"Iya beneran.""Parah banget sih itu si Fras. Bisa-bisanya dia nyaman tidur di Jakarta tanpa AC, lama-lama kita jadi sapi panggang kalo tinggal di sini sih." Nyonya Nagita makin kesal."Dah tuh ah kopernya. Mamah mau langsung ke rumah Jeng Trissy aja, di sini panas, gak kuat Mamah," kata Nyonya Nagita lagi seraya kembali ke luar."Mah, istirahat aja dululah.""Ogah males."-Dengan menaiki taksi Nyonya Nagita pun sampai di kediamannya Nyonya Trissy. Matanya berbinar-binar saat ia melihat bangunan rumah yang terlihat makin megah itu.Ck ck ck 4 tahun aku gak lihat ini rumah, ternyata sekarang udah berubah jadi istana. Emang gak main-main itu janda pirang harta kekayaannya.Nyonya Nagita menggeleng-geleng sambil mendadak membayangkan saat rumah itu jadi miliknya.Memang itu yang dia harapkan dari pernikahan Fras dan Laura. Nyonya Nagita mengharapkan harta kekayaan dari Nyonya Trissy. Meski tak semua dapat jatuh ke tangannya, dia pikir, saat Fras menikah dengan Laura setidaknya mereka bi
Nyonya Trissy menarik bobot dari badan sofa, lalu melepaskan kedua tangannya yang tengah terlipat di dada."Istrinya Fras, siapa lagi?" ketusnya kemudian.Mata Nyonya Nagita seketika melebar."Is-trinya Fras? Wanita dari kampung itu maksudnya?"Nyonya Trissy hanya mengerling tanpa bicara lagi."Kurang ajar, bisa-bisanya dia datang kemari dan mengacaukan semuanya." Nyonya Nagita bicara lagi seraya mengepalkan kedua telapak tangannya."Jujur ya Jeng Gita. Sejak Dewi datang, hidup Laura memang hancur berantakan, tapi di sisi lain saya sangat berterimakasih sama dia, kalau bukan karena dia, sampai saat ini mungkin saya gak akan tahu semua kebenarannya. Busuk," balas Nyonya Trissy seraya bangkit dan gegas naik ke atas tangga."Loh Jeng Trissyyy! Jeeeng! Issshh." Nyonya Nagita mendesah kesal.Kurang ajar, jadi bener perempuan bernaman Dewi itu datang ke sini dan mengacaukan semuanya? Awas saja kau Dewi. Berani kau masuk ke dalam sarang harimau, maka terimalah akibatnya.Gegas Nyonya Nagita
Fras mengecap bibir, "gak gitu juga Ma, maksud Fras itu-""Emang ya Fras, laki-laki kalau udah kena pelet pasti buta. Buta segalanya sampai-sampai ibunya sendiri aja berani disalah-salahin begini," potong Nyonya Nagita. Kedua bola matanya menatap Fras tajam. "Ma-" Belum juga Fras selsai bicara, wanita paruh baya itu sudah kembali nyerocos."Sekarang mana itu perempuan? Di mana dia sekarang? Kasih tahu Mamah di mana rumahnya? Biar Mamah kasih dia pelajaran! Oh apa jangan-jangan kamu tinggal di sini juga karena permintaan dia? Dasar perempuan kampung, bisa-bisanya dia pengaruhi anakku untuk hidup miskin kayak dirinya sendiri!""Ma ... Ma, tenang dulu. Jangan teriak-teriak gini, malu sama tetangga. Mama juga 'kan masih belum sehat betul.""Biarin aja, Mamah udah gak sabar mau ketemu dan lihat wajah itu perempuan. Dasar bedebah! Cepat kasih tahu di mana dia sekarang Fras? Rumahnya di mana?" desak Nyonya Nagita.Fras menarik napas panjang. Pria itu berusaha agar tak sampai terpancing emo
"Iya Bu, mereka sekarang ada di Jakarta. Baru pulang dari luar negeri tadi pagi."Mbah Asti manggut-manggut dengan mulut membola, "oh jadi orang tuamu itu selama ini tinggal di luar negeri toh Fras, baru tahu Ibu.""Iya Bu, mereka menjalani pengobatan jantung di sana.""Eh ya ampun Ibu baru tahu juga. Tapi sekarang mereka udah sembuh 'kan? Kok mereka udah balik ke Indoensia?""Udah Bu, alhamdulillah. Cuma ...." Fras meremas wajah.Mbah Asti mendelik, "cuma?""Cuma ya gitu, Fras juga bingung nyeritainnya."Mbah Asti menarik napas panjang."Sabar Fras, orang tua memang begitu. Terkesan maksa padahal demi kebaikanmu. Terkesan kasar padahal mereka sedang berusaha tegas agar kamu selalu ingat pesan-pesan mereka," ujar Mbah Asti seraya menepuk pundak pria itu."Tapi ini beda Bu, mereka itu bukan cuma kasar dan mendikte, terutama Mama, beliau itu bahkan gak segan menyalahkan Fras kalau keinginanya itu sampai gak terpenuhi. Padahal Fras ini juga manusia, Fras punya keinginan dan cara sendiri
"Apa sih, Ma? Fras mau ganti baju ini, mau siap-siap berangkat kerja.""Tunggu dulu Fras. Mama lagi ngomong sama kamu.""Ma, Fras lagi gak ada waktu buat debat, jadi tolong, toloong banget Fras minta sama Mama supaya Mama gak menghalangi jalan Fras." Pria itu lalu menutup pintu ruang tidur dan buru-buru mengganti pakaiannya.Sementara Nyonya Nagita mau tak mau akhirnya menunggu di ruang depan bersama suaminya."Tuh 'kan pantesan aja Fras semalaman gak pulang, dia balik ke rumah perempuan kampung itu rupanya.""Udahlah Mah, kasihan Fras. Kamu jangan terlalu keras sama dia. Dia mungkin lagi butuh waktu buat cerita, kasihlah dia kesempatan menyendiri dulu," sahut Pak Indra.Nyonya Nagita menjebik kesal sambil melipat kedua tangannya di dada. Tak lama Fras kembali keluar. Pria itu sudah siap berangkat kerja dengan memakai seragam pabrik."Ma, Pa, Fras berangkat kerja dulu," katanya seraya menciumi punggung tangan kedua orang tuanya."Tunggu dulu Fras, baju apa ini? Kenapa kamu pakai baju
"Ada apa, Bu?" tanya Aagha yang juga ikut berhenti.Laura mengerjap lalu kembali melanjutkan langkah."Gak apa-apa Pak," jawabnya pendek."Bu, kadang penyesalan itu datang terlambat. Jangan sampai ketika emosi telah menguasai nurani, baru kita sadari betapa sudah jauh sekali kita melakukan ketidakadilan yang selama ini sebetulnya gak pernah ingin kita lakukan," ujar Aagha. Pria itu cukup tahu apa yang ada di dalam pikiran Laura rupanya."Iya Pak, terimakasih sudah mengingatkan," balas Laura pelan."Oh ya, itu anak siapa? Apa anak angkat baru Ibu?" tanya Aagha lagi menunjuk pada Syabila."Bukan, itu anak si Mbak di rumah saya.""Oh ART?"Laura mengangguk."Saya kira Ibu adopsi anak lagi. Hehe."Laura ikut senyum sekenanya."Gak usah adopsi ya Bu, tunggu aja nanti punya anak."Laura mengibas tangan, "anak dari mana ah suami aja gak punya.""Ya anak dari saya dong, Bu. Eh." Aagha menutup mulut. Laura refleks tersipu."Maaf Bu, saya emang suka bercanda gini orangnya.""Gak apa-apa, Pak."
Nyonya Nagita cepat sembunyi ke balik tembok rumah warga. Sementara Fras yang tengah asik mengobrol bersama Zehra lewat."Oh ya? Jadi tadi Cela ketemu Kak Syabila?""Iya, Papa. Cela ceneeeng deh."Nyonya Nagita terbelalak sambil memegangi dadanya."Papa? Kan kayaknya aku gak salah, anak itu adalah anaknya Fras sama perempuan kampung itu."Diam-diam Nyonya Nagitapun berniat mengikuti Fras, tapi sayang saat di pertigaan gang dia bingung sendiri. "Loh Fras kemana? Kok udah gak kelihatan aja? Ini belok kiri, kanan apa lurus aja sih? Ya Tuhaan."Sampai sekitar 5 menit lamanya Nyonya Nagita berdiri di sana, berharap Fras akan kembali lewat. Tapi nihil, pria itu berniat akan bermalam lagi di kontrakan Mbah Asti rupanya."Hah sial. Fras kemana sih? Malah gak balik lagi," dengusnya.Nyonya Nagitapun berbalik dan kembali jalan ke arah warung kelontong untuk membeli air mineral."Assalamualaikum.""Waalaikumsalam. Ya Allah Celaaa, Mbah khawatir banget, Nak." Mbah Asti berhambur memeluk Zehra.S
"Minta tolong apa, Bik?" tanya Nyonya Trissy."Bibik mau minta pekerjaan Nya, iya tahu Bibik sudah tua, tenaga juga udah enggak sekuat dulu, tapi Bibik masih bisa kok Nya kalau untuk sekedar nyapu, ngepel sama cuci piring dan ngerjain pekerjaan rumah lainnya."Nyonya Trissy bergeming. Hatinya merasa tak tega pada wanita tua yang kini ada di hadapannya itu. "Tapi Bik, apa Bibik yakin mau kerja di sini lagi? Saya takut nanti orang yang melihatnya malah berprasangka buruk sama saya karena saya masih memperkerjaan orang yang harusnya sudah istirahat," tanya Nyonya Trissy lekat."Bibik mohon Nya, mohoon sekali, Bibik benar-benar sedang butuh pekerjaan ini karena Nyonya tahu sendiri bagaimana keadaan kami sekarang. Dewi dipenjara sedangkan Bibik dan Zehra juga butuh biaya buat kebutuhan sehari-hari."Ya Tuhan ....Nyonya Trissy mencelos. Hatinya begitu sedih saat mendengar alasan Mbah Asti ingin kembali kerja di rumahnya."Bagimana, Nya? Apa Bibik bisa kerja di sini lagi?" tanya Mbah Asti
Fras mengangguk. Dia agak merasa heran dengan pertanyaan Nyonya Nagita yang mendadak seperti memperdulikan Dewi."Ya Tuhan Fras bisa-bisanya kamu nyuruh Dewi pulang sendirian. Kasihan dia, ini udah malem. Kalau terjadi apa-apa sama dia gimana?"Fras terbelalak. Antara haru dan tak percaya matanya sampai berkaca-kaca."Sana pergi, antarkan dia pulang," titah Nyonya Nagita.Fras mengerjap dan refleks bangkit mengejar Dewi keluar. Tapi sayang rupanya Dewi sudah pergi naik angkot."Ah udah gak ada pula," dengus Fras.Dia pun terpaksa kembali ke ruangannya Nyonya Nagita."Loh kamu kok balik lagi aja?""Dewi udah pergi, Ma. Dia udah naik angkot kayaknya.""Yaah telat kamu Fras."***Seminggu kemudian. Di hari minggu. Zehra dan Dewi kebetulan sedang libur jadi mereka semua sedang ada di rumah.Tok tok tok."Ceel, bisa tolong bukain pintu? Mama lagi nyapu Sayaang!" teriak Dewi."Ote, Mamah."Zehra gegas berhambur ke depan.Kreet."Papaaa. Opaaa." Gadis kecil itu tersenyum lebar dan langsung b
Nyonya Nagita lalu bangkit. Perutnya terasa lapar. Dia baru ingat dari pagi dia belum makan apa-apa. "Ah meningan aku nyari makan ke jalan raya," katanya.Nyonya Nagita jalan tergesa ke jalan raya. Dan saking tergesanya dia sampai tak memperhatikan lalu lalamg mobil yang sedang ramai hingga akhirnya ia terserempet mobil.Bughh. Gedebussh."Aaaa!"Dalam sekali hantaman Nyonya Nagita langsung tak sadarkan diri. Kepalanya terbentur ke bahu jalan sampai keningnya sobek dan mengeluarkan darah yang tak sedikit.Sontak saja semua orang yang ada di sekitar sana langsung berlari mengerubungi Nyonya Nagita."Eh ada kecelakaan ada kecelakaan.""Ada apa itu Dew?" Koh Liem yang melihat orang-orang berlarian depan tokonya ikutan panik."Gak tahu Koh, mungkin ada kecelakaan. Coba Dewi lihat dulu boleh gak Koh?""Ya udah sana sana."Karena penasaran, Dewi gegas lari ke arah orang-orang yang sedang berkerubung."Bawa aja bawa ke rumah sakit.""Tapi siapa yang bakal tanggung jawab? Mana gak ada yang k
"Ya sudah Pak, boleh. Saya izinkan Bapak menjemput Zehra pulang sekolah tapi itu pun kalau gak merepotkan Bapak.""Terimakasih Dew." Pak Indra mengecup pucuk kepala Zehra.Gadis kecil itu hanya tersenyum membalasnya.***Esok harinya Pak Indra benar-benar menjemput Zehra. Pria itu merasa sangat bahagia sebab impian di masa tuanya terkabul bahkan lebih cepat dari dugaannya. Sepulang menjemput Zehra, Pak Indra juga menyempatkan diri bermain dengan cucu satu-satunya itu sampai lewat tengah hari. Pria itu benar-benar menikmati hidupnya bersama Zehra.Walau sekarang hidupnya kekurangan bahkan cenderung miskin, ia sudah tak peduli lagi. Baginya yang terpenting sekarang adalah dia selalu melihat dan bertemu Zehra setiap hari.Sebab hal itu adalah kebahagiaan yang tak bisa ia dapatkan dari manapun. "Cel ... Opa pulang dulu ya, Cela istirahat 'kan capek main terus dari tadi.""Iya, Opa. Tapi eman Cela tak boyeh itut Opa puyang te lumah Opa?""Nanti ya Nak, sekarang belum saatnya. Nanti kalau
Zehra mengangguk polos."Terus selain ngasih permen Opa Indra ngapain lagi? Dia pasti marahin Mama sama Opa ya?" tanya Fras lagi. Perasaannya mendadak cemas karena kedatangan papanya ke kontrakan Dewi."Eendaa. Opa Indla baik, Opa Indla tak malahin Mamah cama Mbah, Opa cuma main cama Cela," jawab gadis kecil itu apa adanya.Kening Fras mengerut. Ia masih tak percaya. Karena penasaran pria itu pun gegas ke dalam menemui Dewi."Dek, apa bener tadi Papa ke sini?""Iya, Mas.""Mau apa dia? Pasti Papa mau jahatin kamu ya?" tembak Fras.Dewi menggeleng cepat. "enggak Mas, Papamu gak jahatin aku. Beliau ke sini justru mau minta maaf soal kejadian kemarin sore karena aku dimarahin sana mama kamu. Oh ya, papa kamu juga main sama Zehra sampai siang. Aku gak nyangka Mas, ternyata beliau sesayang itu sama Zehra. Papamu mau nerima Zehra sebagai cucunya," jawab Dewi panjang lebar.Fras mengembuskan napas lega."Oh ya? Mas sampe gak percaya, kok bisa tiba-tiba Papa jadi baik sama kamu dan Zehra? Buk
"P-pagi." Dewi langsung gugup. Perasaannya berubah tak karuan."Boleh saya masuk?" Pak Indra tersenyum ramah."Oh ya, ya silakan, Pak," katanya.Pak Indrapun gegas masuk dan duduk di kursi sederhana yang ada di kontrakan Dewi."Ad-da apa ya, Pak?" Dewi makin gugup.Pak Indra mengulum senyuman lebar."Oh iya. Begini. Sebetulnya saya datang ke sini karena saya mau minta maaf sama kamu atas perlakuan istri saya kemarin sore," jawabnya.Dewi menunduk, "gak apa-apa Pak, gak usah dipikirin saya makum kok."Mbah Asti keluar dari dapur."Ada siapa Dew?" tanyanya. Dan keningnya langsung mengerut saat wanita tua itu melihat pria paruh baya tengah duduk bersama putrinya.Sementara Pak Indra menggangguk sopan pada Mbah Asti, "selamat pagi, Bu.""Ya selamat pagi. Maaf Anda siapa ya?" tanya Mbah Asti.Dewi menoleh, "Ibu ini ... ini Papanya Mas Fras," ucapnya.Sama halnya dengan Dewi tadi, perasaan Mbah Asti juga mendadak tak karuan saat tahu yang datang adalah papanya Fras.Mau apa dia datang ke si
"Mas cuma pengen tahu, Dek. Kalau Adek cinta sama Mas, harusnya Adek itu enggak perlu ragu, malu ataupun nolak rencana pernikahan kita."Dewi menarik napas berat, "aku itu bukan ragu, malu ataupun nolak Mas, aku cuma lagi berusaha berdamai aja sama keadaan aku yang baru. Pernikahan itu bukan cuma menyatukan dua insan Mas, kita gak bisa memaksakan kehendak kita sementara orang-orang di sekitar kita kita abaikan begitu aja. Lebih-lebih orang tua kamu. Aku tahu cara mereka mungkin salah, tapi usaha mereka untuk memisahkan kita itu adalah bukti rasa sayang mereka sama kamu Mas, mereka itu gak mau kamu sampai salah langkah dan menikahi orang yang gak tepat," ujar wanita itu panjang lebar.Fras bergeming dengan napas kasar. Kadang ia juga tak percaya wanita di hadapannya itu sekarang sudah berubah banyak sekali. Lebih bijak, lebih dewasa dan lebih pendiam tentunya."Yuk sayang buruan makannya, kita harus pulang, takut Mbah nungguin," ucap Dewi lagi pada Zehra."Ote, Mamah."Selesai makan da
Laura dan Aagha yang tak menyangka akan bertemu dengan Zehra di tempat makan itu langsung salah tingkah. "Pak Gulu ciniii," panggil Zehra lagi.Aagha cengar-cengir dan gegas menghampiri meja Zehra. Laura juga mengekor di belakangnya."Eh Cela kok ada di sini?" tanya Aagha."Iya Pak Gulu, Cela ladi mam cama Papa dan Mama Dewi. Pak Gulu cama Mama Laula mau mam juga?""Hehe iya.""Cini duduk baleng Cela." Gadis kecil itu menepuk kursi di sampingnya."Eh gak usah. Pak Guru sama Mama Laura duduk di sana aja, kalau di sini nanti kami malah ganggu," tolak Aagha.Zehra menggeleng, "endaa. Enda dandu kok, iya tan, Pa?"Fras yang sedang berpura-pura fokus makan refleks megangguk, "ah ya silakan, silakan duduk aja bareng kami," ucap dia sekenanya."Gak usah. Pak kita duduk di sana aja," tolak Laura seraya menunjuk ke meja yang ada di pojok. "Oh oke. Gadis cantik Pak Guru sama Mama Laura makan di sana ya."Zehrapun mengangguk.Baru saja Laura dan Aagha akan beranjak ke meja itu, beberapa oran
"Gak apa-apa, gak usah dipikirin."Dewi diam meski perasaannya mulai diterpa gundah. Orang tua Mas Fras jelas menolakku, dia gak akan menerima aku sebagai menantunya. Terus aku harus gimana? Ujarnya sepanjang jalan."Gimana gimana tadi? Apa calon mertuamu mau nerima kamu, Nak?" tanya Mbah Asti saat mereka sampai.Dewi menggeleng lesu. Raut wajah Mbah Asti yang tadi sangat bersemangat mendadak ikut lesu."Tadi Mamah dimalah-malahin cama Oma, Mbah," ucap Zehra dengan polosnya.Mbah Asti menarik napas berat. Ketakutannya benar-benar jadi kenyataan.Kasihan Dewi. Padahal dia udah berusaha jadi wanita yang lebih baik lagi. Sebelum berangkat dia juga gak henti-hentinya berdo'a tapi dia malah harus menerima kenyataan pahit ini. Ya Tuhan, semoga Dewi gak sampai putus asa lagi."Gak apa-apa Dek, gak usah dipikirin, mereka cuma masih kaget aja karena Mas tiba-tiba datang ngenalin kamu, harusnya Mas emang bilang dulu sama mereka," ujar Fras. Mengelus pundak Dewi."Gak apa-apa Mas, bukan salah k
Sore harinya setelah Fras pulang kerja. Fras benar-benar mengajak Dewi dan Zehra bertemu dengan kedua orang tuanya."Pa, kita mau temana?""Kita mau ketemu sama Oma, Sayang.""Oma? Omana Cela?""Iya Omanya Cela, Papa sama Mamanya Papa." Fras menunjuk dadanya memberi Zehra penjelasan."Ooh aciiik," sorak gadis kecil itu polos."Ini, bawa makanan ini buat mereka Fras." Mbah Asti memberikan kue Adas yang tadi dibuatnya bersama Dewi."Iya Bu, makasih ya. Kalian siap?" Fras bertanya pada Zehra dan Dewi yang terlihat masih ragu-ragu itu."Ciaaap." Zehra bersemangat."Dek?"Dewi terdiam lesu."Loh Nak, kok malah lesu? Ayo sana, temui calon mertuamu," kata Mbah Asti pada putrinya."Dewi kayaknya masih belum siap deh Bu, Mas."Mbah Asti mengembuskan napas kasar, "iya tapi mau sampe kapan toh? Sudah sana pergi, mumpung mereka juga ada di sini 'kan?" Dewi pun akhirnya mengangguk lalu gegas pergi bersama Fras dan Zehra."Mas, aku ragu, meningan jangan sekarang deh ya." Dewi menghentikan langkah