Juan kembali ke ruang tamu di mana Rania menunggu, "Ran, kamu mengerti ini?" suruhnya tanpa basa-basi. Rania menoleh sejenak pada wajah Juan, "Kalau aku bisa ini, kamu mau temani aku makan malam besok?" jawab Rania memberi penawaran tanpa malu-malu, kendati ada Catherine di sana yang memperhatikannya. Sementara Catherine menganga mendengar itu, lalu menatap wajah anaknya. Dia mengerti kenapa Rania datang dengan tiba-tiba, apalagi agak sedikit memaksa masuk dan beralasan karena Juan, "Anakku ternyata sudah menjadi rebutan para wanita," pikirnya sambil mesem. Dengan cepat Juan mengambil kembali laptop tersebut dari tangan Rania dan meninggalkannya tanpa berucap sepatah kata pun. "Juan, aku hanya bercanda!" ujar Rania sambil berteriak mengikutinya. Juan menoleh dengan memasang mimik wajah yang masam, "Ayo, ikut aku!" ajaknya sambil masuk ke dalam ruangan ayahnya. "Ayah, ini dia Rania, katanya mau bekerja sama ayah!" ketus Juan sambil memberikan laptop pada
Rania pun bergegas masuk ke dalam kamar dan melirik Ann yang sudah hampir memejamkan matanya. "Kamu, suka sama Juan karena dia kaya 'kan?" "Katanya kamu tidak mau bercinta dulu!" Mendengar ocehan dari temannya yang sudah merasa tersaingi itu pun, Ann beranjak dari tempat tidur dan tatapannya pada wajah Rania, "Ran, bukannya kita sepakat untuk tidak cinta-cintaan sebelum sekolah selesai?" jawab Ann sambil menguap, karena dirinya memang sudah sangat lelah. "Tapi Ann, kamu tadi pegangan tangan dan kalian itu sangat mesra. Terlebih lagi Juan begitu sangat peduli padamu." "Aku menyukai Juan dan menghormatinya sebagai Kakak! Dan itu aku sudah ucapkan berulang kali, Ran! Kenapa menjadi bising sekali kamu ini?" Sylvie yang ada di tempat tidur sebelahnya pun berdesis, "Rania, cuci muka dan beribadahlah! Aku yakin kamu sudah tidak beres!" Rania cemberut mendengar desisan dari Sylvie, dia pun langsung masuk ke dalam kamar mandi. Sed
Setelah jam kuliah usai, Reina masih menunggu Adrian di pelataran kampus sambil memeluk beberapa bukunya. "Kamu yakin akan menunggu terus di sini?" tegur Lydia yang sudah mencium bahwa Reina mencintai Pak Dosen tampan berwajah serius dan dewasa ini. "Kamu pulang saja, Lydia. Tuh, pacarmu sudah menunggu. Biarkan Reina!" ucap Adrian yang tiba-tiba sudah ada di antara mereka. Lydia bergegas berlari ke arah pacarnya, sambil mengedipkan mata kirinya pada Reina. Sepeninggalnya Lydia, Reina berbicara pada Adrian sambil menunduk, "Bibiku itu menyukaimu?" Adrian memasangkan lebih serius wajahnya, "Iya. Dari gelagatnya!" jawabnya singkat. "Kamu suka sama dia?" "Suka!" "Apa?" Reina kaget lalu menghadap ke arah Adrian. "Arti kata dari suka itu sangat luas. Aku suka tante Liza karena orangnya baik!" jelasnya. "Ayo pulang? Atau mau naik bus?" sarkasnya. Reina menghela napas, "Aku memang mau naik
Juan sudah duduk di dalam mobilnya, dia pun menyadari kalau dua wanita yang sudah ada di dalam mobilnya ini sedang menahan tawa. "Perilaku Rania seperti itu bukan membuat lelaki suka sama dia, tapi malah ilfil!" ucap Juan sambil menjalankan mobilnya. Ann menyela, "Tapi, dia cantik dan pintar!" "Lelaki sejati tidak perlu itu, dia hanya perlu keikhlasan dan tidak berprilaku seperti kucing!" jawabnya tegas. Jeanne tidak bisa menahan tawanya, akhirnya dia pun tertawa sambil menatap wajahnya ke jendela. 'Rania seperti kucing?' pikirnya. Di dalam perjalanan, Ann masih bertanya-tanya kenapa dia harus ke Selandia Baru, dan kenapa disaat sedang ujian di sini. Tiba-tiba mobil Juan pun berhenti di suatu bangunan bertembok tinggi dengan gerbang besi berwarna hijau menjulang sejajar pada tembok. Pintu gerbang itu terbuka secara otomatis karena sepertinya penjaga mengenal siapa pemilik mobil tersebut dari CCTV yang mereka pantau. M
Ann nampak bingung dengan denah rumah yang rumit, akan tetapi unik. "Kalau punya rumah seperti ini, maling saja tidak akan mau masuk!" ucap Ann spontan, membuat Juan disebelahnya menimpali, "Maling pun akan berpikir ulang untuk masuk ke sini!" Hendak saja Ann melangkahkan kakinya, namun terurung karena di depannya melihat ruangan berkaca dan isinya bermacam-macam reptilia. "Rumah atau kebun binatang sih sebenarnya?" ujar Ann pelan karena di depannya ada harimau memandanginya. Polosnya Ann memundurkan langkahnya sambil menyorotkan matanya ke arah harimau tersebut. Seolah berjaga-jaga kalau harimau itu akan menerkamnya. Juan kembali memegang jemari Ann, "Tidak akan menerkam, lagi di dalam juga ada yang merawatnya. Tuh...." ucap Juan menenangkan serta tangannya menunjuk ke dua orang laki-laki yang sedang memberi makan ular. Ann melihat seekor ular itu tiba-tiba menggidikan bahunya. "Kita masuk, yuk!" ajak Juan sambil menarik badan Ann agar melangkah.
Tangan Ann meraih minuman berwarna seperti buah blackcurrant. Ann menyesapnya sedikit demi sedikit dan merasakan betapa nikmatnya minuman itu. Tapi pikirannya mrlayang pada ayahnya waktu dulu. "Ayahku pernah meminum ini, tetapi kenapa dia bersembunyi-sembunyi?" pikirnya."Enak 'kan?" tanya Vladimir membuyarkan pikiran Ann.Ann mengangguk pelan dan tersenyum.Thoby yang ada di sebelahnya berbicara, "Ini minuman racikan dibuat oleh istriku dan turun temurun dari nenek moyangnya!"Vladimir menyela, "Dan ini diproduksi khusus untuk konsumsi keluarga saja, karena blackcurrantnya pun dari hasil kebun keluarga.""Kenapa tidak dipasarkan?" tanya Ann penasaran.Semua bergeming dan membisu setelah mendengar itu, seolah tidak ingin mengingat alasannya tidak dipasarkan. Kenapa tidak mau mengingatnya?"Ann, kamu harus berkonsentrasi akan semua hal yang ada di hadapanmu! Biar tidak menyesal nantinya!" ucap Vladimir sambil menepuk
Adrian memberanikan diri berjalan ke arah rumah Reina sambil membawa kemeja cadangan yang tergantung rapi di belakang mobilnya. Kemudian, pandangan Adrian pada bangunan sederhana dan nampak terbuat dari kayu dengan penataan pekarangan yang rapi. Nampak di dalamnya ada sepasang kursi rustic dengan meja terbuat dari besi tempa, juga berbagai macam tanaman bunga dan apotik hidup menandakan penghuni rumah adalah seorang yang rajin.Belum selesai memperhatikan pekarangan, mata Adrian pada sosok gadis yang sudah berdiri di depannya, gadis itu mengenakan gaun semata kaki berwarna pink muda dengan rambut disanggul modern, tersemat di depannya aksesoris berupa mawar kecil yang menghias sekeliling rambutnya."Kalau mau membersihkan diri di sini, kenapa tidak bilang?" ucapnya sambil membuka pintu pagar pekarangan.Adrian terbuyarkan dengan ucapan gadis itu, dan dia baru mengenalinya karena dia adalah Reina, "Rei, kamu sangat cantik!" pujinya sambil meraih
Sylvie pun akhirnya datang menemui Ann, Jeanne dan Juan yang sedang mendekorasi di kios tempat usaha pengetikan."Jadi, betul Rania pindah kamar?" tanya Ann menyambut kedatangan Sylvie.Sylvie menjawab, "Iya, dia pulang dari sekolah langsung membereskan barang-barangnya. Sedangkan Bu Tessa langsung menginvestigasiku!""Lalu?" sela Jeanne."Aku jawab jujur! Daripada berbelit-belit!" singkat Sylvie.Juan menegaskan pandangannya pada Sylvie, seolah minta penjelasan."Iya, karena suka sama Pak guru Juan, tapi Pak gurunya suka sama Ann, dan Rania marah!" jujur Rania. Membuat semuanya melongo dan akhirnya menertawakannya.Juan menggelengkan-gelengkan kepalanya. "Jadi, kalian itu menganggap aku guru?" lirihnya bangga."Tentunya, pangeran!" celetuk Jeanne sambil tertawa kecil.Mereka pun akhirnya menuntaskan pekerjaan hingga hampir larut malam dan ditutup dengan menikmati makan mal
Setelah pamitan pada ibu, ayah serta Renata yang baru pulang dari sekolah. Ann langsung masuk ke dalam mobil milik pribadinya, dan sopir pun sudah duduk di depan stir. Sementara Juan masih bergeming di dekat pintu mobil, "Ann, kamu ikut mobilku, aku mau mengantarkanmu." Pinta Juan sembari menatap wajah gadis yang sudah duduk di atas jok mobil belakang. Ann menggelengkan kepalanya. "Aku sama sopir saja!" singkatnya. "Ayo Pak, kita jalan agar tidak ketinggalan pesawat." Ann menambahkan dengan melirik ke arah sopir. Sementara Juan yang masih terpaku di depan pintu mobil, akhirnya duduk di sebelah Ann. Sopir bergegas melajukan mobil. Sedangkan Juan serta Ann saling membisu di belakang, setelah beberapa saat Juan memiringkan badannya menghadap Ann yang sedang membaca buku. "Yang kamu lihat minggu lalu tidak sesuai penglihatanmu!" jelasnya pelan dengan tangan hendak meraih tangan Ann, akan tetapi ditepis olehnya. Ann pun beraksi sama disertai menatap wajah Juan. Kemudian berbicara ketus,
Pesawat pribadi Erick yang ditumpangi dirinya serta Ann sudah mendarat dengan selamat di kota terkenal akan bangunan bersejarahnya namun berarsitektur kuno ini. Hawa sejuk musim semi serta rintikan hujan menyambut kedatangan dua manusia yang berbeda usia ini. "Selamat datang di London, Sir!" ucap Pengawal dari kolega Erick dengan ramah. Ann semakin tajkub pada sosok Erick ini. Sosoknya bagi Ann adalah inspirasinya. Kemudian para pengawal membawa Erick dan Ann agak jauh dari perkotaan. Selama perjalanan pandangan mata Ann menembus kaca jendela mobil jauh ke luar sana. Ya, jauh tidak karuan, hatinya kini hampa karena di sampingnya tidak ada sosok penguatnya. Akan tetapi berbeda setelah melihat handphonenya penuh dengan pesan dari Juan. Pesan-pesan itu seolah asupan energi semangatnya dia pun akhirnya tersenyum. Mobil berhenti di depan bangunan dengan arsitek paling unik di antara bangunan ataupun rumah lainnya. "Ayo, Ann!" ajak Erick yang sedang memperhatikan gadis belia
Alarm jam yang terdapat di atas nakas Jeanne berdering keras persis di sebelah kuping Ann. Suaranya yang memekakan hingga menusuk genderang telinganya, membuat dirinya dengan cepat meraih jam tersebut serta melihatnya. Di sana terlihat pukul 04:25, Ann pun menoleh ke arah samping dimana Jeanne dan Sylvie tidur. "Ke mana mereka?" ucap Ann pada diri sendiri, karena menampaki teman-temannya memang sudah tidak ada di sampingnya. Ann pun bergegas duduk serta memperhatikan ke seluruh ruangan, ranjang Sylvie pun kosong. Matanya hanya melihat ke arah tempat tidur Rania yang dirinya masih tertidur pulas. "Ke mana mereka sepagi ini?" lagi-lagi Ann berbicara sendiri. Cepat sekali Ann masuk ke dalam kamar mandi dan melakukan aktivitasnya. Setelahnya dia pun dengan segera berjalan ke arah dapur. "Juan? Jeanne? Sylvie?" ucap Ann agak terkejut karena mereka sudah ada di dalam dapur. "Pagi, Ann." Sapa Sylvie sambil memberikan secangkir susu coklat hangat. Ann tak
Natalie beserta kecemburuan dan iri hatinya. Sementara Ruth dan Ann mereka berdua menikmati kebersamaan dengan saling bercanda tawa terkadang diselangi pelukan mesra. "Tante pinjam Ann sebentar!" ucap Juan pada Ruth. Juan melakukan itu agar Ruth tidak mencolok memperlakukan Ann hingga membuat Natalie cemberut. "Nat, temankan Tante Ruth sejenak!" Juan menoleh pada Natalie yang masih berdiri bergeming serta memasang muka tak bersahabat. Ruth sepertinya tidak mengerti dengan gelagat Natalie, dia malah berasumsi kalau Juan bereaksi seperti itu karena dirinya sudah tahu isi hati Juan pada putrinya. Kemudian menoleh pada Ann, "Ikutlah Ann, biar Juan tidak sewot melulu!" godanya. Ann mendelik ke arah Juan serta menghampiri, "Mau apa sih?" Juan tidak menjawab pertanyaan dari Ann, melainkan dengan cepat meraih jemarinya lalu menggenggamnya. Ann bertanya kembali, "Mau ke mana?" Juan berbisik ke petugas yang ada di depan pintu tad
Ann menepuk pipinya pelan serta menggercapkan secara cepat kedua bola matanya."Iya, ini Kakak!" Natalie meyakinkan sambil menghampiri adiknya. Tangan kanannya meraih jemari gadis yang memakai pakaian adat Selandia Baru ini pelan sekali, sedangkan tangan kirinya mengelus halus pipi kirinya. "Kamu sangat cantik memakai pakaian ini, dan kamu memang cantik!" ucap Natalie dengan pandangan menatap tajam wajah adiknya.Ann tersenyum tipis serta langsung memeluk kakaknya ini. "Kakak kok bisa ada di sini?" desisnya tepat di kuping Natalie.Natalie merenggangkan pelukannya, dia menuntun adiknya ke arah sudut ruang ramah tamah yang sebelumnya Natalie memotong tart strawberri coklat dan menaruhnya di atas piring kecil lalu mengguyurkan coklat cair di atasnya. "Nih, dari pada colak colek seperti tadi! Jorok tahu!" sindir Natalie sambil memberikan piring kecil isi kue pada adiknya ini. Sumringah Ann mengambilnya serta langsung memakannya sembari dihayati.&n
Napas Catherine tersengal melihat kesedihan saudaranya itu, dia pun turut merasakan bagaimana perasaan Ruth bertahun lamanya. Memahami kalau Ruth bukanlah seorang ibu yang melepaskan tanggung jawab begitu saja, akan tetapi beberapa alasan hingga membuat dirinya terpaksa melakukan semua, terlebih lagi demi keluarganya.Setegar-tegarnya Ruth, namun malam ini dia nampak rapuh. Air matanya mengalir deras di depan anak kandungnya yang sedang tertidur pulas. Tangan halusnya membelai rambut panjang Ann terhampar di atas bantal berbalut sarung berwarna putih. Satu kecupan hangat pun berlabuh di atas pipi mulus gadis belia ini. Kendati tertidur, Ann masih merasakan kecupan serta belaian dari ibu kandungnya ini. Akan tetapi dia berpura-pura memejamkan matanya.'Aku menyayangi kalian,Bu.' Bisik hati Ann dalam senyap. Ann mengerti semua kejadian ini terjadi karena ujian dari Tuhan. Mariez juga Ruth hanya sekedar korban dari para manusia yang telah dikendalikan hawa naf
Ann masih membaca semua tulisan-tulisan tangan hasil dari nenek Ann. Dia merupakan saksi dimana Ruth melahirkan, serta hanya Ann inilah yang mendukung segala hal akan kelahiran putri dari Ruth ini. Nenek Ann tidak menceritakan kisah cinta Johan dan Ruth karena Ruth saat itu telah dijodohkan pada kerabat suaminya, walaupun akhirnya kandas begitu saja seiring penolakan halus dari Ruth sendiri. Ditambah lagi kisah kaburnya Ruth terdengar ke seluruh keluarga besar Arthurian. Thony bukan tidak tahu kalau putrinya sudah menikah juga telah memiliki putri, akan tetapi dia belum tahu siapa asal usul Johan. Hingga akhirnya Thoby menjelaskan semuanya. Namun, saat itu sudah terlambat. Terlebih lagi diketahui oleh Thony kalau Johan telah memiliki istri, dia tidak ingin jika putrinya disandang perusak rumah tangga orang. Thony sekeluarga seolah tega, walaupun kadang-kadang perasaan tidak tega menyelimuti mereka pada bayi yang putrinya secara paksa ditinggalkan begitu saja.
Johan masih tidak percaya pada pernyataan dari Dean. Akan tetapi setelah dia mengingat ulang sikap Mariez dan tingkah lakunya sewaktu berumah tangga bersamanya. Mariez memang agak keras serta cerewet. Dia pun menyadari cerewetnya Mariez disebabkan oleh kelelahannya. Ya, sekarang perasaan Johan tersayat, menyadari bahwa dirinya tidak pernah memperlakukan almarhum istrinya dengan baik. "Maafkan aku, Mar." Ucapnya pelan sekali. Dean belum puas untuk membuat Johan agar merasa lebih bersalah, "Tahu tidak, Dean? Mariez istrimu itu jangankan mau berselingkuh denganku, kalau berpapasan saja sepertinya kalau ada jalan lain, dia akan menghindariku. Dia wanita luar biasa. Sayangnya, dia mendapat suami bangsat sepertimu!" "Cukup! Hentikan! Atau aku bunuh kamu!" ucap Johan sambil berusaha untuk menerjang Dean. Akan tetapi Antonio dan Erick melerainya, "Cepat pergi kamu Dean! Beritahu Ruth kalau suaminya telah ke luar dari penjara!" "Kamu beruntung Johan dicint
"Kenapa? Karena sudah selingkuh dan membuat Natalie? Entah Renata juga bayi yang dikubur pun itu anakku atau bukan!" jawab Johan sinis. Ann menyolot, "Jadi, aku ini bukan anak ibu? Lantas, aku anak siapa?" Johan nampak meraba sakunya, lalu dikeluarkan dompet dari dalamnya. "Nih, ini ibumu! Ruth Arthurian!" tegas dan ketus Johan menjelaskan sedangkan tangannya memberikan secarik foto. Tubuh gadis ini gemetar tidak berani mengambil foto itu. Dadanya sesak dan tidak ada nyali untuk menghadapi kenyataan. Air matanya sudah deras membasahi pipinya, linangan itu ada karena bercampur antara emosi, sakit hati serta kaget. Seketika Ann pun masuk ke dalam kamarnya dengan cepat. "Kalau sekarang kamu mengatakan omong kosong, aku pun harus tahu semua omong kosong foto-foto yang berasal dari rumah kakek Thoby dan ayah Juan!" pikirnya sembari mengambil foto-foto tersebut dan kembali ke ruang makan. "Aku sudah mendengar omong kosongmu,