Mata Yudha melotot tajam melihat foto-foto apa yang di-posting gadis itu di laman akun In*tag*am-nya. Foto-foto itu ... Yudha mendengus kesal, segera men-screenshoot beberapa foto yang menurut Yudha tidak pantas ada di akun sosial media itu. Agaknya dia harus memperhatikan dan mengawasi Karina dengan seksama!
Yudha segera mengirimkan hasil screenshot foto itu ke nomor Karina. Ada lebih dari 20 puluh file yang dia kirim. Setelah memastikan puluhan file itu centang dua alias sudah terkirim dan diterima, Yudha segera menekan nomor Karina, kembali menghubungi calon istri dadakan Yudha yang menyebalkan sekali itu.
"Apaan lagi sih, Dok? Apa lagi?" suara itu langsung nge-gas begitu panggilan Yudha dia angkat.
Yudha menghela napas panjang, mencoba sabar menghadapi Karina yang sejak dulu Yudha tahu betul tidak pernah akur ketika berhadapan dengan dirinya.
"Sudah buka chat saya?" Yudha mencoba tetap sabar. Melatih diri untuk sabar sebelum na
Karina sontak merinding dengan kalimat yang Yudha bisikkan kepadanya itu. Secara refleks Karina mendorong wajah itu menjauhi wajahnya. Sebuah tindakan yang membuat wajah Yudha berubah masam seketika.“Dokter jangan macam-macam sama saya, ya! Ingat perjanjian apa yang sudah kita buat kemarin?” Karina tentu ingat betul janji apa yang sudah Yudha berikan kepadanya, sebuah janji yang membuat Karina lantas setuju dengan semua rencana gila yang Yudha jabarkan itu.Nampak Yudha mendengus perlahan, ia lantas menutup pintu mobil Karina dan merebut kunci mobil dari tangan gadis itu. Karina melotot, terlebih ketika kemudian Yudha menarik tangan Karina dan membawanya keluar dari halaman parkir kost.“Eh ... eh ... apa-apaan ini, Dok?” tentu Karina protes, hendak dibawa kemana lagi sih?“Ikut saya ke kampus! Setengah jam lagi saya ada kelas.”Mendengar hal itu, Karina sontak melotot. Dia harus ikut dosen rese ini ke kampus? N
“Hus! Jangan teriak-teriak begitu, Rin!”Yudha terkejut luar biasa. Bagaimana tidak? Karina tiba-tiba berteriak macam itu dengan suara kencang, untung saja jantung Yudha tidak meloncat dari tempatnya. Yudha terus membawa mobil menuju kampus, tidak peduli Karina berteriak macam tadi, dia hampir telat.“Biarin! Saya benci pokoknya sama Dokter! Benci banget!” Karina kembali memukul-mukul lengan Yudha dengan membabi buta, membuat Yudha lantas menepikan mobilnya dan bersandar di jok.Karina sontak berhenti memukul lengan Yudha, ia melepas seat belt, hendak melomcncat turun kalau saja tangan Yudha tidak buru-buru mencekal tangan Karina.“Et!” Yudha mencengkeram kuat tangan itu. “Saya berhenti bukan buat kasih kesempatan kamu melarikan diri, ya?”Karina mendengus, menatap kesal ke arah Yudha yang tampak bersorot mata tajam. Mimpi apa Karina harus berhadapan dengan takdir yang menyebalkan macam ini? Agaknya Y
[ Di mana? ] Isi sebuah pesan yang masuk ke dalam ponsel Kirana. Pesan yang dikirim oleh kontak dengan nama 'My Lovely Husband', nama alay yang di ketik sendiri oleh si pemilik nomor. Rasanya ingin Karina abaikan saja pesan masuk itu, tetapi mengingat berapa horor hukuman yang akan Karina terima jika Karina kabur dari Yudha, membuat Karina sontak mengetikkan balasan dan segera mengirimkannya. [ Perpus fakultas, kenapa? ] Tanpa menunggu lama, pesan itu langsung dibaca oleh Yudha dan balasan pun langsung Karina Terima. [ Jangan kemana-mana. Saya kesana! ] Karina menghela napas panjang, ia meletakkan ponsel di atas meja. Menutup wajahnya dengan kedua tangan. Hal gila apa lagi yang akan terjadi setelah ini? Keributan apa yang akan pecah di antara mereka? Karina masih menutup wajahnya, ketika tepukan lembut itu tiba-tiba mendarat di bahu Karina. "Apaan lagi sih, Do--." Karina tertegun, bukan Yudha yang menepuk bahu
Karina tercekat mendengar kalimat itu. Dikecewakan? Ditinggalkan? Ia melirik Yudha yang wajahnya kini berubah sedu. Apa yang sebenarnya terjadi? Hal yang membuat lelaki itu begitu menyebalkan macam ini?Karina menghirup udara sebanyak-banyaknya, menoleh dan mulai memberanikan diri kembali bersuara."Tapikan nggak semua perempuan kayak begitu, Dok." tentu! Karina tidak mau kena imbas dari orang masa lalu Yudha dan berujung dia diawasi secara ketat macam tadi. Dia bukan tahanan kota!"Nggak semua, tapi kebanyakan iya, Rin!" tukas Yudha datar. Matanya masih tetap fokus pada jalanan yang ada di depannya."Tapi saya nggak kayak gitu, Dok! Saya bukan perempuan macam itu!" Karina kembali terpancing, Dia tipe orang yang bisa dipercaya dan dia tidak pernah mengecewakan orang yang sudah memberinya kepercayaan!"Bisa saya pegang omongan kamu?" kini Yudha menoleh, hanya sebentar karena ia kemudian kembali fokus pada setirnya.
Heni tengah menjemur keset di gerbang kost ketika melihat mobil putih itu berhenti di depan gerbang kost-nya. Alis Heni berkerut, bukankah itu ..."Loh, mobil dokter Yudha, kan? Kok sampai sini?" Heni mendadak pucat, jangan bilang kalau dosennya itu kemari hendak mencari Karina. Karina tidak membuat ulah, kan? Kabur misalnya?Heni hendak lari ke dalam kamar kost ketika mendapati yang turun dari mobil itu bukanlah sosok yang dia takuti datang kemari, melainkan Karina yang nampak cemberut melangkah mendekatinya."Loh, Rin? Itu, kan ...."Karina hanya menghela napas panjang, masuk ke dalam gerbang dan duduk di kursi teras. Heni melangkah mendekati Karina yang menopang dagu sambil cemberut."Dokter Yudha-nya mana?" tanya Heni yang masih heran kenapa mobil dosen kece itu bisa Karina bawa? Ah ... agaknya Heni lupa, Karina kan calon istrinya!"Di rumah sakit, lagi praktik. Kenapa?" tanya Karina yang masih cemberu
Yudha menyeka keringat yang mengucur, melepas gown dan bersiap membersihkan diri setelah berperang melawan malaikat maut di dalam kamar operasi.Dia melirik jam dinding, sudah sore ternyata. Mendadak bayangan cantik menggemaskan itu muncul di kepalanya. Di mana calon istrinya itu berada sekarang?Yudha tersenyum, segera mencuci bersih-bersih tangannya dan hendak berganti pakaian, ketika tepukan itu mendarat di bahunya."Yud, sudah selesai?"Yudha menoleh, langsung menundukkan kepala sebagai wujud hormat kepada sosok itu. Siapa lagi kalau bukan Profesor Hasyim, direktur rumah sakit yang juga seorang guru besar di kampus tempat Yudha mengajar."Sudah, Prof. Alhamdulillah semua lancar." Jawab Yudha sambil tersenyum."Dengar-dengar gosip di kampus, kamu mau nikah, Yud?"Yudha membelalakkan mata, ah ... Agaknya memang satu universitas sudah dengar semua kabar itu. Maka tidak heran sekelas Profesor Hasyim pun t
Karina tercekat, wajah itu begitu dekat dengan wajahnya. Menampilkan sebentuk wajah dengan rahang kokoh, hidung mancung yang sialnya begitu indah dan mempesona di mata Karina. Sorot mata tajam itu berubah begitu lembut, membuat sesuatu dalam hati Karina bergejolak luar biasa. "Aduh!" Karina memekik ketika Yudha tiba-tiba menarik dan memaksanya berdiri, tangan yang tadi dia gunakan untuk menangkap tubuhnya, kini berkacak pinggang dan sorot mata itu kembali begitu tajam. "Kamu itu sembrono sekali sih? Bisa hati-hati nggak?" Omelnya yang seketika membuat rasa kagum yang sempat muncul, hancur berkeping-keping hingga tidak bersisa. "Namanya juga nggak sengaja, Dok! Galak amat sih!" Karina mencebik, segera pergi dari depan lelaki itu sambil bersungut-sungut. Ia membuka pintu mobil, naik ke dalam mobil dan segera duduk di jok samping supir. Kenapa lelaki itu sangat menyebalkan sih? Dulu ibunya ngidam apa sampai-sampai punya anak macam zombie seperti
Yudha segera menangkap tubuh itu, mendekapnya ke dalam pelukan sebelum tubuh itu jatuh tersungkur mencium tanah. Kini tubuh mereka menempel satu sama lain, kepala Karina sukses mendarat di dadanya, membuat Yudha yakin seyakin-yakinnya gadis itu tidak memerlukan stetoskop lagi untuk mendengar degup kencang di rongga dada Yudha. Karina segera melepaskan diri, membuat Yudha tersentak dan mempertahankan tangan Karina dalam genggamannya. Mata mereka beradu, dapat Yudha lihat mata yang biasanya bersorot tajam menatapnya itu kini memerah berurai air mata. "Rin ... Saya minta maaf."Mata Karina terbelalak, mulutnya setengah terbuka. Yudha lihat betul ekspresi terkejut itu. Tangan Yudha meraih satu tangan Karina, menggenggamnya dan meremas tangan itu dengan lembut. "Saya minta maaf kalau sudah bikin kamu kesel. Kita jadi nikah, kan, Rin? Please ... Cuma kamu yang bisa nolongin saya, Rin." Mohon Yudha dengan begitu tulus. Sebodoh amat dia terkesan mengej
Yudha tersenyum melihat pemandangan di depannya itu. Kalau saja tidak ada ibu dan mertuanya di sini, mungkin Yudha sudah sesegukan menangis. Bagaimana tidak? Yudha tidak pernah berpikir kalau kemudian dia bisa sampai pada tahap ini, tahap di mana dia akhirnya bisa menyandang dua gelar yang dulu sama sekali tidak pernah terlintas dalam benaknya.Jadi suami dan seorang ayah!Ternyata rasanya sebahagia ini! Begitu bahagia sampai-sampai Yudha tidak bisa mengungkapkan kebahagiaannya dengan kata-kata.Yudha melangkah mendekat, menatap dengan saksama bagaimana manisnya Arjuna yang tengah menyusu pada ibunya."Hai, Jun ... ketahuilah, yang kau nikmati itu dulu jatah ayahmu." bisik Yudha yang langsung dapat sebuah tabokan dari Karina.Yudha terkekeh, dikecupnya puncak kepala Juna dengan penuh kasih sayang. Lalu tidak lupa puncak kepala Karina. Yudha mencintai dan mengasihi keduanya, bukan hanya salah satu saja."Kapan boleh pulang, Mas?" tanya Karina setelah Yudha duduk di kursi yang ada di sam
"Ini bagus!" Brian menunjuk setelan piyama lengan panjang merek ternama dengan warna biru dan motif roket yang ada di tangan Heni. Mereka berdua tengah sibuk memilih perintilan perbayian untuk isi parcel hadiah lahiran dari Heni untuk Karina. Operasi berjalan lancar. Bayi laki-laki dengan BBL 3700 gram itu lahir tanpa kurang suatu apapun. Sehat, lengkap, normal dan lahir dengan penuh cinta. Karina sudah mengirimkan foto Arjuna Putra Yudhistira, nama anak Karina yang menurut Heni sedikit rancu dan bisa mengacaukan cerita pewayangan. Bagaimana tidak? Dalam kisah pewayangan, bapak dari Arjuna itu Prabu Pandudewanata! Bukan Yudhistira! Yudhistira itu saudara laki-laki Arjuna, bukan bapaknya! Tapi mau protes pun sia-sia. Sudah Heni lancarkan protes itu dan kau tahu apa jawaban Karina? "Ya itu kan Arjuna di cerita wayang, ini Arjuna versi aku sama Mas Yudha. Jadi ya jangan di samakan!"Begitulah pembelaan dari Dewi Karina, ibu dari Arjuna versinya sendiri dan Prabu Yudha Anggara Yudhist
Yudha berlari dengan sedikit tergesa begitu selesai menerima telepon dari Anwar. Kebetulan sekali, jadwal operasinya mundur terdesak cito operasi pasien kecelakaan yang langsung ditangani oleh spesialis bedah saraf. Jadi tanpa membuang banyak waktu Yudha segera meluncur ke VK, tempat di mana istrinya sekarang berada. Keringat sebesar biji jagung sudah membasahi wajah Yudha. Ia begitu panik dan khawatir. Bukan apa-apa, hanya saja pemeriksaan yang terakhir sedikit mengkhawatirkan. Posisi kepala janin memang sudah di bawah, yang jadi masalah tentu adalah kepala janin yang tidak mau turun ke panggul! Padahal, saat mendekati HPL harusnya posisi kepala janin sudah dibawah dan masuk ke panggul. Tapi tidak dengan jagoan Yudha. Hal yang membuat jantung Yudha takikardia karena kalau sampai kontraksi dan lain-lain lantas tidak bisa membuat kepala janin masuk panggul, tentu sudah tahu opsi apa yang harus Karina ambil, bukan? "Gimana, War?" Tanya Yudha begitu sampai di VK. Napasnya terengah-eng
"Udah sering konpal, Rin?"Heni melirik Karina yang duduk di kursi, ia trenyuh melihat perut membukit Karina yang terkadang menjadi alasan Karina sedikit kesusahan bergerak. "Dikit, kenapa?" Karina menoleh, nampak tersenyum simpul menatap Heni yang memperhatikan dirinya dari tempat Heni duduk. "Gimana rasanya, Rin? Aku lihat kayaknya kamu bahagia banget gitu." Heni menopang dagu, masih memperhatikan Karina yang sibuk mengelus perut membukitnya.Karina menatap Heni, senyumnya merekah ikut menopang dagu dan membalas tatapan kepo Heni yang tersorot sejak tadi. "Mau tau? Yakin?" Goda Karina sambil menaikkan kedua alis. Heni mencebik, ia mengangkat wajahnya, menegakkan kepala sambil mengerucutkan bibir. Ia tahu kemana arah bicara Karina, tahu apa yang akan dikatakan Karina perihal jawaban dari pertanyaan yang tadi ia lontarkan kepada Karina. "Nggak jadi kepo deh!" Heni melipat dua tangannya di dada. Pandangannya lurus ke depan, menatap pintu IGD yang tertutup dan sama sekali tidak ter
"Nah kelihatan sekarang, Yud!" Teriak Anwar yang hampir membuat Yudha melonjak. Yudha menyipitkan mata, menatap layar monitor guna melihat apa yang terpampang di sana. Sedetik kemudian senyum Yudha melebar, nampak matanya berbinar bahagia. "Jangan kau ajari baku hantam, Yud! Cukup bapaknya yang bar-bar, anaknya jangan!" Gumam Anwar sambil melirik Yudha yang masih tersenyum lebar. "Iya tuh, Dok! Takut saya diajarin macam-macam sama bapaknya nanti!" Gumam Karina yang nampak speechless dengan mata berkaca-kaca. Akhirnya kelihatan juga! Setelah beberapa kali Yudha junior itu enggan menunjukkan bagian paling sensitif miliknya, kini terlihat begitu jelas di layar monitor! Laki-laki! Anak mereka laki-laki! Sesuai dengan harapan Yudha yang ingin anak pertama lelaki. Supaya bisa membantu Yudha menjaga adik perempuan dia nantinya!"Yang jelas nggak bakalan diajarin main cewek, Rin. Aku jamin itu! Bapaknya aja kuper, nggak jago deketin cewek!" Ledek Anwar yang spontan membuat Yudha meliri
Minggu ini rumah Yudha begitu sepi. Mbok Dar izin pulang kampung. Jadilah hanya Yudha dan Karina yang ada di rumah. Semoga di hari minggu ini mereka bisa lebih tenang. Tidak ada oncall atau cito atau apapun lah itu! Yudha tengah duduk santai bersandar di sofa lantai bawah ketika Karina muncul dan langsung duduk, melingkarkan kedua tangan ke tubuh Yudha dan memeluknya erat-erat. Yudha tersenyum, sudah tidak kaget lagi dia kalau Karina seperti ini. Bukankah istrinya ini memang manja? Terlebih ketika kemudian positif hamil. "Hari ini mau kemana? Pengen ngapain?" Tanya Yudha sambil mengelus-elus puncak kepala Karina. "Nggak pengen kemana-mana. Pengen kelon aja seharian." Jawabnya singkat dengan kepala bersandar di dada.Yudha terkekeh. Semenjak hamil, bisa Yudha rasakan kalau Karina begitu berbeda. Bahkan untuk urusan 'orang dewasa', Karina lebih on dari biasa. Padahal Yudha harus hati-hati betul agar anak mereka tidak kenapa-kenapa, eh malah ibunya yang terkadang terlalu 'liar' dan b
Karina dengan melangkah dengan sedikit susah payah ketika sosok itu tiba-tiba muncul dan berdiri di hadapan Karina. Sejenak Karina tertegun, namun langkah Tasya yang mantab yang jelas mendekatinya membuat Karina segera sadar dari rasa terkejutnya. Menantikan apa yang hendak Tasya katakan atau sampaikan kepadanya. "Selamat pagi, Dok!" Sapa Karina begitu Tasya sudah berdiri tepat di hadapannya. "Jangan sekaku itu sama saya, Rin. Santai saja." Gumam Tasya sambil tersenyum. Kini Karina terkejut, pasti Tasya punya sesuatu hal yang penting sampai-sampai dia menemui Karina seperti ini. Tapi apa? Apakah ada hubungannya dengan suaminya? Atau malah dengan Dinda? "Rin ...." Panggil suara itu ketika Karina hanya membisu. "Iya, Dok?" Alis Karina berkerut, fix! Tasya ada perlu dengan dirinya kalau begini! "Saya tadi ketemu suami kamu, mau minta tolong tapi dia bilang saya harus ketemu dan ngomong langsung ke kamu, Rin." Ujarnya lirih. Mata Karina membelalak, Tasya menemui suaminya? Untuk apa
"Yud!"Itu suara Andreas, Yudha menghela napas panjang. Kenapa lagi dokter anestesi itu? Suka banget sih menganggu Yudha? Heran! Yudha memperlambat langkahnya, nampak Andreas terengah-engah melangkah di sisinya. Yudha hanya melirik sekilas, apa lagi yang hendak dia bicarakan? Mengajak ghibah lagi? Atau apa? "Kenapa?" Tanya Yudha yang terus melangkahkan kaki. "Itu mantanmu si blackpink itu, dia mengundurkan diri, Yud!" Gumam Andreas dengan sangat serius. Alis Yudha terangkat. Benarkah? Tasya mengundurkan diri? Jadi dia sudah tidak lagi bekerja di rumah sakit ini? Alhamdulillah, kenapa rasanya hati Yudha begitu lega? Itu artinya dia tidak perlu was-was dan Karina bisa tenang di masa kehamilannya! "Oh ya? Serius? Aku seneng dengernya, And!" Desis Yudha dengan senyum lebar. "Ah kamu!" Andreas mencebik. "Nggak ada yang bening-bening lagi, Yud!" Desis Andreas lemas. Yudha terbahak, bening? Andreas tidak tahu saja bagaimana wujud Tasya dulu. Ketika dia dan Tasya masih sama-sama berjua
Sebulan kemudian ... "Rin! Ayolah!" Yudha menarik tangan Karina, berharap sang istri yang masih terbaring di atas ranjang mau bangkit dan turun dari kasur. Karina melepaskan tangan Yudha, menggeleng dengan mantab tanpa berniat bangun dari posisi rebahan asyiknya hari itu. Yudha menghela napas panjang, ia menggeleng perlahan, sangat gemas setengah mati dengan istrinya ini. Perut Karina sudah mulai menyembul. Terlihat menggemaskan sekali di mata Yudha. Membuat Yudha rasanya ingin terus mengelus lembut perut itu kapanpun. Masalahnya cuma satu! Semenjak hamil, Karina jadi malas banget buat mandi! Dia selalu muntah parah tiap mencium aroma sabun. Semua merek dan jenis sabun sudah Yudha beli, hasilnya nihil! Bahkan sabun yang satu itu, sabun yang biasanya digunakan anak-anak untuk membersihkan cadaver juga Yudha belikan saking gemas bagaimana caranya supaya Karina mau mandi. Dan hasilnya, sama sekali tidak membuat Karina lantas mau membersihkan diri. "Sayang, mandi gih! Apa mau ke spa?