Malam itu, acara berjalan lancar walau ada sedikit kerikil kecil yang mengganggu jalannya acara tapi Arya masih bisa memendamnya dengan bantuan bisikan-bisikan goib dari Rama walau Arya pasti akan menandai koleganya yang satu itu. "Kerjasama kita dan dia berlangsung berapa lama lagi?" tanya Arya dengan suara lirih. "Kita hanya bekerjasama untuk satu proyek saja. Kalau proyek itu selesai, kita sudah bisa lepas darinya" jawab Rama tak kalah lirih. "Ok. Kamu tau apa yang harus kamu lakukan?" "Siap laksanakan" jawab Rama penuh keyakinan. Dia tau apa yang akan terjadi selanjutnya setelah kontrak mereka habis. Sudah pasti Arya tidak akan membiarkannya begitu saja. Dia pasti akan memberikan efek jera yang bahkan tidak akan pernah dilupakan. Setelah berbincang dengan Rama, Arya segera pergi mendekati Swastika yang melambai padanya. "Bisakah Ayah dan Ibu menginap saja?. Ini sudah terlalu larut malam" tanya Swastika saat mereka berjalan meninggalkan area venue. "Tapi pabrik bagaimana ka
Seperti biasa, setiap pagi semua keluarga akan berkumpul di meja makan untuk sarapan. "Selamat pagi semuanya" sapa Abi yang sudah terlihat sangat tampan pagi ini. Dia menyalami mereka satu per satu dan duduk di kursinya seperti biasa. "Kakek dan Nenek jadi pulang pagi ini?" sambungnya setelah meletakkan tas punggungnya disamping kursi. "Iya cucu Nenek yang tampan" goda Sang Nenek. Sudah lama sejak terakhir mereka bertemu. Bahkan Nenek dan Kakeknya sampai terkejut melihat betapa besarnya Abi tumbuh. Menyadari sejak awal bahwa dia memang tampan, Abi memberikan respon dengan mengedipkan sebelah matanya pada sang Nenek. Sontak perlakuan Abi membuat semua yang ada dimeja makan tertawa. "Lihat. Dia memang tampan. Siapa dulu Papanya" bisik Arya dengan bangga memamerkan Abi pada Swastika. "Tapi bukannya dulu kamu..." "Stop" belum selesai Swastika bicara, Arya buru-buru memotongnya. Dia sudah tau kemana arah pembicaraan Swastika. "Itu dulu. Maaf aku terlalu egois dulu dan membuatmu mend
"Jadi bagaimana?" "Begitu. Good" "Saya tunggu kabar baiknya" Setelah menyampaikan semuanya, Arya segera mengakhiri panggilannya dan kembali fokus mengerjakan tumpukan dokumen yang membuatnya pusing bukan main. Bahkan dia sampai menyuruh Rama untuk mengerjakan sebagian pekerjaannya. Hingga sore hari Arya masih setia bercokol diruangannya dengan dokumen yang sekarang hanya tertinggal dua map. "Ini sudah selesai semuanya. Bonusku seharusnya..." "Ok. Bonusmu aku tambah" jawab cepat Arya sebelum Rama menyelesaikan kalimatnya. "Ah, bos benar-benar baik sekali" ucap Rama yang gembira dengan nada yang dibuat lenjeh dan gerakan seperti ingin memeluk Arya. "Ishh. Jauh. Jauh" usir Arya dengan mengibaskan tangannya. "Hehehe. Eh. tunggu dulu. Apa semuanya sudah siap? Jadi kapan?" tanya Rama yang sudah berubah mode menjadi seperti biasanya. "Tunggu saja. Masih dalam proses" jawab Arya dengan senyum sumringah bahkan sampai meletakkan pulpennya. Seketika dia lupa jika sedang mengerjakan lapo
"Baik Pak Arya semua bukti sudah cukup. Akan segera kami urus semuanya. Nanti akan kami kabari lagi kalau ada info-info terbaru" ucap para pengacara yang menangani kasus penggelapan itu. "Baik. Terima kasih kerjasamanya. Saya tunggu kabar baiknya" jawab Arya. Setelah para pengacara itu pergi, Arya dan Rama bisa sedikit bernafas lega. Walau masih belum sepenuhnya karena kasusnya sama sekali belum selesai dan justru masih dalam tahap awal. "Bagaimana? Apa semua persiapannya sudah selesai?" tanya Rama setelah menyesap kopi yang sejak tadi bahkan belum sama sekali dia sentuh. Arya hanya tersenyum tanpa mau menjelaskan lebih lanjut pada Rama hingga saatnya tiba. Rama memilih kembali keruangannya dan menyelesaikan pekerjaannya sebelum jam pulang kantor selesai. Seketika dia membeku melihat sesuatu yang ada di atas meja kerjanya. Pelan dia mengambil sebuah undangan yang ada disana dan membacanya. "Elena dan Balin" gumamnya. Tanpa membuka isi undangan itu, dia meletakkannya kembali dan
"Tenang dulu Bu" ucap dokter itu kala melihat Swastika yang menangis. "Bapak Arya mengalami patah tulung kaki sebelah kiri dan beberapa luka luar. Untuk luka luar sudah kami tangani, tetapi untuk luka dikaki kami akan segera melakukan operasi. Mohon Ibu untuk menandatangani dokumen persetujuan ini sebelum kami melanjutkan tindakan" ucap dokter itu. Kemudian salah seorang perawat mendatanginya dan menyodorkan dokumen yang harus ditandatangani. "Tapi dia baik-baik saja kan Dok?" tanyanya sekali lagi. "Sejauh yang kami periksa, tidak ada luka dalam selain pada kaki. Semuanya baik-baik saja Bu" jawab dokter. Setelah dokumen ditandatangani, mereka bergegas membawa Arya menuju ruang operasi dan menyuruh Swastika untuk menunggu didepan ruangan. Disana, Swastika menghubungi Luna untuk mengabarkan apa yang tengah terjadi pada Arya karena setelah mencoba menghubungi Rama dia masih belum mendapat jawaban. Luna yang saat itu masih mengantuk dan setengah sadar tersentak mendengar kabar itu. D
"Bu, saya mau ijin pulang dulu. Sebentar lagi mau masuk jam kantor" pamit Rama. "Iya. Berangkatlah" jawab Mamih Ratna. Setelah berpamitan, Rama diantar Swastika hingga keluar ruangan. "Rama, kalau ada info terbaru tolong kabari ya" pinta Swastika. "Baik Bu. Akan saya infokan kalau ada perkembangan. Saya permisi" Rama pun meninggalkan rumah sakit dan pergi menuju kantornya. Saat Swastika kembali kedalam ruangan dan melanjutkan kegiatannya mengelap tubuh Arya, tiba-tiba dia merasakan jemari Arya bergerak. Cepat-cepat dia berdiri dan memanggil Mamih Ratna dan Swastika meminta tolong pada Luna untuk memanggilkan dokter. Tak berapa lama, kedua mata Arya perlahan terbuka."Arya" "Sayang" "Kamu bisa dengar Mamih?" "Arya" "Arya" panggil Mamih Ratna dan Swastika saling sahut. Mereka terus memberikan afirmasi pada Arya agar segera sadar tetapi Arya tidak merespon apapun. Dia masih berusaha membuka matanya. "Mamih" "Tika" ucapnya tanpa mengeluarkan suara. "Hei, kamu sudah bangun? Tu
"Antar ke rumah sakit ya Pak" ucap Abi pada sopir yang mengawalnya. Karena permintaan Arya, untuk sementara Abi tidak diperbolehkan untuk naik sepeda motor sebagai gantinya, dia akan diantar jemput oleh sopir kepercayaan Arya dan beberapa pengawal. Karena hal itu pula, setelah Arya memberi instruksi pada Rama, ada pengawal yang datang kesekolah Abi dan mengambil motor yang dibawanya tadi pagi. "Kenapa harus sebegitunya sih? Kenapa juga tidak boleh naik motor? Dia yang punya musuh kenapa harus aku yang berkorban?" ocehan Abi disepanjang perjalanan. "Tuan Arya hanya mengkhawatirkan Tuan Muda. Karena dibidang yang digeluti Tuan Arya, para musuh tidak akan hanya mencoba menyerang Tuan Arya sendiri tetapi juga orang-orang yang ada disekelilingnya. Jadi saya mohon Tuan Muda untuk tidak berprasangka buruk dulu" ucap Ryan, pengawal pribadi Abi. "Hufh" Abi memutar bola matanya dan memilih untuk kembali fokus pada ponselnya. Setelah menempuh perjalanan yang memakan waktu lama karena terjeb
Sampai dikantornya, Arya segera menuju ruangannya dan meminta Rama dan David untuk segera menemuinya. "Kamu istirahat disini dulu sebentar ya. Aku ada meeting sebentar dengan Rama dan David" ucap Arya setelah mengantar Swastika keruangan pribadinya. "Baiklah. Sepertinya ini perihal rahasia perusahaanmu. Aku akan tunggu disini" jawab Swastika. Sebelum meninggalkan Swastika disana, Arya meninggalkan kecupan dikening dan kemudian menggunakan tongkatnya untuk berjalan menuju ruangannya. Disana Rama dan David sudah menunggu. "Jadi bagaimana? Jelaskan" pinta Arya.Merekapun menjelaskan pada Arya mengenai bukti-bukti temuannya dan siapa saja yang dicurigai sebagai komplotannya. Rama juga menjelaskan bahwa disalah satu cabang perusahaannya, mereka berhasil membawa kabur sejumlah uang. "Kenapa bisa kecolongan lagi?" tanya Arya yang sudah kesal sedari tadi. "Maaf, kami tidak menyangka kalau komplotannya bahkan sudah ada dimana-mana" jawab David. "Untuk sekarang, semua yang ada di kantor c