Desing angin menghantarkan dingin yang menyelimuti langit temaram. Daun yang berguguran terbang terseret hembusan. Bagai mengerti kepedihan yang terjadi, awan menggelap menahan jutaan pilu. Menyertai tangis pedih seorang pria renta yang memeluk erat tubuh lemah putri tercinta yang tengah menjemput ajalnya.
"Ayah.." Bisik lembut itu terdengar mengiris lubuk hati, sang ayah menggenggam erat tangan kurus yang membelai pipi. Dingin, jemari kecilnya terasa begitu dingin.
"Jangan menangis.." Namun hiburan sang putri malah membuat air di kelopak mata cekung itu mengalir semakin deras, "aku tidak apa-apa. Ayah jangan bersedih.."
"Sirly.." Dengan bergetar, pria tua itu memanggil. Berharap perlahan gadis kecilnya itu kembali mengerjapkan mata cantiknya pada dirinya. Tapi iris yang selalu memandangnya penuh cinta itu semakin l
"AAAARGHHH!!"Pagi itu, castil Elmardillo dikejutkan oleh sebuah teriakan yang berasal dari rumah tanaman. Martha kebingungan ketika menghadapi Vinz yang terus menjerit-jerit, ketakutan saat pertama kali mata ketiganya terbuka dengan jelas."Kemarilah, anak manis!" Sedangkan sosok dengan gaun noni belanda itu tidak hentinya mengerjai. Terus mendekati bocah yang sebentar lagi pingsan karena penampilannya yang bersimbah darah dengan wajah yang hancur sebelah."TIDAK, JANGAN DEKATI AKU!" Vinz berlarian, kemudian berakhir bersembunyi di bawah meja.Martha dengan cepat menghadang hantu noni belanda itu. "Hentikan, Dory! Jangan membuatnya semakin ketakutan!" Membawanya bertatap muka dan memberinya banyak sekali omelan."Ada apa denganmu, Martha? Aku hanya ingin bermain de
Sebuah rumah besar berarsitektur tradisional berdiri tepat di kaki gunung. Vinz yang terlalu bersemangat langsung berlarian masuk ke dalam halamannya yang luas. Terlihat begitu senang dengan suasana pegunungan yang segar menenangkan. Hingga orang-orang itu berjalan mengiringi mereka lalu perlahan membukakan pintu ganda besar, tiba-tiba pemandangan lain terpampang di depan mata dan membuat Vinz seketika terperangah."Silahkan, tuan." Ujar salah satu orang diantara mereka. Satu persatu dari mereka masuk, menyisakan bocah kecil yang berdiri kaku di depan pintu dengan mulut terbuka lebar."Ayo masuk," Derl pun harus menggandeng Vinz agar masuk ke dalam. Meski bocah kecil itu sempat terkejut, akhirnya ia mengikuti Derl memasuki portal dunia lain tersebut.Di dalam sana, keadaan begitu berbalik dengan dunia nyata. Di luar masih terang benderang berkat panasn
BRAKKK! "Edrich! Hey, Edrich! Bangun!" Gerald spontan menepuk-nepuk wajah Edrich dengan panik. Saking paniknya, hingga ia tidak sadar memukul rahang pria berkuncir itu dengan keras.PLAK!"Ssshh..." Namun hal itu berhasil membangunkan sang rekan. Gerald kemudian membantu Edrich duduk, sedikit kasian melihat pria itu mengelus-elus pipinya yang merah."Apa yang kau lihat Edrich? Kenapa kau sampai pingsan begini??" Pertanyaan demi pertanyaan sudah memenuhi kepala Edrich yang masih berputar-putar. Namun setelah tersadar, Edrich dengan segera menatap ke sekeliling ruangan."Hey, ada apa Edrich??" Pria berkuncir itu sejenak tidak menjawab, hingga akhirnya menjatuhkan pandangan serius Gerald."Ikut aku keluar," Ucapnya. Gerald pun mengikuti Edrich yang berjalan tergesa meninggalkan rumah.Dibawah sebuah pohon yang rindang, Edrich terduduk menerawang, "aku meli
Pria bertopi itu berjalan menembus keramaian. Edrich, di tengah rasa pusing yang mendera kepalanya berusaha mengikuti pria itu dari belakang. Bersembunyi di balik tembok ketika pria yang ia incar menoleh ke sekeliling sebelum memasuki sebuah gang sempit di sebrang jalan.Tidak ada yang memperhatikannya. Bahkan banyaknya manusia yang berlalu lalang terlihat tidak peduli dengan apapun disana, termasuk pria bertopi besar yang begitu mencurigakan. Tapi Edrich tetap menunggu tanpa melepaskan pandangannya sekalipun. Terus memperhatikan dengan saksama lorong sempit itu, hingga akhirnya seseorang keluar dari sana.'Ah, itu dia!' batin Edrich. Namun yang ia dapati bukanlah pria tadi. Melainkan seorang perempuan tua yang mengenakan jas lusuh beserta tongkat yang membantu jalannya."Apa? Bagaimana mana bisa dia.. Merubah wujudnya?!" Edrich terkejut denga
Polisi berkerumun di tempat kejadian perkara. Gerald yang mengetahui Edrich berasa disana pun menyusul. Mendapati pemuda itu tengah dirawat di sebuah tenda milik kepolisian."Edrich." Gerald memanggil. Namun rekannya itu tidak merespon sama sekali. Ia duduk terdiam di sisi ranjang. Melamunkan sesuatu yang Gerald tidak ketahui. Menurut keterangan polisi, Edrich ditemukan tak sadarkan diri di dekat pusat kejadian. Tidak ada yang tahu apa penyebabnya, warga yang diintrogasi pun mengaku bila pemuda itu sempat membantu mereka mengejar nenek pencuri. Namun tiba-tiba berpisah saat eksekusi dan malah ditemukan pingsan sendirian.Gerald menghela nafas, kemudian memilih menemani Edrich di sampingnya tanpa bicara.Namun tiba-tiba bibir Edrich bersuara. "Aku..." Gerald langsung menoleh padanya. Menyimak pria itu berucap tanpa bertanya."Ak
Remang hari menghambur bersama langit mendung yang sebentar lagi memuntahkan hujannya. Membawa suasana sunyi dengan tepukan sepatu kuda yang menginjak aspal hitam. Davine menemani sang tuan pergi ke wilayah bagian Terrant untuk membicarakan tentang bantuan logistik bersama pemerintah yang memegang kewenangan disana. Sembari menunggu siapa yang akan ditemui sang tuan untuk mengurus penangkapan Odien, tuannya itu membawanya turun menengok seorang saksi kejadian besar yang menimpa wilayah ini.Sepanjang perjalanan, Davine sebenarnya menahan banyak pertanyaan. Pikirannya dipenuhi oleh sosok yang akhir-akhir ini menyita perhatian sang tuan. Yaitu pria berkuncir yang Zein temui pada Festival Woods beberapa waktu lalu. Ia merasa dia tidaklah terlalu penting karena kedudukannya bahkan berada sangat jauh di bawah Zein. Kemampuannya hanya seujung jari dibandingkan sang tuan muda, sungguh bukanlah ancaman yang perlu ditakutkan. Namun meski
Lenyap, kini jejak bahkan desing angin tak terkecap oleh demon, hantu, maupun manusia yang ditugaskan oleh Sand untuk berjaga. Hantu yang berdaulat di dimensi lain itu kebungungan karena tuan muda Elmardillo yang menjadi tonggak informasi sekarang malah mengangkat tangannya ke udara, membiarkan Odien berkeliaran bebas di luar sana.“Zein, aku tidak mengerti dengan apa yang sedang kau lakukan,” Sand bertandang tiba-tiba membawa kecemasan luar biasa. Rambutnya yang dibalut seutas kain menyembul tak beraturan, diterpa panik dan beban pikiran. “Dua hari masih tersisa, tetapi kau sudah melepaskan Odien dan sekarang dia tak dalam pengawasan. Aku semakin tak tenang, Zein!” berseru penuh rasa tertekan, surai berantakan itu kembali digaruk dengan kasar.Martin yang selama ini ditugaskan untuk mendampingi Sand kemanapun ia pergi menguap lebar, langsung merebahkan tubuh dan segera tidur setelah beberapa hari in
“Terimakasih banyak atas bantuan yang anda berikan, Dokter Jorah. Aku tidaklah bisa berdiri saat ini jika bukan karena perawatanmu,” Edrich menunduk pada wanita berambut panjang di hadapannya. Kemudian membopong tas besar yang dibawa Gerald saat ia masih dirawat. Sedangkan pria berambut acak itu tak henti mematung sembari memperhatikan wajah cantik sang Dokter yang akan jarang ia temui sekarang.“Hey, Gerald.” Edrich memanggil sang rekan, “apa kau ingin bergantian saja denganku dirawat disini?”Gerald berdecak kesal, sifat menyebalkan Edrich sudah kembali seperti semula. “Kalau begitu, aku dan Edrich permisi. Sekali lagi, terimakasih atas bantuanmu. Untuk selanjutnya, mungkin kami akan mengunjungimu lagi ketika kepolisian memanggil untuk penyelidikan.”“Terimakasih kembali, tuan Edrich. Dan aku akan menunggunya, Gerald. Semoga perjalanan kalian berjalan lanc
Dua orang itu masih setia berdiri berhadapan. Berdikusi mengenai satu hal, sedangkan Harss tidak bergabung karena harus menangani Gyor yang mendadak tidak terkendali. "Sekarang apa?" Tanya Gerald. Edrich sendiri tidak tahu harus menjawab apa. Dia juga masih belum menemukan solusi. "Jika berhubungan dengan medis, kita mungkin bisa membawanya pada dokter spesialis jiwa, bukan?" Benar, memang benar. Saran Gerald tidak ada salahnya sama sekali. Tapi penyembuhannya akan memakan waktu lama. "Kalau ada solusi kedua yang lebih praktis, aku akan sangat menerimanya karena waktu kita tidaklah banyak, Gerald." Ucapan Edrich membuat pria itu merenung sekian menit. Berjalan kesana kemari sembari menggaruk rambutnya yang memang sudah acak-acakan. Pandangannya lalu jatuh pada Sin yang tengah berjongkok, memainkan bangkai kupu-kupu di atas tanah. "Oh," Pekikan Gerald itu menarik perhatian. "Bagaimana jika kau mencari jejak dimana hantu Kurt berada? K
"Jadi kau sudah menangkapnya?!" Harss berteriak di tengah kerumunan. Membuat orang-orang menyingkir keheranan, sedangkan Edrich mau tak mau harus berbohong agar keanehan yang ada pada Sin tidak membuat orang itu mencurigai mereka. "Ya, aku menemukannya di suatu tempat. Jadi sekarang ikutlah denganku, malam ini juga kita akan mengintrogasinya."Harss terlihat puas sekali. Berjalan mendahului Edrich dan meninggalkannya di belakang. Mengekor sembari melihat punggung itu sayu, Edrich sedikit ragu ingin menanyakan sesuatu di benaknya. Apalagi kalau bukan soal anak itu. "Tuan Harss.""Hm?" Pria itu menoleh sekejap, memperhatikan Edrich yang diam saja. "Ada apa Edrich?"Tapi nampaknya dia masih belum ingin bertanya. Urusan ini akan ia bahas nanti saja. "Tidak apa, mari bergegas." Mereka masih menghadapi kasus nyata sekarang. Jika membicarakannya saat ini, pikiran Harss akan terbagi dan mungkin mereka tidak akan fokus menyelesaikan masalah setelahnya."Sete
Gyor berhenti di sebuah bangku kecil. Menarik nafas dalam-dalam dan beristirahat di bawah pohon rindang setelah berlari dari orang-orang yang sebenarnya tidak mengejar. Dia takut mereka akan menanyainya mengenai Kurt ataupun mengenai kekasihnya. Dia memiliki janji dengan Kurt, dan sampai kapanpun dia tidak akan mengingkari janjinya."Hah.. Huufft.."Sin duduk diantara batang pohon. Memperhatikan Gyor dari atas kemudian turun dan duduk di sampingnya tanpa pria itu sadari. "Hei.""Huaaaargh!!" Gyor terlonjak, menjerit kaget dan seketika berdiri menjauh dari sana. "K-kau! Kau anak yang tadi!"Gyor menunjuk anak yang berjongkok di atas bangku itu dengan tangan gemetaran, sedangkan mata bulat Sin menatap tanpa ekspresi ke lawan bicaranya. "Sejak kapan kau mengikutiku, hah?!"Bocah itu perlahan berdiri. "Kenapa kau kabur, Gyorgie?" Matanya yang tidak berkedip itu membuat Gyor bergidik."N-namaku Gyor bukan Gyorgie! Kemana ayahmu
Sin menghela nafas lelah. Seharian dia memutari banyak desa untuk mencari pos-pos surat bersama pria besar bernama Gerald ini. Meskipun juga sedikit bersyukur setidaknya dia tidak disandingkan dengan pak tua Harss yang mengerikan. Omong-omong soal kantor pos, Edrich berencana untuk mencari informasi lebih lanjut mengenai orang bernama Kurt dan kekasihnya itu. Katanya jika dia bisa menemukan alamat Elena, dia bisa menginvestigasi lebih lanjut atau apalah itu - ke tempat dimana pelaku utama berada. Sebenarnya dia tidak mau ikut melakukan hal rumit seperti ini. Dengan sekali jentik jaripun, sebenarnya dia bisa mengetahui apapun jika sang tuan mau. Tapi seperti yang pernah ia katakan dulu, Edrich belum memberinya sesuatu paling penting untuk membayar dirinya. Apa itu? Tentu saja sebuah kontrak. Selain kontrak apalagi? Tubuhnya. Ya, Sin butuh tubuh pria itu. Namun bukan fisiknya yang payah itu, tapi inti dari tubuhnya. Dia punya kekuata
Harss melangkah ke arah rumah Edrich. Rekannya Gerald itu memberitahu kalau Edrich ingin membicarakan sesuatu ketika mereka bertemu di pasar. Sekarang dia bergegas kesana sembari berdoa semoga pemuda itu mendapat informasi yang membantu kasus mereka.Tok tok tokk!! "Edrich!"Tak lama setelah diketuk, pintu terbuka perlahan tanpa seorangpun yang terlihat. Harss melirik keheranan sebelum suara mencicit di bawah membuat pria tua itu menunduk. "Kau siapa ya?"Bocah tidak sopan. Tapi bukan itu yang membuat Harss terdiam. Namun wajah anak itu yang sekejap membuat bulu kuduknya meremang. Apakah itu dia? Tapi tidak mungkin karena anak itu sudah lama mati. Jadi Harss putuskan menatapnya cermat, memastikan apakah benar dia sosok yang pernah hidup itu atau hanya mirip saja."E-eh..." Sin beringsut menempel tembok, keringat dingin bercucuran saat pria berjenggot tebal memelototinya lekat-lekat sampai membuat jantungny
"Keith, Chloe, makan malam sudah siap!"Sosok perempuan yang sudah memiliki banyak uban di rambutnya itu berjalan ke luar dapur sembari mengelap tangan di celemek yang ia kenakan. Namun sampai beberapa kali panggilan, kedua putranya itu tidak juga muncul seperti biasanya. "Chloe? Kurt?" Tangannya yang penuh dengan piring saji terpaksa menaruh makanan itu kembali. Dahinya mulai mengkerut curiga saat tak mendengar suara apapun dari kedua kamar anak-anaknya.Akhirnya wanita itu berjalan ke kamar mereka satu persatu. Kakinya bergegas berjalan ke kamar Kurt, namun yang ia temukan malah anak itu tengah tertidur di atas nakasnya sendiri. Tangannya menggelantung bersama pena yang sudah terjatuh di lantai. Mungkin dia kelelahan karena belajar."Kurt.. Apa kau tertid-" Kelopak mata Rose tiba-tiba melebar. Seluruh tubuhnya bagai membeku di tempat kala menemukan remaja lelaki itu telah sekarat dengan busa yang mengalir di sela
Malam ini juga Edrich menyelinap ke pos tahanan. Bersama Harss yang sedang dalam jam jaga, dia mengintip diam-diam bagaimana Chloe tidur di dalam selnya."Kau yakin hari ini dia akan mengigau lagi?""Tiap malam dia begitu," Harss duduk di bangkunya, mempersilahkan Edrich memperhatikan pemuda itu langsung saja. "Lihat saja sendiri."Edrich kemudian berjongkok di depan sel. Melihat Chloe yang tertidur di dalam sana. Remaja itu terlihat kurus dan sangat kecil, wajahnya tenang dengan mata terpejam. Namun tidak ada yang tahu apa yang sebenarnya ada di kepalanya. Mengigau sebetulnya hanya peristiwa biasa, tapi tidak akan terjadi jika tidak didasari oleh sesuatu. Sedangkan Rose bilang, putranya itu tidak memiliki kebiasaan tersebut."Ngg.." Beberapa menit berlalu hingga kemudian tubuh pemuda itu mulai bergerak di sela tidur. Edrich menyimak perubahan ekspresi wajah Chloe dengan saksama. Memegangi sel agar ia bisa dengan jelas mendengar gumamannya. Tapi yan
"Aku tidak mengerti denganmu." Sepanjang jalan Harss menggelengkan kepala. Keheranan dengan pria kurus yang berjalan di sampingnya. Sedangkan Edrich terus berjalan lurus tanpa menghiraukan polisi berbadan kekar itu. "Untuk apa kau membawa pulang abu itu?"Berisik sekali, Edrich tidak bisa tenang berpikir. "Tentu saja ini akan membantu kita mengungkap teka-teki selanjutnya, tuan Harss. Kau juga bingung kan kenapa Kurt menghilangkan surat-surat yang ia terima seakan takut bersalah?"Ya, benar. Harss memang turut penasaran dengan itu. Tapi kenapa harus abu? Namun biarlah, Edrich terlalu rumit untuk dimengerti. Biasanya dia akan bergerak sendiri lalu dengan mengejutkannya memberikan sebuah pemikiran aneh yang ntah mengapa bisa menjadi fakta mencengangkan.-0-Rumah kembali berada dalam keadaan sunyi. Gerald seperti pernah mengalami situasi seperti ini. Hal ya
"Tidak bisa." "Apa??" Edrich berjengit, Sin seakan menghiraukan perintahnya seperti angin lalu. Terus mengodek telinganya bagaikan suara Edrich hanya benalu. "Apa maksudmu tidak bisa?!" Sin kemudian berdiri bersedekap di hadapan pria itu. Meski badannya lebih besar, sepertinya Edrich merasa lebih berkuasa disini. "Bukankah aku tuanmu?!" Benarkan? "Kau belum sepenuhnya jadi tuanku, lagipula urusan manusia bukan urusanku." Pria berkuncir yang semula terbakar api amarah itu berubah menyipitkan mata. Menatap Sin lekat. "Apa maksudmu aku belum sepenuhnya jadi tuanmu?" Terlihat seperti dia ingin segera memanfaatkan kesempatan memerintahnya itu. "Dengar, tuan Edrich." Sin mulai memasang wajah serius. "Bagaimanapun juga aku ini seperti hewan buas yang baru saja masuk rumahmu. Apakah kau bisa langsung memegang dan mengelusku seperti anak kucing? Meskipun aku tidak akan menelanmu hidup-hidup, a