"Oke oke Dew, kamu tenang ya. Mulai sekarang kamu gak perlu mikirin soal uang atau yang lainnya lagi karena mulai sekarang aku yang akan kasih kamu uang buat kebutuhan kamu dan ibumu tiap bulannya," ujar Fras seraya melambai-lambaikan tangan agar Dewi tenang.Dewi tersenyum lebar dalam hati. Pelurunya tepat sasaran. Membuat Fras kembali bertanggungjawab atas hidupnya memang merupakan rencananya. Sebab dengan demikian, Fras akan berkomunkasi intens dengannya. Dan akhirnya pria itu terbiasa dengan hadirnya Dewi lagi.Semudah itu aku membuatmu iba padaku Fras, jadi bukan tidak mungkin aku yang akan menjadi pemenangnya. Lihat saja, cepat atau lambat, Laura bukan lagi jadi orang yang spesial bagimu, dan dia akan segera kamu depak. Kelakar Dewi dalam hatinya."Cih, kau makan saja uangmu itu Fras! Aku masih bisa cari uang sendiri." Dewi mendecih sok jual mahal."Dewi tolonglah. Ini memang sudah tanggung jawabku.""Kamu tahu ini tanggung jawabmu Fras? Terus kemana saja kamu selama ini?" Dewi
"Si Dewi, Non."Laura manggut-manggut sambil mengigit bibir."Pulang lagi ke rumah atau ke rumah sakit ya?" tanyanya sendiri.Setelah berpikir cukup lama akhirnya ia memutuskan pulang ke rumah saja. Laura pikir menunggu Fras datang sambil menunggu kabar dari kepolisian di rumah akan jauh lebih baik daripada harus pergi ke rumah sakit yang bisa saja akan mengganggu kenyamanan orang yang sedang dalam perawatan di sana."Kapan-kapan saja aku jenguk Dewi ke rumah Mami lagi," ucapnya.Laura kembali melajukan mobilnya pulang ke rumah.---Di rumah sakit, Dewi terus memanfaatkan momen itu untuk merebut hati Fras kembali. Segala cara ia lakukan semampunya agar Fras terus tertarik lagi padanya. Hingga kini hubungan di antara mereka sudah semakin jauh lebih baik."Mas Adek mau mandi.""Serius mau mandi? Nanti sakit lagi loh.""Hah, kata siapa?" "Kata Adek dulu, dulu kalau Mas lagi sakit Adek selalu bilang, jangan mandi dulu Mas nanti karentag, katanya gitu." Dewi menggelak tawa saat meliha
Trissy masuk ke dalam ruang rawat inap Dewi. Wanita muda itu tersenyum menyambut majikannya datang."Gimana kabar kamu?" tanya Nyonya Trissy tanpa basa-basi."Sudah lebih baik, Nyonya."Nyonya Trissy lantas duduk di samping Dewi."Saya dengar Fras akan menikahi kamu, apa itu artinya dia akan secepatnya menceraikan Laura?" tanya Nyonya Trissy lagi.Mulut Dewi mengatup. Hening menjeda beberapa detik sebelum akhirnya Dewi kembali bicara."Maaf Nyonya, andai saya bisa berbagi, tapi nyatanya wanita mana yang bisa melakukan itu?"Nyonya Trissy menarik napas berat."Tidak pernah saya duga sebelumnya, saya akan berada di posisi yang berat ini. Saya terpaksa harus diam saat melihat rumah tangga anak saya berada di ujung kehancuran. Dewi, saya tahu kamu berhak atas Fras, tapi gak adil rasanya untuk Laura kalau-""Maaf Nyonya, tapi ini adalah keputusan saya. Saya rasa 4 tahun sudah lebih dari cukup," potong Dewi. Wanita itu tak memberikan majikannya kesempatan mengutarakan perasaannya lagi yang
"Mami? Mami? Hallo?" Laura memastikan Nyonya Trissy lagi.Wanita paruh baya itu mengerjap."Ah ya Sayang, itu biasa, kadang kerjaan di kantor memang mengharuskan kita menginap di mana saja karena jam terbang yang tidak menentu juga," jawab Nyonya Trissy akhirnya.Meski penuh sesal karena harus berbohong lagi. Tapi untuk saat ini hanya itu yang bisa dilakukan Nyonya Trissy."Hmm pantas saja Mas Fras pulang pagi terus." Laura bicara lagi. Nada suaranya makin lesu.Nyonya Trissy hanya bisa menelan saliva dan menahan kesedihannya. Berpuluh kali wanita paruh baya itu minta maaf dalam hatinya karena telah membohongi Laura beberapa hari ini.---Sementara Nisa dan Zehra sudah bersiap untuk pergi ke kampung sebelah. Jam sepuluh pagi mereka sudah menunggu bus di pinggir jalan. Saat Bus itu lewat mereka gegas naik.Gadis kecil itu tersenyum bahagia sambil menggendong tas sekolahnya. Ia ingat waktu itu pernah naik Bus yang sama juga bersama Dewi. Bedanya kali ini ia dibelikan minuman dan telur
***Esok harinya Dewi sudah boleh pulang. Kondisinya membaik lebih cepat dari perkiraan. Mungkin karena selama dirawat wanita itu sangat bahagia sebab Fras selalu memanjakannya jadi proses pemulihannya pun terbilang cepat.Dan sampai waktunya Dewi pulang pun Fras masih dengan setia menemani wanita itu. Pria itu sejak tadi pagi sibuk mempersiapkan kepulangan Dewi. Mengurus administrasi, mengurus obat-obatan dan lainnya sampai dia lupa dia belum pulang ke rumahnya dari kemarin siang."Mas ...," panggil Dewi.Fras yang tengah menata baju-baju Dewi ke dalam tas menoleh, "ya Dek, kenapa?""Gimana Zehra?" Dewi berbasa-basi. Karena tentu saja wanita itu tidak sepenuhnya peduli pada gadis kecil itu.Fras yang sedang dalam posisi berjongkok dekat lemari lalu bangkit dan duduk di bangku sebelah ranjang Dewi."Kemarin Mas udah datangi kantor polisi tempat kami melaporkan kehilangan Zehra. Tapi mereka masih belum menemukan titik terang, oh ya tapi mereka bilang katanya hari ini pihak kepolisian a
Fras terbelalak setengah tak percaya, karena untuk pertamakalinya dia dengar Laura bicara dengan nada tinggi seperti itu."Kenapa kamu diam, Mas? Apa jangan-jangan kecurigaanku benar, kamu sedang bermain api di luar sana!" pekik Laura lagi."Laura!" Fras teriak.Kedua bola mata mereka yang biasanya saling meneduhkan kini berubah bak kobaran api yang membakar keduanya."Berhenti bicara omong kosong! Aku sudah terlambat karena aku punya pekerjaan yang harus kuselesaikan di kantor," tandas Fras. Pria itu gegas pergi dengan perasaan yang masih tak karuan.Sementara Laura tak mengejar lagi. Ia juga memilih pergi ke toilet."Jahat kamu, Mas! Jahat!" teriaknya.Laura lalu berdiri di depan cermin toilet. Ia menatapi dirinya sendiri yang tengah berurai air mata. "Apa susahnya kamu minta maaf karena kamu pulang telat akhir-akhir ini, hah? Kenapa kamu malah membuatku emosi dan akhirnya kita bertengkar begini, Mas?!" teriaknya lagi.Bugh! Preng!Cermin toilet itu dihantamnya kencang oleh tangan
Sementara Mbah Asti dan Zehra sampai di depan gerbang megah rumah Nyonya Trissy."Permisiii."Pak Nes muncul."Ya ampun Bik Asti? Ini beneran Bik Asti?" "Iya Pak Nes, ini saya. Pak Nes apa kabar?""Saya kabar baik, Bi. Ayo ayo ayo masuk." Pak Nes semangat membukakan pintu gerbang untuk Mbah Asti."Lah ini Zehra?" kata Pak Nes lagi seraya menunjuk pada gadis kecil itu."Iya ini Zehra cucukku, Pak Nes udah kenal 'kan?""Ya udah Bik, tapi ....""Tapi apa?""Anu itu loh Bik, Zehra 'kan lagi dicariin terus sama Nyonya Trissy dan Tuan Fras.""Tuan Fras?" "Iya, Bik.""Fras suaminya Dewi maksud Pak Nes? Mereka beneran udah ketemu?" Mbah Asti yang tengah kebingungan mendadak berbinar."Aih bukan, Tuan Fras suaminya Non Laura, Bik," jawab Pak Nes sambil mengibaskan tangan.Mbah Asti kembali lesu, "oooh saya kira Dewi udah ketemu sama bapaknya si Zehra.""Ayo masuk Bik, di dalem lagi banyak orang tuh, ada polisi juga yang lagi bantu nyariin Zehra katanya.""Hah, emang dicari kenapa Pak Nes? Ha
Sementara Fras cepat mengerjap."Cela Sayang, ya ampun. Sini Cel," ucap pria itu sambil merentangkan kedua tangannya. Cepat Zehra berhambur dalam pelukan Fras."Cela dari mana aja, Sayang? Kami semua di sini khawatir nyariin Cela," tanya Fras lagi. Ia menyeka bulir bening yang keluar di sudut matanya.Sejurus dengan itu, Dewi juga cepat menjalankan rencana yang baru saja ia susun beberapa detik lalu."Zehra Sayang sini, Nak."Zehra melepaskan diri dari pelukan Fras lalu berhambur ke dalam pelukan Dewi."Syukurlah kamu baik-baik aja Sayang. Mama di sini khawatir banget sampe sakit berhari-hari karena mikirin Zehra," ucapnya seperti benar-benar sedih."Jangan pergi-pergi lagi ya Nak, biar kami di sini enggak bingung lagi nyariin Zehra. Lihat tuh Pak Polisi, mereka sampai lelah nyariin Zehra kemana-mana," imbuhnya lagi. Zehra melirik ke arah dua orang petugas polisi dengan kepala menggeleng-geleng."Cela tak mau ada poyici."Benak Dewi tersenyum lebar. Cepat ia manfaatkan momen itu untu
Fras mengangguk. Dia agak merasa heran dengan pertanyaan Nyonya Nagita yang mendadak seperti memperdulikan Dewi."Ya Tuhan Fras bisa-bisanya kamu nyuruh Dewi pulang sendirian. Kasihan dia, ini udah malem. Kalau terjadi apa-apa sama dia gimana?"Fras terbelalak. Antara haru dan tak percaya matanya sampai berkaca-kaca."Sana pergi, antarkan dia pulang," titah Nyonya Nagita.Fras mengerjap dan refleks bangkit mengejar Dewi keluar. Tapi sayang rupanya Dewi sudah pergi naik angkot."Ah udah gak ada pula," dengus Fras.Dia pun terpaksa kembali ke ruangannya Nyonya Nagita."Loh kamu kok balik lagi aja?""Dewi udah pergi, Ma. Dia udah naik angkot kayaknya.""Yaah telat kamu Fras."***Seminggu kemudian. Di hari minggu. Zehra dan Dewi kebetulan sedang libur jadi mereka semua sedang ada di rumah.Tok tok tok."Ceel, bisa tolong bukain pintu? Mama lagi nyapu Sayaang!" teriak Dewi."Ote, Mamah."Zehra gegas berhambur ke depan.Kreet."Papaaa. Opaaa." Gadis kecil itu tersenyum lebar dan langsung b
Nyonya Nagita lalu bangkit. Perutnya terasa lapar. Dia baru ingat dari pagi dia belum makan apa-apa. "Ah meningan aku nyari makan ke jalan raya," katanya.Nyonya Nagita jalan tergesa ke jalan raya. Dan saking tergesanya dia sampai tak memperhatikan lalu lalamg mobil yang sedang ramai hingga akhirnya ia terserempet mobil.Bughh. Gedebussh."Aaaa!"Dalam sekali hantaman Nyonya Nagita langsung tak sadarkan diri. Kepalanya terbentur ke bahu jalan sampai keningnya sobek dan mengeluarkan darah yang tak sedikit.Sontak saja semua orang yang ada di sekitar sana langsung berlari mengerubungi Nyonya Nagita."Eh ada kecelakaan ada kecelakaan.""Ada apa itu Dew?" Koh Liem yang melihat orang-orang berlarian depan tokonya ikutan panik."Gak tahu Koh, mungkin ada kecelakaan. Coba Dewi lihat dulu boleh gak Koh?""Ya udah sana sana."Karena penasaran, Dewi gegas lari ke arah orang-orang yang sedang berkerubung."Bawa aja bawa ke rumah sakit.""Tapi siapa yang bakal tanggung jawab? Mana gak ada yang k
"Ya sudah Pak, boleh. Saya izinkan Bapak menjemput Zehra pulang sekolah tapi itu pun kalau gak merepotkan Bapak.""Terimakasih Dew." Pak Indra mengecup pucuk kepala Zehra.Gadis kecil itu hanya tersenyum membalasnya.***Esok harinya Pak Indra benar-benar menjemput Zehra. Pria itu merasa sangat bahagia sebab impian di masa tuanya terkabul bahkan lebih cepat dari dugaannya. Sepulang menjemput Zehra, Pak Indra juga menyempatkan diri bermain dengan cucu satu-satunya itu sampai lewat tengah hari. Pria itu benar-benar menikmati hidupnya bersama Zehra.Walau sekarang hidupnya kekurangan bahkan cenderung miskin, ia sudah tak peduli lagi. Baginya yang terpenting sekarang adalah dia selalu melihat dan bertemu Zehra setiap hari.Sebab hal itu adalah kebahagiaan yang tak bisa ia dapatkan dari manapun. "Cel ... Opa pulang dulu ya, Cela istirahat 'kan capek main terus dari tadi.""Iya, Opa. Tapi eman Cela tak boyeh itut Opa puyang te lumah Opa?""Nanti ya Nak, sekarang belum saatnya. Nanti kalau
Zehra mengangguk polos."Terus selain ngasih permen Opa Indra ngapain lagi? Dia pasti marahin Mama sama Opa ya?" tanya Fras lagi. Perasaannya mendadak cemas karena kedatangan papanya ke kontrakan Dewi."Eendaa. Opa Indla baik, Opa Indla tak malahin Mamah cama Mbah, Opa cuma main cama Cela," jawab gadis kecil itu apa adanya.Kening Fras mengerut. Ia masih tak percaya. Karena penasaran pria itu pun gegas ke dalam menemui Dewi."Dek, apa bener tadi Papa ke sini?""Iya, Mas.""Mau apa dia? Pasti Papa mau jahatin kamu ya?" tembak Fras.Dewi menggeleng cepat. "enggak Mas, Papamu gak jahatin aku. Beliau ke sini justru mau minta maaf soal kejadian kemarin sore karena aku dimarahin sana mama kamu. Oh ya, papa kamu juga main sama Zehra sampai siang. Aku gak nyangka Mas, ternyata beliau sesayang itu sama Zehra. Papamu mau nerima Zehra sebagai cucunya," jawab Dewi panjang lebar.Fras mengembuskan napas lega."Oh ya? Mas sampe gak percaya, kok bisa tiba-tiba Papa jadi baik sama kamu dan Zehra? Buk
"P-pagi." Dewi langsung gugup. Perasaannya berubah tak karuan."Boleh saya masuk?" Pak Indra tersenyum ramah."Oh ya, ya silakan, Pak," katanya.Pak Indrapun gegas masuk dan duduk di kursi sederhana yang ada di kontrakan Dewi."Ad-da apa ya, Pak?" Dewi makin gugup.Pak Indra mengulum senyuman lebar."Oh iya. Begini. Sebetulnya saya datang ke sini karena saya mau minta maaf sama kamu atas perlakuan istri saya kemarin sore," jawabnya.Dewi menunduk, "gak apa-apa Pak, gak usah dipikirin saya makum kok."Mbah Asti keluar dari dapur."Ada siapa Dew?" tanyanya. Dan keningnya langsung mengerut saat wanita tua itu melihat pria paruh baya tengah duduk bersama putrinya.Sementara Pak Indra menggangguk sopan pada Mbah Asti, "selamat pagi, Bu.""Ya selamat pagi. Maaf Anda siapa ya?" tanya Mbah Asti.Dewi menoleh, "Ibu ini ... ini Papanya Mas Fras," ucapnya.Sama halnya dengan Dewi tadi, perasaan Mbah Asti juga mendadak tak karuan saat tahu yang datang adalah papanya Fras.Mau apa dia datang ke si
"Mas cuma pengen tahu, Dek. Kalau Adek cinta sama Mas, harusnya Adek itu enggak perlu ragu, malu ataupun nolak rencana pernikahan kita."Dewi menarik napas berat, "aku itu bukan ragu, malu ataupun nolak Mas, aku cuma lagi berusaha berdamai aja sama keadaan aku yang baru. Pernikahan itu bukan cuma menyatukan dua insan Mas, kita gak bisa memaksakan kehendak kita sementara orang-orang di sekitar kita kita abaikan begitu aja. Lebih-lebih orang tua kamu. Aku tahu cara mereka mungkin salah, tapi usaha mereka untuk memisahkan kita itu adalah bukti rasa sayang mereka sama kamu Mas, mereka itu gak mau kamu sampai salah langkah dan menikahi orang yang gak tepat," ujar wanita itu panjang lebar.Fras bergeming dengan napas kasar. Kadang ia juga tak percaya wanita di hadapannya itu sekarang sudah berubah banyak sekali. Lebih bijak, lebih dewasa dan lebih pendiam tentunya."Yuk sayang buruan makannya, kita harus pulang, takut Mbah nungguin," ucap Dewi lagi pada Zehra."Ote, Mamah."Selesai makan da
Laura dan Aagha yang tak menyangka akan bertemu dengan Zehra di tempat makan itu langsung salah tingkah. "Pak Gulu ciniii," panggil Zehra lagi.Aagha cengar-cengir dan gegas menghampiri meja Zehra. Laura juga mengekor di belakangnya."Eh Cela kok ada di sini?" tanya Aagha."Iya Pak Gulu, Cela ladi mam cama Papa dan Mama Dewi. Pak Gulu cama Mama Laula mau mam juga?""Hehe iya.""Cini duduk baleng Cela." Gadis kecil itu menepuk kursi di sampingnya."Eh gak usah. Pak Guru sama Mama Laura duduk di sana aja, kalau di sini nanti kami malah ganggu," tolak Aagha.Zehra menggeleng, "endaa. Enda dandu kok, iya tan, Pa?"Fras yang sedang berpura-pura fokus makan refleks megangguk, "ah ya silakan, silakan duduk aja bareng kami," ucap dia sekenanya."Gak usah. Pak kita duduk di sana aja," tolak Laura seraya menunjuk ke meja yang ada di pojok. "Oh oke. Gadis cantik Pak Guru sama Mama Laura makan di sana ya."Zehrapun mengangguk.Baru saja Laura dan Aagha akan beranjak ke meja itu, beberapa oran
"Gak apa-apa, gak usah dipikirin."Dewi diam meski perasaannya mulai diterpa gundah. Orang tua Mas Fras jelas menolakku, dia gak akan menerima aku sebagai menantunya. Terus aku harus gimana? Ujarnya sepanjang jalan."Gimana gimana tadi? Apa calon mertuamu mau nerima kamu, Nak?" tanya Mbah Asti saat mereka sampai.Dewi menggeleng lesu. Raut wajah Mbah Asti yang tadi sangat bersemangat mendadak ikut lesu."Tadi Mamah dimalah-malahin cama Oma, Mbah," ucap Zehra dengan polosnya.Mbah Asti menarik napas berat. Ketakutannya benar-benar jadi kenyataan.Kasihan Dewi. Padahal dia udah berusaha jadi wanita yang lebih baik lagi. Sebelum berangkat dia juga gak henti-hentinya berdo'a tapi dia malah harus menerima kenyataan pahit ini. Ya Tuhan, semoga Dewi gak sampai putus asa lagi."Gak apa-apa Dek, gak usah dipikirin, mereka cuma masih kaget aja karena Mas tiba-tiba datang ngenalin kamu, harusnya Mas emang bilang dulu sama mereka," ujar Fras. Mengelus pundak Dewi."Gak apa-apa Mas, bukan salah k
Sore harinya setelah Fras pulang kerja. Fras benar-benar mengajak Dewi dan Zehra bertemu dengan kedua orang tuanya."Pa, kita mau temana?""Kita mau ketemu sama Oma, Sayang.""Oma? Omana Cela?""Iya Omanya Cela, Papa sama Mamanya Papa." Fras menunjuk dadanya memberi Zehra penjelasan."Ooh aciiik," sorak gadis kecil itu polos."Ini, bawa makanan ini buat mereka Fras." Mbah Asti memberikan kue Adas yang tadi dibuatnya bersama Dewi."Iya Bu, makasih ya. Kalian siap?" Fras bertanya pada Zehra dan Dewi yang terlihat masih ragu-ragu itu."Ciaaap." Zehra bersemangat."Dek?"Dewi terdiam lesu."Loh Nak, kok malah lesu? Ayo sana, temui calon mertuamu," kata Mbah Asti pada putrinya."Dewi kayaknya masih belum siap deh Bu, Mas."Mbah Asti mengembuskan napas kasar, "iya tapi mau sampe kapan toh? Sudah sana pergi, mumpung mereka juga ada di sini 'kan?" Dewi pun akhirnya mengangguk lalu gegas pergi bersama Fras dan Zehra."Mas, aku ragu, meningan jangan sekarang deh ya." Dewi menghentikan langkah