksa pengen ketemu Mas Dru dan Mas Dru.Nggak ada ya manusia lain selain Mas Dru, mirip dikit bolehlah. Mirip semua dari wajah sampai sifatnya. Kalau ada kenalin dong, supaya aku nggak ngancurin hidupnya Drupada lagi. Manusia tipe Drupada Sadika Djati itu memang tipeku sekaleee. Susah nglupainnya woey.Sama seperti saat ini, aku sedang senyum-senyum sendiri mirip

  • Apple of My Eye   Bab 31 Jujur Sakit, Bohong Lebih Sakit

    Regita Loka Cakananta POV“Apa maksud kalian membatalkan pernikahan? Kalian ini waras apa nggak?”“Gita, apa Dru selingkuh?”“Siapa selingkuhannya? Anak siapa?”“Apa jangan-jangan kamu yang selingkuh, Git?”“Apa kalian tidak saling mencintai?”Well,you know-lah siapa yang lagi ngamuk seperti singa ini? Papaku tercinta. Tentu saja beliau ngamuk nggak karuan saat tahu aku dan Drupada menghadap dengan tujuan membatalkan pernikahan. Kami memang memutuskan untuk datang ke Bandung setelah malam menyakitkan itu.Bagaikan dilempar

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status