Hari-hari berlalu, mereka kembali ke kehidupan masing-masing usai Delvin sembuh sepenuhnya dan kembali ke rumah, sesekali mereka bertemu untuk cek kesehatan Delvin, tapi yang antar anak itu adalah neneknya. Daryn sibuk begitu mengurus semua masalah di perusahaan. Meski begitu, Fara tak merasakan apa-apa, berbeda dengan Daryn yang mencarinya di setiap kesempatan, sayangnya keberadaan Sandra adalah rintangan yang harus dia taklukan sebab gadis itu selalu muncul di saat dia hendak pergi atau di waktu senggangnya.
Hanya karena Daryn memutuskan untuk menuruti apa yang ibunya mau, memperbaiki hubungannya dengan Sandra dan memaafkan gadis itu atas perkataannya sebulan lalu yang membuat perasaan Daryn kian menipis. Bukannya mesra, Daryn justru seperti muak karena Sandra selalu datang setiap makan siang.
Ketukan di jendela mobilnya itu mengejutkan Daryn. Dia menolh untuk memastikan siapa gerangan, tapi dia semakin terkejut melihat siapa orang itu.Dengan terburu dia hendak membuka pintu tapi orang di luar itu menahannya maka Daryn menurunkan kaca jendelanya.“Apa yang kau lakukan di sini? Bukannya tadi ….” Daryn kehilangan kata-kata. Dia jelas melihat gadis itu pergi tapi kenapa ada di sini secepat itu.“Kau tak perlu tau. Apa yang kau lakukan di sini?” Dia bertanya tanpa melihat Daryn.Sikapnya aneh menurut Daryn, dia sedang bicara dengan seseorang di telepon atau apa? Mengapa ponselnya di telinga?“Kau tak menjawabku. Apa yang kau lakukan di sini?” tanyanya mengulang.“Itu ….” Tiba-tiba Daryn jadi tergagap, kebingungan dengan apa yang sebenarnya terjadi? Bagaimana gadis itu bisa di sini dan mengejutkannya?“Kau mencariku, bukan? Aku akan pulang, pergilah.” Kemudian melengos begitu saja setelah mengatakan itu tanpa menurunkan ponsel dari telinganya.Sungguh, ada apa dengan gadis itu
“Apa yang kau lakukan?” Fara protes, hendak mengurai pelukan itu yang mengunci tubuhnya.“Tetaplah seperti ini untuk beberapa saat,” kata Daryn, suara sedikit tercekat, emosi menguasainya, bayangan tentang bagaimana dia bertahan sejauh ini karena sebuah janji.Mendengar suara tercekat dari Daryn, Fara perlahan berhenti memberontak. Pria itu menjatuhkan dagunya di bahu lalu memejamkan matanya. Sesungguhnya Fara yang sadar, sama sekali tak mengerti bagaimana dia hanya diam saja, menuruti apa yang pria itu katakan. Dia sama sekali tak bisa memahaminya. Padahal biasanya dia menahan pria di batasnya, tapi Daryn lebih dari sekadar di batasan yang dia buat.Tubuh Fara kaku ketika merasakan rembesan basah di bahunya. Ada apa? apa yang terjadi? Tidak mungkin kan kalau Daryn menangis, atau lebih parahnya mengiler? Oh ayolah. Napasnya masih teratur, bukan mendengkur. Tapi Fara ragu untuk menoleh, bagaimana bila ternyata mamang pria itu menangis? Apa yang bisa dia perbuat untuk itu?Pada akhirnya
Daryn membukakan pintu mobil untuk Farad an memastikan dia nyaman di dalam kemudian dia menyimpan kopernya di jok belakang. Mobilnya mulai meninggaklkan gedung itu setelah Daryn duduk manis di balik kemudi. Dia juga berpesan pada penjaga untuk mencegah siapapun masuk ke sini.“Bila ada yang menanyakanku atau Dokter Fara, katakan kalau kami sudah pergi,” katanya.“Baik Tuan. Kalian tak perlu khawatir, berkendaralah dengan aman,” balas Satpam itu seraya mengangguk hormat dan tersenyum pada Fara yang membalasnya demikian.“Baik. Terima kasih. Sampai jumpa lagi.” Daryn melajukan mobilnya melewati plang dan mulai membelah jalanan kota yang sepi.Hening. Tidak ada yang bicara di antara mereka untuk beberapa saat lamanya. Fara masih marah dengan tindakan Daryn yang menyentuh semua barangnya tanpa izin, dan bahkan menciumnya hanya agar dia diam.&ldquo
Di kamar yang berada di lantai dua itu Fara kembali dibuat takjub dengan dekorasi ruangannya. warna catnya juga adalah warna kesukaannya, biru laut. Kamar itu seluas rumahnya. Perhatian Fara tertuju pada dua pintu yang tertutup rapat.“Dokter Fara suka?” Delvin bertanya.“Tentu. Apakah ini kamarku?”“Ya. Di dekatnya adalah kamar Ayah,” kata anak itu menunjuk arah kanannya.Mata Fara membulat mendengar apa yang dikatakan Delvin dengan begitu polos.“Lalu di mana kamarmu?” tanyanya.“Di bawah, dekat kamar Nenek. Tapi aku sering tidur dengan Ayah,” katanya. Delvin sepertinya sangat senang melihat Fara.Pertemuan mereka cukup mendekatkan keduanya, dari sejak pertama kali Delvin melihatnya, dia sudah jatuh cinta pada gadis itu.“Begitu. Nanti Delvin bisa dat
Fara terbangun saat dini hari pukul dua. Di sampingnya ada Delvin yang tertidur pulas. Dia mengedarkan pandangannya ke sekitarnya, mengumpulkan semua nyawa, rupanya dia tak mengganti bajunya karena begitu menina- bobokan Delvin dia pun ikut tertidur. Menyingkap selimutnya, Fara turun perlahan dari kasur, tenggorokannya terasa kering. Lampu kamarnya mati, hanya ada cahaya dari pintu yang terbuka sedikit.Tidak ada air di kamarnya saat Fara menacari- cari. Dia akhirnya memilih turun ke lantai bawah untuk mengambil air minum. Pertama kali di rumah sebesar itu membuat Fara tampak bingung tapi dia tetap menuruni anak tangga walau entah di manakah dapur berada.Baru semalam dia datang dan tidak ada yang memberinya arahan tentang rumah besar itu yang pasti punya banyak kamar dan ruang, makanya Fara berjalan kesana dan kemari hanya untuk mencari dapur. Tidak ada siapa- siapa di sana, hanya ada sepi dan gelap. Cahaya remang dari lampu kecil untuk menerangi jalan.“Kau pikir, apa yang kau lakuk
Benda lunak di bibirnya itu bergerak lembut. Sebelum melumat penuh, Fara mendorong dada bidang itu dengan kuat demi melihat siapa yang melakukan itu padanya dengan sembarang.“Daryn?” Fara terkejut, tapi seharusnya dia tahu siapa lagi yang akan melakukan itu padanya. “Apa yang kau lakukan?” tanyanya.Daryn diam, mengatur napasnya. Mungkinkah efek anggur merah yang diminumnya itu atau suasana hatinya yang sedang buruk?Fara menunggu apa yang akan di katakan pria itu. Sebuah pembelaan kalau dia hanya terbawa suasana atau mengakuinya bahwa dia sengaja.Area itu remang, cahaya lampu yang serupa di ruang makan itu, hanya saja di area ini agak gelap, jadi wajah mereka terbias, tak begitu jelas bila tak dilihat dari dekat.Tatapan Daryn nanar, melihat wajah Fara yang begitu ayu memberikan ketenangan tersendiri padanya.“Ada apa?”
Fara sudah bangun saat pagi menyapa, bahkan sudah berganti pakaian. Dia berdiri di depan Rajang melihat ayah dan anak itu masih tertidur lelap di kasurnya. Usai bercanda dengan Daryn dini hari tadi, entah apa yang membuat pria itu akhirnya tertidur lelap. Fara memikirkannya, apa yang di katakan Daryn dan yang dia katakan tadi itu.“Kau sungguh akan menjadi kekasihnya, Fara?” Hatinya bertanya sementara pandangannya pada pria itu.Tidak ada yang Fara katakan, dia masih memikirkannya juga belum menjawab Daryn. Apa yang harus dia lakukan? Dia merasa apa yang Daryn sampaikan itu tulus, dari hatinya tapi apakah harus di saat seperti ini ketika hubungannya dengan Sandra masih terjalin walaupun tak begitu jelas. Fara tidak tahu apa pun soal itu, dan tidak mau tahu.“Aku butuh waktu,” katanya dalam hati.Ada luka juga dalam hatinya yang disebabkan dari sebuah hubungan. Dia ditinggalkan begitu saja tanpa pamitan, tanpa kata perpisahan. Bagaimana dia bisa mencintai seseorang yang meninggalkannya
“Kau baru bangun?” Dennda bertanya heran. Perhatiannya terpusat pada sang putra yang rambutnya tampak berantakan yang semakin membuat sang ibu bingung.Daryn hanya mengangguk acuh dan menuangkan air ke gelas lalu meminumnya. Sementara Dennda masih menatap Daryn dengan begitu dalam, menyelidiki apa yang sebenarnya terjadi pada putranya yang tak biasanya bangun agak siang di pagi hari. Biasanya Daryn turun dengan baju rapi, tapi kini masih berbaju tidur?Fara juga menatap Daryn, hanya saja dia sedikit malu. Bagaimana kalau ibunya tahu dialah yang membuat Daryn kembali tertidur di kamarnya? Apakah itu bisa jadi masalah atau sebaliknya?“Nenek.” Suara kecil itu memanggil. Sosoknya muncul dari belakang Fara dan Daryn yang segera menoleh.“Oh. Sayang, selamat pagi,” sapa sang nenek riang. “Kemarailah,” ujarnya merentangkan tangan pada Delvin yang menghampirin
Terlalu lama Fara diam, akhirnya Daryn gemas juga.“Apa? Ada apa, sih, Far? Kau membuat aku jadi penasaran,” kata Daryn akhirnya.Mata Fara mengerjap, terkejut juga karena malah melamun.“Oh, tidak. Tidak jadi,” kata gadis itu.“Ish. Kau membuat aku jadi semakin penasaran saja, Fara. Ada apa? Katakan padaku,” timpal Daryn bahkan memaksa gadis itu untuk mengatakan apa yang ingin Fara katakan sebelumnya.“Tidak jadi. Bukan apa-apa,” kilah Fara. Sepertinya masih ragu untuk membicarakan hal itu dengan Daryn.“Ayolah.” Daryn mendesah kesal sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal. “Ada apa? Ayo katakan padaku, atau aku akan terus memintamu untuk mengatakannya,” kata Daryn tak ingin menyerah.Fara menatap Daryn tajam, dan membuang napas kasar.“Aku bilang tidak jadi. Kenapa kau ngotot sekali?” balas Fara. Tapi entah bagaimana tubuhnya tak juga beranjak dari sana.Atau mungkin Fara juga penasaran sama seperti Daryn.Kira-kira siapakah foto dalam bingkai di kamar Delvin itu?Melihat Fara dia
Setelah makan malam itu Fara menemani Delvin hingga tidur sedangkan Daryn kembali sibuk dengan tabletnya di lantai dua, duduk di sofa dengan nyaman. Pria itu sudah mengganti bajunya dengan piaya tidur.“Delvin sudah tidur?” tanya Daryn tanpa mengalihkan perhatian dari tabletnya.“Ya, sudah,” sahut Fara berjalan pelan ke kamarnya. Gadis itu tampak mengantuk.Tidak ada yang bicara sampai Fara berdiri di depan pintu kamarnya dan hendak membuka pintu itu tapi pikirannya tertuju pada Daryn.“Kenapa?”Rupanya Daryn menyadari Fara yang berhenti di depan itu.“Tidak ada. Aku hanya teringat sesuatu. Selamat malam,” ucap gadis itu lantas masuk ke kamarnya.Tapi Fara bersandar di balik pintu kamarnya, pikirannya tertuju ke suatu tempat di kamar Delvin ketika meninabobokan anak itu.Ada beberapa pigura di kamar anak itu. Yang besar tergantung di dinding, hanya Delvin, Daryn dan sang nenek yaitu Dennda. Sedangkan di pigura kecil di atas meja, terdapat sebuah foto yang terdiri dengan beberapa orang
“Delvin, apa maksudnya dengan Mama?” tanya Daryn.Anak itu menoleh pada sang ayah lantas tersenyum dan melirik Fara.“Aku ingin punya Mama, dan aku suka Dokter Fara,” kata anak itu dengan nada bicaranya yang khas.Baik Daryn maupun Fara, sama-sama terkejut mendengar apa yang anak itu katakan. Fara bahkan menelan ludahnya ketika pikirannya mencerna sedikit lambat.“Jadi aku menggambar ini,” lanjut Delvin sambil memandangi gambar yang dia buat sendiri itu. Senyum lebar mengiasi wajahnya yang bahagia.Apa yang mesti Fara lakukan? Tidak mungkin bukan Fara menghancurkan harapan anak itu yang tampaknya merindukan kehadiran sosok ibu di hidupnya, di usia yang masih belia itu. Fara melirik Daryn sekali lagi memastikan bagaimana respon pria itu.Sama. Daryn pun terdiam, tak berkata, bungkam seribu bahasa. Sebagai ayah, tentu saja hati Daryn sakit mendengarnya. Bukan karena tak mau menghadirkan sosok ibu yang sangat Delvin inginkan, tapi Daryn tidak bisa asal memilih istri untuk menjadi ibu bag
“Ibu ke mana?” tanya Fara ketika menjelajahi rumah besar itu tapi tak menemukan sang nyonya rumah.Daryn yang tengah duduk di sofa sambil menunggu makan malam siap menoleh pada gadis itu.“Ada urusan, nanti juga kembali,” jawab Daryn lalu fokus pada tablet di tangannya.“Oh, begitu. Apakah biasanya lama?” tanya Fara lagi sambil mengambil posisi duduk di sofa tak jauh dari pria itu.Sesaat Daryn terdiam seperti tengah berpikir apakah ibunya pergi lama atau tidak.“Paling lama tiga hari, paling sebentar sampai malam nanti,” kata Daryn menjawab Fara dengan santai.Fara menganggukkan kepalanya berusaha untuk tidak ikut campur urusan Dennda atau Daryn. Setiap orang punya urusannya sendiri yang tak harus selalu dibagikan.Delvin tengah di kamarnya entah sedang apa. Jam menunjukan pukul enam petang. Daryn mengatakan Delvin biasa mengurung diri di kamar pada jam seperti itu, nanti anak itu akan keluar dengan sendirinya entah akan membawa apa.Meski Daryn menyuruhnya untuk tak khawatir karena
Masih menatap Daryn dengan penuh kemarahan, Sandra berteriak agar melepaskan penjagaan supaya bisa menghampiri pria itu dengan leluasa. Namun sepertinya percuma, Daryn tak akan mengizinkannya.“Kenapa kau bersikap begitu? Apa yang kau pikirkan sehingga hidup orang lain kau hancurkan,” kata Brian tak mempedulikan protes Sandra.Mendengar apa yang pria itu katakan, Sandra mulai berhenti tapi tetap menatap Daryn dengan tajam.“Kau ingin tahu alasannya, hah?” Sandra membalas.Daryn menatap Sandra dengan sorot yang serius.“Bukankah sudah aku bilang, itu karena kau. Seandainya kau tidak datang padanya, aku tak akan melakukan hal itu,” kata Sandra.“Jadi kau memang sengaja melakukan itu?”“Memangnya kenapa? Kau tak senang, bukan? kalau begitu, kenapa kau tak bicara denganku?”“Apa gunanya? Kau tak akan berhenti menganggunya, bukan? Sampai kau puas. Jadi aku tak akan membiarkannya.”“Itu sebabnya kau begitu melindunginya? Jangan bilang kau mencintai gadis itu, hah?” Sandra tersenyum miring,
Daryn masih asyik bermain game di ponselnya sementara Fara serta anaknya masih tidur siang. Hujan masih turun tapi tak begitu lebat, hanya saja udara kian dingin menjelang sore.Setelah bosan bermain game, tidur pun tidak bisa meski sudah berusaha untuk tidur lagi karena Daryn sempat tertidur tadi sebelum makan siang. Pria itu akhirnya memilih membuka ponselnya lagi dan membaca artikel yang muncul.Sesekali Daryn menghela napas saat membaca artikel yang membuat kabar tentang Fara dan dirinya yang dituduh berselingkuh sementar Daryn memiliki kekasih yaitu Sandra.“Siapakah sebenarnya gadis yang dikatakan perebut itu? Kabarnya dia seorang dokter anak kompeten, tetapi tidak diketahui apa niatnya.” Daryn membaca beberapa kalimat di artikel tersebut dan berdecih pelan.“Itu tidak benar. Ini sampah!” umpatnya marah tapi tidak bisa membanting ponselnya karena masih butuh.Daryn mencari sesuatu yang setidaknya memberikan komentar positif atau sebagainya. Hampir semua artikel memojokkan Fara.
Hujan deras mengguyur bumi membuat udara terasa dingin tapi menciptakan kehangatan di antara mereka yang tengah berkumpul. Daryn membebaskan para pengawal untuk melakukan apa pun supaya mereka tidak bosan. Ada sebuah ruangan di belakang rumah itu jadi para pengawal berada di sana untuk istirahat sedangkan Daryn masih menemani Delvin nonton kartun.Fara bergabung tak lama kemudian bersama mereka, Delvin beringsut ke dekatnya sebelum kedahului sang ayah. Anak itu sepertinya paham sikap aneh ayahnya yang menempel pada sang dokter.Jam menunjukan pukul satu siang, itu sudah waktunya makan siang tapi karena mereka terlalu asyik menonton sambil sesekali tertawa jadi tidak sadar waktu berlalu.“Delvin kamu suka makan apa?” tanya Fara.“Apa saja, kecuali ikan dan kacang,” jawab anak itu polos.“On tentu. Suka telur atau daging bukan?”“Ya, suka. Apalagi daging ayam kripsi,” katanya.Fara tersenyum.“Aku akan masak. Di dapur ada bahannya. Tunggu sebentar, ya.”Delvin hanya mengangguk saja kare
Tidak ada yang Daryn katakan atau lakukan selain hanya membiarkan Fara dalam pelukannya sampai gadis itu merasa lebih tenang barulah menarik diri dari pelukan. "Maaf," ucap Fara pelan. Kepala Daryn menggeleng. Fara mengusap pipinya yang sedikit basah dengan punggung tangannya sementara Daryn memperhatikannya. tangannya tiba-tiba terulur ketika di lihatnya setetes air mata di pipi gadis itu dan berniat untuk menghapusnya. Melihaat gaadiss itu menangiss, rasanyaa hati Daryn taak keruan. Dalam hati masih ada pertanyaan apa yang menjadi penyebabnya? Tadi mereka tengah bercanda tapi tiba-tiba terjadi tangisan. "Kau baik-baik saja?" tanya Daryn. Hanya anggukan kepala yang Fara lakukan sebagai jawaban. Hati gadis itu masih terasa sakit mengingat kembali masa lalu yang sesungguhnya amat sangat ingin Fara lupakan. "Aku sudah tidak apa-apa. Maaf, ini rasanya memalukan sekali," kata Fara."Apa yang memalukan? Biasa saja. Tidak apa-apa bila di depan aku, asalkan jangan di depan apalagi di
Masih butuh waktu bagi Fara mengembalikan moodnya yang jelek karena kekacauan yang terjadi tadi pagi. Dia memasukan kakinya di kolam renang dan memainkannya sehingga air terciprat. Daryn hanya memperhatikannya dari belakang, duduk di kursi santai tak jauh dari gadis itu.“Kau seperti anak kecil saja,” komentar Daryn.“Biarlah. Aku dokter anak jadi tahu bagaimana bermain seperti anak kecil,” balas Fara ketus.“Ck!” Daryn berdecak mendengar tanggapan Fara.Membiarkan gadis itu dengan keasyikannya sendiri, Daryn memilih membaringkan dirinya di kursi santai dan memejamkan mata. Dia pikir Fara tidak akan kabur begitu saja meski tidak Daryn awasi. Lagi pula gadis itu bukan anak kecil, tapi dokter anak kecil.Bermain-main dengan air, sesekali Fara tersenyum. Dia sangat suka air layaknya anak kecil. Sampai beberapa menit setelahnya dia mengangkat kakinya ke tepi kolam dan berdiri. Kakinya yang basah dia biarkan begitu saja. tangannya menepuk-nepuk belakang tubuhnya yang sedikit kotor. Fara me