"Iya, rebutlah kembali hati Zehra.""T-tapi gimana caranya, Bu?" Dewi menatap lekat Mbah Asti."Lakukanlah seperti apa yang selama ini dia lakukan. Selama ini Zehra selalu berusaha merebut hati kamu Dewi, anak itu berusaha sekuat tenaganya agar kehadirannya bisa diterima olehmu. Walaupun tetap saja kamu tidak bisa menerima dia sampai dia merasa lelah sendiri. Maka dari itu, sekarang giliranmu, sekarang adalah tugasmu, melakukan apa yang selama ini Zehra lakukan," terang Mbah Asti panjang lebar.Dewi menarik napas berat lalu meremas wajahnya kasar."Ya Tuhan ... Zehra ... kenapa baru sekarang Dewi sadar betapa berharganya dia.""Ibu harap begitu. Perasaanmu kali ini benar-benar tulus, kamu menyesal, merasa takut kehilangan Zehra bukan karena kamu melihat anak itu sudah bahagia dengan orang lain, melainkan karena kamu benar-benar tulus menyayanginya dan sadar akan kesalahmu selama ini."Dewi bergeming. Mencerna ucapan Mbah Asti agak lama."Jangan patah semangat. Kamu harus terus berusah
Fras meremas wajah, "bukan begitu Laura. Aku cuma-""Aku mau kamu pulang sekarang juga. Pergi!" tunjuk Laura ke arah gerbang."Laura kita gak bisa begini terus. Aku ini suamimu dan gak sepantasnya kamu memperlakukan aku begini." Fras membela diri. Sementara satu sudut bibir Laura tertarik sebelah."Kamu beneran ngomong gitu, Mas? Beneran? Setelah apa yang kamu lakukan, kamu bener-bener gak malu sedikitpun?""Laura, aku tahu aku salah. Tapi aku berhak dapat kesempatan kedua 'kan?"Laura menggeleng-gelengkan kepalanya."Jangan harap kamu, Mas! Pergi dari sini atau aku teriak sekarang juga," tegas Laura. Wanita itu kembali meluruskan tangannya ke arah gerbang."Tap-tapi Lau-""Pergiii!" Laura teriak lantang. Sampai ketiga Cleaning Services yang sedang ada di dalam mengintip dari jendela."Kenapa itu mereka?""Kayaknya lagi berantem."Fras yang tak berdaya itu akhirnya bangkit dan berjalan gontai ke arah gerbang."Mas."Pria itu kembali menoleh saat Laura kembali memanggilnya."Jangan lu
Dewi tersenyum miring. Dia lantas melipat kedua tangannya di dada."Hmmh kamu lupa rupanya Laura. Di atas semua yang mampu kamu berikan padanya itu, ada satu ikatan yang gak bisa digantikan atau dibeli atau ditukar oleh apapun dan siapapun, yaitu ikatan darah. Ikatan Darah Laura!" pekiknya kemudian.Laura makin memanas. Emosinya naik ke ubun-ubun. Tapi sebelum ia sempat bicara, Dewi sudah menyerobotnya lagi."Kamu tentu tahu 'kan betapa kuatnya ikatan darah? Bahkan hukumpun, tidak bisa memisahkannya.""Cukup Dewi!""Maaf. Ada apa ya? Kenapa di sini ribut-ribut?" tanya Aagha yang baru saja keluar dari kelas.Dewi dan Laura menoleh lalu membereskan diri masing-masing."Oh ya maaf Pak Guru tadi saya ... emm kami ....""Saya permisi, Pak," timpal Dewi. Wanita itu lalu gegas kembali ke taman.Laura akan menyusulnya juga, tapi cepat dihentikan oleh Aagha."Maaf, Bu. Biarkan saja dulu," katanya.Langkah Laura kembali mati. Dia menoleh ke arah Fras."Tidak baik bertengkar di depan anak-anak,
"Sabar Bu, sabaar, gak apa-apa sekarang Zehra gak mau ikut sama Ibu, lain kali mungkin mau," kata Aagha. Dewi bangkit tertatih, "terimakasih," ucapnya seraya menyeka air mata dan gegas pergi dari sana.Sementara dalam mobil Zehra kembali teringat pada Dewi.Apa Mamah Dewi balu akan cayang cama Cela saat Cela tak ladi cayang cama Mamah Dewi cepelti ini? Tanya hati kecilnya.Hati kecil yang dipaksa tumbuh dewasa oleh keadaan, bahkan sudah bisa bepikir sejauh itu.Sementara Laura yang menyadari gadis kecil di samlingnya mendadak murung cepat bertanya."Heii Cela kenapa?"Zehra menggeleng."Cela mau makan ice cream?"Mendadak mata Zehra berbinar. "Mauuu," serunya."Oke, nanti kalau kita lihat penjual es krim di pinggir jalan, kita turun ya, okey.""Oteey."Laura mengulum senyum kecil lalu mengusap pucuk kepala Zehra dengan lembutnya. Wanita itu memang pandai sekali menghibur hati Zehra, tak heran jika Zehra sangat nyaman bersamanya walau di antara mereka tak ada hubungan darah."Nah itu
--"Saya turun di sini aja, Bang." Dewi menepuk pundak tukang ojek yang membawanya pulang.Setelah memberinya ongkos sesuai tarif, Dewi melanjutkan langkah menyusuri gang sempit menuju kontrakannya sambil terus bepikir."Apa yang harus aku lakukan lagi untuk merebut hati Zehra tanpa memaksanya sedikitpun? Ya Tuhan aku benar-benar bingung sekarang. Tapi aku mau anakku secepatnya kembali. Atau apa sebaiknya aku dan ibu pulang kampung saja? Dengan begitu mau tak mau Zehra juga akan ikut bersama kami lagi. Ah tapi kalau kami pulang kampung. Bagaimana dengan Fras? Dia 'kan belum menyelesaikan hubungannya dengan Laura. Dia pasti akan banyak alasan lagi supaya dia gak balik nyusul ke kampung. Arggh payah. Dasar laki-laki gak jelas. Sudahlah, bodo amat soal Fras, sekarang aku tak peduli lagi, sekarang aku hanya ingij Zehra. Aku hanya ingin anakku kembali bagaimanapun caranya," gumam Dewi panjang lebar. Sampai di rumah. Dewi masuk dengan langkah lesu lalu melemparkan tentengan yang dibawanya
Dengan kaki yang bergetar dan tubuh lesu, Zehra pun bangkit. Gadis kecil itu turun hendak menghentikan pertengkaran antara Fras dan Laura."Papa ... Mama ...," lirihnya.Keduanya menoleh dan buru-buru membereskan diri masing-masing saat tahu Zehra tengah berjalan ke arah mereka."Cela, kok turun lagi, Nak? Ada apa?" tanya Laura cepat."Papa Flas dan Mama Laula janan beltengkal, Cela cediih," ucap gadis kecil itu. Tak tahan ia pun terisak-isak.Fras dan Laura panik. Perasaan bersalah mendadak menyerang mereka berdua. Pun dengan Dewi yang tiba-tiba merasa sedih saat mendengar Zehra bicara sambil terisak pilu."Eh enggak Sayang, bukan begitu. Mama sama Papa baik-baik saja kok, kami bukan lagi bertengkar, kami hanya-""Cela tatut kalau dengal Papa Flas dan Mama Laula nomong tenceng-tenceng, Cela cedih cekali, Cela tatuut." Zehra terus terisak-isak sambil menutup mata dengan lengannya yang mungil.Laura tak tahan. Ia ikut menitikan air mata. Wanita itu pun cepat berjongkok memeluk gadis ke
"Laura, duduklah bersama kami."Laura terkejut saat melihat Dewi ternyata sudah berdiri di dekatnya."Aku mohon. Ada yang mau aku bicarakan," kata Dewi lagi.Akhirnya mau tak mau Laura pun duduk bersama mereka."Kita bertiga perlu bicara, demi mengambil jalan terbaik untuk kebahagiaan Zehra." Dewi mulai bicara."Sebelumnya, di hadapan kalian berdua. Aku ingin memohon maaf. Karena selama ini aku sudah banyak mengacau. Aku hanya memikirkan diriku sendiri saja tanpa pernah tahu dampaknya akan seperti ini. Tapi sekarang aku sadar, hubungan kita sebetulnya sangat sederhana, hanya saja keegoisanku dan mungkin saja keegoisan kita masing-masinglah yang membuatnya rumit," timpalnya."Hari ini aku datang ke rumah ini dengan niat yang tulus, selain memohon maaf terutama pada Laura, aku juga mau memperbaiki hubungan persaudaraan antara kita bertiga. Yah ... hanya sodara, gak lebih. Mulai sekarang aku akan menganggap kalian berdua adalah sodaraku, sodara seiman. Itu saja. Aku gak menginginkan apa-
Dewi memutar bola matanya, "Dewi serius Bu, Dewi serius.""Ya Allah, besar sekali hati Non Laura itu." Mbah Asti menggeleng sambil mengusap dadanya.--Selesai mengambil air, Laura langsung membawa gelas itu ke atas. Ia mengacuhkan Fras yang masih duduk bersender sambil memejamkan matanya di sofa."Cela, minum dulu, Nak."Gegas diregukan sepertiga air dalam gelas itu."Makacih Mama Laula. Eh eh Mama Laula tenapa? Apa habis menanis ladi?" Laura mengulum senyum kecil."Enggak Nak, tadi Mama laura hanya habis bicara sama Mama Dewi, jadi terbawa suasana saja.""Mamah Dewi ada di cini? Ih tak mau, Cela tak cuka Mamah Dewi." Gadis kecil itu merengut lalu memeluk Laura dengan erat."Enggak Sayang, Mama Dewi udah pulang. Oh ya, ngomong-ngomong kenapa Cela harus takut? Mama Dewi 'kan Mamanya Cela.""Mamah Dewi jahat, Cela tak cuka.""Hehe tapi sekarang Mama Dewi udah berubah loh Cel, dia udah jadi mama yang baiiik banget, percaya gak?"Zehra menggeleng."Mulai besok Cela gak usah takut lagi
Fras mengangguk. Dia agak merasa heran dengan pertanyaan Nyonya Nagita yang mendadak seperti memperdulikan Dewi."Ya Tuhan Fras bisa-bisanya kamu nyuruh Dewi pulang sendirian. Kasihan dia, ini udah malem. Kalau terjadi apa-apa sama dia gimana?"Fras terbelalak. Antara haru dan tak percaya matanya sampai berkaca-kaca."Sana pergi, antarkan dia pulang," titah Nyonya Nagita.Fras mengerjap dan refleks bangkit mengejar Dewi keluar. Tapi sayang rupanya Dewi sudah pergi naik angkot."Ah udah gak ada pula," dengus Fras.Dia pun terpaksa kembali ke ruangannya Nyonya Nagita."Loh kamu kok balik lagi aja?""Dewi udah pergi, Ma. Dia udah naik angkot kayaknya.""Yaah telat kamu Fras."***Seminggu kemudian. Di hari minggu. Zehra dan Dewi kebetulan sedang libur jadi mereka semua sedang ada di rumah.Tok tok tok."Ceel, bisa tolong bukain pintu? Mama lagi nyapu Sayaang!" teriak Dewi."Ote, Mamah."Zehra gegas berhambur ke depan.Kreet."Papaaa. Opaaa." Gadis kecil itu tersenyum lebar dan langsung b
Nyonya Nagita lalu bangkit. Perutnya terasa lapar. Dia baru ingat dari pagi dia belum makan apa-apa. "Ah meningan aku nyari makan ke jalan raya," katanya.Nyonya Nagita jalan tergesa ke jalan raya. Dan saking tergesanya dia sampai tak memperhatikan lalu lalamg mobil yang sedang ramai hingga akhirnya ia terserempet mobil.Bughh. Gedebussh."Aaaa!"Dalam sekali hantaman Nyonya Nagita langsung tak sadarkan diri. Kepalanya terbentur ke bahu jalan sampai keningnya sobek dan mengeluarkan darah yang tak sedikit.Sontak saja semua orang yang ada di sekitar sana langsung berlari mengerubungi Nyonya Nagita."Eh ada kecelakaan ada kecelakaan.""Ada apa itu Dew?" Koh Liem yang melihat orang-orang berlarian depan tokonya ikutan panik."Gak tahu Koh, mungkin ada kecelakaan. Coba Dewi lihat dulu boleh gak Koh?""Ya udah sana sana."Karena penasaran, Dewi gegas lari ke arah orang-orang yang sedang berkerubung."Bawa aja bawa ke rumah sakit.""Tapi siapa yang bakal tanggung jawab? Mana gak ada yang k
"Ya sudah Pak, boleh. Saya izinkan Bapak menjemput Zehra pulang sekolah tapi itu pun kalau gak merepotkan Bapak.""Terimakasih Dew." Pak Indra mengecup pucuk kepala Zehra.Gadis kecil itu hanya tersenyum membalasnya.***Esok harinya Pak Indra benar-benar menjemput Zehra. Pria itu merasa sangat bahagia sebab impian di masa tuanya terkabul bahkan lebih cepat dari dugaannya. Sepulang menjemput Zehra, Pak Indra juga menyempatkan diri bermain dengan cucu satu-satunya itu sampai lewat tengah hari. Pria itu benar-benar menikmati hidupnya bersama Zehra.Walau sekarang hidupnya kekurangan bahkan cenderung miskin, ia sudah tak peduli lagi. Baginya yang terpenting sekarang adalah dia selalu melihat dan bertemu Zehra setiap hari.Sebab hal itu adalah kebahagiaan yang tak bisa ia dapatkan dari manapun. "Cel ... Opa pulang dulu ya, Cela istirahat 'kan capek main terus dari tadi.""Iya, Opa. Tapi eman Cela tak boyeh itut Opa puyang te lumah Opa?""Nanti ya Nak, sekarang belum saatnya. Nanti kalau
Zehra mengangguk polos."Terus selain ngasih permen Opa Indra ngapain lagi? Dia pasti marahin Mama sama Opa ya?" tanya Fras lagi. Perasaannya mendadak cemas karena kedatangan papanya ke kontrakan Dewi."Eendaa. Opa Indla baik, Opa Indla tak malahin Mamah cama Mbah, Opa cuma main cama Cela," jawab gadis kecil itu apa adanya.Kening Fras mengerut. Ia masih tak percaya. Karena penasaran pria itu pun gegas ke dalam menemui Dewi."Dek, apa bener tadi Papa ke sini?""Iya, Mas.""Mau apa dia? Pasti Papa mau jahatin kamu ya?" tembak Fras.Dewi menggeleng cepat. "enggak Mas, Papamu gak jahatin aku. Beliau ke sini justru mau minta maaf soal kejadian kemarin sore karena aku dimarahin sana mama kamu. Oh ya, papa kamu juga main sama Zehra sampai siang. Aku gak nyangka Mas, ternyata beliau sesayang itu sama Zehra. Papamu mau nerima Zehra sebagai cucunya," jawab Dewi panjang lebar.Fras mengembuskan napas lega."Oh ya? Mas sampe gak percaya, kok bisa tiba-tiba Papa jadi baik sama kamu dan Zehra? Buk
"P-pagi." Dewi langsung gugup. Perasaannya berubah tak karuan."Boleh saya masuk?" Pak Indra tersenyum ramah."Oh ya, ya silakan, Pak," katanya.Pak Indrapun gegas masuk dan duduk di kursi sederhana yang ada di kontrakan Dewi."Ad-da apa ya, Pak?" Dewi makin gugup.Pak Indra mengulum senyuman lebar."Oh iya. Begini. Sebetulnya saya datang ke sini karena saya mau minta maaf sama kamu atas perlakuan istri saya kemarin sore," jawabnya.Dewi menunduk, "gak apa-apa Pak, gak usah dipikirin saya makum kok."Mbah Asti keluar dari dapur."Ada siapa Dew?" tanyanya. Dan keningnya langsung mengerut saat wanita tua itu melihat pria paruh baya tengah duduk bersama putrinya.Sementara Pak Indra menggangguk sopan pada Mbah Asti, "selamat pagi, Bu.""Ya selamat pagi. Maaf Anda siapa ya?" tanya Mbah Asti.Dewi menoleh, "Ibu ini ... ini Papanya Mas Fras," ucapnya.Sama halnya dengan Dewi tadi, perasaan Mbah Asti juga mendadak tak karuan saat tahu yang datang adalah papanya Fras.Mau apa dia datang ke si
"Mas cuma pengen tahu, Dek. Kalau Adek cinta sama Mas, harusnya Adek itu enggak perlu ragu, malu ataupun nolak rencana pernikahan kita."Dewi menarik napas berat, "aku itu bukan ragu, malu ataupun nolak Mas, aku cuma lagi berusaha berdamai aja sama keadaan aku yang baru. Pernikahan itu bukan cuma menyatukan dua insan Mas, kita gak bisa memaksakan kehendak kita sementara orang-orang di sekitar kita kita abaikan begitu aja. Lebih-lebih orang tua kamu. Aku tahu cara mereka mungkin salah, tapi usaha mereka untuk memisahkan kita itu adalah bukti rasa sayang mereka sama kamu Mas, mereka itu gak mau kamu sampai salah langkah dan menikahi orang yang gak tepat," ujar wanita itu panjang lebar.Fras bergeming dengan napas kasar. Kadang ia juga tak percaya wanita di hadapannya itu sekarang sudah berubah banyak sekali. Lebih bijak, lebih dewasa dan lebih pendiam tentunya."Yuk sayang buruan makannya, kita harus pulang, takut Mbah nungguin," ucap Dewi lagi pada Zehra."Ote, Mamah."Selesai makan da
Laura dan Aagha yang tak menyangka akan bertemu dengan Zehra di tempat makan itu langsung salah tingkah. "Pak Gulu ciniii," panggil Zehra lagi.Aagha cengar-cengir dan gegas menghampiri meja Zehra. Laura juga mengekor di belakangnya."Eh Cela kok ada di sini?" tanya Aagha."Iya Pak Gulu, Cela ladi mam cama Papa dan Mama Dewi. Pak Gulu cama Mama Laula mau mam juga?""Hehe iya.""Cini duduk baleng Cela." Gadis kecil itu menepuk kursi di sampingnya."Eh gak usah. Pak Guru sama Mama Laura duduk di sana aja, kalau di sini nanti kami malah ganggu," tolak Aagha.Zehra menggeleng, "endaa. Enda dandu kok, iya tan, Pa?"Fras yang sedang berpura-pura fokus makan refleks megangguk, "ah ya silakan, silakan duduk aja bareng kami," ucap dia sekenanya."Gak usah. Pak kita duduk di sana aja," tolak Laura seraya menunjuk ke meja yang ada di pojok. "Oh oke. Gadis cantik Pak Guru sama Mama Laura makan di sana ya."Zehrapun mengangguk.Baru saja Laura dan Aagha akan beranjak ke meja itu, beberapa oran
"Gak apa-apa, gak usah dipikirin."Dewi diam meski perasaannya mulai diterpa gundah. Orang tua Mas Fras jelas menolakku, dia gak akan menerima aku sebagai menantunya. Terus aku harus gimana? Ujarnya sepanjang jalan."Gimana gimana tadi? Apa calon mertuamu mau nerima kamu, Nak?" tanya Mbah Asti saat mereka sampai.Dewi menggeleng lesu. Raut wajah Mbah Asti yang tadi sangat bersemangat mendadak ikut lesu."Tadi Mamah dimalah-malahin cama Oma, Mbah," ucap Zehra dengan polosnya.Mbah Asti menarik napas berat. Ketakutannya benar-benar jadi kenyataan.Kasihan Dewi. Padahal dia udah berusaha jadi wanita yang lebih baik lagi. Sebelum berangkat dia juga gak henti-hentinya berdo'a tapi dia malah harus menerima kenyataan pahit ini. Ya Tuhan, semoga Dewi gak sampai putus asa lagi."Gak apa-apa Dek, gak usah dipikirin, mereka cuma masih kaget aja karena Mas tiba-tiba datang ngenalin kamu, harusnya Mas emang bilang dulu sama mereka," ujar Fras. Mengelus pundak Dewi."Gak apa-apa Mas, bukan salah k
Sore harinya setelah Fras pulang kerja. Fras benar-benar mengajak Dewi dan Zehra bertemu dengan kedua orang tuanya."Pa, kita mau temana?""Kita mau ketemu sama Oma, Sayang.""Oma? Omana Cela?""Iya Omanya Cela, Papa sama Mamanya Papa." Fras menunjuk dadanya memberi Zehra penjelasan."Ooh aciiik," sorak gadis kecil itu polos."Ini, bawa makanan ini buat mereka Fras." Mbah Asti memberikan kue Adas yang tadi dibuatnya bersama Dewi."Iya Bu, makasih ya. Kalian siap?" Fras bertanya pada Zehra dan Dewi yang terlihat masih ragu-ragu itu."Ciaaap." Zehra bersemangat."Dek?"Dewi terdiam lesu."Loh Nak, kok malah lesu? Ayo sana, temui calon mertuamu," kata Mbah Asti pada putrinya."Dewi kayaknya masih belum siap deh Bu, Mas."Mbah Asti mengembuskan napas kasar, "iya tapi mau sampe kapan toh? Sudah sana pergi, mumpung mereka juga ada di sini 'kan?" Dewi pun akhirnya mengangguk lalu gegas pergi bersama Fras dan Zehra."Mas, aku ragu, meningan jangan sekarang deh ya." Dewi menghentikan langkah