Sylvie pun akhirnya datang menemui Ann, Jeanne dan Juan yang sedang mendekorasi di kios tempat usaha pengetikan.
"Jadi, betul Rania pindah kamar?" tanya Ann menyambut kedatangan Sylvie.
Sylvie menjawab, "Iya, dia pulang dari sekolah langsung membereskan barang-barangnya. Sedangkan Bu Tessa langsung menginvestigasiku!"
"Lalu?" sela Jeanne.
"Aku jawab jujur! Daripada berbelit-belit!" singkat Sylvie.
Juan menegaskan pandangannya pada Sylvie, seolah minta penjelasan.
"Iya, karena suka sama Pak guru Juan, tapi Pak gurunya suka sama Ann, dan Rania marah!" jujur Rania. Membuat semuanya melongo dan akhirnya menertawakannya.
Juan menggelengkan-gelengkan kepalanya. "Jadi, kalian itu menganggap aku guru?" lirihnya bangga.
"Tentunya, pangeran!" celetuk Jeanne sambil tertawa kecil.
Mereka pun akhirnya menuntaskan pekerjaan hingga hampir larut malam dan ditutup dengan menikmati makan mal
Pukul 06: 30, Ann berusaha membuka matanya dan mencoba mengusir rasa kantuknya dengan paksa agar tidak kebablasan. Sedangkan tangannya meraba-raba sebelahnya, begitu menoleh Ann terperanjat serta langsung memeriksa dirinya. "Huh, Juan! Kamu ini keterlaluan!" ketusnya sambil bergegas bangun. Karena dia mengetahui kalau dirinya tidur bersebelahan dengan Juan. Kemudian Ann pun meraih handphone lalu memeriksanya, seketika dia pun terperanjat ketika ada notifikasi dari internet banking miliknya. "Juan! Ju...." Teriakan Ann terputus ketika nomor handphonenya mendapat pemberitahuan kalau sedang terpantau spyware dari salah satu nama anggota yang diketahui milik negara ini. Juan yang sudah terbangun juga memperhatikannya itu, dia pun langsung berdiri dan mengambil handphone Ann. "Jangan khawatir, mereka hanya ingin memantau semua aktivitasmu. Karena mereka takut kamu akan menyalahgunakan pengetahuanmu akan pekerjaannya pada orang lain yang tidak bertanggu
Ann bergegas masuk ke dalam. "Ayah...." Teriak Ann sambil menghampiri Ronald yang sudah ada di sini. "Ayah kapan ke sini? Dan kenapa tidak berkabar dulu?" ucap Ann dan langsung memeluk dan disambut oleh Ronald. "Ayah tadinya mau memberikan kejutan, eh Ann malah lagi menginap di rumah Juan!" ungkap Ronald agak kecewa dan menyangka kalau anak angkatnya ini telah berbuat macam-macam. Ann langsung menoleh ke arah kedua temannya, karena pastinya merekalah yang memberitahunya. Sedangkan Sylvie dan Jeanne segera memalingkan wajahnya. Menyadari telah dengan jujur memberitahukannya. Ann menatap wajah Ronald dengan tatapan penuh arti, seolah bertanya akan apa yang telah dipikirkannya. "Juan, sini!" panggilnya pada Juan yang berdiri di tengah-tengah pengunjung. Juan berjalan ke arah Ann, Ann menarik tangan Juan. "Ayah, ini Juan. Juan, ini Pak Ronald, ayah angkatku!" ucap Ann memperkenalkan. Tiba-tiba Ronald berbicara, "Kalian tidak ...." Ucap
Semua memimpikan mempunyai keluarga harmonis. Mencintai tanpa syarat, apalagi mendapatkan sosok panutan ayah yang bijaksana dan penyayang. Hingga tertulisnya curah-curahan dari kejadian juga perlakuan Ronald padanya. Penyebabnya karena Ann mendapatkan segala kebaikan dari Ronald. Buliran air mata menetes dia pipi Ann begitu sadar kalau ayah angkatnya ini sangat mencintainya dan bahkan lebih dari ayah kandungnya. Juan mengambilnya,"Buat aku ya, Ayah!" ucapnya sambil melirik pada Ronald. Ronald terenyuh begitu mendengar Juan memanggilnya dengan sebutan ayah. Dia merasa dihormati olehnya dan membuatnya bahagia. Sedangkan Juan tidak berkedip pada wajah Ann yang tersendu pada tulisan sendiri. "Kamu mau siap-siap untuk pergi nggak besok?" ucap Juan sambil memberikan tissue. "Kamu jadi kan mau ikut ke Selandia Baru?" tanya sambil senggukan. "Iya, ada yang harus aku beritahukan padamu di sana! Tadinya memang aku akan mengajak
Di dalam mobil mewah, Ann celingukan karena tidak menampaki keberadaan Juan, kemudian dia pun berinisiatif untuk menelponnya. Saat bersamaan tiba-tiba pesan masuk berderet dari beberapa orang yang tidak dikenalnya. Sementara pengawal memperhatikan gelagat kebingunan Ann ini di depan kamera di depannya akan tetapi tidak berbicara sepatah kata pun.'Kemana Juan?' pikirnya dan masih membaca beberapa pesan menyangkut perkodean.Setelah perjalanan menempuh tiga puluh menit,mobil berhenti di dalam basement. Kemudian pengawal pun membukakan pintu mobil dan mempersilahkan Ann turun. "Pak, kita di mana? Bukannya kita harus ke airport?" tanya Ann kebingungan sambil memperhatikan sekitar basement yang sunyi senyap."Ayo Miss, ikut kami!" tiba-tiba dua pengawal menghampiri, lalu menuntun Ann masuk ke dalam lift. Di dalam lift perasaan gadis belia ini tidak karuan, karena suasana dan pengawal sangat menakutkan untuk dirinya.Lift masih berjalan dan sekarang sudah bera
Tidak percaya akan penuturan Bapak Tua ini, Ann menoleh pada Juan. "Aku tidak sedang bermimpi 'kan?" tanyanya.Juan membalas dengan senyuman sambil menggenggam jemarinya. "Ini kamarmu," bertitahunya sambil membuka kamar. Mata Ann terbelalak melihat isi kamar yang luas ini. Di dalamnya berbagai boneka lucu, ranjang besi cantik dengan seprei warna putih bersih membungkus spring bed. Di dekat jendela terdapat rak buku dan di sana sudah tertata beragam buku-buku dari buku tentang self motivation hingga berbagai ilmu literasi lainnya. "Selamat menyegarkan badan, setelah setengah jam aku tunggu di ruang makan!" ujar Juan sambil menutup pintu. "Juan!" Teriak Ann sambil ke luar dari kamar. Namun dia melihat Juan nampak sibuk dengan para pegawai juga pengawal di depan rumah. Dia pun enggan mengganggunya, kemudian kembali masuk ke dalam kamar. Sejenak Ann mengistirahatkan tubuhnya di atas tempat tidur, dengan pandangan melayang jauh k
Di tengah asiknya membuat sarapan, pandangan Ann mengarah ke handphone yang berdering di atas meja besar di tengah-tengah dapur. "Si Bapak ini pelupa. Naruh handphone pun dimana saja!" celetuk Pelayan sambil mengambilnya. Akan tetapi tangan Ann dengan sigap meraihnya. "Biar aku yang memberikan pada si Bapak!" ujar Ann sambil meninggalkan dapur.Baru saja kaki Ann hendak berbelok ke arah lorong dekat halaman samping, Bapak Tua itu sudah ada di hadapannya. "Maaf, Non. Itu handphone Bapak." Lirihnya sambil menunjuk pada handphone yang dipegang Ann."Nama Bapak siapa?" tanya Ann agak kasar."Panggil Bapak saja, apalah arti sebuah nama." Jawabnya sambil menundukan kepalanya.Ann hendak berkata kembali, akan tetapi Pelayan menghampirinya, "Nona, Tuan Juan sudah menunggu di ruang makan untuk sarapan." Mata Ann sejenak menoleh pada Bapak Tua, lalu bergegas mengikuti Pelayan. "Bi, nama Bibi siapa?" tanya Ann dingin."Oh
Mobil berhenti di depan halaman rumah milik Ann. Di depan teras Juan sudah berdiri dengan mata menyorot tajam ke arah gadis belia yang sedang berjalan ke arahnya."Selamat sore, Tuan Juan. Kenapa di sini tidak hujan, ya?" ucap Ann agak manja dan cengengesan. Juan mengernyit dengan memasang muka kecut. "Emang kamu dari mana?" tanyanya."Aku dari rumah ibu!" jawab Ann datar, sementara matanya pada Bapak Tua yang sedang berdiri di samping teras. "Cepat ganti pakaianmu! Aku mau mengajakmu ke rumah kakek!" titah Juan.Sedikit malas Ann pun bergegas mengikuti perintah dari Juan, lalu masuk ke dalam kamarnya untuk menyegarkan badan dan berganti pakaian."Sudah siap!" ucap Ann datar sambil berdiri di depan kamar Juan.***Carine sudah tamat riwayat jabatannya dengan tidak terhormat. Wajahnya jatuh menunduk ke bawah begitu rekan-rekannya mencibir dan mencaci makinya. Tangannya penuh karena memangku
Carine masih berusaha menelpon Raymond, akan tetapi handphonenya sudah tidak aktif. "Kamu ke mana sih, Ray?" ucap Carine berbicara sendiri ketika dirinya sudah ada di dalam mobil. Rumah sudah lenyap, apartemen, Mini Cooper serta cinta pun Carine tidak mendapatkannya. Sakit hati, kecewa menyelimuti dirinya sekarang. Tangannya terus memainkan stirnya, tempat pembalikannya adalah rumah kedua orang tuanya. Sabela dan Alejandro akan mendekap Carine kendati keadaannya sangat memalukan. Mobil dihentikan di depan pekarangan kedua orang tuanya. Lalu, ke luar dari mobil. Betul saja Sabela sudah menyambutnya dengan tangan terurai. "Bu, maafkan Carine. Carine memang bejat!" ucapnya sambil memeluk erat tubuh ibunya. Alejandro pun menghampirinya dan ikut menyambut putrinya yang sudah siap memeluknya. "Ayah, maafkan Carine." Ya, setidaknya Carine memilik orang tua yang selalu siap menerima. Kendati Leon dengan sinis mencibirnya, "Untung Kakak masih punya orang tua, terlebih lagi orang tua kita
Setelah pamitan pada ibu, ayah serta Renata yang baru pulang dari sekolah. Ann langsung masuk ke dalam mobil milik pribadinya, dan sopir pun sudah duduk di depan stir. Sementara Juan masih bergeming di dekat pintu mobil, "Ann, kamu ikut mobilku, aku mau mengantarkanmu." Pinta Juan sembari menatap wajah gadis yang sudah duduk di atas jok mobil belakang. Ann menggelengkan kepalanya. "Aku sama sopir saja!" singkatnya. "Ayo Pak, kita jalan agar tidak ketinggalan pesawat." Ann menambahkan dengan melirik ke arah sopir. Sementara Juan yang masih terpaku di depan pintu mobil, akhirnya duduk di sebelah Ann. Sopir bergegas melajukan mobil. Sedangkan Juan serta Ann saling membisu di belakang, setelah beberapa saat Juan memiringkan badannya menghadap Ann yang sedang membaca buku. "Yang kamu lihat minggu lalu tidak sesuai penglihatanmu!" jelasnya pelan dengan tangan hendak meraih tangan Ann, akan tetapi ditepis olehnya. Ann pun beraksi sama disertai menatap wajah Juan. Kemudian berbicara ketus,
Pesawat pribadi Erick yang ditumpangi dirinya serta Ann sudah mendarat dengan selamat di kota terkenal akan bangunan bersejarahnya namun berarsitektur kuno ini. Hawa sejuk musim semi serta rintikan hujan menyambut kedatangan dua manusia yang berbeda usia ini. "Selamat datang di London, Sir!" ucap Pengawal dari kolega Erick dengan ramah. Ann semakin tajkub pada sosok Erick ini. Sosoknya bagi Ann adalah inspirasinya. Kemudian para pengawal membawa Erick dan Ann agak jauh dari perkotaan. Selama perjalanan pandangan mata Ann menembus kaca jendela mobil jauh ke luar sana. Ya, jauh tidak karuan, hatinya kini hampa karena di sampingnya tidak ada sosok penguatnya. Akan tetapi berbeda setelah melihat handphonenya penuh dengan pesan dari Juan. Pesan-pesan itu seolah asupan energi semangatnya dia pun akhirnya tersenyum. Mobil berhenti di depan bangunan dengan arsitek paling unik di antara bangunan ataupun rumah lainnya. "Ayo, Ann!" ajak Erick yang sedang memperhatikan gadis belia
Alarm jam yang terdapat di atas nakas Jeanne berdering keras persis di sebelah kuping Ann. Suaranya yang memekakan hingga menusuk genderang telinganya, membuat dirinya dengan cepat meraih jam tersebut serta melihatnya. Di sana terlihat pukul 04:25, Ann pun menoleh ke arah samping dimana Jeanne dan Sylvie tidur. "Ke mana mereka?" ucap Ann pada diri sendiri, karena menampaki teman-temannya memang sudah tidak ada di sampingnya. Ann pun bergegas duduk serta memperhatikan ke seluruh ruangan, ranjang Sylvie pun kosong. Matanya hanya melihat ke arah tempat tidur Rania yang dirinya masih tertidur pulas. "Ke mana mereka sepagi ini?" lagi-lagi Ann berbicara sendiri. Cepat sekali Ann masuk ke dalam kamar mandi dan melakukan aktivitasnya. Setelahnya dia pun dengan segera berjalan ke arah dapur. "Juan? Jeanne? Sylvie?" ucap Ann agak terkejut karena mereka sudah ada di dalam dapur. "Pagi, Ann." Sapa Sylvie sambil memberikan secangkir susu coklat hangat. Ann tak
Natalie beserta kecemburuan dan iri hatinya. Sementara Ruth dan Ann mereka berdua menikmati kebersamaan dengan saling bercanda tawa terkadang diselangi pelukan mesra. "Tante pinjam Ann sebentar!" ucap Juan pada Ruth. Juan melakukan itu agar Ruth tidak mencolok memperlakukan Ann hingga membuat Natalie cemberut. "Nat, temankan Tante Ruth sejenak!" Juan menoleh pada Natalie yang masih berdiri bergeming serta memasang muka tak bersahabat. Ruth sepertinya tidak mengerti dengan gelagat Natalie, dia malah berasumsi kalau Juan bereaksi seperti itu karena dirinya sudah tahu isi hati Juan pada putrinya. Kemudian menoleh pada Ann, "Ikutlah Ann, biar Juan tidak sewot melulu!" godanya. Ann mendelik ke arah Juan serta menghampiri, "Mau apa sih?" Juan tidak menjawab pertanyaan dari Ann, melainkan dengan cepat meraih jemarinya lalu menggenggamnya. Ann bertanya kembali, "Mau ke mana?" Juan berbisik ke petugas yang ada di depan pintu tad
Ann menepuk pipinya pelan serta menggercapkan secara cepat kedua bola matanya."Iya, ini Kakak!" Natalie meyakinkan sambil menghampiri adiknya. Tangan kanannya meraih jemari gadis yang memakai pakaian adat Selandia Baru ini pelan sekali, sedangkan tangan kirinya mengelus halus pipi kirinya. "Kamu sangat cantik memakai pakaian ini, dan kamu memang cantik!" ucap Natalie dengan pandangan menatap tajam wajah adiknya.Ann tersenyum tipis serta langsung memeluk kakaknya ini. "Kakak kok bisa ada di sini?" desisnya tepat di kuping Natalie.Natalie merenggangkan pelukannya, dia menuntun adiknya ke arah sudut ruang ramah tamah yang sebelumnya Natalie memotong tart strawberri coklat dan menaruhnya di atas piring kecil lalu mengguyurkan coklat cair di atasnya. "Nih, dari pada colak colek seperti tadi! Jorok tahu!" sindir Natalie sambil memberikan piring kecil isi kue pada adiknya ini. Sumringah Ann mengambilnya serta langsung memakannya sembari dihayati.&n
Napas Catherine tersengal melihat kesedihan saudaranya itu, dia pun turut merasakan bagaimana perasaan Ruth bertahun lamanya. Memahami kalau Ruth bukanlah seorang ibu yang melepaskan tanggung jawab begitu saja, akan tetapi beberapa alasan hingga membuat dirinya terpaksa melakukan semua, terlebih lagi demi keluarganya.Setegar-tegarnya Ruth, namun malam ini dia nampak rapuh. Air matanya mengalir deras di depan anak kandungnya yang sedang tertidur pulas. Tangan halusnya membelai rambut panjang Ann terhampar di atas bantal berbalut sarung berwarna putih. Satu kecupan hangat pun berlabuh di atas pipi mulus gadis belia ini. Kendati tertidur, Ann masih merasakan kecupan serta belaian dari ibu kandungnya ini. Akan tetapi dia berpura-pura memejamkan matanya.'Aku menyayangi kalian,Bu.' Bisik hati Ann dalam senyap. Ann mengerti semua kejadian ini terjadi karena ujian dari Tuhan. Mariez juga Ruth hanya sekedar korban dari para manusia yang telah dikendalikan hawa naf
Ann masih membaca semua tulisan-tulisan tangan hasil dari nenek Ann. Dia merupakan saksi dimana Ruth melahirkan, serta hanya Ann inilah yang mendukung segala hal akan kelahiran putri dari Ruth ini. Nenek Ann tidak menceritakan kisah cinta Johan dan Ruth karena Ruth saat itu telah dijodohkan pada kerabat suaminya, walaupun akhirnya kandas begitu saja seiring penolakan halus dari Ruth sendiri. Ditambah lagi kisah kaburnya Ruth terdengar ke seluruh keluarga besar Arthurian. Thony bukan tidak tahu kalau putrinya sudah menikah juga telah memiliki putri, akan tetapi dia belum tahu siapa asal usul Johan. Hingga akhirnya Thoby menjelaskan semuanya. Namun, saat itu sudah terlambat. Terlebih lagi diketahui oleh Thony kalau Johan telah memiliki istri, dia tidak ingin jika putrinya disandang perusak rumah tangga orang. Thony sekeluarga seolah tega, walaupun kadang-kadang perasaan tidak tega menyelimuti mereka pada bayi yang putrinya secara paksa ditinggalkan begitu saja.
Johan masih tidak percaya pada pernyataan dari Dean. Akan tetapi setelah dia mengingat ulang sikap Mariez dan tingkah lakunya sewaktu berumah tangga bersamanya. Mariez memang agak keras serta cerewet. Dia pun menyadari cerewetnya Mariez disebabkan oleh kelelahannya. Ya, sekarang perasaan Johan tersayat, menyadari bahwa dirinya tidak pernah memperlakukan almarhum istrinya dengan baik. "Maafkan aku, Mar." Ucapnya pelan sekali. Dean belum puas untuk membuat Johan agar merasa lebih bersalah, "Tahu tidak, Dean? Mariez istrimu itu jangankan mau berselingkuh denganku, kalau berpapasan saja sepertinya kalau ada jalan lain, dia akan menghindariku. Dia wanita luar biasa. Sayangnya, dia mendapat suami bangsat sepertimu!" "Cukup! Hentikan! Atau aku bunuh kamu!" ucap Johan sambil berusaha untuk menerjang Dean. Akan tetapi Antonio dan Erick melerainya, "Cepat pergi kamu Dean! Beritahu Ruth kalau suaminya telah ke luar dari penjara!" "Kamu beruntung Johan dicint
"Kenapa? Karena sudah selingkuh dan membuat Natalie? Entah Renata juga bayi yang dikubur pun itu anakku atau bukan!" jawab Johan sinis. Ann menyolot, "Jadi, aku ini bukan anak ibu? Lantas, aku anak siapa?" Johan nampak meraba sakunya, lalu dikeluarkan dompet dari dalamnya. "Nih, ini ibumu! Ruth Arthurian!" tegas dan ketus Johan menjelaskan sedangkan tangannya memberikan secarik foto. Tubuh gadis ini gemetar tidak berani mengambil foto itu. Dadanya sesak dan tidak ada nyali untuk menghadapi kenyataan. Air matanya sudah deras membasahi pipinya, linangan itu ada karena bercampur antara emosi, sakit hati serta kaget. Seketika Ann pun masuk ke dalam kamarnya dengan cepat. "Kalau sekarang kamu mengatakan omong kosong, aku pun harus tahu semua omong kosong foto-foto yang berasal dari rumah kakek Thoby dan ayah Juan!" pikirnya sembari mengambil foto-foto tersebut dan kembali ke ruang makan. "Aku sudah mendengar omong kosongmu,