'Papa mengalami kanker paru-paru, Yasmin. Papa tidak ingin melakukan kejahatan lagi, jadi maafkan Papa.' Kata-kata yang Aaraf ucapkan siang tadi saat bertemu dengan Yasmin membuat putrinya itu seharian bersedih. Bahkan hingga malam ini, Yasmin tidak bisa tidur dan hanya memikirkan Papanya. Apalagi saat Papanya mengatakan dia tinggal sendirian di sebuah rumah kecil dan menumpang pada rekan kerjanya."Papa..." Yasmin menangis memeluk bantalnya. Dia duduk sendirian di balkon kamarnya. Tanpa dia sadari, pintu kamarnya terbuka dan Kenzo masuk ke dalam sana setelah menidurkan Odette dan Rafael. Laki-laki itu mendengar suara tangisan istrinya dari arah balkon kamar. Kenzo pun langsung menuju ke sana, benar sekali Yasmin menangis memeluk bantal dan punggungnya bergetar hebat. "Yasmin, hei... Kau kenapa?" Kenzo langsung mendekati dan menekuk kedua lututnya di bawah sang istri. "Yasmin..." Ekor mata Yasmin melirik sang suami, tangisnya terhenti dan jemarinya meremas bantal. Kenzo nampak m
"Yasmin, terima kasih banyak. Papa sangat-sangat berterima kasih padamu, nak..." Aaraf memeluk Yasmin dengan erat saat Yasmin dan Kenzo berpamitan pulang. Wanita itu tersenyum dan membalas dengan tulus pelukan Papanya. Sedangkan Kenzo berdiri bersedekap dengan tatapan mata dinginnya yang sama sekali menunjukkan tidak ketertarikannya pada Papa mertuanya yang membutuhkan perhatian. "Papa jangan berterima kasih pada Yasmin, berterima kasihlah pada suami Yasmin," ujar Yasmin mengusap pundak sang Papa. Laki-laki itu menatap sang menantu yang berdiri dengan wajah dinginnya. Namun saat Aaraf hendak mendekat, Kenzo mengubah gayanya dengan berdiri tegap menatap laki-laki tua itu. "Tidak perlu berterima kasih apapun, Tuan. Semua ini saya lakukan karena saya mencintai putri Anda," ujar Kenzo dengan sangat formal. Aaraf mengangguk. "Satu hal yang aku minta padamu. Tolong sayangi putriku, berikan kasih sayangmu padanya karena aku dulu tidak bisa memberikan kasih sayangku pada Yasmin, aku ya
"Ibu, Ayah akan pulang cepat ya? Kok Ibu memasak banyak?" Odette memutari meja kayu besar di ruang makan. Anak itu meletakkan semangkuk buah-buahan yang sudah Yasmin cuci bersih. Dan Yasmin tersenyum menanggapi pertanyaan putri kecilnya. "Iya Sayang, Ayah akan pulang cepat." "Asik, nanti main lagi sama Ayah dan Ibu, di kamar Rafael!" seru anak itu tersenyum senang. "Kalau Ayah tidak capek nanti ajak Ayah bermain dan berkumpul lagi, okay?"Odette mengangguk antusias, anak itu berjalan ke ruang tamu usai membantu Yasmin menyiapkan makan malam untuk Kenzo. Dengan tenaga kecilnya, Odette mendorong pintu besar berwarna putih di hadapannya. Di mulai bersenandung kecil dan mondar-mandir kesenangan. "Ayah akan pulang... Ayahku akan pulang cepat!" serunya dalam senandung dengan wajah riang gembira. Sampai tiba saatnya penantian Odette tidak sia-sia. Mobil Kenzo memasuki pekarangan rumah, laki-laki itu turun dari dalam mobilnya dan melihat Odette yang langsung berlari ke arahnya. "Ayah
Kekacauan terjadi pagi ini saat Yasmin tidak sengaja bangun kesiangan. Semalam ia sungguh merasa lelah, hingga ia dan Kenzo pagi ini kalang kabut sendiri. "Ya ampun, sudah pukul tujuh!" pekik Kenzo langsung lompat dari atas ranjang dan berlari ke kamar mandi. Sedangkan Yasmin, dia merapikan pakaiannya. Wanita itu be decak kesal karena tidak mendengar alarm yang jelas-jelas semalam sudah dia buat. "Sayang, kau mau membawa kemeja yang mana saja?!" pekik Yasmin pada suaminya di dalam kamar mandi. "Yang mana saja!" teriak Kenzo dari dalam. Yasmin segera mengambil koper di dalam lemari. Dia membantu suaminya mengemas pakaiannya, dari kemeja, hingga stelan tuxedo yang paling cocok untuk suaminya. Setelah selesai berkemas, Yasmin berjalan keluar dari dalam kamar terburu-buru. Dia melupakan dua anaknya. "Ibu dan Ayah belum bangun, jangan nangis ya Rafael. Kan ada Kakak... Ini mainannya." Langkah Yasmin terhenti di depan pintu. Di sana ia melihat Odette yang bangun dari tidurnya denga
Selama Kenzo pergi ke luar kota untuk urusan pekerjaan beberapa hari, Yasmin tidak diizinkan untuk pergi ke mana-mana. Dia hanya ada di rumah menjaga anak-anaknya saja dan kesepian. Untunglah Odette begitu pengertian padanya, anak itu paling tahu perasaan Yasmin. "Ibu, kok Ibu diam saja? Ibu kesepian ya?" Odette meraih tangan Yasmin dan mendongak menatapnya. "Ayo main sama Odette biar Ibu tidak kesepian, Odette tidak nakal kok..." Yasmin mengusap lembut pipi putih Odette. "Ibu tidak papa, Sayang. Tidak kesepian kok, kan ada dua anak Ibu di sini, mana mungkin Ibu kesepian." Wanita itu mengangkat pelan tubuh Odette dan dipeluknya dalam pangkuan Yasmin. Odette terkikik geli, dua mengambil satu bantal boneka dan meletakkan di samping Yasmin. "Ibu baring di sini," ujarnya meminta. Kening Yasmin mengerut, dia tidak tahu apa yang terlintas di dalam benak anak kecil itu. Namun karena itu permintaannya, Yasmin pun berbaring di sana dengan nyaman. Anak tiga tahun ini sangat cerdas, dia
"Hebat sekali Pak Kenzo ini, ternyata jauh lebih muda dari yang aku bayangkan!" Seruan dari seorang laki-laki itu bersalaman dan memeluk pundak Kenzo dengan tatapan yang kagum juga bangga. Sedangkan Kenzo bersama dua temannya pun hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya saja. "Terima kasih Mr. lando." Kenzo tersenyum simpul. Mereka berempat berada di dalam rumah makan mewah di sebuah hotel berbintang yang berada di tengah pusat kota. "Apa kalian semuanya sudah berkeluarga? pak Kenzo?" tanya Lando menatap Kenzo. "Oh ya, sudah. Saya sudah mempunyai dua anak," jawab Kenzo. "Hah, yang benar?!" Lando terbeliak tak percaya. "Iya Mr. Lando. Kenzo sudah punya satu putri dan satu putra yang masih bayi." Mahesa mengimbuhi. "Sayang sekali..." Laki-laki itu menghela napasnya. Sampai tiba-tiba terdengar suara langkah heels yang berjalan ke arah mereka. Wanita cantik dengan balutan dress hitam dan merah. Berpakaian rapi, glamor, dan cantik tersenyum pada mereka. Dia mendekat dan berdi
Kata-kata yang Kenzo ucapkan untuk Yasmin semalam seperti membuat Yasmin terngiang-ngiang. Hingga pagi ini dia terus memikirkannya. Tipekal suami yang tidak romantis, secara terang-terangan menyatakan cinta dan rindunya. Yasmin ingin hari cepat berlalu. "Ibu... Kenapa Ibu senyum sendirian?" Suara Odette membuyarkan lamunan Yasmin. Wanita itu menoleh dan terjingkat melihat Odette sudah di sampingnya. Anak itu baru saja bangun dengan rambutnya yang berantakan seperti anak singa. "Ya ampun Sayang, jangan kagetin Ibu dong," balas Yasmin tersenyum geli, dia menarik lembut lengan Odette dan mengangkat tubuhnya. Jemari tangan Yasmin merapikan rambut cantik Odette. Wanita itu memberikan kecupan manis di pipi sang putri yang lembut. Odette menyandarkan kepalanya di dada Yasmin, dia menatap malas penendang sekitar dari balkon kamarnya. Sementara Rafael masih tertidur di dalam kamar, dia anak yang paling suka tidur. "Semalam Ayah telfon, tapi Kakak sudah tidur," ujar Yasmin pada sang putr
"Aku akan pulang hari ini, mungkin aku akan sampai di rumah malam nanti." Kenzo mengabari istrinya tercinta tentang kabar kepulangannya. Di balik panggilan itu, Kenzo terdengar sangat antusias. "Ya, ya kalau begitu kau ingin aku masakkan apa? Emm ayo bilang-bilang saja padaku!" seru Yasmin sangat kesenangan. Terdengar kekehan dari Kenzo di balik panggilan itu. "Apa ya, aku rasa apapun yang kau masakkan untukku akan menjadi makanan paling enak." "Benarkah? Kenapa saat jauh dariku kau jadi pintar menggombal seperti ini, Kenzo? Siapa yang mengajarimu?!" Yasmin tertawa seraya berbaring di sofa setelah menidurkan dua anaknya. "Itu karena aku sangat merindukanmu. Dan sekarang saat kau jauh dariku, kau menjadi wanita yang tidak peka sama sekali ya, Sayangku..." "Dasar tukang bual!" maki Yasmin. Percakapan larut begitu saja, Yasmin senang sekali tiap suaminya memberikan kabar. Untuk pertama kali dia ditinggal oleh Kenzo sampai beberapa hari di saat dia sedang sayang, cinta, dan rindu.
"Kedepannya, Daddy dan Mommy ingin kita sering-sering berkumpul seperti ini." Alana tersenyum manis, wanita itu menatap Yasmin yang menuangkan teh ke dalam cangkir masing-masing anggota keluarga. "Ayumi juga ingin Mom, apalagi suasana yang seperti ini. Menyenangkan sekali," ujar wanita muda itu duduk bersandar. "Ya, ini sangat jarang dan bahkan nyaris tidak pernah kita semua lakukan." Alana kembali menyahuti. Mereka bertiga berada di dalam rumah kaca yang sudah berdiri dengan indah lengkap dengan hiasan dan bunga-bunga indah yang berada di dalamnya. Suara gemericik air, dan udara segar di dalam tempat itu membuat semua orang betah. Termasuk Odette, bocah cantik itu yang meminta dibuatkan rumah kaca yang besar, seperti yang ada pada acara kartun yang dia tonton setiap hari. "Di mana Daddy dan kembar?" gumam Alana menatap ke arah pintu rumah kaca yang terbuka. "Ada kok Mom, Odette yang memanggil mereka," jawab Yasmin duduk di samping Ayumi. Tak lama setelah mereka mengobrol, mun
"Rasanya, seumur-umur dari kecil kita besar bersama menjadi anak Daddy. Tapi hanya Odette yang mendapatkan hadiah yang istimewa, Cucu perempuannya..." Kenzi mengangguk, dia terkekeh pelan dan duduk bersandar di teras meletakkan laptopnya. Mereka berdua duduk bersantai bersama. Meskipun sudah cukup lama momen untuk mereka berdua jarang terjadi lantaran sama-sama saling sibuk. "Apa kau akan kembali lagi ke rumah mertuamu dan tidak ingin menempati rumahmu yang dulu, Zi?" tanya Kenzo pada sang kembaran. "Orang tuanya Ayumi juga sama kesepiannya seperti orang tua kita, aku juga kasihan dan ingin menuruti permintaan istriku tinggal dengan orang tuannya," jelas Kenzi pada Kenzo. Helaan napas panjang keluar dari bibir Kenzo. "Rasanya seperti baru kemarin kita bertemu Daddy, kita tinggal berdua dengan Mommy saja, dianak haramkan oleh sebutan orang-orang. Sekarang kita sudah punya anak saja ya..." "Itulah, waktu berjalan dengan cepat." Di tengah mereka berdua yang bercanda, muncul Alan
Odette terdiam duduk di teras samping sendirian. Anak itu menatap pemandangan rumah kaca yang belum selesai dibangun. Ya. Odette lah yang meminta pada sang Kakek, dengan senang hati Alex mengabulkannya. Baginya, apa yang tidak untuk Cucu-cucu kesayangannya. "Odette, kenapa duduk sendirian? Kenapa tidak main sama adik?" tanya Alex, dia berdiri di belakang Cucunya dan anak itu diam menatap ke depan sana. "Odette menunggu rumah kacanya jadi, Opa," jawab anak itu dengan polos. Senyuman di bibir Alex terukir. Dari semua cucunya, hanya Odette yang sangat Alex sayangi. Bukannya pilih kasih, mungkin karena terbiasa dengan anak laki-laki, hingga dia merasa istimewa dengan adanya Odette di antara mereka semua. Laki-laki itu ikut duduk di samping Odette, sementara semua orang sibuk di dalam rumah, kecuali Kenzo yang sudah pergi ke kantor pagi tadi. "Kalau Odette ingin sesuatu, minta saja ke Opa, ya?" ujar Alex mengusap pucuk kepala anak perempuan yang cantik itu. "Kenapa Opa?" tanya Odet
Kedatangan Kenzi di rumah Alex membuat suasana menjadi banyak berubah. Ramai, meriah, dan bahagia karena semua keluarga Verolov berkumpul di sana. Wajah-wajah bahagia mereka tidak bisa disembunyikan, semua cucunya berkumpul dan bermain bersama. "Ya ampun, Odette cepat sekali besar hem? Sepertinya baru kemarin dititipkan di sini," seru Ayumi menekuk lututnya di hadapan Odette yang duduk sedang makan siang. "Kan Odette sudah besar, Tante. Usianya sudah lima!" seru anak itu. "Lima apa, Sayang? Lima hari? Lima minggu? Atau-""Lima tahun, Tante. Kata Ayah Odette sudah besar, sudah jadi anak gadis Ayah dan Ibu yang paling cantik!" serunya dengan wajah kesenangan. Semua orang di sana terkekeh. "Ikut Om Kenzi pulang ke rumah Adik Elvyn," ajak Kenzi mendekati anak perempuan satu-satunya dalam keluarga Verolov. Odette menggelengkan kepalanya. "Tidak mau. Nanti Ibu dan Ayah akan kesepian kalau Odette ikut Om dan Tante," jawab anak itu, ada-ada saja jawabannya. "Ajak saja kalau kau bisa,"
"Odette, kenapa main sendiri di luar? Ayo masuk ke dalam Sayang, anginnya dingin..." Kenzo berdiri di ambang pintu menatap sang putri yang bermain sendirian sore ini di teras depan rumah. Anak perempuannya itu menggeleng, dengan bibir mengerucut dia menolak ajakan sang Ayah dan tetap melanjutkan permainannya. Kenzo mendekati putrinya tersebut, ia mengusap pucuk kepala Odette dengan lembut."Kenapa lagi? Kenapa manyun begini, hem?" Kenzo merapikan rambut pirang Odette. "Ayo main di dalam, ini sudah malam, Sayang.""Tidak mau. Tidak mau ketemu adik," serunya menggelengkan kepala dan menolak tegas. Sudah Kenzo duga, sejak kejadian Odette dijambak oleh Rafael, anak itu pun tidak mau main bersama dengan adiknya. Dia lebih memilih bermain sendirian dan enggan ditemani siapapun. Yasmin juga sudah lelah menasihatinya, tapi putrinya keras kepala dan sekali tidak, maka dia benar-benar akan menolaknya. "Kakak, kan Kakak sudah besar Sayang. Jangan seperti ini yuk, kasihan Ibu," bujuk Kenzo
Yasmin membeli keperluan memasak dan camilan di sebuah pusat perbelanjaan. Ditemani oleh Kenzo, mereka berdua pergi bersama, tanpa Odette apalagi Rafael. Keduanya berjalan bersama, namun tak jarang banyak pada gadis ataupun wanita-wanita yang membuat Yasmin kesal, lantaran cara menatap mereka pada Kenzo membuat Yasmin ingin meneriakinya. "Heran, apa mereka tidak pernah melihat orang yang tampan?" omel Yasmin dengan nada kesal. "Ada apa?" tanya Kenzo, dia sendiri malah tidak sadar saat menjadi bahan tatapan orang lain yang berlalu-lalang di sekitar sana."Lihat mereka semua, Sayang. Apa tidak bisa mereka biasa saja menatapmu!" kesal Yasmin dengan nada geram. Kenzo pun tertawa melihatnya, dia menyipitkan kedua matanya pada Yasmin. Satu sikunya menyenggol pelan dengan sengaja, dia memang suami yang sangat amat jahil. "Aku rasa memang seperti ini resikonya menjadi laki-laki tampan." "Cih, percaya diri sekali!" balas Yasmin seraya mengambil sebuah camilan di sebuah rak. "Tentu saja
Dua tahun kemudian..."Ibu, Ibu... Rafael nakal! Dia terus gigit Odette, Ibu!" Teriakan keras itu berasal dari teras depan. Seperti biasa kalau keributan seperti ini sudah biasa terjadi setiap pagi. Odette tumbuh menjadi anak yang pintar, begitu pula dengan Rafael. Mereka tumbuh bersama dan selalu menghabiskan waktu bersama sebagai saudara yang saling menyayangi. "Rafael, jangan ganggu Kakak dong, Sayang!" Suara Yasmin membuat anak laki-laki itu cemberut, Rafael berdiri di dekat pintu membawa mainannya. "Ibu, nakal..." Anak itu berceloteh. "Eh, kok malam Ibu yang nakal?" Yasmin terkekeh mendengarnya, memang Rafael mulai belajar berbicara meskipun tak banyak, namun Yasmin bisa memahaminya. Odette kembali mendekati sang Ibu, anak perempuan itu tersenyum manis. Dia menekan gemas pipi adik laki-lakinya sembari terkikik geli. "Adik bilang Ibu yang nakal. Rafael tidak mau dibilangin ya," ujar Odette memeluk sang adik. "Odette, ambilkan botol minum punya adik di meja makan, Sayang,"
Rencana tidak mau pulang yang dilakukan oleh Odette berbuah hal yang membahagiakan untuk Alana dan Alex, pasalnya hal itu berhasil membuat Kenzo dan Yasmin pun ikut tinggal di sana.Odette kini ikut bersama Yasmin dan Kenzo pulang ke rumah untuk mengambil beberapa barang. "Ibu, bajunya Odette dibawa semuanya?" tanya anak itu membuka lemari pakaiannya. "Jangan Sayang, kita kan nanti juga akan pulang ke sini juga," jawab Yasmin pada sang putri. Anak itu mengangguk, dia mengambil beberapa bajunya dengan perlahan-lahan di dalam lemari. Meskipun terlihat sepele, namun Yasmin merasa berhasil mendidik anak itu dengan baik.Banyak hal yang Odette lakukan sendiri. Setidaknya di usianya yang masih sangat kecil, dia berusaha keras untuk menjadi anak yang mandiri dan tidak menyusahkan orang tuanya. "Wahhh, anak Ayah sedang apa?" Suara Kenzo membuat Odette menoleh dan anak itu tersenyum menunjukkan deretan giginya. "Odette bantu Ibu, Ayah!" serunya dengan wajah berseri-seri. "Semangat sekali
Berita duka kematian sang Papa membuat Yasmin amat terpukul. Sejahat apapun Papanya memperlakukan Yasmin ketika masih hidup, namun dia tetaplah Papa kandungnya. Setelah pemakaman selesai siang tadi, Yasmin kembali pulang ke rumahnya. Wanita itu duduk diam di dalam kamar menatap jendela kamar yang terbuka lebar dengan angin berhembus kencang. 'Mama sekarang dan Papa sudah bertemu di surga. Padahal akhirnya, anak yang paling kau benci yang mengurus semuanya, Pa.' Yasmin membatin, dia mengusap wajahnya pelan dan merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Kepalanya pening karena terus menerus menangis. Dia juga meninggal Odette di rumah Mama mertuanya. "Sayang," panggil Kenzo, laki-laki itu membuka pintu kamar. Yasmin menoleh menatapnya. "Ada apa? Aku lelah sekali, kepalaku pusing." Laki-laki itu mendekat, dia berdiri membungkuk di hadapan Yasmin dan mengusap keningnya. "Istirahatlah," ucap Kenzo singkat. Telapak tangan Yasmin mencekal lengan sang suami. Kenzo pun akhirnya ikut bergabu