Malam yang kelam dan suram menyelimuti langit kota, seakan menjadi cerminan dari kegelapan yang menyelimuti hati Amber. Tubuhnya yang lemah tergeletak tak berdaya di lantai dingin sebuah gudang bawah tanah, tersembunyi di balik dinding tebal bar milik Anette. Gudang itu dipenuhi dengan bau lembab yang menyengat dan debu yang telah menempel selama bertahun-tahun, menciptakan suasana yang mencekam dan penuh ketidakpastian. Cahaya redup dari lampu neon tua yang tergantung di langit-langit menciptakan bayangan aneh pada dinding beton yang retak, menambah kesan menakutkan tempat itu.Amber tergeletak tak sadarkan diri, wajahnya pucat akibat efek bius yang diberikan oleh Mike. Nafasnya teratur, tapi dalam keadaan terbius, dia benar-benar tak berdaya. Di sudut ruangan, Mike berdiri dengan sikap angkuh, matanya penuh dengan kepuasan. Sebuah seringai puas terbentuk di bibirnya saat dia menatap Amber yang tak sadarkan diri.“Anette akan sangat senang dengan 'barang' ini,” gumam Mike, setengah
Gracey berusaha menjaga agar suasana rumah tetap hangat meskipun hatinya tak sepenuhnya tenang. Dia sangat khawatir dengan keadaan Amber yang sampai sekarang belum diketahui keberadaanya Pagi itu, Gracey duduk di ruang tamu, menyaksikan si kembar yang sedang asyik bermain dengan mainan mereka. Namun, dalam beberapa menit, perhatian mereka berpindah dan pertanyaan-pertanyaan mulai muncul.“Victor Violet, hati -hati. Jangan berlari seperti itu,” peringat Gracey setelah menyesap minuman hangatnya.“Grandma, Mommy ke mana?” tanya Victor dengan terengah, sebab berlari menghampiri sang nenek.Gracey terdiam sejenak. Pertanyaan itu sudah diprediksi Gracey akan ditanyakan oleh mereka karena sudah lama tidak melihat Amber. Dia tahu bahwa anak-anak merindukan Amber.“Mommy harus pergi untuk mengurus sesuatu yang penting, sayang,” jawab Gracey dengan suara lembut.“Penting apa, Grandma?” kali ini Violet yang bertanya, mengerutkan dahi kecilnya.“Apa mommy mengurus pernikahan?” Victor menimpal
Julian tiba di rumah James dengan pikiran yang berkecamuk. Dia tidak pulang ke rumahnya karena harus menyelesaikan beberapa hal lagi. Wajah Julian tampak tegang, menyiratkan berbagai rencana yang sudah matang di dalam benak. Setelah semua yang terjadi, dia tahu bahwa tidak ada jalan kembali. Julian tidak bisa lagi membiarkan orang-orang seperti Anette berkeliaran bebas. Mereka harus dihadapkan pada konsekuensi dari perbuatan mereka.Setibanya di rumah, James langsung menghampiri Julian. “Apa yang terjadi?” tanyanya dengan nada serius.Julian menarik napas dalam-dalam sebelum mulai menjelaskan, “Dad, Anette telah bertindak terlampau jauh. Aku tidak akan membiarkannya lolos.”James terdiam sejenak, matanya menyelidik, mencoba memahami keseluruhan situasi. “Apa yang kau rencanakan?” tanyanya lagi.“Aku sudah mengumpulkan semua bukti yang kita butuhkan,” jawab Julian dengan tegas. “Anette akan aku laporkan ke polisi. Dia sudah melakukan banyak kejahatan, mulai dari manipulasi hingga penc
Pagi itu, meski matahari belum sepenuhnya menampakkan diri di langit, Anette sudah bangun dengan semangat yang berkobar. Dia menatap cek kosong yang tergeletak di atas meja, yang telah diisi dengan angka seratus juta dolar. Senyum puas menghiasi wajahnya, membayangkan bagaimana uang itu akan segera menjadi miliknya. Anette merasa seolah-olah seluruh masalah yang telah menumpuk selama bertahun-tahun akan segera berakhir begitu dia mencairkan cek itu dan melarikan diri.Hari ini adalah hari yang telah lama dinantikannya. Semua rencana telah disusun dengan rapi, dan tidak ada yang boleh menghalangi langkahnya. Anette melangkah keluar dari rumah mewahnya dengan langkah yang mantap. Mobilnya sudah menunggu di depan pintu, sopirnya berdiri dengan sikap angkuh yang selalu ia tunjukkan, membuka pintu tanpa sepatah kata.Anette memasuki mobil dengan anggun, membiarkan pintu tertutup di belakangnya dengan lembut. Mobil itu kemudian meluncur di jalanan yang masih sepi, menuju bank tempat di man
Clara semakin marah melihat Kebersamaan Julian dan Amber. Dia pikir Mike sudah berhasil menyingkirkan wanita itu. Rahang Clara seketika mengetat diikuti tangan yang mengenal kuat. Tanpa berpikir panjang, Clara mengayunkan kaki untuk menghampiri Julian dan Amber Ketenangan yang semula mereka rasakan seketika pecah ketika suara langkah cepat dan kasar terdengar dari pintu depan.Pintu terbuka dengan keras, dan Clara muncul dengan wajah merah padam. Mata Clara memancarkan amarah yang tak tertahankan saat pandangannya langsung tertuju pada Amber. Seolah tidak percaya dengan apa yang dilihat, Clara mengerutkan kening dan menggigit bibir kuat-kuat. Tidak ada sapaan atau peringatan, hanya kemarahan yang meledak tanpa kendali.“Kenapa bisa kau disini?!” Clara berseru dengan suara serak, hampir tak percaya.Amber yang terkejut dengan kedatangan Clara hanya bisa mengerutkan kening. Dia tidak mengerti dengan ucapan Clara. Begitu pula dengan Julian yang duduk berhadapan dengan Amber.“Bagaim
“Kau tidak bisa berada di sini, Amber!” Clara berteriak histeris, “Kau harus mati!”Julian masih berdiri tegap di hadapan Clara dan melindungi Amber dibalik tubuhnya. Tatapan Julian dingin dan tajam, seperti pisau yang siap menusuk siapa pun. Suasana terasa lebih tegang dari semula.“Dengar Clara! Aku masih berbaik hati karena tidak membawa kasus ini ke polisi!” tegas Julian. “Jadi, sebaiknya kau berhenti mengganggu Amber!”“Julian, kau tidak bisa melakukan ini padaku!” Clara berteriak, suaranya pecah dan penuh amarah. “Kau mencintaiku dulu! Apa kau lupa?”Julian menghela napas panjang, mencoba menahan amarahnya yang siap meledak. “Clara,” suaranya rendah dan tenang, tapi ada ketegasan yang tak terbantahkan. “Aku tidak pernah mencintaimu. Jangan memutar balikkan kenyataan.”Clara terdiam sejenak, matanya melebar, seolah-olah tidak percaya apa yang baru saja didengarnya. “Kau berbohong! Kau bilang... kau bilang aku adalah segalanya bagimu!”“Hentikan pikiran konyolmu itu, Clara! Ak
Julian menginjak pedal gas lebih dalam, membiarkan suara mesin mobilnya mengaum di jalanan yang lengang malam itu. Hati Julian bergemuruh dengan rasa khawatir dan amarah yang bercampur aduk. Hanya nama Amber yang terus terngiang di pikirannya sejak menerima telepon yang memberitahu bahwa sang kekasih telah ditikam.Seketika mobil Julian melambat saat dia melihat rumah sakit di kejauhan. Lampu-lampu terang yang memantul di jalanan tampak seperti lentera yang berkelap-kelip, mengisyaratkan kehidupan dan kematian.Saat Julian tiba di ruang gawat darurat, Amber sudah dalam penanganan dokter. Dia terlihat begitu lemah, wajahnya pucat.Dokter keluar dari ruang perawatan dengan wajah serius, tetapi tidak tampak ada kegelisahan yang berlebihan. Dia menghampiri Julian.“Lukanya tidak dalam, untungnya tidak mengenai organ vital. Dia akan baik-baik saja setelah mendapatkan perawatan yang cukup,” ujar dokter tersebut, mencoba menenangkan Julian.Julian menarik napas lega, meskipun perasaannya te
Pagi itu, biasanya kediaman Julian dipenuhi dengan suara tawa riang anak-anak dan obrolan hangat di meja sarapan. Namun, suasana rumah mendadak berubah menjadi suram dan tegang. Kabar mengejutkan tentang Amber yang masuk rumah sakit menyebar dengan cepat, mengguncang seluruh keluarga. Gracey dan James, yang baru saja menerima telepon dari Julian, langsung bergegas menuju rumah putra mereka dengan perasaan cemas yang sulit digambarkan. Di benak mereka, terbayang wajah Amber yang lemah dan terluka, serta bayangan Clara yang telah melakukan tindakan yang tak bisa dimaafkan.Setibanya di rumah Julian, suasana sudah kacau. Vein, yang diminta Julian untuk menjaga Victor dan Violet, tampak kewalahan menenangkan kedua anak yang mulai gelisah. Victor dan Violet, yang belum sepenuhnya mengerti apa yang terjadi, hanya merasa ada sesuatu yang tidak beres. Mommy mereka tidak ada di rumah, dan Daddy mereka juga belum pulang. Kegelisahan mulai menguasai hati kecil mereka.“Mommy mana, Uncle Vein?”
Waktu berlalu dengan cepat. Sudah beberapa bulan sejak Hector dan Hugo lahir, dan hidup Amber kini penuh dengan kesibukan. Setiap hari, dia terfokus mengurus dua bayi kembar mereka, sementara Julian mengambil alih tugas mengasuh Victor dan Violet setiap kali ada waktu. Gracey sering mampir dan kadang menginap untuk membantu Amber, memberikan sedikit kelonggaran dari tugas berat sebagai ibu baru.Suatu malam, saat mereka akhirnya bisa duduk berdua di sofa setelah anak-anak tertidur, Julian memandang Amber dengan lembut. Wajah istrinya terlihat lelah, tetapi tetap memancarkan kehangatan dan kasih sayang.“Amber,” panggil Julian pelan, membuat Amber menoleh. “Ada yang ingin aku tanyakan padamu.”“Apa itu, Sayang?” Amber bertanya sambil menyesuaikan posisi duduknya, mencoba meredakan kelelahan di tubuhnya.“Aku ingin memberikanmu sesuatu sebagai hadiah,” kata Julian dengan serius. “Hadiah yang spesial.”Amber mengerutkan kening, sedikit terkejut. “Hadiah? Untuk apa?”Julian tersenyum han
Waktu berlalu dengan cepat, dan kehamilan Amber kini sudah mencapai bulan terakhir. Setiap hari terasa penuh dengan harapan dan kegembiraan. Ketika Amber dan Julian melakukan USG beberapa minggu sebelumnya, mereka terkejut dan senang mengetahui bahwa bayi yang dikandung Amber ternyata kembar. Namun, sebagai kejutan, mereka memutuskan untuk tidak mengungkap jenis kelamin bayi tersebut, menjaga agar momen kelahiran menjadi lebih spesial.Hari yang dinantikan akhirnya tiba. Amber merasakan kontraksi yang semakin intens, dan Julian segera membawa Amber ke rumah sakit. Ketegangan dan kegembiraan memenuhi udara saat mereka memasuki ruang bersalin. Julian menggenggam tangan Amber erat, memberikan dukungan dan cinta yang tak terbatas.“Grandma, sebentar lagi adik bayi akan lahir, ya?” tanya Violet dengan wajah polosnya.Gracey yang ikut ke rumah sakit mengangguk pelan, “iya sayang. Mommy akan melahirkan adik bayi untuk kalian.”“Apa prosesnya cepat?” tanya Victor dengan wajah khawatir, “bany
Pagi itu, Amber merasa tidak enak badan. Sudah beberapa hari terakhir tubuhnya lemah, disertai pusing dan mual yang semakin parah. Namun, hari ini, saat mereka mengunjungi rumah orang tua Julian, Gracey dan James, mual itu terasa lebih kuat. Amber dan Julian sengaja membawa si kembar, Victor dan Violet, untuk bermain di rumah kakek dan nenek mereka. Namun, suasana hangat yang biasanya menyelimuti mereka saat berkumpul kali ini terasa berbeda.Julian duduk di sebelah Amber di ruang tamu, matanya penuh kekhawatiran. “Sayang, kau terlihat pucat. Ada apa? Kau sakit?” tanyanya lembut.Amber mengerutkan kening, tangannya memegang perutnya. “Aku merasa pusing dan mual, tapi tidak demam.”Julian semakin cemas. “Ini sudah beberapa hari. Mungkin kita perlu ke dokter.”Sebelum Amber sempat menjawab, rasa mual itu datang lebih kuat. “Hoeekk!” Amber menahan muntah, lalu melambaikan tangan ke arah Julian. “Julian, tolong... menjauh sebentar,” pintanya dengan lemah.Julian mundur dengan bingung. Ini
Setahun telah berlalu sejak Amber dan Julian mengikat janji suci dalam pernikahan mereka. Kehidupan mereka yang damai penuh dengan cinta, kebahagiaan, dan tawa anak-anak yang mengisi rumah mereka. Namun, di balik senyum Amber yang selalu cerah, ada kegelisahan yang tak kunjung hilang. Meskipun pernikahan mereka telah memasuki usia setahun, Amber belum juga hamil lagi. Rasa cemas dan bersalah mulai menghantui pikirannya, terutama karena Julian dan anak-anak pernah sangat menginginkan kehadiran adik bayi untuk Victor dan Violet.Hari itu, setelah mengantar Victor dan Violet ke taman kanak-kanak, Amber memutuskan untuk duduk sejenak di taman sekolah, menikmati ketenangan pagi. Saat dia duduk, Amber melihat seorang wanita di bangku lain yang tampak kelelahan dan sedih. Merasa iba, Amber menghampirinya.“Hai, kau baik-baik saja?” Amber menyapa dengan lembut.Wanita itu, yang terlihat terkejut dengan perhatian Amber, tersenyum kecil meski kesedihan masih terpancar di wajahnya. “Oh, hai… Iy
Sepulang dari bulan madu yang indah dan penuh kenangan di Eropa, Amber dan Julian kembali ke rumah mereka dengan hati yang hangat. Namun, kehangatan itu segera terganggu oleh dua sosok kecil yang sudah tak sabar menunggu di depan pintu.“Mommy! Daddy!” teriak Victor dan Violet serempak, wajah mereka bersinar-sinar penuh antusiasme.Gracey mengikuti dibelakang mereka. Kemudian memeluk Amber dengan hangat. “Bagaimana? Kalian menghabiskan waktu dengan baik di sana, kan?”“Sangat menyenangkan, Mom,” Amber mengurai pelukan, dia memberikan bingkisan yang terpisah pada Gracey. “Ini hadiah yang khusus aku bawakan dari setiap negara yang kami kunjungi.”“Tidak perlu repot-repot, Sayang.” Gracey menerima bingkisan itu, “tapi karena ini dari menantu kesayanganku, akan aku terima dengan senang hati.”“Mommy, Mommy!” Violet membentangkan tangannya, “peluk Vio! Aku sangat rindu pada Mommy!”Victor ikut membentangkan tangan, “jangan lupa aku juga anak kalian.” Ucapnya dengan malu-malu.Julian berde
Segera setelah pesta pernikahan selesai, Julian membawa Amber pergi berbulan madu. Meninggalkan Victor dan Violet dibawah pengawasan Gracey dan James. Perjalanan mereka dimulai dari Paris, kota yang tak pernah kehilangan pesonanya sebagai tujuan romantis. Mereka tiba di Paris pada malam hari, disambut oleh gemerlapnya lampu kota dan Menara Eiffel yang menjulang megah, seakan mengucapkan selamat datang kepada mereka. Julian telah merencanakan segalanya dengan cermat. Dia memilih hotel yang elegan dengan pemandangan langsung ke Menara Eiffel.Malam pertama mereka di Paris dihabiskan dengan makan malam romantis di sebuah restoran mewah di tepi Sungai Seine. Di bawah sinar lilin yang redup dan dengan latar belakang Menara Eiffel yang berkilauan, mereka menikmati hidangan Prancis yang lezat, ditemani oleh alunan musik lembut yang dimainkan oleh musisi lokal.“Kita akhirnya di sini,” kata Julian sambil menggenggam tangan Amber di atas meja. “Ini adalah awal dari kehidupan baru kita, dan ak
Hari itu tiba. Hari yang ditunggu-tunggu oleh banyak orang, terutama oleh Amber dan Julian. Pernikahan mereka diatur dengan sempurna, setiap detail dipikirkan dengan seksama untuk memastikan bahwa momen ini akan menjadi kenangan indah seumur hidup. Para tamu mulai berdatangan, mengenakan pakaian terbaik mereka, memberikan suasana mewah tetapi tidak menghilangkan kesan hangat di sekitar gereja besar yang dikelilingi taman penuh bunga berwarna-warni.Di ruang tunggu pengantin wanita, Amber berkumpul bersama Gracey dan kedua anaknya, Victor dan Violet. Dengan gaun pengantin putih yang anggun, Amber tampak seperti sosok peri yang tenang dan penuh cinta. Matanya bersinar, tetapi di balik itu, ada sedikit kegugupan yang wajar. Ini bukan hanya tentang pernikahan, melainkan awal dari kehidupan baru. Tidak hanya baginya, tetapi juga bagi Julian, terutama Victor dan Violet.Gracey, mengenakan gaun biru langit, menghampiri Amber dengan senyum penuh arti. Dia telah melihat banyak perubahan dalam
Hari-hari menjelang pernikahan Julian dan Amber terasa seperti mimpi yang hampir menjadi kenyataan. Setelah sekian lama dilanda berbagai cobaan, akhirnya momen bahagia itu tiba juga. Julian yang perfeksionis, tak ingin melewatkan satupun detail dalam persiapan pernikahan mereka. Dia ingin pernikahan ini menjadi simbol cinta yang tidak akan pernah terlupakan oleh siapapun.Pagi itu, matahari bersinar cerah, seakan turut merayakan kebahagiaan mereka. Julian, Amber, dan si kembar, berkumpul di butik tempat mereka akan fitting pakaian pernikahan. Butik tersebut telah disulap menjadi tempat yang penuh dengan keanggunan, dihiasi dengan bunga segar dan kain-kain sutra yang menambah kesan mewah.Amber berdiri di depan cermin besar, mengenakan gaun pengantin putih yang anggun. Gaun itu terbuat dari sutra lembut yang membalut tubuhnya dengan sempurna, dihiasi renda halus yang menyatu dengan kulitnya, serta manik-manik berkilauan yang memantulkan cahaya lampu kristal di atasnya. Saat Amber melih
Seminggu setelah kejadian yang mengguncang keluarga Kingston, Amber akhirnya diizinkan pulang. Kondisinya sudah jauh membaik setelah melewati masa pemulihan yang intensif. Hari itu, Julian, James, Gracey, dan si kembar menjemputnya di rumah sakit.Saat pintu rumah sakit terbuka, wajah-wajah penuh harapan menyambut Amber dengan sukacita. Sementara Amber yang berdiri di ambang pintu tersenyum tipis penuh kehangatan. Si kembar lantas berlari kecil menuju Amber, wajah mereka bersinar dengan kegembiraan yang tak terbendung.“Mommy!” seru Victor dan Violet serempak, keduanya melompat ke dalam pelukan Amber dengan semangat yang menggebu-gebu.“Mommy! Aku merindukanmu!” ujar Violet yang semakin mengeratkan pelukan.“Aku juga!” seru Victor tidak mau kalah.Amber tidak bisa menahan air matanya. Dia merindukan anak-anaknya lebih dari apa pun selama masa pemulihan ini. Pelukan mereka adalah sesuatu yang dia impikan setiap malam di rumah sakit. Dengan mata berkaca-kaca, dia membalas pelukan mere