Selena sebenarnya bukan tipe orang yang suka menendang saat orang lain sudah terpuruk. Tapi, Michelle terus menantangnya. Pada akhirnya, dia pun pergi dengan menahan rasa malu.Sampai sekarang, setiap kali Molin melihat Michelle, dia tidak bisa mengendalikan ketakutannya. Selain itu, dia juga sangat membenci Michelle, karena dia yang menyebabkan kegugurannya. Membuatnya kehilangan bayi yang selama ini diidam-idamkannya.Mira menepuk-nepuk tangan Molin, berusaha menenangkannya "Gak usah takut, Moli. Kamu adalah putri semata wayang keluarga Farrell sekarang. Dia gak akan bisa macam-macam lagi denganmu."Molin berbisik, "Ibu, apakah gak ada cara untuk menghukum Michelle atas semua kejahatannya yang keterlaluan itu?""Masalah ini melibatkan keluarga Aswin, jadi kita sulit untuk menanganinya secara terang-terangan, tapi ..." Mira menatapnya dengan licik, "Begitu dia muncul, dia gak akan bisa lolos."Setelah perjamuan itu berakhir, Hayden dipanggil ke dalam mobil penjaga.Dengan kedua tangan
"Kamu ini seperti serigala licik. Percis seperti ibumu yang tak berperasaan dan tak tahu diuntung itu. Seharusnya aku menghajarmu sejak dulu!""Kamu kira keluarga Farrell bakal menerimamu dengan tangan terbuka? Teruslah bermimpi. Kamu gak ada apa-apanya tanpa keluarga Aswin.""Terlalu lama bersama wanita itu membuatmu jadi naif. Kepentingan adalah hal yang paling utama di dunia ini. Apa lagi yang bisa kamu tawarkan selain itu?"Angin dan salju yang kencang di luar sana membuat penglihatan Hayden menjadi buram. Dia hanya mengenakan pakaian tipis dan merasa kedinginan karenanya.Meskipun salju turun begitu lebatnya, tak jauh dari sana, ada seorang gadis yang mengenakan mantel bulu rubah yang tebal. Dia memandang Hayden dengan cemas."Hayden ..."Molin berlari menghampirinya. Karena takut dia akan terjatuh, Hayden pun berlari lebih cepat dan dengan sigap memeluknya.Kedua orang itu memeluk erat satu sama lain di tengah salju yang lebat. "Maafin aku, Hayden," ucap Molin."Moli, aku belum p
Di sisi lain, Selena sedang duduk di samping kakeknya, memberikan pijatan akupuntur untuknya. Setelah mendengar laporan dari pelayan, Rudy pun tetap tidak bergeming dan berkata dengan mata terpejam, "Kalau mereka suka berlutut ya biarin saja."Pelayan pun melirik ke langit di luar, "Malam ini suhunya turun sampai minus lima belas derajat Celsius. Kalau mereka kelamaan berlutut, takutnya ...""Mereka pantas berlutut sampai mati," ujar Rudy sembari membuka matanya.Membayangkan Selena yang belum genap dua puluh tahun harus berlutut di depan pintu sepanjang malam, saat itu dia terlalu polos. Dia benar-benar mengira bisa membuat mereka tersentuh dan membantunya karena mengingat ikatan mereka dengan ayahnya di masa lalu.Mereka bukannya takut menyinggung keluarga Irwin, mereka memang hanya tak mau terlibat.Setelah naik jabatan, dia merasa sombong dan menganggap keluarga Bennett tak ada apa-apanya.Ketika pelayan memberitahunya tentang Selena, Ted sedang duduk sambil minum teh dengan santai
Salju terus turun tanpa henti. Terutama saat malam tiba, salju turun semakin lebat, suhu pun terus menurun dengan drastis.Mantel bulu rubah yang dikenakan Nyonya Wuritno sudah tertutupi salju sedari tadi. Selama bertahun-tahun dia menjadi Nyonya keluarga Wuritno, tak pernah sekali pun terlintas di pikirannya kalau dia akan berlutut di tempat seperti ini karena Ted.Setelah berlutut sekitar dua jam, Nyonya Wuritno langsung pingsan.Petugas keamanan menghampirinya dan menggotongnya ke dalam mobil. Pelayan tetap bersikeras mengatakan bahwa semua orang di kediaman Farrell sudah tidur dan tidak akan membukakan pintu.Ted terpaksa membawa istri dan anaknya pulang dengan hati yang berat. Rudy secara tidak langsung menyiratkan bahwa bahwa masalah ini tidak bisa dibicarakan baik-baik.Sorot mata Harvey berkilat tajam saat menatap Ted yang masuk ke dalam mobil.Dia memberi instruksi dengan dingin, "Chandra, sudah waktunya keluarga Wuritno hancur. Cari tahu apakah ada yang bisa kita gunakan untu
Untungnya, itu bukan bau bangkai, tetapi aroma lembab karena ventilasi yang kurang baik serta bau busuk dari makanan yang sudah basi.Terlihatlah seorang wanita kurus kering yang kulitnya sangat pucat, kedua tangan dan kakinya diikat dengan rantai besi. Tubuhnya terhimpit dalam keadaan kaku."Henny!" seru Kusno sambil buru-buru mendorong kursi rodanya ke samping tempat tidur.Meskipun Selena telah mengalami banyak hal dalam hidupnya, melihat situasi seperti ini tetap saja membuatnya sedikit terharu.Tak ada orang sekeji Evan di dunia ini yang bisa menghancurkan rumah tangga orang lain dan merebut paksa istri orang, namun tak bisa menghargainya setelah merampasnya, malah menyiksanya.Wanita itu terlihat jelas sudah lama dikurung. Karena banyaknya tekanan yang dialaminya, dia hanya menatap kosong pada orang-orang di sana, tak bereaksi apa pun selama beberapa saat.Dengan mata yang sedikit memerah, Selena pun memerintahkan seseorang mengambil selimut untuk membungkus tubuhnya yang hampir
Selena duduk termenung di teras. Kenapa harus di saat-saat seperti ini?Terdengar suara deringan dari sampingnya, ternyata berasal dari Winnie.Melihat raut wajah Selena yang tidak beres, Winnie pun menggesekkan kepalanya di telapak tangan Selena.Dia telah tinggal di desa tersebut cukup lama dan sangat dekat dengan hewan-hewan kecil di sekitarnya, tingkah lakunya kurang lebih menjadi mirip dengan hewan tersebut.Selena secara refleks mengelus kepala Winnie, dan menatapnya dengan hangat."Kenapa gak main bareng kakak dan adik?"Winnie menggeleng, dan membuat isyarat tangan, yang artinya dia mengkhawatirkan Selena.Mungkin dia mendengar sesuatu dari pembicaraan orang dewasa, dan mengira Selena sedih karena dijahati orang lain.Winnie sangat pengertian. Meskipun dia tak bisa berbicara, tapi hatinya sangat lembut.Selena pun menariknya ke dalam dekapannya, "Ibu gak apa-apa, kok. Hanya saja, takdir orang lain sudah ditentukan dari awal, Ibu gak bisa menyelamatkan semua orang. Ibu hanya ing
Kalung itu tidak memiliki gaya yang rumit, melainkan hanya ikan kecil yang tampak nyata.Selena mengangkat kepalanya untuk mencium pipi Harvey, "Aku sangat menyukainya, terima kasih."Hari sudah larut, Selena bangun tidur lalu merapikan diri. Dia pergi ke kamar anak-anak sebentar sebelum diam-diam pergi.Harvey sebenarnya ingin mengantar, tetapi Selena menolaknya.Dia pergi ke dermaga sendirian dan harus transit di satu tempat sebelum mengambil penerbangan langsung ke pulau kecil.Selena mengubah raut wajahnya saat menaiki kapal motor. Dia mengambil napas dalam-dalam, rasa dingin menyelimuti rongga hidungnya.Setelah beberapa kali perjalanan, akhirnya dia tiba di tempat yang telah disepakati, yang mengejutkannya adalah Yohan sudah menunggunya di sana.Selena tersenyum samar saat mendapati Yohan dalam keadaan utuh, "Kamu secara khusus menungguku di sini?""Tentu saja, seenggaknya kali ini hanya ada tiga orang tingkat S yang datang.""Ada siapa lagi?""Nanti kamu bakal tahu."Selama perc
Selena memandang Markus sembari mundur dengan waspada, kemudian suara yang akrab pun terdengar, "Nadia, kamu nggak bisa kabur."Ini Suara Yohan!Yohan sedang duduk dengan santai di kursi pantai dengan menyilangkan kaki, tiba-tiba auranya berubah.Selena juga menebak identitas Markus, "Jadi kamu bos di balik kelompok gangster X.""Ya, seperti yang kamu inginkan, kamu bertemu orangnya."Selena menatapnya dengan tajam, "Kamu mengkhianatiku!""Selena, satu hal yang harus kamu ingat begitu masuk ke kelompok gangster X, nggak ada teman, hanya ada transaksi."Selena tidak pernah datang dengan niat untuk berteman, dari awal hingga akhir dia hanya ingin lebih dekat dengan bos. Namun, dia tidak pernah menyangka bahwa bos ini ternyata juga seorang pembunuh kelas kakap! Mereka bahkan pernah melakukan beberapa misi bersama."Kelompok gangster X adalah sekelompok tentara bayaran yang menerima semua jenis tugas, ada orang yang menginginkanmu, jadi itulah tugas kali ini."Yohan dengan santai menjelask