"Ini enak banget, Bu!" Suara riang itu meluncur begitu saja dari mulut Karina, membuat Yudha menoleh dan menatap gadis yang duduk di sisinya.
Sedetik kemudian Yudha melirik sang ibu, terlihat sangat wajah itu berseri-seri dengan senyum merekah yang sejak Karina datang tadi tidak lenyap dari wajahnya."Ini kesukaan Yudha, Rin. Mau Ibu ajarin masaknya?"Hampir saja Yudha tersedak, untungnya dia masih bisa menahan diri. Masih membisu mengamati dua wanita yang asyik ngobrol sambil menyantap makan malam mereka.Bisa Yudha lihat Karina nyengir lebar, wajahnya begitu cantik menggemaskan kalau seperti ini. Tidak seperti beberapa saat yang lalu, begitu menyebalkan. Yudha penasaran, apa reaksi Karina dengan penawaran yang diberikan sang ibu yang hendak mengajarinya memasak."Tapi Karin sama sekali nggak bisa masak, Bu." Desisnya dengan wajah memerah.Mampus!Bisa habis Yudha setelah ini! Tahu sendiri ibunya itu begitu cereweYudha sudah masuk ke dalam mobil, begitu juga dengan Karina. Gadis itu malah menurunkan kaca mobil dan melambaikan tangan dengan senyum merekah. Yudha hanya tersenyum ketika melihat Ningsih balas melambaikan tangan dengan senyum lebar. Agaknya malam ini semua rencananya sukses! Yudha mulai membawa mobilnya melaju pergi, tugasnya masih ada satu yaitu mengantarkan Karina pulang ke kostnya. Nampak plastik yang tadi ibunya sodorkan pada Karina bertengger dengan begitu manis di atas pangkuan Karina, membuat Yudha kembali takjub, betapa gadis itu ternyata punya sisi lain. "Ibunya Dokter baik banget ya? Ramah, murah senyum, nggak kayak anaknya." Celoteh Karina yang langsung membuat Yudha mendelik kesal. "Apakah anaknya yang kamu maksud itu saya, Rin?" Yudha tersenyum kecut, mulai, kan gadis ini? Terdengar helaan napas panjang dari sosok itu, membuat Yudha menghirup oksigen banyak-banyak guna memenuhi stok sabarnya. Pasti setelah ini akan ada obrolan
Tawa Yudha pecah begitu Karina turun dari mobilnya macam dikejar setan. Tanpa mengucap sepatah kata apapun, Karina langsung melesat turun dari mobil dan berlari kencang masuk ke dalam rumah kostnya. Membuat tawa Yudha otomatis pecah melihat bagaimana polah Karina yang macam anak SD itu. Yudha berusaha menghentikan tawanya, ia bergegas membawa pergi mobil dari depan gerbang kost sebelum orang mengira yang bukan-bukan. Yudha tersenyum ketika ingat betapa cantik wajah itu ketika Yudha melihatnya secara dekat tadi. Yudha pikir bocah itu akan mengacau ketika mereka tengah makan malam tadi, nyatanya tidak! Dia malah bisa menjelma dengan begitu manis di depan Ningsih, membuat senyum itu tidak mau lenyap dari wajah Ningsih sejak kedatangan Karina tadi. "Nggak aku sangka, kamu punya sisi lain yang begitu sayang untuk dilewatkan, Rin. Atau selama ini aku yang terlalu egois menilaimu hanya dari sikap menyebalkan dan pemberontak yang selalu kau tunjukkan di hadapanku?" Yudha kem
"Sudah kau antar pulang, Yud?"Yudha yang baru saja turun dari mobil hanya tersenyum dan mengangguk, melangkah masuk ke dalam rumah, menghampiri Ningsih yang berdiri menantinya di depan pintu. "Aman, kan? Nggak kamu apa-apain anak orang, kan, Yud?" Tanya Ningsih penuh selidik pada pada anak lelakinya itu. Mata Yudha sontak terbelalak. Apa ibunya bilang? Memang Yudha hendak mengapakan Karina? Kalau mau sih Yudha ingin membawanya masuk ke dalam kamar dan .... Ah! Jangan, Yud! Jangan! Tidak boleh dia lakukan tindakan nekat itu. Yudha menghela napas panjang, "Memangnya mau Yudha apain sih, Bu? Kalau mau sudah dari dulu-dulu Yudha apa-apain." Jawab Yudha santai lalu meraih tangan ibunya, mencium punggung telapak tangan itu dengan penuh hormat. Tangan yang Yudha cium tiba-tiba melayang menarik telinga Yudha dengan gemas. Hal yang langsung membuat Yudha berteriak-teriak kesakitan. "Apa? Disuruh kawin dari kemaren-kemaren katanya no
Karina menggeliat, tubuh kekar itu menindihnya di atas ranjang. Tangan itu mengunci kedua tangan Karina di atas kepala, sementara bibir lelaki itu ... Karina hampir gila dibuatnya! Bibir Yudha dengan begitu sensual menyusuri telinga, leher hingga dada Karin. Beberapa kali bibir itu memagut bibir Karina dengan begitu liar. Seperti saat ini, bibir Yudha melumat bibirnya dengan sangat lembut. Membuat napas Karina terengah karena ciuman itu begitu posesif dan seolah tidak mau melepaskan Karina. Karina menghela napas panjang ketika bibir itu akhirnya terlepas. Mata mereka beradu, tatapan berkabut penuh gairah itu terpancar dari masing-masing mereka. "Sekarang, Rin?" Suara itu begitu lembut, seksi dan entah apa lagi, suara yang membuat Karina terpukau dan hanya mengangguk perlahan. Tampak olehnya senyum itu mengembang dia melepaskan tangannya yang mengunci tangan Karina, satu tangannya terulur ke bawa tubuh dan tidak perlu waktu lama benda hangat dan besar itu menyapa
Suasana kedai itu tidak terlalu ramai pagi ini. Kedai dimsum dan bubur ayam yang terkenal enak seantero kota. Kedai itu begitu bersih, rapi dan terletak tepat di tepi jalan yang aksesnya cukup mudah meskipun agak sulit mendapatkan tempat parkir, terlebih untuk yang membawa mobil macam Yudha begini. Dan di kedai itulah Yudha duduk saling berhadapan dengan Karina di salah satu meja. Sibuk dengan semangkuk bubur masing-masing. Bubur yang entah mengapa mereka bisa begitu kompak mengaduk rata bubur mereka. "Kamu begadang? Matamu berkantung macam itu." Tanya Yudha sambil memperhatikan wajah itu dengan seksama. Karina menghentikan tangannya yang hendak menyuap bubur ke dalam mulut. Ia mengangkat wajah, membalas tatapan Yudha yang memperhatikan wajahnya sejak tadi. "Nggak bisa tidur!" Jawab Karina singkat lalu kembali menyuapkan buburnya. "Nonton drakor?" Tuduh Yudha yang masih menatap wajah itu lekat-lekat. Dia tidak suka dengan kantung mata itu! Mer
"Heeehh!" Yudha menarik tangan Karina ketika ia selesai menurunkan koper dan gadis itu melenggang pergi tanpa sepatah kata apapun. "Apaan lagi sih, Dok?" Terlihat sangat sosok itu begitu kesal kepadanya, wajah menggemaskan itu mencebik, membuat Yudha gemas setengah mati. "Salim dulu!" Yudha melepaskan cengkeraman tangannya, menaikkan tangan itu sampai ke depan muka Karina. Gadis itu melongo, menatap Yudha dengan mata membulat dan bibir setengah terbuka. Bibir merona yang membuat Yudha rasanya ingin meraup bibir itu dan melumatnya dengan ganas. Karina lantas meraih tangan Yudha dengan kasar, mengecup punggung telapak tangan Yudha secepat kilat lalu membalikkan badan melangkah masuk ke bandara tanpa berkata-kata lagi. Tawa Yudha sontak pecah, ia tertawa lirih sambil geleng-geleng kepala melihat punggung yang lambat laun melangkah pergi. Sejenak Yudha menatap punggung telapak tangan yang tadi Karina cium, kenapa rasanya bibir karena seperti menja
Karina menatap nanar bangunan rumah mewah yang sudah lama sekali tidak Karina kunjungi. Setelah resmi lolos seleksi dan menjadi seorang medical student, Karina hanya pulang ke rumah ini ketika liburan semester tiba, lainnya akan dia habiskan di kamar kost nyaman yang Karina sewa selama menjalani pre-klinik. Karina menghela napas panjang. Jam segini bisa dipastikan di rumah hanya ada asisten rumah tangga dan security rumah. Mama dan papa tentu masih sibuk bergelut dengan penyakit-penyakit dan pasien mereka. Karina menyeret kopernya, bahkan sebelum dia buka suara meminta di bukakan pintu gerbang, sosok itu sudah berlari dan membuka gerbang rumah untuknya. "Astaga, Non! Kok udah main sampai saja? Kenapa nggak nelpon Mang Asep? Kan tadi bisa Mang Asep jemput atuh!"Karina hanya tersenyum, "Nggak usah repot-repot, Mang. Sepi ya?" Karina masuk ke dalam, membiarkan Mang Asep menutup gerbang, Karina sontak menarik kopernya menjauh dari Kekaisaran paruh baya itu. Trauma ak
"Rin ... Sayang, bangun dong! Kamu sampai jam berapa tadi, kenapa nggak kabarin Mama, Rin?"Panggilan dan guncangan itu membuat Karina mengerjapkan matanya, berusaha membuka matanya yang masih saja terasa berat. Tidurnya benar-benar tidak nyaman semenjak mimpi 'panas' itu terus menerus menganggu dirinya. Karina tahu betul itu suara sang mama dan Karina sudah begitu rindu, ia lantas segera bangkit dengan mata yang masih setengah terpejam itu Karina menjatuhkan diri ke dalam pelukan sang mama. Ia benar-benar sudah sangat rindu! "Kangen!" Desis Karina lirih dengan suara tertahan. Dewi tersenyum, mengelus lembut kepala Karina yang dia sandarkan di dadanya. Mata Dewi memerah, bukan hanya Karina, dia sendiri juga sudah begitu rindu pada anak bungsunya ini. "Mama juga kangen banget sama kamu, Sayang! Selamatnya akhirnya bulan depan sudah sah S. Ked!" Dewi mempererat pelukannya. Air mata Dewi menitik, begitu bangga dan bahagia dengan kelulusan sang pu
Yudha tersenyum melihat pemandangan di depannya itu. Kalau saja tidak ada ibu dan mertuanya di sini, mungkin Yudha sudah sesegukan menangis. Bagaimana tidak? Yudha tidak pernah berpikir kalau kemudian dia bisa sampai pada tahap ini, tahap di mana dia akhirnya bisa menyandang dua gelar yang dulu sama sekali tidak pernah terlintas dalam benaknya.Jadi suami dan seorang ayah!Ternyata rasanya sebahagia ini! Begitu bahagia sampai-sampai Yudha tidak bisa mengungkapkan kebahagiaannya dengan kata-kata.Yudha melangkah mendekat, menatap dengan saksama bagaimana manisnya Arjuna yang tengah menyusu pada ibunya."Hai, Jun ... ketahuilah, yang kau nikmati itu dulu jatah ayahmu." bisik Yudha yang langsung dapat sebuah tabokan dari Karina.Yudha terkekeh, dikecupnya puncak kepala Juna dengan penuh kasih sayang. Lalu tidak lupa puncak kepala Karina. Yudha mencintai dan mengasihi keduanya, bukan hanya salah satu saja."Kapan boleh pulang, Mas?" tanya Karina setelah Yudha duduk di kursi yang ada di sam
"Ini bagus!" Brian menunjuk setelan piyama lengan panjang merek ternama dengan warna biru dan motif roket yang ada di tangan Heni. Mereka berdua tengah sibuk memilih perintilan perbayian untuk isi parcel hadiah lahiran dari Heni untuk Karina. Operasi berjalan lancar. Bayi laki-laki dengan BBL 3700 gram itu lahir tanpa kurang suatu apapun. Sehat, lengkap, normal dan lahir dengan penuh cinta. Karina sudah mengirimkan foto Arjuna Putra Yudhistira, nama anak Karina yang menurut Heni sedikit rancu dan bisa mengacaukan cerita pewayangan. Bagaimana tidak? Dalam kisah pewayangan, bapak dari Arjuna itu Prabu Pandudewanata! Bukan Yudhistira! Yudhistira itu saudara laki-laki Arjuna, bukan bapaknya! Tapi mau protes pun sia-sia. Sudah Heni lancarkan protes itu dan kau tahu apa jawaban Karina? "Ya itu kan Arjuna di cerita wayang, ini Arjuna versi aku sama Mas Yudha. Jadi ya jangan di samakan!"Begitulah pembelaan dari Dewi Karina, ibu dari Arjuna versinya sendiri dan Prabu Yudha Anggara Yudhist
Yudha berlari dengan sedikit tergesa begitu selesai menerima telepon dari Anwar. Kebetulan sekali, jadwal operasinya mundur terdesak cito operasi pasien kecelakaan yang langsung ditangani oleh spesialis bedah saraf. Jadi tanpa membuang banyak waktu Yudha segera meluncur ke VK, tempat di mana istrinya sekarang berada. Keringat sebesar biji jagung sudah membasahi wajah Yudha. Ia begitu panik dan khawatir. Bukan apa-apa, hanya saja pemeriksaan yang terakhir sedikit mengkhawatirkan. Posisi kepala janin memang sudah di bawah, yang jadi masalah tentu adalah kepala janin yang tidak mau turun ke panggul! Padahal, saat mendekati HPL harusnya posisi kepala janin sudah dibawah dan masuk ke panggul. Tapi tidak dengan jagoan Yudha. Hal yang membuat jantung Yudha takikardia karena kalau sampai kontraksi dan lain-lain lantas tidak bisa membuat kepala janin masuk panggul, tentu sudah tahu opsi apa yang harus Karina ambil, bukan? "Gimana, War?" Tanya Yudha begitu sampai di VK. Napasnya terengah-eng
"Udah sering konpal, Rin?"Heni melirik Karina yang duduk di kursi, ia trenyuh melihat perut membukit Karina yang terkadang menjadi alasan Karina sedikit kesusahan bergerak. "Dikit, kenapa?" Karina menoleh, nampak tersenyum simpul menatap Heni yang memperhatikan dirinya dari tempat Heni duduk. "Gimana rasanya, Rin? Aku lihat kayaknya kamu bahagia banget gitu." Heni menopang dagu, masih memperhatikan Karina yang sibuk mengelus perut membukitnya.Karina menatap Heni, senyumnya merekah ikut menopang dagu dan membalas tatapan kepo Heni yang tersorot sejak tadi. "Mau tau? Yakin?" Goda Karina sambil menaikkan kedua alis. Heni mencebik, ia mengangkat wajahnya, menegakkan kepala sambil mengerucutkan bibir. Ia tahu kemana arah bicara Karina, tahu apa yang akan dikatakan Karina perihal jawaban dari pertanyaan yang tadi ia lontarkan kepada Karina. "Nggak jadi kepo deh!" Heni melipat dua tangannya di dada. Pandangannya lurus ke depan, menatap pintu IGD yang tertutup dan sama sekali tidak ter
"Nah kelihatan sekarang, Yud!" Teriak Anwar yang hampir membuat Yudha melonjak. Yudha menyipitkan mata, menatap layar monitor guna melihat apa yang terpampang di sana. Sedetik kemudian senyum Yudha melebar, nampak matanya berbinar bahagia. "Jangan kau ajari baku hantam, Yud! Cukup bapaknya yang bar-bar, anaknya jangan!" Gumam Anwar sambil melirik Yudha yang masih tersenyum lebar. "Iya tuh, Dok! Takut saya diajarin macam-macam sama bapaknya nanti!" Gumam Karina yang nampak speechless dengan mata berkaca-kaca. Akhirnya kelihatan juga! Setelah beberapa kali Yudha junior itu enggan menunjukkan bagian paling sensitif miliknya, kini terlihat begitu jelas di layar monitor! Laki-laki! Anak mereka laki-laki! Sesuai dengan harapan Yudha yang ingin anak pertama lelaki. Supaya bisa membantu Yudha menjaga adik perempuan dia nantinya!"Yang jelas nggak bakalan diajarin main cewek, Rin. Aku jamin itu! Bapaknya aja kuper, nggak jago deketin cewek!" Ledek Anwar yang spontan membuat Yudha meliri
Minggu ini rumah Yudha begitu sepi. Mbok Dar izin pulang kampung. Jadilah hanya Yudha dan Karina yang ada di rumah. Semoga di hari minggu ini mereka bisa lebih tenang. Tidak ada oncall atau cito atau apapun lah itu! Yudha tengah duduk santai bersandar di sofa lantai bawah ketika Karina muncul dan langsung duduk, melingkarkan kedua tangan ke tubuh Yudha dan memeluknya erat-erat. Yudha tersenyum, sudah tidak kaget lagi dia kalau Karina seperti ini. Bukankah istrinya ini memang manja? Terlebih ketika kemudian positif hamil. "Hari ini mau kemana? Pengen ngapain?" Tanya Yudha sambil mengelus-elus puncak kepala Karina. "Nggak pengen kemana-mana. Pengen kelon aja seharian." Jawabnya singkat dengan kepala bersandar di dada.Yudha terkekeh. Semenjak hamil, bisa Yudha rasakan kalau Karina begitu berbeda. Bahkan untuk urusan 'orang dewasa', Karina lebih on dari biasa. Padahal Yudha harus hati-hati betul agar anak mereka tidak kenapa-kenapa, eh malah ibunya yang terkadang terlalu 'liar' dan b
Karina dengan melangkah dengan sedikit susah payah ketika sosok itu tiba-tiba muncul dan berdiri di hadapan Karina. Sejenak Karina tertegun, namun langkah Tasya yang mantab yang jelas mendekatinya membuat Karina segera sadar dari rasa terkejutnya. Menantikan apa yang hendak Tasya katakan atau sampaikan kepadanya. "Selamat pagi, Dok!" Sapa Karina begitu Tasya sudah berdiri tepat di hadapannya. "Jangan sekaku itu sama saya, Rin. Santai saja." Gumam Tasya sambil tersenyum. Kini Karina terkejut, pasti Tasya punya sesuatu hal yang penting sampai-sampai dia menemui Karina seperti ini. Tapi apa? Apakah ada hubungannya dengan suaminya? Atau malah dengan Dinda? "Rin ...." Panggil suara itu ketika Karina hanya membisu. "Iya, Dok?" Alis Karina berkerut, fix! Tasya ada perlu dengan dirinya kalau begini! "Saya tadi ketemu suami kamu, mau minta tolong tapi dia bilang saya harus ketemu dan ngomong langsung ke kamu, Rin." Ujarnya lirih. Mata Karina membelalak, Tasya menemui suaminya? Untuk apa
"Yud!"Itu suara Andreas, Yudha menghela napas panjang. Kenapa lagi dokter anestesi itu? Suka banget sih menganggu Yudha? Heran! Yudha memperlambat langkahnya, nampak Andreas terengah-engah melangkah di sisinya. Yudha hanya melirik sekilas, apa lagi yang hendak dia bicarakan? Mengajak ghibah lagi? Atau apa? "Kenapa?" Tanya Yudha yang terus melangkahkan kaki. "Itu mantanmu si blackpink itu, dia mengundurkan diri, Yud!" Gumam Andreas dengan sangat serius. Alis Yudha terangkat. Benarkah? Tasya mengundurkan diri? Jadi dia sudah tidak lagi bekerja di rumah sakit ini? Alhamdulillah, kenapa rasanya hati Yudha begitu lega? Itu artinya dia tidak perlu was-was dan Karina bisa tenang di masa kehamilannya! "Oh ya? Serius? Aku seneng dengernya, And!" Desis Yudha dengan senyum lebar. "Ah kamu!" Andreas mencebik. "Nggak ada yang bening-bening lagi, Yud!" Desis Andreas lemas. Yudha terbahak, bening? Andreas tidak tahu saja bagaimana wujud Tasya dulu. Ketika dia dan Tasya masih sama-sama berjua
Sebulan kemudian ... "Rin! Ayolah!" Yudha menarik tangan Karina, berharap sang istri yang masih terbaring di atas ranjang mau bangkit dan turun dari kasur. Karina melepaskan tangan Yudha, menggeleng dengan mantab tanpa berniat bangun dari posisi rebahan asyiknya hari itu. Yudha menghela napas panjang, ia menggeleng perlahan, sangat gemas setengah mati dengan istrinya ini. Perut Karina sudah mulai menyembul. Terlihat menggemaskan sekali di mata Yudha. Membuat Yudha rasanya ingin terus mengelus lembut perut itu kapanpun. Masalahnya cuma satu! Semenjak hamil, Karina jadi malas banget buat mandi! Dia selalu muntah parah tiap mencium aroma sabun. Semua merek dan jenis sabun sudah Yudha beli, hasilnya nihil! Bahkan sabun yang satu itu, sabun yang biasanya digunakan anak-anak untuk membersihkan cadaver juga Yudha belikan saking gemas bagaimana caranya supaya Karina mau mandi. Dan hasilnya, sama sekali tidak membuat Karina lantas mau membersihkan diri. "Sayang, mandi gih! Apa mau ke spa?