Home / Romansa / Antara Misi Dan Hati / Tersesat di Tanah Asing

Share

Tersesat di Tanah Asing

Author: Fei Adhista
last update Last Updated: 2025-03-05 16:31:21

Reina terbatuk, asap tebal masih membekas di tenggorokannya saat dia berjalan tertatih di antara pepohonan. Panas dari kebakaran semalam masih terasa di kulitnya, meski kini hanya ada kegelapan dan hawa lembab hutan yang menyelimutinya. Kakinya yang terluka berusaha melangkah stabil di atas tanah berlumpur. Tak ada tanda-tanda kehidupan, hanya suara serangga dan sesekali lolongan binatang buas yang menggema dari kejauhan.

 

Dia tak tahu sudah berapa lama berjalan, mungkin berjam-jam, mungkin lebih. Yang dia tahu, dia harus terus bergerak. Berhenti berarti kematian, dan Reina bukan tipe orang yang menyerah begitu saja.

 

Ketika sinar matahari mulai menembus celah dedaunan, Reina melihat sesuatu di kejauhan—gubuk-gubuk kayu yang berdiri di sepanjang sungai. Matanya menyipit, memperhatikan lebih jauh. Ada orang-orang di sana, sebagian berpakaian lusuh, sebagian bersenjata. Jantungnya berdegup lebih cepat saat dia menyadari bahwa dia telah tersesat di wilayah Ghana.

 

Ini adalah daerah konflik.

 

Dia tak bisa kembali, tak ada jalan keluar yang aman. Jika dia tertangkap, dia bisa dianggap mata-mata dan dibunuh di tempat. Reina meraba kantongnya, mencari sesuatu yang bisa membantunya bertahan. Tak ada senjata, tak ada alat komunikasi—Dia pun mendesah kesal karena liontin pemberian ibunya juga menghilang.

 

Matanya menangkap sekelompok orang berkumpul di sudut jalanan tanah. Mereka berpakaian compang-camping, beberapa di antaranya duduk dengan tangan terulur, meminta belas kasihan dari orang yang lewat. Para pengemis.

 

Sebuah ide muncul di kepalanya.

 

Jika dia tak bisa lari, maka dia harus bersembunyi. Dan cara terbaik untuk bersembunyi adalah menjadi bagian dari mereka.

 

Dengan cepat, Reina merobek bagian bawah bajunya yang sudah kotor, mengacak-acak rambutnya agar terlihat lebih berantakan. Dia melumuri wajah dan lengannya dengan debu dan lumpur, menyamarkan kulitnya yang terlalu bersih untuk seorang pengemis. Dengan langkah tertatih, dia mendekati kelompok itu.

 

Seorang wanita tua menatapnya dengan curiga. “Kau dari mana?” tanyanya dalam bahasa setempat.

 

Reina menundukkan kepalanya, berusaha menampilkan ekspresi lelah dan putus asa. “Perang... rumahku terbakar...” ucapnya pelan dalam bahasa yang sedikit terbata hingga tak terdengar.

 

Wanita itu mengamati Reina sejenak sebelum menghela napas. “Kau bisa duduk di sini. Tak banyak yang bisa kita dapat, tapi lebih baik daripada mati kelaparan.” Reina mengangguk dan duduk di antara mereka.

 

Sekarang, dia hanyalah seorang pengemis di tanah asing. Saat ia duduk di sudut jalan bersama pengemis lain, tiba-tiba rentetan tembakan menggema, membuat orang-orang berlarian menyelamatkan diri. Reina segera bergerak, matanya menangkap seorang wanita paruh baya yang terjatuh di tengah kepanikan.

 

Tanpa ragu, Reina menerjang ke arahnya, melindunginya dari tembakan yang hampir mengenainya. Dengan sigap, Reina membawa wanita paruh baya itu ke tempat aman, bertarung dengan pemberontak yang menghalangi jalan. Setelah keadaan mereda, Reina membantu wanita itu kembali ke rumahnya.

 

Tak disangka, wanita itu adalah istri Hardi, pemilik Warung Hardi, di kota kecil dekat perbatasan kota. Terharu atas keberanian Reina, wanita itu mengangkatnya sebagai anak, menggantikan putrinya yang telah meninggal beberapa bulan lalu.

 

Waktu berlalu, dan Pak Hardi mulai menganggap Reina yang mengganti namanya menjadi Naira sebagai bagian dari keluarganya. Ia bahkan sudah sepeti kakak untuk putranya, Reihardi.

 

Namun, kebersamaan mereka tak berlangsung lama. Pemerintah mengumumkan wajib militer, dan nama Reihardi ada dalam daftar yang dipanggil.

 

Melihat wajah pucat istri Pak Hardi dan kesedihan di mata pria itu, Reina mengambil keputusan besar. Ia menghadap Pak Hardi dan berkata dengan suara mantap, "Biarkan aku yang menggantikan Reihardi."

 

Pak Hardi menatapnya tajam. "Apa kau sadar apa yang kau katakan, Nak?"

 

Reina mengangguk. "Aku tidak punya siapa-siapa. Jika aku bisa melakukan sesuatu untuk keluarga ini, maka biarkan aku pergi sebagai Reihardi."

 

Setelah keheningan panjang, Pak Hardi akhirnya menghela napas berat. "Jika itu yang kau pilih... aku tidak akan menghalangimu."

 

Maka, dengan identitas baru sebagai Reihardi, Reina mengikuti  wajib militer.

 

Reina berdiri tegak di antara puluhan calon bintara lain di gerbang Akademi Militer Ghana. Bangunan besar dengan bendera berkibar di puncaknya berdiri megah di depan mereka, seakan menegaskan bahwa tempat ini bukan untuk orang lemah.

 

Di sebelahnya, seorang pria berambut cepak dengan tubuh kekar menatap sekeliling dengan ekspresi bosan. "Hei, kau dari mana?" tanyanya.

 

"Desa Wiru," jawab Reina singkat, berusaha menjaga suaranya tetap berat agar tidak mencurigakan.

 

Pria itu mengangkat alis. "Nama?"

"Reihardi."

 

"Saya Daniel. Selamat datang di neraka," katanya sambil tertawa kecil. Reina hanya menyeringai tipis. Dia sudah mengalami lebih banyak neraka daripada ini.

 

Tiba-tiba, seorang perwira senior berjalan ke arah mereka dengan langkah cepat. "Dengar baik-baik!" Semua siswa langsung berdiri tegak.

 

"Mulai hari ini, kalian bukan siapa-siapa! Tidak ada yang peduli kalian anak siapa, dari mana asal kalian, atau seberapa hebat kalian di luar sana. Di sini, kalian adalah siswa Bintara!”

 

"Siap, mengerti!" teriak mereka serempak.

 

Mereka bergegas menuju barak. Begitu pintu terbuka, aroma khas asrama menyeruak—bau deterjen bercampur dengan keringat.

 

"Silakan pilih ranjang kalian. Lima menit lagi, kalian harus siap berkumpul di lapangan!"

 

Tanpa membuang waktu, Reina melempar tasnya ke ranjang bawah dan duduk. Namun, baru saja ia ingin menarik napas, seorang siswa lain menjatuhkan tas di ranjang atasnya dan mengintip ke bawah.

 

"Heh, kau tinggi, tapi berotot juga, ya," katanya dengan seringai iseng.

 

Reina menoleh dengan tatapan tajam. "Aku cukup kuat untuk meninju wajahmu kalau kau merebut ranjangku."

 

Pria itu tergelak. "Suka gayamu, bro! Namaku Malik."

 

"Reihardi."

 

"Rei, ya? Oke, gue bakal ingat.

Namun, sebelum mereka sempat merapikan tempat tidur, tiba-tiba suara lantang menggema.

 

"BARIS!!!"

 

Mereka langsung bergegas menuju lapangan. Reina berdiri tegak, berusaha tidak menarik perhatian. Namun, harapannya segera pupus.

 

"Hoi! Kamu yang kurus kayak ranting pohon itu! Maju!"

 

Mata Reina membesar. Sial.

 

Dengan jantung berdebar, ia melangkah ke depan. Instruktur bertubuh kekar dengan kepala botak menatapnya dari atas ke bawah seperti harimau menilai mangsanya.

 

"Nama?"

 

"Reihardi, Pak!" jawab Reina lantang.

 

"Aku nggak peduli anak siapa kalian. Di sini, semua orang sama!" lanjut Sersan Hendra.

 

Reina menekan keinginan untuk menjawab sarkastik. "Siap, Pak! Saya akan bertahan!"

 

Sersan Hendra menyipitkan mata. "Baiklah. Kita lihat sejauh mana kalian bisa bertahan."

 

Saat berlari, Malik nyaris jatuh berkali-kali. Ketika seorang siswa di sebelahnya menyeringai mengejek, Reina balas tersenyum tipis dan langsung menendang lumpur ke arah wajah pria itu.

 

Plok!

"Argh, siapa yang melempar lumpur?!"

 

Reina pura-pura tak tahu. "Wah, kasihan sekali. Kayaknya lumpur suka sama wajahmu."

 

Tawa kecil terdengar dari beberapa siswa lain.

 

Hari berikutnya, suara dentingan sendok dan garpu memenuhi kantin akademi. Para siswa duduk di meja panjang, menikmati makanan mereka—jika bisa disebut menikmati. Nasi keras, lauk hambar, dan sup yang lebih mirip air rendaman sayur bukanlah sesuatu yang menggugah selera.

 

"Dengar-dengar, kita bakal dapat instruktur baru..."

 

Pria itu menelan ludah. "Menurut senior, dia pernah memimpin operasi di perbatasan Ghana-Malaca. Banyak pasukan pemberontak tumbang di tangannya.”

 

Tiba-tiba, suara terompet berbunyi nyaring. Semua siswa langsung berdiri tegak.

 

Seorang perwira masuk ke kantin dengan ekspresi dingin. "Semua siswa! Selesaikan makanan kalian dalam waktu dua menit! Setelah itu keluar dan berbaris di lapangan! Instruktur baru akan memimpin latihan!"

 

Malik hampir tersedak. "Dua menit! Gimana caranya?!"

 

Daniel langsung menyendok nasi dan lauknya sekaligus, wajahnya penuh perjuangan. "Kalau gak mau dihukum, telan aja semua!"

 

Reina menghela napas, mengambil suapan terakhirnya dengan tenang.

 

Di luar, angin bertiup kencang. Langit sedikit mendung, menambah kesan mencekam.

Mereka belum tahu siapa instruktur baru mereka.

 

Tapi satu hal pasti—hari ini akan menjadi hari yang panjang.

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Antara Misi Dan Hati    Aku Mengenalnya

    Suasana lapangan akademi terasa menegangkan. Semua siswa berdiri tegap di bawah terik matahari, menunggu kedatangan instruktur baru yang kabarnya seorang veteran perang. Desas-desus menyebar bahwa pria ini bukan hanya sekadar tentara biasa—dia seseorang yang selamat dari neraka perang dan kembali dengan reputasi mengerikan.Reina berdiri di barisan tengah, berusaha tetap tenang seperti siswa lain. Namun, begitu seorang perwira memasuki lapangan dengan langkah tegap dan penuh wibawa, tubuhnya langsung menegang.Pria itu…Wajah yang selama tiga bulan ini ia kira sudah mati, kini berdiri di hadapannya dalam balutan seragam militer dengan pangkat Mayor Jantung Reina berdegup kencang. ‘Tidak mungkin….’ Ia mengira pria itu mati dalam kebakaran. Pria yang seharusnya sudah tiada, berdiri di hadapannya dengan tatapan tajam yang menembus barisan para siswa. Reina menelan ludah.Mayor itu menatap sekeliling sebelum berbicara. “Nama saya Satya. Mulai hari ini, saya akan menjadi instruktur kali

    Last Updated : 2025-03-05
  • Antara Misi Dan Hati    Hukuman Menikah

    Reina sudah merasa ada yang aneh sejak latihan pagi tadi.Sejak tiba di kamp pelatihan ini, ia telah berusaha menyamar dengan baik—mengenakan pakaian longgar, merendahkan suaranya, dan menahan diri agar tidak menunjukkan reaksi mencolok. Namun, entah kenapa, sejak pertemuan pertamanya dengan Satya, pria itu memperlakukannya dengan berbeda.Latihan fisik yang seharusnya biasa tiba-tiba menjadi lebih berat. Dan yang paling menyebalkan, setiap kali ia mulai kelelahan, Satya hanya akan menatapnya dengan ekspresi datar, seolah mengamati sesuatu yang tidak ia mengerti.Apa pria itu sengaja menyiksanya?Reina mendengus kesal. Ia telah berhasil menyusup ke berbagai tempat sebelumnya, jadi kenapa sekarang justru merasa seperti tikus percobaan di tangan dingin itu? Ketika akhirnya latihan berakhir, Reina merasa cukup.Ia menuju barak perwira, mengabaikan tatapan heran dari beberapa prajurit. Langkahnya cepat, penuh tekad, dan begitu ia sampai di depan kamar Satya, ia mengetuk pintu tanpa basa-

    Last Updated : 2025-03-05
  • Antara Misi Dan Hati    Tiga Syarat

    Malam itu, Reina tak bisa memejamkan mata. Ia berguling ke sana kemari, memikirkan dua pilihan yang diberikan kepadanya—menerima hukuman atau menikah dengan Mayor Satya. Baginya, keduanya sama-sama tidak menyenangkan. Namun, saat mengingat keluarga Reihardi yang telah menerimanya, hatinya goyah. Ia harus membuat keputusan sebelum fajar.Pagi datang lebih cepat dari yang ia harapkan. Setelah apel pagi, Reina melangkah dengan hati berat menuju kamar Satya. Ia memastikan tak ada orang yang melihat sebelum mengetuk pintu. Begitu pintu terbuka, ia langsung masuk tanpa menunggu undangan, membuat Satya sedikit terkejut."Kau mau apa?" Satya bertanya dengan suara dingin.Reina menelan ludah, berdiri tegak di hadapan pria itu. "Aku setuju menikah denganmu. Tapi ada tiga syarat."Alis Satya sedikit terangkat, tapi ia tetap mempertahankan ekspresinya yang datar. "Syarat?""Pertama, kau harus menjamin keselamatan keluarga Reihardi, dan aku tidak mau kamu memaksaku melayanimu secara... fisik," uja

    Last Updated : 2025-03-24
  • Antara Misi Dan Hati    Tak Terduga

    “Biar aku yang bawa,” suara Satya dingin dan tak terbantahkan. Sersan Hendra terkejut ketika Satya tiba-tiba mengulurkan tangan, mencegahnya membopong Reina.Hendra mengerutkan kening, ragu sejenak, tapi ia tak berani membantah. Dengan cekatan, Satya mengangkat Reina ke dalam gendongannya dan berjalan cepat menuju mobilnya.Perjalanan berlangsung dalam diam. Satya mengemudi tanpa ekspresi, sementara Reina yang masih setengah sadar hanya bisa menggeliat lemah.Namun, saat kesadarannya perlahan kembali, Reina merasakan sesuatu yang aneh. Bau antiseptik rumah sakit yang seharusnya tercium, tidak ada. Sebaliknya, ia merasakan aroma bunga dan udara yang lebih hangat.Matanya terbuka perlahan, dan yang pertama kali dilihatnya adalah langit-langit kayu berukir serta lampu gantung klasik.Ini… bukan rumah sakit.Dengan cepat, Reina mencoba bangkit, tapi tubuhnya masih terlalu lemah. Ia menoleh ke samping dan langsung terkejut melihat sosok Satya duduk di kursi, membaca dokumen dengan ekspresi

    Last Updated : 2025-03-25
  • Antara Misi Dan Hati    Rasa Penasaran

    Reina duduk di sofa hotel dengan gaun pengantin yang masih melekat di tubuhnya. Ia masih tidak percaya bahwa pernikahan itu benar-benar terjadi. Satya yang duduk di seberangnya tampak serius berbicara dengan Letnan Dito.Reina yang awalnya malas mendengarkan, tiba-tiba merasa penasaran. Perlahan, ia bangkit dan berusaha mendekat tanpa suara. Ia merapatkan tubuh ke tembok di dekat mereka, memasang telinga sebaik mungkin."Kau yakin ini keputusan yang tepat?" suara Dito terdengar serius."Aku tak punya pilihan lain. Ini harus dilakukan," jawab Satya tegas."Kalau begitu, aku akan mengurus dokumen-dokumennya."Reina semakin menajamkan pendengarannya. Apa yang harus dilakukan? Dokumen apa? Jangan-jangan Satya sedang merencanakan sesuatu yang buruk?Ia berjinjit lebih dekat, namun sialnya, tubuhnya kehilangan keseimbangan karena gaun pengantinnya dan...Bruk! Reina jatuh ke lantai dengan posisi tengkurap.Dito dan Satya langsung menoleh. Dito menahan tawa sementara Satya hanya menatapnya d

    Last Updated : 2025-03-26
  • Antara Misi Dan Hati    Bab 9

    Tengah malam, Reina yang baru saja berusaha memejamkan mata dikejutkan oleh suara pintu yang terbuka pelan. Ia menoleh dan melihat Satya masuk ke dalam kamar tanpa mengatakan sepatah kata pun. Dengan langkah tenang, pria itu langsung merebahkan diri di sisi tempat tidur, membelakangi Reina seolah kehadirannya bukan masalah besar.Reina yang masih dalam keadaan setengah mengantuk langsung terjaga sepenuhnya. Ia bangkit dan menatap Satya dengan tatapan tak percaya. “Hei, kau salah kamar!” bisiknya tajam.Tanpa mengubah posisi, Satya hanya menghela napas. “Tidur saja. Tak perlu cemas, aku tidak akan mengganggumu.”Mata Reina menyipit curiga. “Kau pikir aku akan percaya begitu saja?”“Sebagai siswa tentara, bukankah seharusnya kau lebih berani? Dan bukankah kamu di asrama terbiasa tidur dengan banyak pria,” balas Satya santai.Reina mendengus, tapi ia tidak bisa membantah. Benar, sebagai tentara, ia tidak boleh takut, apalagi hanya berbagi tempat tidur dengan pria yang—sialnya—sekarang ad

    Last Updated : 2025-03-27
  • Antara Misi Dan Hati    bab 10

    Reina berjalan-jalan untuk mencari cara agar bisa melarikan diri dari Satya dan kembali ke perbatasan. Namun, upayanya terasa sia-sia. Tidak ada celah untuk kabur, dan penjagaan di sekitar markas begitu ketat. Setiap sudut wilayah ini dijaga oleh tentara yang siap siaga, membuat Reina frustasi.Kesempatan datang ketika Letnan Dito menawarkan untuk menemaninya berjalan-jalan di sekitar markas. Dengan penuh perhitungan, Reina berusaha memanfaatkan situasi itu. Saat mereka sampai di tempat yang cukup sepi, Reina berpura-pura lelah dan meminta untuk meminjam ponsel Dito."Sebentar saja, aku hanya ingin mengecek sesuatu," katanya dengan wajah meyakinkan.Dito sempat ragu, tapi akhirnya menyerahkan ponselnya. Dengan cepat, Reina mengetik nomor Arian dan mencoba menghubunginya. Namun, setiap kali ia menelepon, panggilannya selalu gagal tersambung. Ia menghela napas panjang, lalu segera menghapus jejak panggilannya dari daftar riwayat."Tolong, jangan ber

    Last Updated : 2025-03-28
  • Antara Misi Dan Hati    Kejutan Tak Terduga

    Reina melangkah ringan di lorong rumah sakit, senyumnya tak bisa ditahan. Hari ini adalah hari yang sudah lama ia nantikan. Setelah berbulan-bulan bertugas di luar pulau akhirnya ia mendapat cuti, setelah tiga hari bertemu keluarga kini dia bisa bertemu dengan Vino, kekasihnya.Ia membayangkan ekspresi terkejut Vino saat melihatnya tiba-tiba muncul di ruangannya. Mungkin pria itu akan memeluknya erat atau sekadar tersenyum lebar seperti biasa. Namun, senyumnya perlahan pudar saat mendapati ruangan dokter itu kosong. Tak ada tanda-tanda keberadaan Vino. Rasa cemas mulai merayap di benaknya.“Permisi, Dokter Vino ada?” tanya Reina pada seorang perawat yang kebetulan lewat.Perawat itu tampak ragu sejenak, lalu menjawab dengan nada hati-hati, “Dokter Vino sudah tidak bertugas di sini lagi, Mbak.”Reina mengernyit. “Maksudnya?”Perawat itu menghela napas. “Dokter Vino sudah pergi ke Amerika minggu lalu. Dia melanjutkan pendidikannya di sana.”Dunia Reina seketika terasa hampa. Suara-suar

    Last Updated : 2025-03-05

Latest chapter

  • Antara Misi Dan Hati    bab 10

    Reina berjalan-jalan untuk mencari cara agar bisa melarikan diri dari Satya dan kembali ke perbatasan. Namun, upayanya terasa sia-sia. Tidak ada celah untuk kabur, dan penjagaan di sekitar markas begitu ketat. Setiap sudut wilayah ini dijaga oleh tentara yang siap siaga, membuat Reina frustasi.Kesempatan datang ketika Letnan Dito menawarkan untuk menemaninya berjalan-jalan di sekitar markas. Dengan penuh perhitungan, Reina berusaha memanfaatkan situasi itu. Saat mereka sampai di tempat yang cukup sepi, Reina berpura-pura lelah dan meminta untuk meminjam ponsel Dito."Sebentar saja, aku hanya ingin mengecek sesuatu," katanya dengan wajah meyakinkan.Dito sempat ragu, tapi akhirnya menyerahkan ponselnya. Dengan cepat, Reina mengetik nomor Arian dan mencoba menghubunginya. Namun, setiap kali ia menelepon, panggilannya selalu gagal tersambung. Ia menghela napas panjang, lalu segera menghapus jejak panggilannya dari daftar riwayat."Tolong, jangan ber

  • Antara Misi Dan Hati    Bab 9

    Tengah malam, Reina yang baru saja berusaha memejamkan mata dikejutkan oleh suara pintu yang terbuka pelan. Ia menoleh dan melihat Satya masuk ke dalam kamar tanpa mengatakan sepatah kata pun. Dengan langkah tenang, pria itu langsung merebahkan diri di sisi tempat tidur, membelakangi Reina seolah kehadirannya bukan masalah besar.Reina yang masih dalam keadaan setengah mengantuk langsung terjaga sepenuhnya. Ia bangkit dan menatap Satya dengan tatapan tak percaya. “Hei, kau salah kamar!” bisiknya tajam.Tanpa mengubah posisi, Satya hanya menghela napas. “Tidur saja. Tak perlu cemas, aku tidak akan mengganggumu.”Mata Reina menyipit curiga. “Kau pikir aku akan percaya begitu saja?”“Sebagai siswa tentara, bukankah seharusnya kau lebih berani? Dan bukankah kamu di asrama terbiasa tidur dengan banyak pria,” balas Satya santai.Reina mendengus, tapi ia tidak bisa membantah. Benar, sebagai tentara, ia tidak boleh takut, apalagi hanya berbagi tempat tidur dengan pria yang—sialnya—sekarang ad

  • Antara Misi Dan Hati    Rasa Penasaran

    Reina duduk di sofa hotel dengan gaun pengantin yang masih melekat di tubuhnya. Ia masih tidak percaya bahwa pernikahan itu benar-benar terjadi. Satya yang duduk di seberangnya tampak serius berbicara dengan Letnan Dito.Reina yang awalnya malas mendengarkan, tiba-tiba merasa penasaran. Perlahan, ia bangkit dan berusaha mendekat tanpa suara. Ia merapatkan tubuh ke tembok di dekat mereka, memasang telinga sebaik mungkin."Kau yakin ini keputusan yang tepat?" suara Dito terdengar serius."Aku tak punya pilihan lain. Ini harus dilakukan," jawab Satya tegas."Kalau begitu, aku akan mengurus dokumen-dokumennya."Reina semakin menajamkan pendengarannya. Apa yang harus dilakukan? Dokumen apa? Jangan-jangan Satya sedang merencanakan sesuatu yang buruk?Ia berjinjit lebih dekat, namun sialnya, tubuhnya kehilangan keseimbangan karena gaun pengantinnya dan...Bruk! Reina jatuh ke lantai dengan posisi tengkurap.Dito dan Satya langsung menoleh. Dito menahan tawa sementara Satya hanya menatapnya d

  • Antara Misi Dan Hati    Tak Terduga

    “Biar aku yang bawa,” suara Satya dingin dan tak terbantahkan. Sersan Hendra terkejut ketika Satya tiba-tiba mengulurkan tangan, mencegahnya membopong Reina.Hendra mengerutkan kening, ragu sejenak, tapi ia tak berani membantah. Dengan cekatan, Satya mengangkat Reina ke dalam gendongannya dan berjalan cepat menuju mobilnya.Perjalanan berlangsung dalam diam. Satya mengemudi tanpa ekspresi, sementara Reina yang masih setengah sadar hanya bisa menggeliat lemah.Namun, saat kesadarannya perlahan kembali, Reina merasakan sesuatu yang aneh. Bau antiseptik rumah sakit yang seharusnya tercium, tidak ada. Sebaliknya, ia merasakan aroma bunga dan udara yang lebih hangat.Matanya terbuka perlahan, dan yang pertama kali dilihatnya adalah langit-langit kayu berukir serta lampu gantung klasik.Ini… bukan rumah sakit.Dengan cepat, Reina mencoba bangkit, tapi tubuhnya masih terlalu lemah. Ia menoleh ke samping dan langsung terkejut melihat sosok Satya duduk di kursi, membaca dokumen dengan ekspresi

  • Antara Misi Dan Hati    Tiga Syarat

    Malam itu, Reina tak bisa memejamkan mata. Ia berguling ke sana kemari, memikirkan dua pilihan yang diberikan kepadanya—menerima hukuman atau menikah dengan Mayor Satya. Baginya, keduanya sama-sama tidak menyenangkan. Namun, saat mengingat keluarga Reihardi yang telah menerimanya, hatinya goyah. Ia harus membuat keputusan sebelum fajar.Pagi datang lebih cepat dari yang ia harapkan. Setelah apel pagi, Reina melangkah dengan hati berat menuju kamar Satya. Ia memastikan tak ada orang yang melihat sebelum mengetuk pintu. Begitu pintu terbuka, ia langsung masuk tanpa menunggu undangan, membuat Satya sedikit terkejut."Kau mau apa?" Satya bertanya dengan suara dingin.Reina menelan ludah, berdiri tegak di hadapan pria itu. "Aku setuju menikah denganmu. Tapi ada tiga syarat."Alis Satya sedikit terangkat, tapi ia tetap mempertahankan ekspresinya yang datar. "Syarat?""Pertama, kau harus menjamin keselamatan keluarga Reihardi, dan aku tidak mau kamu memaksaku melayanimu secara... fisik," uja

  • Antara Misi Dan Hati    Hukuman Menikah

    Reina sudah merasa ada yang aneh sejak latihan pagi tadi.Sejak tiba di kamp pelatihan ini, ia telah berusaha menyamar dengan baik—mengenakan pakaian longgar, merendahkan suaranya, dan menahan diri agar tidak menunjukkan reaksi mencolok. Namun, entah kenapa, sejak pertemuan pertamanya dengan Satya, pria itu memperlakukannya dengan berbeda.Latihan fisik yang seharusnya biasa tiba-tiba menjadi lebih berat. Dan yang paling menyebalkan, setiap kali ia mulai kelelahan, Satya hanya akan menatapnya dengan ekspresi datar, seolah mengamati sesuatu yang tidak ia mengerti.Apa pria itu sengaja menyiksanya?Reina mendengus kesal. Ia telah berhasil menyusup ke berbagai tempat sebelumnya, jadi kenapa sekarang justru merasa seperti tikus percobaan di tangan dingin itu? Ketika akhirnya latihan berakhir, Reina merasa cukup.Ia menuju barak perwira, mengabaikan tatapan heran dari beberapa prajurit. Langkahnya cepat, penuh tekad, dan begitu ia sampai di depan kamar Satya, ia mengetuk pintu tanpa basa-

  • Antara Misi Dan Hati    Aku Mengenalnya

    Suasana lapangan akademi terasa menegangkan. Semua siswa berdiri tegap di bawah terik matahari, menunggu kedatangan instruktur baru yang kabarnya seorang veteran perang. Desas-desus menyebar bahwa pria ini bukan hanya sekadar tentara biasa—dia seseorang yang selamat dari neraka perang dan kembali dengan reputasi mengerikan.Reina berdiri di barisan tengah, berusaha tetap tenang seperti siswa lain. Namun, begitu seorang perwira memasuki lapangan dengan langkah tegap dan penuh wibawa, tubuhnya langsung menegang.Pria itu…Wajah yang selama tiga bulan ini ia kira sudah mati, kini berdiri di hadapannya dalam balutan seragam militer dengan pangkat Mayor Jantung Reina berdegup kencang. ‘Tidak mungkin….’ Ia mengira pria itu mati dalam kebakaran. Pria yang seharusnya sudah tiada, berdiri di hadapannya dengan tatapan tajam yang menembus barisan para siswa. Reina menelan ludah.Mayor itu menatap sekeliling sebelum berbicara. “Nama saya Satya. Mulai hari ini, saya akan menjadi instruktur kali

  • Antara Misi Dan Hati    Tersesat di Tanah Asing

    Reina terbatuk, asap tebal masih membekas di tenggorokannya saat dia berjalan tertatih di antara pepohonan. Panas dari kebakaran semalam masih terasa di kulitnya, meski kini hanya ada kegelapan dan hawa lembab hutan yang menyelimutinya. Kakinya yang terluka berusaha melangkah stabil di atas tanah berlumpur. Tak ada tanda-tanda kehidupan, hanya suara serangga dan sesekali lolongan binatang buas yang menggema dari kejauhan.Dia tak tahu sudah berapa lama berjalan, mungkin berjam-jam, mungkin lebih. Yang dia tahu, dia harus terus bergerak. Berhenti berarti kematian, dan Reina bukan tipe orang yang menyerah begitu saja.Ketika sinar matahari mulai menembus celah dedaunan, Reina melihat sesuatu di kejauhan—gubuk-gubuk kayu yang berdiri di sepanjang sungai. Matanya menyipit, memperhatikan lebih jauh. Ada orang-orang di sana, sebagian berpakaian lusuh, sebagian bersenjata. Jantungnya berdegup lebih cepat saat dia menyadari bahwa dia telah tersesat di wilayah Ghana.Ini adalah daerah konflik.

  • Antara Misi Dan Hati    Pertemuan tak Terduga

    Asap mesiu masih menguar di udara saat suara derap kaki terdengar dari segala penjuru. Kapten Satya Yudha Pratama berdiri di tengah reruntuhan desa kecil, dikepung puluhan pemberontak bersenjata lengkap.Di sekelilingnya, para prajuritnya telah gugur atau tertangkap. Hanya dia seorang yang tersisa.Seorang pemberontak bertubuh besar melangkah mendekat, menyeringai puas. “Kapten besar dari Malaca jatuh ke perangkap kami seperti tikus bodoh.”Tawa mencemooh bergema.“Katanya kau legenda di medan perang. Nyatanya? Kau hanya manusia biasa.”Satya tetap diam, ekspresinya tak berubah. Matanya menyapu medan—reruntuhan, mayat bergelimpangan, senjata yang berserakan.Seorang pemberontak lain menodongkan senapan ke arahnya. “Menyerahlah. Pangeran Ardian pasti akan membayarmu mahal jika kami menyerahkanmu hidup-hidup.”Alih-alih takut, Satya tersenyum tipis. “Kalian pikir aku masuk perangkap?”Para pemberontak mengernyit. Saat itu juga—Satya bergerak.Dengan kecepatan luar biasa, ia merunduk, me

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status