Suasana terasa membeku begitu Hillen dan Rachel bersitatap di dalam ruangan itu. Keduanya menatap wajah satu sama lain dengan tatapan kaget, bahkan tatapan Hillen yang terlihat menegang dan tangan mengepal erat. Dia masih tercengang karena melihat wajah kedua anak kembar yang sudah kembali merunduk ke dalam leher ibunya.
"Nona ... Anda ... Tuan ..." Vicky bahkan kehilangan kata-katanya melihat itu, tapi Hillen seperti tidak tahu apa yang harus dia lakukan.Ketiganya sempat membeku saat itu, tapi berbeda dengan Rachel, dia terlihat menunduk setelah tersadar, dipeluknya tubuh anaknya dengan erat lalu membungkuk."Maaf, Tuan. Silakan, anak saya sudah selesai menggunakan kamar mandi ini." Dengan sopan Rachel berkata, walaupun dia akhirnya mengutuk kebodohannya.Bagaimana bisa dia mengatakan kata-kata itu? Sebagai seorang pria yang cerdas, Hillen pasti bisa menemukan sebuah kejanggalan dan kebenaran dari ucapannya. Tetapi dia tidak bisa lama-lama di sini, dia harus segera pergi atau nanti akan bermasalah.Setelah mengatakan itu, dia berjalan pergi dengan cepat meninggalkan kamar mandi ketika Hillen belum bereaksi. Sementara itu, Vicky mengerutkan dahinya bingung, tak tahu harus melakukan apa, karena majikannya juga diam saja di sana. Tak ada perintah dari majikannya, membuatnya takut melakukan sesuatu diluar perintah. Sementara itu, ketika dia menatap Hillen, wajahnya semakin mengeras dengan tangannya yang terkepal erat."Tuan ... Apa yang- eh, Tuan?!"Vicky dengan cepat mendekati Hillen yang tampak hampir tersungkur seraya memegang wastafel. Pria itu terlihat memegang kepalanya, dengan napasnya yang terasa sesak karena apa yang dilihatnya."Tuan ... Anda baik-baik saja? Apakah Anda tidak sehat?" tanya Vicky dengan panik membuat Hillen melepaskan tangan pria itu dari lengannya."Kenapa kau hanya diam saja disini?! Pergi! Kejar wanita itu!" teriaknya memberikan perintah membuat Vicky langsung mengangguk patuh.Dia langsung bergegas pergi meninggalkan kamar mandi, keluar dari sana dan melihat sekitar mall yang terlihat sangat ramai. Vicky menatap ke sana kemari, tak yakin bisa menemukan ke mana Rachel pergi, karena dia hanya ada di dalam kamar mandi dari tadi."Astaga, kenapa Nona Rachel melarikan diri seperti ini? Sikapnya juga sangat berbeda dari yang dulu. Kalau aku sampai tidak bisa menemukannya, aku bisa mati dicekik Tuan Muda," gumamnya lalu bergegas mengeluarkan ponselnya.Dia menghubungi anak buah keluarga Stepson dan langsung meminta agar mereka segera mencari keberadaan Rachel dan kedua anak yang di bawanya. Tidak sulit sama sekali meminta hal ini dan tidak perlu menjelaskan secara spesifik tentang siapa Rachel, karena rata-rata yang bekerja di kediaman keluarga Stepson mengenal Gadis itu sebagai cucu angkat Tuan Besar.Selama bertahun-tahun Rachel menjadi anak angkat dari keluarga itu, dia dikenal sebagai gadis yang baik jadi tentu saja mereka mengetahui tentangnya karena dia sopan dan ramah. Hanya saja tadi sikapnya berubah dan menjadi seseorang yang seperti tidak mengenal mereka, padahal wajahnya tak ada perubahan sama sekali.Mall seketika dipenuhi oleh pria-pria berbaju hitam, anak buah yang diperintahkan Vicky emang selalu mengikuti mereka untuk berjaga-jaga setiap kali mereka pergi. Tanpa perlu photo mereka mencari karena mereka sudah hapal luar kepala bagaimana wajah dan tubuh raja yang mereka ingat."Cari sampai ketemu! Tuan Muda yang memerintahkannya!"Sementara Vicky dan anak buahnya yang lain sibuk mencari, Hillen masih terdiam dengan wajah kakunya. Dia sungguh tidak menduga kalau gadis itu ada di sini dan bertemu dengannya. Sambil membawa dua orang anak gambar laki-laki yang orang bodoh juga tahu bagaimana raut wajah kedua anak itu sangat mirip dengannya."Rachel ... Bagaimana bisa kau bersikap seperti seseorang yang tidak pernah bertemu denganku? Kau sengaja menghindar lalu pergi begitu saja seperti tidak ada yang mau kau jelaskan." Hillen mengepalkan tangannya.Dia memegang dadanya yang tiba-tiba berdebar kencang. Tak jadi menggunakan toilet itu, Hillen berjalan keluar dan melihat anak buahnya yang sudah ramai mengelilingi Mall dan mencari wanita yang membawa dua anak kembar tadi."Tuan ... Anda baik-baik saja?" Vicky yang melihat keadaan majikannya seperti tak baik-baik saja itu langsung memegang lengannya, sementara Hillen sudah menarik napasnya beberapa kali walaupun wajahnya terlihat kaku dan datar."Cari sampai wanita itu ditemukan, aku tidak peduli sampai ke manapun dia pergi. Jika sudah ditemukan bawa dia kehadapanku karena aku membutuhkan penjelasannya!""Baik, sebaiknya Anda kembali ke ruangan VIP dulu. Anda terlihat tidak baik-baik saja," ucapnya membuat Hillen memejamkan matanya.Ketika dia membukanya lagi, tatapan itu terlihat tajam dan belum berubah sama sekali. Vicky malah khawatir dengan tanggapan yang diberikan oleh Hillen, bagaimana Rachel tidak merasa takut dengan pria ini? Sikapnya terlalu datar dan dingin bahkan setelah pertemuan sekian lama, Rachel seorang gadis kecil yang tidak punya tameng, menghadapi Hillen tentu saja membuatnya harus berhati-hati.Berbeda dengan dulu, Rachel jauh lebih perhatian dan sesekali dia pernah memperhatikan Hillen. Hanya saja, tanggapan pria ini juga terlalu dingin untuknya, membuatnya berhenti. Daripada dia diamuk oleh Hillen, sebaiknya anak angkat sepertinya lebih menjaga batasan dan tidak melakukan hal-hal yang berlebihan."Rachel ..." Hillen menyandarkan kepalanya di sofa, seraya membuang napasnya yang terasa seperti bergumpal di dadanya. "Kau ... kau benar-benar luar biasa! Luar biasa karena pandai merahasiakan semuanya!"Memikirkan kemungkinan lain, bisa saja Rachel hanya perawat anak-anak itu, tapi bagaimana bisa? Dia yang mengatakannya sendiri kalau anak-anak itu adalah anaknya. Hillen tak mengerti kenapa Rachel harus pergi cepat-cepat dari hadapannya, seolah dia akan menghancurkan wanita itu saja."Tuan ..."Lamunan Hillen yang berantakan seketika buyar saat Vicky masuk ke dalam ruangan VIP itu."Bagaimana? Dia sudah ditemukan?!" tanya Hillen dengan tatapan tak sabar. "Kenapa tidak langsung membawanya padaku?""Maaf, Tuan. Nona Rachel berhasil lolos, dia melarikan diri bersama dengan dua anak itu dan juga seorang wanita paruh baya. Mereka terekam kamera CCTV di sekitar area Mall tapi kemudian CCTV toko lain tidak bisa menampilkan keberadaan mereka setelah meninggalkan area mall. Sepertinya itu terjadi karena mereka mencari jalan tikus makanya tidak ditemukan lagi keberadaannya. Saat ini mereka hilang, anak buah masih menelusuri jejaknya."Hillen menghentakkan gelas ditangannya karena kabar buruk itu. Dia semakin mengeraskan rahangnya, merasa kesal dan kebingungan dengan sikap Rachel yang malah melarikan diri. Bukannya memberikan penjelasan, kenapa wanita itu malah pergi begitu saja?"Tuan ... kita tahu rumahnya, kenapa tidak mencoba untuk mendatangi kesana?"Hillen meremas gelas ditangannya lalu diam sesaat. "Kau ... kau benar-benar merasa yakin setelah apa yang kita lihat? Dia adalah seorang wanita yang kita cari selama ini? Wanita yang sudah menghabiskan malam denganku hari itu?" tanyanya seakan ragu sejenak, membuat Vicky terdiam beberapa saat."Wajah anak-anaknya yang kembar itu tidak bisa menipu kita, Tuan. Mereka terlalu mirip dengan Anda dan mustahil kalau itu hanyalah kebetulan," ucapnya membuat Hillen mengetatkan rahangnya. "Tetapi kenapa sikap Nona Rachel begitu asing? Dia seperti tidak mengenali kita padahal harusnya dia tahu kalau ini adalah pertemuan pertama setelah bertahun-tahun. Kalau tidak ada yang disembunyikan, bagaimana bisa dia bersikap seperti itu?"Nona Rachel yang saya kenal selama ini adalah sosok gadis yang ramah dan sopan. Dia menghormati Anda sebagai kakaknya walau Anda tidak pernah mau mengakui kalau dia adalah adik angkat Anda secara terang-terangan. Tetapi apa yang dilakukannya hari ini berbeda dengan yang biasanya dia lakukan. Saya tahu kalau dari sikap dan caranya menghindar, dia sedang menyelamatkan sesuatu dan itu adalah dirinya serta anak-anak yang ada di dalam gendongannya tadi," beber Vicky, memberikan jawabannya sesuai analisanya sendiri.Hillen terdiam dengan wajahnya yang jauh lebih tenang. "Hasil malam itu ... dia melahirkan dua anak kembarku?" gumamnya membuat Vicky menunduk."Terlalu sedikit orang kembar atau mirip di dunia ini, Tuan. Bagaimana bisa semuanya terjadi sangat kebetulan? Lima tahun lalu Nona Rachel pergi setelah Anda mengalami tragedi mabuk dan meniduri seorang wanita yang tak kita ketahui siapa, lalu saat ini kita bertemu dengannya dan dia sedang membawa dua orang anak kembar yang wajahnya mirip dengan Anda? Walau bagaimanapun, tidak ada yang namanya kebetulan sebagus ini."Itu ... pasti anak-anak Anda. Tanpa perlu cek DNA saya yakin sekali anak-anak itu punya hubungan dengan Anda, Tuan. Karena sejauh yang saya selidiki dan perhatikan, saya tidak pernah melihat Nona Rachel dekat dengan pria manapun apalagi sampai menikah. Dan lagi, dengan kasih sayang Tuan Besar, mustahil kalau Nona Rachel menikah dan tidak mengabari kita. Tuan Besar pasti akan datang melihat pestanya dan itu bukan sebuah hal yang bisa dibantah."Vicky berkata benar, Hillen yakin kakeknya pasti akan datang jika benar Rachel menikah, makanya punya anak sekarang ini. Namun, nyatanya tidak pernah ada kabar kalau Rachel menikah dan itu menunjukkan kejanggalan yang lebih besar.Hillen menyandarkan tubuh tegapnya di punggung sofa sebelum berkata pelan. "Jangan langsung menyerbu rumahnya, perhatikan dulu. Jangan sampai mereka tertekan atau dia akan kembali melarikan diri.""Pergilah, bawa masuk pakaian yang sudah Mommy belikan pada kalian. Sekarang pergi ke kamar, jangan keluar kecuali Mommy panggil, oke?"Raysan dan Raysen mengangguk sebelum akhirnya membawa paper bag berisi pakaian mereka, masuk ke dalam kamar dengan bahagia dan antusias. Rachel merasa senang karena anak-anaknya tidak ada bertanya sama sekali kenapa dia harus melakukan itu. Sementara setelahnya, Rachel langsung duduk di sofa dan diam dengan wajahnya yang kaku. Bibi Vee tahu pasti ada sesuatu yang sudah terjadi makanya tadi Rachel sengaja mengajak mereka pulang lebih cepat dan bahkan berlari-lari menggunakan jalan tikus sampai hampir tersesat.Dia pergi ke dapur lalu membuat teh sebelum membawanya ke depan dan duduk di hadapan Rachel yang sedang berusaha menghilangkan kekhawatiran di wajahnya. "Nona ... apakah ada sesuatu yang baru terjadi? Kenapa Anda seperti mengalami sesuatu yang berat dan mengkhawatirkan?" tanyanya sopan membuat Rachel menggeleng.Selama beberapa tahun ini Rachel
Rachel belum berani menuju ke arah pintu mendengar suara ketukan itu. Dia takut itu adalah Hillen, bagaimana dia akan menyembunyikan diri? Bagaimana dia akan menyembunyikan anak-anaknya? Hillen Stepson adalah pria yang kejam, dia sudah pasti akan tiba di sini dan melakukan semuanya, mungkin untuk membalaskan rasa kesal atau tidak sukanya karena Rachel diam-diam sudah berani melahirkan anaknya. Pertemuan mereka saat di mall tadi pasti membuat Hillen curiga dengan anak-anak yang di bawanya, bukan? Hillen adalah seorang pria cerdas dan segala macam pemikirannya pasti sudah sampai di tahap, anak-anak kembar itu pastilah anaknya."Mommy ..."Pintu kamarnya terbuka dan menampilkan putra sulungnya, Raysan, yang berjalan ke arahnya dengan wajah heran karena melihat ibunya yang sedang duduk melamun di atas ranjang."Ada apa, Raysan? Dimana adikmu?" tanya Rachel, berusaha untuk tetap baik-baik saja karena ada anaknya di sini.Raysan naik ke atas tempat tidur ibunya, lalu menatap wajah ibunya i
"Nona, saya sudah mengetuk pintunya dari tadi. Kenapa Nona tidak juga membukanya? Saya panik sekali kalau Nona ternyata tidak menerima saya lagi." Rachel membuang napasnya panjang ketika melihat kalau yang ada di balik pintu adalah Bibi Vee. Suara pintu yang terus diketuk membuatnya memberanikan diri untuk membukanya, dia sudah bersiap dengan apa yang akan dia lihat dan siapa yang akan dia hadapi, tapi ternyata yang datang adalah Bibi Vee dan itu cukup membuatnya lega."Maaf, masuklah, Bi. Sebaiknya mulai sekarang kita jangan terlalu sering keluar, mereka bisa melihat pergerakan kita dan itu bisa membuat mereka curiga." Rachel berkata seraya menarik tangan Bibi Vee masuk dan kembali menutup pintu rumahnya.Bibi Vee tahu kalau Rachel sedang dalam keadaan takut saat ini, bahkan bisa dikatakan ini adalah ketakutan terbesar yang dialami Rachel yang pernah dia lihat selama mereka tinggal bersama. Bibi Vee tak tahu apa sebabnya, tapi dia juga tak mau mencari tahu sebab itu adalah hal yang
Rachel membeku melihat siapa yang ada dihadapannya, dia kaget karena tak menduga kalau yang ada di hadapannya adalah pria yang sudah membuatnya kehilangan kesuciannya lima tahun lalu.Rachel sungguh tidak menduga kalau tamu VIP yang dikatakan oleh majikannya adalah dia. Rachel mengira kalau mungkin orang lain, karena memang biasanya toko roti mereka membuka layanan seperti ini. Beberapa tahun terakhir, ada banyak sekali kejadian bunuh diri di negara ini makanya pemilik toko berinisiatif untuk menyediakan jasa curhat jika seandainya ada yang ingin menyampaikan isi hatinya. Rachel juga beberapa kali mendapatkan job yang sama, hanya saja karena ada karyawan khusus yang akan mengurus itu, dia jarang berada di depan sini untuk melayani pelanggan sebab tugasnya ada di bagian dapur."Rachel Gracilia," ucap Hillen seraya menatapnya dalam. "Kemari."Rachel tak mau menggerakkan kakinya dan hanya diam saja di sana seperti tak mendengar apa-apa. Dia tidak menduga kalau pria ini yang ada di dalam
Rachel merasa lega karena Hillen tak mengganggunya lagi setelah dia meninggalkan pria itu di ruangannya tadi. Hingga sampai semua pekerjaannya selesai dan dia pulang ke flat yang kini sudah menjadi rumahnya, semuanya berjalan lancar seperti tak ada yang terjadi.Rachel merasa lega, tapi kemudian kelegaannya hilang ketika dia melihat seorang pria yang lumayan dikenalinnya sedang turun dari mobil yang berhenti di halaman flatnya tinggal."Nona Rachel, saya diperintahkan untuk mengantarkan bahan-bahan makanan dan kebutuhan ini oleh Tuan Besar. Beliau mengatakan sangat merindukan Nona, hanya saja kesehatannya menurun makanya beliau tidak bisa datang."Rachel kehilangan kata-kata karena pria itu menggunakan nama Tuan Besar Stepson dihadapannya, yang dimana itu adalah kakek angkatnya dan pria yang paling menyayanginya setelah kedua orangtuanya meninggal. Namun, bukankah pria ini adalah asistennya Hillen? Sejak kapan kakeknya kekurangan asisten hingga meminta asisten pria itu untuk mengantar
Rachel terdiam menatapi bahan-bahan makanan yang ada di hadapannya saat ini. Bahan-bahan makanan dan keperluan yang dikatakan Vicky dikirimkan oleh kakeknya dan Rachel merasa itu seperti tidak masuk akal. Kakeknya sendiri saja sudah membiarkannya hidup mandiri, dia juga hanya cucu angkat, lantas kenapa harus mengirimkan bahan-bahan makanan dan keperluan ini lagi? "Percuma saja aku pergi dan tinggal disini, dia tetap tahu dimana aku berada." Rachel tak tahu kenapa Hillen harus melakukan ini. Dia tak mengerti bagaimana dan apa yang bisa dia lakukan, Hillen jauh dari jangkauannya dan sikapnya juga tak sama seperti yang Rachel harapkan."Apakah aku harus serahkan anak-anak baru kemudian dia akan berhenti? Namun, apakah dia akan menjaga anak-anak dengan baik?"Rachel menggeleng tak yakin. Hillen saja biasa di urus pelayan, biasa diperlakukan layaknya Pangeran. Bagaimana bisa pria seperti itu menjadi ayah dua anak yang sedang aktif-aktifnya?"Tiga Minggu lagi aku akan lulus dan wisuda, se
Hillen terdiam menatap wajah kedua anak kembar yang masing-masing memegang botol susu ditangan mereka itu. Wajah-wajah mereka sangat mirip dengannya, membuatnya menarik napas perlahan dan menatap wajah Bibi Vee."Rachel pernah menikah? Sudah berapa lama Anda bersamanya?"Bibi Vee diam sesaat sebelum akhirnya dia menunduk. "Selama saya melihatnya dia belum pernah dekat dengan pria manapun dan kalau ada yang ingin mendekatinya juga Nona Rachel selalu menolak. Kenapa Tuan bertanya seperti itu?" tanyanya membuat Hillen menatap anak-anak itu lagi.Mereka sudah agak menjauh, bicara satu sama lain dan bahkan tak mempedulikan kehadirannya. Jika tadi mereka mendekati Bibi Vee karena sengaja, mereka terlihat khawatir dengan kedatangan orang baru. Sementara itu, sekarang mereka sudah tidak begitu peduli karena Bibi Vee juga ada di sana dan bicara dengannya."Bagaimana hadirnya anak-anak ini kalau dia tidak pernah menikah? Apakah ada kesalahan dalam hal ini?" tanya Hillen, membuat Bibi Vee mengge
Rachel terduduk sambil memegang kepalanya yang terasa sakit. Dia kelelahan setelah bekerja hari ini dan setelah selesai pun dia masih harus berjalan pulang karena sudah tidak ada lagi bus yang akan mengantarnya sesuai rute.Biasanya bus akan menuju ke jalur universitas dari pagi hingga sore, tapi dia baru pulang bekerja malam ini makanya sekarang dia harus berjalan kaki. Mau memesan taksi biasanya tarif malam-malam begini mahal, dia tidak mau membuang-buang uang hanya karena jarak yang kurang lebih dua kilometer."Setelah gajian nanti, kebetulan dengan aku wisuda. Aku harus mencari pekerjaan baru dan rumah baru yang ada di kota. Membawa anak-anak pergi dan semoga tidak bertemu dengannya."Ucapan itu baru selesai dia katakan ketika sebuah mobil berhenti di sisi kanannya. Rachel menoleh sebentar, lalu kemudian mengerutkan dahinya ketika melihat siapa yang keluar. "Baru pulang bekerja?"Pertanyaan yang cukup basa-basi. Rachel tidak tahu sebenarnya pria ini sedang apa, kenapa seperti tid
Seharian itu Rachel habiskan di dalam kantor dan dia tidak melakukan apa-apa selain bekerja sampai akhirnya rasa lelah menggerogoti. Namun, meski dia merasa lelah saat ini tapi ada rasa senang di hatinya karena tak perlu merepotkan orang lain kelak. Dia juga punya pegangan karena bekerja di perusahaan dan dia tidak akan menjadi gelandangan meski nanti harus luntang-lantung kemana-mana. Saat sedang berhenti dan menunggu taksinya datang, dia melamun sendirian di depan perusahaan sebelum akhirnya dia menghela napas berat. "Entah bagaimana kedepannya akan terjadi, aku tidak tahu. Yang pasti aku masih berdiri tegak dan masih hidup," gumamnya seraya menatap sekitar. Namun, baru saja dia akan menenangkan diri, sebuah mobil mewah berhenti di depannya membuat Rachel mengerutkan dahinya dan menatap siapa yang datang. Rekan bisnisnya yang lainnya tampak berbisik-bisik heboh melihat mobil itu, sampai akhirnya pintu mobil itu terbuka dan Vicky terlihat berjalan sebelum menunduk sopan padanya.
Rachel menyentuh dahinya dengan wajah yang masih diam saja di kamarnya. Dia teringat dengan apa yang dilakukan Hillen tadi makanya saat ini dia merasa seperti kehilangan kemampuan untuk menyembunyikan sedikit saja perasaan aneh di dadanya. Dia belum keluar sejak tadi, masih memakai seragam kerjanya. Tetapi sekarang dia masih mempersiapkan mentalnya untuk bertemu dengan anak-anaknya dan Hillen. "Non ..." Rachel menoleh sambil memasukkan notebook, dia menemukan Bibi Vee tengah bergerak masuk ke dalam kamarnya. "Kenapa, Bi?" "Sudah siap? Tuan dan anak-anak sudah menunggu di bawah untuk sarapan bersama." Rachel menghela napasnya. "Bibi turun saja dulu, bilang supaya mereka mau sarapan lebih dulu dan tidak usah menungguku. Aku akan turun setelah menyelesaikan apa saja yang kubutuhkan," ucapnya membuat Bibi Vee menatapnya. "Bibi melihat Nona berubah akhir-akhir ini, ada masalah apa?" Rachel menggeleng, lalu tersenyum menatap Bibi Vee tanpa ada niatan menjelaskan apa yang dia rasakan
Rachel membuka mata dan mengusap wajahnya perlahan. Dia membuka matanya ketika mendengar suara alarm, tidurnya benar-benar lelap saat ini dan itu cukup membuat yang rasa lebih baik sebelum akhirnya bangkit duduk. Sudah tidak ada suara anak-anaknya yang membangunkan setiap hari, Rachel sebenarnya merasa rindu tapi kalau mereka juga tak mau menemuinya itu juga bukan sebuah hal yang harus dia pikirkan lagi. Mungkin dia memang benar-benar belum dewasa tapi dia tidak mau mendapatkan penolakan dari anak-anaknya masih kecil. Itu hanya akan melukai hatinya yang sudah merawat mereka dengan sepenuh hati. "Mungkin setelah menikah nanti dan mereka semakin tidak mau denganku, aku akan memutuskan untuk berpisah. Aku lelah kalau harus menjalani hidup dalam permainan, masih banyak hal yang bisa aku gapai dan aku bisa melakukan semua itu dengan leluasa." Bangkit dari duduknya, Rachel menuju kamar mandi dan langsung membersihkan diri karena dia harus bekerja hari ini. Dia masih memiliki pekerjaan
Rachel tiba di rumah dan tidak ada anak-anak, biasanya kedua anak kembar itu akan selalu menyambutnya kalau dia pulang, tapi saat ini bahkan tak ada anak-anak yang menyambutnya, tidak ada lagi mereka yang datang dan mengerumuninya. "Bibi ..." Tidak ada sahutan, Rachel hanya bisa duduk di sofa dan memegang kepalanya yang sakit. Tidak ada tanda-tanda ada orang di rumah dan itu membuatnya tahu kalau mereka mungkin pergi entah ke mana. Mungkin bersama dengan ayah mereka atau mereka jalan-jalan ke mana. Di rumah itu dia diam sendirian, seolah bisa melihat bayangan ketika dia dulu dengan susah payah menerima kenyataan kalau dia hamil, mengandungnya dengan hampir gila, melahirkannya dengan bertaruh nyawa, membesarkannya dengan bekerja sambil kuliah. Susah payah dia melakukan semua itu tapi saat anaknya mendapatkan ayah, dia bahkan terlupakan begitu saja. Sekarang dia tidak tahu bagaimana harus bersikap, air matanya menetes begitu saja. Rachel menangis sendirian tanpa mampu menahan keses
Hari itu Hillen tidak pulang, dia tetap berada di rumah Rachel dan entah menunggu apa. Raysan dan Raysen sudah bermain lagi dengannya setelah sarapan, sementara Rachel sedang bersiap karena dia akan pergi bekerja. "Ra ... bisa kamu datang ke rumah nanti malam? Biar bagaimanapun, Kakek juga harus tahu tentang rencana pernikahan kita." Rachel menarik napasnya lalu menatap wajah Hillen. "Aku sudah keluar dari keluarga Kakak," balasnya tanpa ekspresi berlebihan. "Kalau Kakak mau mengatakan pada Kakek, Kakak bisa katakan sendiri. Sekaligus minta pendapatnya, aku yakin Kakek tidak akan setuju kalau Kakak menikahiku." "Kenapa?" "Tidak usah bertanya hal yang sudah jelas, seharusnya Kakak juga lebih tahu dariku." Hillen terdiam menatap wajah Rachel untuk sesaat. "Kalau kakek saja bisa menjadikanmu sebagai cucunya itu berarti kamu layak. Kakek bukan seseorang yang suka bermain-main, dia juga selalu serius dalam urusan apapun. Kakek menerimamu sebagai cucunya itu menunjukkan kalau kau
Hillen mengerutkan dahinya mendengar itu. Tatapannya tampak heran karena Rachel tiba-tiba mengajukan syarat seperti itu. Selama beberapa hari ini, Hillen berusaha untuk membuka hatinya walau dia tahu kalau masih belum seberapa. Hanya saja kenapa sekarang dia malah mengajukan hal seperti ini?"Apa maksud dari semua ini?" tanyanya seraya mengambil berkas itu. "Kenapa tiba-tiba mengajukan pernikahan?"Rachel duduk di sofa seberang Hillen, lalu menatapnya dengan wajah serius. "Jadi ... memang tidak ada niatan untuk menikahiku ya? Kakak datang hanya untuk mendapatkan perhatian anak-anak?"Hillen menatapnya lalu menghela napas dan kembali menatap berkas yang merupakan kertas dengan tulisan manual milik Rachel. Disana ada beberapa syarat yang sudah ditulis Rachel secara langsung."Kalau Kakak hanya mau anak-anak, aku sudah katakan. Tunggu mereka sedikit lebih besar, agar bisa memutuskan apakah mereka mau ikut dengan Kakak atau tidak. Kalau hanya dari keinginan Kakak sendiri, seharusnya Kakak
"Mommy ... Mommy ... Daddy muntah-muntah di kamar mandi."Raysan yang berlari sambil mengatakan itu terlihat mengganggu fokus Rachel yang sedang dia menonton televisi. Raysan berhenti di depannya, membuat Rachel menaikkan alisnya."Mommy, tolong Daddy. Daddy sepertinya masuk angin atau sakit makanya muntah-muntah di kamar mandi belakang."Rachel menarik napasnya, lalu bangkit dengan perasaan berkecamuk. Bahkan perhatian anak-anaknya semakin besar pada Hillen dan hanya minta tolong padanya kalau sudah ada sesuatu hal yang tidak bisa mereka tangani tentang ayahnya itu. Rachel baru diingat di saat seperti ini tapi cukup membuatnya merasa sedih sendiri.Hillen terlihat memegang dadanya sendiri sambil keluar dari dalam kamar mandi dengan wajah yang sedikit memucat. Dia menatap wajah pria itu selama beberapa saat sebelum akhirnya menarik napas lagi."Pulanglah, mungkin Kakak sudah lelah. Di sini tidak ada persediaan obat jadi aku tidak akan bisa memberikan perawatan apapun." Rachel berkata
Tiba di rumah, Rachel turun dari mobil dan berjalan begitu saja meninggalkan Hillen yang sudah menghela napasnya. Sangat sulit untuk membuat Rachel takluk padanya hanya dengan kata-kata.Hillen tidak begitu tahu apa yang bisa dilakukan untuk membuat hati seorang wanita merasa lebih lunak, dia tidak pernah melakukan hal semacam ini sebelumnya jadi tentu saja dia tidak begitu banyak tahu."Tetapi aku tidak bisa melibatkan kakek di dalam urusan ini. Ke depannya aku masih harus berusaha keras."Hillen membuang napasnya pelan lalu bergerak turun juga dari mobil. Dia masuk dan melihat Rachel yang sedang dipeluk oleh anak-anak mereka. Ya, dia tidak pernah menganggap kalau itu hanya anak-anaknya karena peran Rachel sangat besar di dalam urusan ini.Jika, berpikir lagi apakah dia menerima kenyataan ini atau tidak, Hillen bahkan sebenarnya tak pernah berpikir memiliki anak-anak dalam waktu dekat karena dia tak pernah memiliki riwayat percintaan dengan siapapun. Kejadiannya juga terjadi sangat c
"Tidak masuk akal, aku menghabiskan waktuku menemaninya di sini dan ternyata salah orang. Jika saja itu benar-benar Kak Hillen akan lebih mudah. Bagaimana bisa ... kenapa aku terlalu bodoh? Kak Hillen memiliki kekuasaan dan juga kemampuan untuk menolak siapa saja yang tidak disukainya. Mana mungkin kami bisnisnya yang sudah sangat besar dan berpengaruh itu dia rela menikah dengan seorang wanita yang tidak sepadan dengannya."Cynthia termasuk bukan gadis yang sesuai karena dia masih berada di bawah keluarga Stepson. Setidaknya yang akan menjadi istri dari Kak Hillen adalah gadis yang memiliki kekayaan setara dengannya. Cynthia dan aku bukan termasuk orang yang memiliki syarat itu. Aku sepertinya sudah terlalu banyak berpikir, aku lupa siapa Kak Hillen sampai percaya kalau laki-laki yang dijodohkan pada Cynthia adalah dia."Rachel berpikir di dalam hatinya sampai berjalan keluar dari dalam restoran karena pamit pada Cynthia yang sudah akrab dengan pria itu. Dia berkata harus pulang seba