'Mama... Mama bangun, kepala Yasmin sakit... MAMA BANGUN!'Tubuh Yasmin seketika tersentak, kedua matanya terbuka lebar. Napasnya naik turun seketika, mimpi yang terus berulang hampir tiap malam menghantuinya. Kenzo yang duduk di sofa memangku laptopnya, ia mendekati Yasmin dan meraih tangannya dengan pelan. Wajah Yasmin begitu tegang dan takut. "Kenapa, hem? Ada apa, Yasmin?" Kenzo membantunya duduk dan menyandarkan kepala gadis itu di pundaknya. "Mimpi buruk lagi, hem?" Satu lengan Yasmin memeluk Kenzo, hampir setiap malam Kenzo memperhatikan Yasmin yang selalu mengalami mimpi buruk semacam ini. Kenzo meraih segelas air dan memberikan pada Yasmin. "Minum dulu, tenangkan dirimu dulu, okay?" Bahkan memegang gelas dengan tangan gemetar membuat air itu menumpahi baju yang Yasmin pakai. Kenzo panik, namun ia mencoba untuk tetap tenang. Gadis itu mengembuskan napasnya pelan. "Kenzo," lirihnya. "Hem?" Laki-laki itu duduk merangkulnya dan mengusap-usap kepala Yasmin, karena Kenzo t
"Kenapa lama sekali? Tadi ada orang salah kamar, aku takut sekali." Yasmin menatap Kenzo yang berjalan ke arahnya. Gadis itu tersenyum manis dan memperhatikan Kenzo yang tengah mati-matian menahan marahnya. Laki-laki itu tidak menjawab ucapan Yasmin sama sekali, dia sibuk menyiapkan sarapan untuk Yasmin. "Barusan ada dua perempuan masuk ke sini, katanya saudaranya di kamar ini, dan ternyata kan aku yang ada di sini, malah mereka bilang saudaranya meninggal dunia. Mengejutkan sekali, mereka kadang-""Ayo makan," sela Kenzo menghentikan ocehan Yasmin. Seketika Yasmin mendongak menatap Kenzo. Pastinya dia merasa tak nyaman dengan sikap laki-laki ini yang terkesan mendadak dingin. "Ada masalah?" tanya Yasmin tiba-tiba. "Sepertinya kau tidak baik-baik saja, ya? Apa kau-""Apa kau bisa menjadi istriku, Yasmin?" tanya Kenzo menyela cepat. Entah ini perutnya atau tawaran, yang jelas kali ini Yasmin dibuat bodoh dengan pertanyaan mengejutkan dari bibir Kenzo. Gadis itu menatap pancakes
Lengan Yasmin terasa sangat kebas, ia perlahan membuka kedua matanya dan terkejut saat mendapati Kenzo memeluknya, dia menjadikan lengan Yasmin sebagai bantal. Detak jantung gadis jtu berpacu hebat, Yasmin ragu pada dirinya sendiri yang mengatakan menyerahkan cintanya pada Kenzo. Meskipun dirinya masih sangat-sangat takut dengan seorang laki-laki. "Sudah puas memandangiku?" Suara Kenzo membuat Yasmin tersentak kaget. Gadis itu langsung membuang muka dan terdiam sejenak. Kenzo terkikik geli, ia mengubah posisinya dan menjadikan lengan kekarnya sebagai bantal untuk Yasmin. Kenzo memeluknya dengan hangat. "Tidur lagi, kau tidak boleh kelelahan. Kalau kau sampai sakit, aku tidak akan bisa berpikir tenang, mengerti!" seru Kenzo. Terasa jemarinya merapikan anak rambut Yasmin dengan bergitu lembut dan sabar. "Kenzo, bagaimana perasaanmu kalau kau dibohongi?" tanya Yasmin mengerjapkan kedua matanya dan menatap sedih. "Kau tidak berbohong apapun padaku, tapi kau hanya belum belajar. Ak
Untuk kali pertamanya bagi Yasmin pergi berdua dengan Kenzo untuk jalan-jalan di luar. Setelah ia merasa lepas berhubungan dengan Jeff, mantan suaminya. Malam ini Yasmin dan Kenzo pergi untuk menonton ke sebuah bioskop. Sejak kemarin Yasmin sangat penasaran dan ingin jalan-jalan. "Umm... Ramai tidak, Kenzo?" tanya Yasmin, ia menundukkan kepalanya dan menutup wajahnya dengan menutup cape Hoodie milik Kenzo yang Yasmin pakai. "Coba buka ini penutupnya, Cinta... Kenapa harus ditutup, hem?" tanya Kenzo menarik pundak lengan Yasmin. Langkah gadis itu terhenti, ia berdiri di balik pilar dan diam di sana. Sedangkan Kenzo menoleh memperhatikannya. Laki-laki itu menatap ke depan sana di mana ada beberapa gadis yang nampak mengantre tiket masuk ke bioskop. "Hei, kenapa malah diam di situ? Ayo... Katanya tadi ingin nonton," ujar Kenzo, ia mengulurkan tangannya pada Yasmin. "Ti... Tidak jadi, kita pulang saja yuk," ajak Yasmin menarik kuat-kuat tangan Kenzo dan mengajaknya bersembunyi di b
Jam menunjukkan pukul empat subuh, Yasmin sudah terbangun dari tidurnya. Layaknya ia hidup sebagai istri Jeff dulu, Yasmin selalu bangun pagi dan menyiapkan sarapan untuknya, dan kini ia membuatkan sarapan untuk Kenzo. Kenzo harus pergi ke kantor pagi hari, dan Yasmin yang selalu menempatkan dirinya menumpang pada Kenzo, ia selalu berusaha berbuat baik dalam segala hal. "Kenzo suka ayam goreng atau tidak ya? Makanan berminyak dia suka tidak? Bagaimana ya..." Gadis itu mengembuskan napasnya pelan, perlahan Yasmin mundur dan kembali melangkah berjalan ke dalam kamar apartemen lagi. Yasmin mendekati Kenzo yang masih tertidur. Ia tiba-tiba saja menyentuh pipi Kenzo dengan pelan dan mendekatkan wajahnya. "Kenzo, mau ayam goreng tidak?" tanya Yasmin meletakkan dagunya di dekat pipi Kenzo. "Heem," jawab Kenzo, dia hanya bergumam pelan dan membalikkan badannya menatap Yasmin yang kini tersenyum manis padanya."Tidur dulu, ini masih subuh. Aku akan memasak untuk sarapanmu, ya?" Yasmin me
Sejak pagi, di rumah Alana sangat ramai karena Yasmin juga berada di sana. Kenzo mengantarkan Yasmin agar ia tidak sendirian di rumah dan ada Ayumi yang menemaninya. Kedua gadis itu tengah berada di dalam kamar milik Ayumi. Dan mereka berdua tengah membungkus banyak sekali bingkisan untuk acara pernikahan Kenzi dan Ayumi nanti. "Kalian akan menikah di sini, kan?" tanya Yasmin menatap Ayumi. "I-iya Kak, Mama dan Papaku be-beli rumah di sini," jawab Ayumi tersenyum manis pada Yasmin. Dan Yasmin pun membalas senyuman Ayumi. Bagi Yasmin, Ayumi adalah gadis yang sangat beruntung ditemani dua orang tua, dan gadis yang baik pantas sekali dimiliki oleh Kenzi. "Ayumi, eum... Apa aku pernah berkecupan dengan Kenzi?" tanya Yasmin lirih dan berbisik. Seketika Ayumi menoleh dengan mata berbinar-binar dan menutup mulutnya sebelum dia ingin tertawa melihat ekspresi wajah Yasmin yang kikuk. Dan Ayumi pun mengangguk. "Sering, Kenzi ti-tidak bisa sehari saja ti-tidak mengecupku," jawab Ayumi dud
Yasmin memikirkan apa yang tadi keluarga Kenzo tuturkan padanya. Mereka semua berharap kalau Yasmin bisa dengan mudah membuka hatinya. Mungkin memang bukan hal mudah bagi Yasmin untuk memulai segalanya, namun ia tidak mungkin harus begini terus menerus. 'Mama... Apa yang harus aku lakukan? Yang ada di kepalaku hanya takut, takut dan rasa takut kalau aku akan mendapatkan pasangan seperti Papa, seperti Jeff yang sudah-sudah.'Yasmin membuka laci nakas, ia mengambil sebuah figora foto dirinya dan juga Mamanya. Senyuman manis Yasmin pun mengembang. "Mama... Doakan pilihan Yasmin menjadi pilihan yang terbaik ya, Ma... Yasmin sayang Mama." Gadis itu mengecup foto Mamanya dan kembali meletakkannya ke dalam nakas. Perlahan Yasmin kembali berdiri, ia berjalan keluar dari dalam kamar dan melihat Kenzo yang duduk di sofa memangku laptopnya. Gadis itu perlahan berjalan mendekat dan duduk di sampingnya. "Kenzo... Aku duduk sini ya," pintanya tiba-tiba. "Duduk saja, Sayang," jawab Kenzo meny
Seharian Yasmin sudah berada di galery, ia kembali bekerja. Gadis itu memiliki bakat dan keterampilan yang sangat unik dan banyak bidang. Gadis itu tengah melukis, lukisan yang sudah dipesan oleh seseorang. Sejak dua jam yang lalu ia sibuk melukis. "Selamat sore, Cantik..." Sapaan itu membuat Yasmin menoleh ke belakang. Senyumannya mengembang saat tahu siapa yang datang ke galery. Seorang laki-laki dengan balutan tuxedo hitam yang ditenteng di lengan kirinya. Gadis itu langsung bangkit dari duduknya dan berlari mendekati Kenzo. Yasmin menyambutnya dengan sangat hangat. "Aku pikir kau akan pulang malam," ucap gadis itu menarik lengan Kenzo dan diajaknya duduk di sebuah sofa. "Tidak, aku selalu lembut di rumah." Kenzo duduk di sana dan menghela napasnya panjang. Yasmin berjalan ke belakang, dia mengambilkan teh hangat yang sudah ia siapkan sejak tadi. "Ini, aku buatkan teh. Mungkin sudah tidak terlalu panas. Aku tadi juga sudah memasak sayur dan ayam goreng, aku juga memasak nas
"Kedepannya, Daddy dan Mommy ingin kita sering-sering berkumpul seperti ini." Alana tersenyum manis, wanita itu menatap Yasmin yang menuangkan teh ke dalam cangkir masing-masing anggota keluarga. "Ayumi juga ingin Mom, apalagi suasana yang seperti ini. Menyenangkan sekali," ujar wanita muda itu duduk bersandar. "Ya, ini sangat jarang dan bahkan nyaris tidak pernah kita semua lakukan." Alana kembali menyahuti. Mereka bertiga berada di dalam rumah kaca yang sudah berdiri dengan indah lengkap dengan hiasan dan bunga-bunga indah yang berada di dalamnya. Suara gemericik air, dan udara segar di dalam tempat itu membuat semua orang betah. Termasuk Odette, bocah cantik itu yang meminta dibuatkan rumah kaca yang besar, seperti yang ada pada acara kartun yang dia tonton setiap hari. "Di mana Daddy dan kembar?" gumam Alana menatap ke arah pintu rumah kaca yang terbuka. "Ada kok Mom, Odette yang memanggil mereka," jawab Yasmin duduk di samping Ayumi. Tak lama setelah mereka mengobrol, mun
"Rasanya, seumur-umur dari kecil kita besar bersama menjadi anak Daddy. Tapi hanya Odette yang mendapatkan hadiah yang istimewa, Cucu perempuannya..." Kenzi mengangguk, dia terkekeh pelan dan duduk bersandar di teras meletakkan laptopnya. Mereka berdua duduk bersantai bersama. Meskipun sudah cukup lama momen untuk mereka berdua jarang terjadi lantaran sama-sama saling sibuk. "Apa kau akan kembali lagi ke rumah mertuamu dan tidak ingin menempati rumahmu yang dulu, Zi?" tanya Kenzo pada sang kembaran. "Orang tuanya Ayumi juga sama kesepiannya seperti orang tua kita, aku juga kasihan dan ingin menuruti permintaan istriku tinggal dengan orang tuannya," jelas Kenzi pada Kenzo. Helaan napas panjang keluar dari bibir Kenzo. "Rasanya seperti baru kemarin kita bertemu Daddy, kita tinggal berdua dengan Mommy saja, dianak haramkan oleh sebutan orang-orang. Sekarang kita sudah punya anak saja ya..." "Itulah, waktu berjalan dengan cepat." Di tengah mereka berdua yang bercanda, muncul Alan
Odette terdiam duduk di teras samping sendirian. Anak itu menatap pemandangan rumah kaca yang belum selesai dibangun. Ya. Odette lah yang meminta pada sang Kakek, dengan senang hati Alex mengabulkannya. Baginya, apa yang tidak untuk Cucu-cucu kesayangannya. "Odette, kenapa duduk sendirian? Kenapa tidak main sama adik?" tanya Alex, dia berdiri di belakang Cucunya dan anak itu diam menatap ke depan sana. "Odette menunggu rumah kacanya jadi, Opa," jawab anak itu dengan polos. Senyuman di bibir Alex terukir. Dari semua cucunya, hanya Odette yang sangat Alex sayangi. Bukannya pilih kasih, mungkin karena terbiasa dengan anak laki-laki, hingga dia merasa istimewa dengan adanya Odette di antara mereka semua. Laki-laki itu ikut duduk di samping Odette, sementara semua orang sibuk di dalam rumah, kecuali Kenzo yang sudah pergi ke kantor pagi tadi. "Kalau Odette ingin sesuatu, minta saja ke Opa, ya?" ujar Alex mengusap pucuk kepala anak perempuan yang cantik itu. "Kenapa Opa?" tanya Odet
Kedatangan Kenzi di rumah Alex membuat suasana menjadi banyak berubah. Ramai, meriah, dan bahagia karena semua keluarga Verolov berkumpul di sana. Wajah-wajah bahagia mereka tidak bisa disembunyikan, semua cucunya berkumpul dan bermain bersama. "Ya ampun, Odette cepat sekali besar hem? Sepertinya baru kemarin dititipkan di sini," seru Ayumi menekuk lututnya di hadapan Odette yang duduk sedang makan siang. "Kan Odette sudah besar, Tante. Usianya sudah lima!" seru anak itu. "Lima apa, Sayang? Lima hari? Lima minggu? Atau-""Lima tahun, Tante. Kata Ayah Odette sudah besar, sudah jadi anak gadis Ayah dan Ibu yang paling cantik!" serunya dengan wajah kesenangan. Semua orang di sana terkekeh. "Ikut Om Kenzi pulang ke rumah Adik Elvyn," ajak Kenzi mendekati anak perempuan satu-satunya dalam keluarga Verolov. Odette menggelengkan kepalanya. "Tidak mau. Nanti Ibu dan Ayah akan kesepian kalau Odette ikut Om dan Tante," jawab anak itu, ada-ada saja jawabannya. "Ajak saja kalau kau bisa,"
"Odette, kenapa main sendiri di luar? Ayo masuk ke dalam Sayang, anginnya dingin..." Kenzo berdiri di ambang pintu menatap sang putri yang bermain sendirian sore ini di teras depan rumah. Anak perempuannya itu menggeleng, dengan bibir mengerucut dia menolak ajakan sang Ayah dan tetap melanjutkan permainannya. Kenzo mendekati putrinya tersebut, ia mengusap pucuk kepala Odette dengan lembut."Kenapa lagi? Kenapa manyun begini, hem?" Kenzo merapikan rambut pirang Odette. "Ayo main di dalam, ini sudah malam, Sayang.""Tidak mau. Tidak mau ketemu adik," serunya menggelengkan kepala dan menolak tegas. Sudah Kenzo duga, sejak kejadian Odette dijambak oleh Rafael, anak itu pun tidak mau main bersama dengan adiknya. Dia lebih memilih bermain sendirian dan enggan ditemani siapapun. Yasmin juga sudah lelah menasihatinya, tapi putrinya keras kepala dan sekali tidak, maka dia benar-benar akan menolaknya. "Kakak, kan Kakak sudah besar Sayang. Jangan seperti ini yuk, kasihan Ibu," bujuk Kenzo
Yasmin membeli keperluan memasak dan camilan di sebuah pusat perbelanjaan. Ditemani oleh Kenzo, mereka berdua pergi bersama, tanpa Odette apalagi Rafael. Keduanya berjalan bersama, namun tak jarang banyak pada gadis ataupun wanita-wanita yang membuat Yasmin kesal, lantaran cara menatap mereka pada Kenzo membuat Yasmin ingin meneriakinya. "Heran, apa mereka tidak pernah melihat orang yang tampan?" omel Yasmin dengan nada kesal. "Ada apa?" tanya Kenzo, dia sendiri malah tidak sadar saat menjadi bahan tatapan orang lain yang berlalu-lalang di sekitar sana."Lihat mereka semua, Sayang. Apa tidak bisa mereka biasa saja menatapmu!" kesal Yasmin dengan nada geram. Kenzo pun tertawa melihatnya, dia menyipitkan kedua matanya pada Yasmin. Satu sikunya menyenggol pelan dengan sengaja, dia memang suami yang sangat amat jahil. "Aku rasa memang seperti ini resikonya menjadi laki-laki tampan." "Cih, percaya diri sekali!" balas Yasmin seraya mengambil sebuah camilan di sebuah rak. "Tentu saja
Dua tahun kemudian..."Ibu, Ibu... Rafael nakal! Dia terus gigit Odette, Ibu!" Teriakan keras itu berasal dari teras depan. Seperti biasa kalau keributan seperti ini sudah biasa terjadi setiap pagi. Odette tumbuh menjadi anak yang pintar, begitu pula dengan Rafael. Mereka tumbuh bersama dan selalu menghabiskan waktu bersama sebagai saudara yang saling menyayangi. "Rafael, jangan ganggu Kakak dong, Sayang!" Suara Yasmin membuat anak laki-laki itu cemberut, Rafael berdiri di dekat pintu membawa mainannya. "Ibu, nakal..." Anak itu berceloteh. "Eh, kok malam Ibu yang nakal?" Yasmin terkekeh mendengarnya, memang Rafael mulai belajar berbicara meskipun tak banyak, namun Yasmin bisa memahaminya. Odette kembali mendekati sang Ibu, anak perempuan itu tersenyum manis. Dia menekan gemas pipi adik laki-lakinya sembari terkikik geli. "Adik bilang Ibu yang nakal. Rafael tidak mau dibilangin ya," ujar Odette memeluk sang adik. "Odette, ambilkan botol minum punya adik di meja makan, Sayang,"
Rencana tidak mau pulang yang dilakukan oleh Odette berbuah hal yang membahagiakan untuk Alana dan Alex, pasalnya hal itu berhasil membuat Kenzo dan Yasmin pun ikut tinggal di sana.Odette kini ikut bersama Yasmin dan Kenzo pulang ke rumah untuk mengambil beberapa barang. "Ibu, bajunya Odette dibawa semuanya?" tanya anak itu membuka lemari pakaiannya. "Jangan Sayang, kita kan nanti juga akan pulang ke sini juga," jawab Yasmin pada sang putri. Anak itu mengangguk, dia mengambil beberapa bajunya dengan perlahan-lahan di dalam lemari. Meskipun terlihat sepele, namun Yasmin merasa berhasil mendidik anak itu dengan baik.Banyak hal yang Odette lakukan sendiri. Setidaknya di usianya yang masih sangat kecil, dia berusaha keras untuk menjadi anak yang mandiri dan tidak menyusahkan orang tuanya. "Wahhh, anak Ayah sedang apa?" Suara Kenzo membuat Odette menoleh dan anak itu tersenyum menunjukkan deretan giginya. "Odette bantu Ibu, Ayah!" serunya dengan wajah berseri-seri. "Semangat sekali
Berita duka kematian sang Papa membuat Yasmin amat terpukul. Sejahat apapun Papanya memperlakukan Yasmin ketika masih hidup, namun dia tetaplah Papa kandungnya. Setelah pemakaman selesai siang tadi, Yasmin kembali pulang ke rumahnya. Wanita itu duduk diam di dalam kamar menatap jendela kamar yang terbuka lebar dengan angin berhembus kencang. 'Mama sekarang dan Papa sudah bertemu di surga. Padahal akhirnya, anak yang paling kau benci yang mengurus semuanya, Pa.' Yasmin membatin, dia mengusap wajahnya pelan dan merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Kepalanya pening karena terus menerus menangis. Dia juga meninggal Odette di rumah Mama mertuanya. "Sayang," panggil Kenzo, laki-laki itu membuka pintu kamar. Yasmin menoleh menatapnya. "Ada apa? Aku lelah sekali, kepalaku pusing." Laki-laki itu mendekat, dia berdiri membungkuk di hadapan Yasmin dan mengusap keningnya. "Istirahatlah," ucap Kenzo singkat. Telapak tangan Yasmin mencekal lengan sang suami. Kenzo pun akhirnya ikut bergabu