Dinda tercengang. Dia tidak salah dengar, kan? Mamanya pernah pacaran dengan suami Karina? Yang benar saja! Karina tersenyum dan mengangguk, seolah paham dengan keraguan dan kebingungan Dinda mendengar fakta barusan.
Gadis itu menyeka sisa-sisa air matanya. Terlihat jelas dia macam orang linglung. Kalau dipikir-pikir, kasihan sekali Dinda ini. Dia masih dua belas tahun, tapi harus menerima drama pelik yang terjadi di keluarganya. Belum lagi sikap otoriter Tasya yang setengah memaksa Dinda untuk jadi seperti apa yang Tasya mau."Kenapa Kakak nggak bilang sejak dulu?" Akhirnya Dinda bersuara."Kakak baru tahu kalau kamu anak dokter Tasya kan baru aja ini, Din. Jadi sebelumnya mana Kakak tahu kalau kamu ternyata anak dokter Tasya, mantan pacar suami Kakak." Senyum Karina merekah, mencoba mencairkan canggung yang kini menyergap Dinda."Kakak nggak marah? Nggak kesel sama Dinda?"Mata Karina membulat, sedetik kemudian tawa Karina pecah. Ia“Eh ... kamu, Yud? Sini masuk!”Yudha tersenyum, melangkah masuk ke dalam ruangan obsgyn nge-hits di I*stagram itu. Dia nampak tengah sibuk menatap layar ponsel. Benda yang langsung dia letakkan ketika Yudha muncul dari balik pintu.“Gimana? Karina baik-baik saja, bukan?” tanya Anwar lebih dulu sebelum Yudha buka suara.“Itu yang hendak aku tanyakan kepadamu. Istri dan calon anakku benar baik-baik saja, kan, War?” Yudha nampak serius menatap sejawatnya itu. Tentu dia sangat mengkhawatiran dua orang yang begitu dia cintai di dalam hidup Yudha ini.Anwar tersenyum, “Apakah kamu berpikir bahwa aku membohongimu, Yud?”Kontan Yudha menggeleng. Dia tidak bermaksud untuk meragukan Anwar, atau menuduhnya berbohong. Bukan itu maksud Yudha! Ia hanya ingin memastikan bahwa apapun yang tadi terjadi pada Karina, itu tidak akan berdampak apa-apa baik bagi Karina maupun kandungannya.“Bukan begitu, aku
"Lepas ih, Hen!"Brian menggerutu, ia mengusap telinganya yang memerah efek jeweran dari tangan Heni. Kurang ajar sekali Heni! Mana ada dalam sejarah, dokter umum dianiaya anak koas? Memang Heni ini lain daripada yang lain! "Lagian Mas, sih! Ngapain pakai nguping pembicaraan mereka?" Jujur Heni sebenarnya juga kepo tentang apa saja yang hendak mereka bicarakan. Dokter Tasya mantan dokter Yudha, tentu saja Heni begitu kepo dan penasaran. Terlebih para perawat sudah banyak yang taruhan bahwa dokter Yudha akan balikan dengan mantannya ini.Dan ternyata, baru Heni tahu bahwa sosok itu tengah berselisih paham dengan mantan suaminya. Sebuah perselisihan yang tadi dia dan Brian dengar dengan jelas di IGD. Ah, memang dasar perempuan nggak bener! Rasanya sekarang Heni tidak perlu takut lagi dokter Yudha berpaling dan meninggalkan Karina. Hanya lelaki gila yang mau kembali pada masa lalu yang track record-nya segila dokter Tasya ini! Dan Heni bisa pastikan bahwa dokter Yudha masih waras! Suam
"Jadi, apa yang hendak Anda bicarakan, Dok?" Yudha menatap lelaki itu. Ia nampak lebih tua dari terakhir Yudha bertemu dengan Rizal beberapa tahun yang lalu. Apakah stress memikirkan hatinya yang dicabik-cabik oleh sang istri? Ah ... Yudha lupa, bukan istri lagi, tapi sudah mantan istri. Rizal menghela napas panjang, wajahnya terangkat, menatap Yudha dengan saksama. Mata mereka bertemu, hingga di detik selanjutnya, Rizal mulai buka suara."Mengenai kejadian tadi, sungguh saya tidak pernah terpikirkan akan jadi seperti ini, Dokter." jelas suara itu lirih.Kejadian tadi? Tentu ini yang hendak Yudha pertanyakan, kenapa bisa terjadi?"Bisa Anda jelaskan, sebenarnya apa yang terjadi?"Rizal tersenyum, "Kelak, ketika ananda lahir dan Anda resmi menjadi bapak, Anda akan paham bagaimana rasanya. Anda akan mengerti, kenapa lantas saya melakukan semua ini." Rizal menghirup udara banyak-banyak. "Saya begitu rindu dengan anak-anak saya, Dokter. Sangat rindu karena selepas palu pengadilan diketuk
"Kita ngomong di luar ya, Sayang?" pinta Tasya lirih.Dinda nampak melirik Karina. Sebuah hal yang makin membuat hati Tasya makin pedih. Terlihat sangat bahwa Dinda ragu, padahal Tasya ini ibu kandungnya dan Tasya hanya ingin berbicara beberapa hal dengan anak kandungnya sendiri. Apakah ini sebuah kesalahan?"Bisa tunggu papa? Dinda udah janji sama papa buat tetap di sini sampai papa balik."Cless!Hati Tasya benar-benar sakit. Kini makin jelas terlihat jarak antara dia dan anak kandungnya sendiri. Sejak dulu Dinda memang seperti membuat sekat di antara mereka. Sebuah sekat yang berusaha Tasya runtuh kan ketika tiba di kota ini. Dan sekarang, semua itu sia-sia semua.Bisa Tasya lihat, Dinda begitu terluka dan tersakiti dengan fakta yang selama ini mati-matian Tasya sembunyikan dari Dinda dan Dinta. Hal yang sudah pasti akan menjauhkan Dinda dari Tasya."Oke, kita tunggu papamu balik." Tasya tersenyum getir, apakah setelah ini, Dinda masih mau menemui mamanya ini? Rizal memang berjanj
Yudha menghela napas panjang. Spontan nyengir sambil garuk-garuk kepala mendengar permintaan aneh sang istri. Minta gendong? Kenapa jadi macam Rara begini? Yudha kembali menghela napas, membalikkan badan lalu memposisikan dirinya. "Sini kalau gitu!" Titahnya sambil menyunggingkan senyum. Tidak perlu waktu lama, dua tangan itu melingkar di lehernya. Kepalanya bersandar di bahu dengan manja. Sebuah hal yang lantas membuat Yudha sadar bahwa Karina sekarang bahkan sedikit lebih berat bobotnya. "Pegangan!" Titahnya lagi lalu beranjak berdiri tegak. Jangankan minta gendong, Karina minta diajak berenang melintasi samudra Arktik pun akan Yudha lakukan. Namanya juga orang jatuh cinta, kan, ya?"Udah pegangan." Desisnya tanpa menyingkirkan kepalanya dari bahu Yudha. Berat! Sungguh Yudha baru sadar kalau istri mungilnya ini cukup berat! Besar harapan Yudha Karina tidak sering-sering minta gendong begini. Ia memang masih belum ada 40 tahun, tapi rasanya persendian Yudha macam orang 50 tahun!
Yudha melirik istrinya, wajah itu sudah tidak terlihat marah. Pembawaannya sudah tenang dan beberapa kali senyum itu terlihat di wajah istrinya, hal yang membuat Yudha lega luar biasa."Sayang ...."Karina menoleh, menatap Yudha dengan alis berkerut. "Kenapa, Mas?"Yudha menghela napas panjang, ia ingin membicarakan sesuatu. Tentang apa yang terjadi sebenarnya. Tentang masa lalunya dan apa hubungan antara dia dan Tasya serta Rizal."Aku pengen cerita sesuatu, Sayang. Boleh?" Yudha sebenarnya sedikit takut. Dia takut Karina tidak bisa menerima hubungan masa lalu Yudha dengan Tasya, tapi kalau Yudha hanya diam saja, agaknya itu juga tidak baik. Bagaimana kalau nanti Karina malah tahu dari orang lain? Bukankah dia malah bersahabat baik dengan anak Tasya, si Dinda itu?"Cerita aja kalau gitu, Sayang. Aku malah seneng kalau kamu terbuka dan cerita apa aja sama aku."Kembali Yudha tersenyum getir, ia harap-harap cemas. Apakah benar Karina akan senang dengan apa yang hendak dia ceritakan ini
Karina melangkah keluar dari kamar mandi. Rambutnya setengah basah, nampak Yudha bersandar di headbed sambil menatapnya lekat-lekat. Karina nampak acuh, ia lantas duduk di depan meja riasnya, melirik Yudha dari pantulan kaca yang ada di depan."Pengen makan apa, Sayang?" tanya Yudha ketika Karina masih diam tidak bersuara."Ah ... paling nanti kalau aku sebut pengen makan apa, sama Mas nanti nggak boleh." cibir Karina sambil mengerucutkan bibir."Nggak, Sayang. Kamu pengen apa, bilang aja. Bakalan Mas beliin." ujar Yudha serius.Mata Karina membulat, "Serius? Apa aja?" tampak sangat terlihat Karina begitu antusias."Iya, apa aja! Asal jangan minta suami baru aja!"Tawa Karina sontak pecah, ia terbahak-bahak sambil melirik sang suami dari pentulan cermin. Bisa dia lihat wajah Yudha berubah masam. Ditekuk dengan bibir mengerucut."Ah sayang sekali. Padahal aku pengen minta itu." goda Karina sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk."Sayang ... please jangan mulai, oke? Minta yang lai
Yudha menantikan panggilannya dijawab, dia tengah duduk di sofa ruang keluarga yang ada di lantai atas. Sementara Karina menempel di pelukan Yudha dengan remote TV tidak lepas dari tangan. Sejak tadi ia menggonta-ganti chanel TV, nampak belum menemukan acara yang cocok untuk dirinya. "Halo, Yud, ada apa?" Suara itu menyapa telinga Yudha begitu panggilannya diangkat. "Gimana kabar bapak sama Ibu? Semua baik, kan?" Tanya Yudha sambil harap-harap cemas. "Baik. Terakhir kali Ibu ingat tiap kali kamu nelpon dan tanya begini biasanya mau minta duit, Yud." Gumam Ningsih dari seberang yang langsung membuat Yudha melotot tajam. Astaga ibunya ini! Yudha mendesah panjang. Ingat saja dulu ketika pre-klinik dan koas, Yudha beberapa kali dalam sebulan telepon minta kiriman uang. "Ya itu kan dulu, Bu! Sekarang beda!" Yudha tidak hendak minta kiriman uang seperti dulu kok. Dia sudah punya penghasilan sendiri, oleh karena itu dia berani kawin, kan? "Lah terus? Kalian baik-baik saja, kan? Anak or