Pagi itu, setelah selesai sarapan, Julian bersiap-siap untuk berangkat kerja. Dia melirik Amber yang sedang mencuci piring, dan tersenyum tipis. “Aku akan mengantar si kembar ke playgroup dulu, kemudian langsung ke kantor,” katanya.“Bye-bye, Mommy!”“Bye Mommy!Victor dan Violet melambai dari jendela mobil dengan riang gembira.“Baiklah, jangan nakal dan belajar yang baik, ya, anak-anak.” Amber mengangguk, memberikan senyum lembut pada anak-anak. “Hati-hati di jalan.”Julian mengantar Victor dan Violet ke playgroup, memastikan mereka aman sebelum berangkat ke kantor. Hari ini, dia memiliki banyak pekerjaan yang harus diselesaikan dengan cepat. Pikiran tentang Clara dan bukti-bukti kejahatannya terus menghantui pikirannya.“Mark, cepat selesaikan semua berkas yang urgent hari ini. Aku tidak punya banyak waktu karena harus mengurus Calra setelah ini.” Julian langsung duduk di balik meja kerjanya dan membuka dokumen. Mark mengangguk mantap, dia memberikan setumpuk dokumen yang harus Ju
Julian berdiri di hadapan Clara, matanya menyala dengan campuran marah dan putus asa. Dia tidak habis pikir bahwa Clara menggunakan cara ini lagi. Dia benar-benar bodoh, menyusahkan, dan tidak berguna. Clara terus mengancam akan mengiris nadinya sendiri, memegang pisau dengan tangan gemetar.Julian geram tapi dia mencoba untuk tetap tenang. Kesalahan besar akan mengikutinya kalau dia membuat Clara bunuh diri. Selain itu Julian mengingat dengan jelas saat-saat di masa lalu ketika Clara menjebaknya dengan cara yang sama. Dia mengancam akan bunuh diri, memaksanya untuk tetap bersamanya. Karena hal itulah Julian masuk ke dalam jebakan Calra. Tapi kali ini, Julian tidak akan terjebak.Apa dia pikir Julian akan jatuh ke dalam jebakannya dengan cara yang sama?Tidak!Julian sudah memutuskan, dan ini semua akan berakhir hari ini.Clara berdiri di tengah ruangan dengan pisau di tangan. Wajahnya penuh amarah dan ketakutan. “Kau benar-benar datang,” kata Clara, suaranya bergetar. “Aku tidak akan
Julian pulang ke rumah dengan raut wajah yang penuh kelelahan. Hari itu terasa begitu panjang dan berat baginya, terutama setelah pertemuannya dengan Clara dan percakapan tegang dengan ayahnya, Harrison. Namun begitu dia membuka pintu, suara tawa ceria dan teriakan kecil menyambutnya.“Daddy! Daddy pulang!” seru Victor dan Violet serentak, berlari ke arah Julian dengan penuh semangat.“Apa Daddy lelah?” Violet dengan wajah polosnya mencoba untuk membawakan tas Julian, tapi tas itu berat dan Violet tidak bisa membawanya.“Itu berat, Vio Sayang....” Julian mengecup pipinya, kemudian mendorongnya kembali ke ruang tengah. “Lanjutkan bermain, Daddy akan meletakkan tas dulu.”Victor dan Violet kembali, sedangkan Julian berjalan ke rak tempatnya menyimpan tas kerja dan juga menggantung jas. Setelah itu Julian masuk ke dalam rumah dan melihat si kembar lagi-lagi menyambutnya.“Sudah, Daddy?” Violet bertanya dengan suara manjanya yang terdengar imut.Victor yang melihat Julian, juga tidak kal
Pagi itu, sinar matahari yang hangat menembus tirai kamar Julian. Ia terbangun lebih siang dari biasanya, merasa tubuhnya masih diliputi kelelahan dari hari sebelumnya. Namun, berbeda dari pagi-pagi biasanya yang dipenuhi dengan rutinitas bekerja, hari ini Julian memutuskan untuk beristirahat. Tidak ada pertemuan bisnis, tidak ada telepon penting, hanya waktu yang dihabiskan dengan keluarga.Victor dan Violet, yang menyadari bahwa daddy mereka tidak bekerja hari ini, segera berlari ke kamarnya dengan penuh semangat. Keduanya melompat ke tempat tidur Julian, memanggil-manggilnya dengan riang.“Daddy! Daddy! Apa Daddy tidak bekerja hari ini?” tanya Victor dengan mata yang berbinar-binar.“Ya, kenapa Daddy masih pakai baju tidur, padahal matahari sudah tinggi?” Violet ikut bertanya dengan tatapan polosnya.Julian mengusap wajahnya dengan tangan, tersenyum pada anak-anaknya yang antusias. “Tidak, Daddy libur hari ini.”Violet, dengan cepat mengingat janji Julian sebelumnya, segera berkata
Julian berjalan dengan cepat menyusuri koridor rumah sakit, langkahnya tegas meski hatinya berat. Begitu sampai di depan pintu kamar rawat Clara, dia menghela napas panjang, mencoba menyiapkan diri untuk apa yang akan dia hadapi. Dia mendorong pintu dan masuk ke dalam ruangan, hanya untuk menemukan Clara dalam kondisi yang kacau.Clara duduk di tepi ranjang, rambutnya berantakan, dan matanya bengkak karena menangis. Begitu melihat Julian masuk, ekspresi wajahnya berubah drastis. Dengan cepat, dia melompat dari tempat tidur dan berlari memeluk Julian erat-erat, tangisnya pecah seketika.“Julian! Jangan tinggalkan aku! Aku tidak bisa hidup tanpamu!” Clara menangis tersedu-sedu, tubuhnya gemetar dalam pelukan itu.Namun, Julian tidak merespons. Dia menghempaskan Clara dengan kasar, membuat wanita itu terhuyung mundur. “Apa lagi yang kau perbuat, Clara? Kenapa kau selalu membuat masalah seperti ini?” Suara Julian terdengar dingin dan penuh kemarahan.Clara hanya menangis semakin keras. “A
Amber duduk di ruang tamu, menatap jam dinding yang terus berdetak tanpa henti. Waktu menunjukkan sudah lewat pukul sebelas, tapi Julian belum juga pulang. Pikirannya segera beralih ke rumah sakit, membayangkan Julian yang mungkin masih berada di sana, merawat Clara. Perasaan kesal mulai merambat di hatinya, meski dia berusaha menepisnya.Dengan napas panjang, Amber akhirnya bangkit dari kursinya. Dia mengambil ponselnya dan menelepon sopir. “Tolong siapkan mobil, aku akan menjemput anak-anak ke playgroup,” katanya singkat, sebelum memutus sambungan.Di dalam mobil, Amber merasakan hatinya semakin gelisah. Pikiran tentang Julian dan Clara terus berputar-putar di benaknya. Dia tahu bahwa seharusnya dia tidak merasa cemburu atau marah, tapi tidak bisa dipungkiri bahwa kehadiran Clara masih menjadi duri dalam hubungan mereka.Ketika sampai di playgroup, Amber keluar dari mobil dan melangkah masuk ke gedung dengan langkah yang sedikit terburu-buru. Dia melihat anak-anak bermain di halama
Beberapa hari setelah piknik yang menyenangkan itu, hubungan Julian dan Amber semakin membaik. Mereka menjadi lebih dekat satu sama lain, seolah-olah piknik tersebut berhasil membangkitkan kembali kehangatan yang pernah pudar di antara mereka. Rutinitas harian berjalan seperti biasa, Julian berangkat bekerja ke kantor, sementara Amber mengurus si kembar.Siang itu, tepat saat Amber selesai menyiapkan makan siang untuk anak-anak, Victor dan Violet pulang dari sekolah dengan penuh semangat. Senyum merekah di wajah mereka saat melihat kudapan yang sudah di meja makan.“How's your day, Victor, Violet?” tanya Amber seraya meletakkan tas si kembar di sofa.“Amazing!” jawab Violet sambil berlari kecil menyambut kudapan favoritnya.“Aku bercerita tentang liburan ke kebun binatang bersama Daddy kemarin. Uh…semua temanku langsung ingin pergi kesana juga,” cerita Victor dengan sangat fasih.“Benarkah?” Amber menanggapi dengan senyuman merekah di wajah. Momen bersama Julian memang merupakan ke
Julian melangkah cepat menuju rumahnya, detak jantungnya bertalu-talu seiring kekhawatiran yang semakin membuncah. Sejak tadi siang, pikiran Julian dipenuhi berbagai skenario buruk tentang apa yang mungkin terjadi antara Amber dan ayahnya. Julian tahu betul hubungan Amber dengan ayahnya tidak pernah harmonis. Sejak awal, James menunjukkan ketidaksetujuannya terhadap hubungan mereka.Begitu sampai di depan pintu, tanpa pikir panjang Julian langsung masuk ke dalam rumah. Matanya segera menangkap pemandangan di ruang tamu. James duduk di salah satu sofa, berhadapan dengan Amber yang wajahnya juga terlihat tegang. Gracey duduk di sebelah Amber, tampak memperhatikan sesuatu di meja di antara mereka. Julian merasa darahnya mendidih, menciptakan amarah yang meledak begitu saja.“Dad, apa yang sedang terjadi di sini?” Suara Julian terdengar keras dan tegas, penuh dengan kecurigaan.James mendongak, tampak terkejut dengan kedatangan Julian yang tiba-tiba. Amber pun menoleh, dan ada ketegangan
Waktu berlalu dengan cepat. Sudah beberapa bulan sejak Hector dan Hugo lahir, dan hidup Amber kini penuh dengan kesibukan. Setiap hari, dia terfokus mengurus dua bayi kembar mereka, sementara Julian mengambil alih tugas mengasuh Victor dan Violet setiap kali ada waktu. Gracey sering mampir dan kadang menginap untuk membantu Amber, memberikan sedikit kelonggaran dari tugas berat sebagai ibu baru.Suatu malam, saat mereka akhirnya bisa duduk berdua di sofa setelah anak-anak tertidur, Julian memandang Amber dengan lembut. Wajah istrinya terlihat lelah, tetapi tetap memancarkan kehangatan dan kasih sayang.“Amber,” panggil Julian pelan, membuat Amber menoleh. “Ada yang ingin aku tanyakan padamu.”“Apa itu, Sayang?” Amber bertanya sambil menyesuaikan posisi duduknya, mencoba meredakan kelelahan di tubuhnya.“Aku ingin memberikanmu sesuatu sebagai hadiah,” kata Julian dengan serius. “Hadiah yang spesial.”Amber mengerutkan kening, sedikit terkejut. “Hadiah? Untuk apa?”Julian tersenyum han
Waktu berlalu dengan cepat, dan kehamilan Amber kini sudah mencapai bulan terakhir. Setiap hari terasa penuh dengan harapan dan kegembiraan. Ketika Amber dan Julian melakukan USG beberapa minggu sebelumnya, mereka terkejut dan senang mengetahui bahwa bayi yang dikandung Amber ternyata kembar. Namun, sebagai kejutan, mereka memutuskan untuk tidak mengungkap jenis kelamin bayi tersebut, menjaga agar momen kelahiran menjadi lebih spesial.Hari yang dinantikan akhirnya tiba. Amber merasakan kontraksi yang semakin intens, dan Julian segera membawa Amber ke rumah sakit. Ketegangan dan kegembiraan memenuhi udara saat mereka memasuki ruang bersalin. Julian menggenggam tangan Amber erat, memberikan dukungan dan cinta yang tak terbatas.“Grandma, sebentar lagi adik bayi akan lahir, ya?” tanya Violet dengan wajah polosnya.Gracey yang ikut ke rumah sakit mengangguk pelan, “iya sayang. Mommy akan melahirkan adik bayi untuk kalian.”“Apa prosesnya cepat?” tanya Victor dengan wajah khawatir, “bany
Pagi itu, Amber merasa tidak enak badan. Sudah beberapa hari terakhir tubuhnya lemah, disertai pusing dan mual yang semakin parah. Namun, hari ini, saat mereka mengunjungi rumah orang tua Julian, Gracey dan James, mual itu terasa lebih kuat. Amber dan Julian sengaja membawa si kembar, Victor dan Violet, untuk bermain di rumah kakek dan nenek mereka. Namun, suasana hangat yang biasanya menyelimuti mereka saat berkumpul kali ini terasa berbeda.Julian duduk di sebelah Amber di ruang tamu, matanya penuh kekhawatiran. “Sayang, kau terlihat pucat. Ada apa? Kau sakit?” tanyanya lembut.Amber mengerutkan kening, tangannya memegang perutnya. “Aku merasa pusing dan mual, tapi tidak demam.”Julian semakin cemas. “Ini sudah beberapa hari. Mungkin kita perlu ke dokter.”Sebelum Amber sempat menjawab, rasa mual itu datang lebih kuat. “Hoeekk!” Amber menahan muntah, lalu melambaikan tangan ke arah Julian. “Julian, tolong... menjauh sebentar,” pintanya dengan lemah.Julian mundur dengan bingung. Ini
Setahun telah berlalu sejak Amber dan Julian mengikat janji suci dalam pernikahan mereka. Kehidupan mereka yang damai penuh dengan cinta, kebahagiaan, dan tawa anak-anak yang mengisi rumah mereka. Namun, di balik senyum Amber yang selalu cerah, ada kegelisahan yang tak kunjung hilang. Meskipun pernikahan mereka telah memasuki usia setahun, Amber belum juga hamil lagi. Rasa cemas dan bersalah mulai menghantui pikirannya, terutama karena Julian dan anak-anak pernah sangat menginginkan kehadiran adik bayi untuk Victor dan Violet.Hari itu, setelah mengantar Victor dan Violet ke taman kanak-kanak, Amber memutuskan untuk duduk sejenak di taman sekolah, menikmati ketenangan pagi. Saat dia duduk, Amber melihat seorang wanita di bangku lain yang tampak kelelahan dan sedih. Merasa iba, Amber menghampirinya.“Hai, kau baik-baik saja?” Amber menyapa dengan lembut.Wanita itu, yang terlihat terkejut dengan perhatian Amber, tersenyum kecil meski kesedihan masih terpancar di wajahnya. “Oh, hai… Iy
Sepulang dari bulan madu yang indah dan penuh kenangan di Eropa, Amber dan Julian kembali ke rumah mereka dengan hati yang hangat. Namun, kehangatan itu segera terganggu oleh dua sosok kecil yang sudah tak sabar menunggu di depan pintu.“Mommy! Daddy!” teriak Victor dan Violet serempak, wajah mereka bersinar-sinar penuh antusiasme.Gracey mengikuti dibelakang mereka. Kemudian memeluk Amber dengan hangat. “Bagaimana? Kalian menghabiskan waktu dengan baik di sana, kan?”“Sangat menyenangkan, Mom,” Amber mengurai pelukan, dia memberikan bingkisan yang terpisah pada Gracey. “Ini hadiah yang khusus aku bawakan dari setiap negara yang kami kunjungi.”“Tidak perlu repot-repot, Sayang.” Gracey menerima bingkisan itu, “tapi karena ini dari menantu kesayanganku, akan aku terima dengan senang hati.”“Mommy, Mommy!” Violet membentangkan tangannya, “peluk Vio! Aku sangat rindu pada Mommy!”Victor ikut membentangkan tangan, “jangan lupa aku juga anak kalian.” Ucapnya dengan malu-malu.Julian berde
Segera setelah pesta pernikahan selesai, Julian membawa Amber pergi berbulan madu. Meninggalkan Victor dan Violet dibawah pengawasan Gracey dan James. Perjalanan mereka dimulai dari Paris, kota yang tak pernah kehilangan pesonanya sebagai tujuan romantis. Mereka tiba di Paris pada malam hari, disambut oleh gemerlapnya lampu kota dan Menara Eiffel yang menjulang megah, seakan mengucapkan selamat datang kepada mereka. Julian telah merencanakan segalanya dengan cermat. Dia memilih hotel yang elegan dengan pemandangan langsung ke Menara Eiffel.Malam pertama mereka di Paris dihabiskan dengan makan malam romantis di sebuah restoran mewah di tepi Sungai Seine. Di bawah sinar lilin yang redup dan dengan latar belakang Menara Eiffel yang berkilauan, mereka menikmati hidangan Prancis yang lezat, ditemani oleh alunan musik lembut yang dimainkan oleh musisi lokal.“Kita akhirnya di sini,” kata Julian sambil menggenggam tangan Amber di atas meja. “Ini adalah awal dari kehidupan baru kita, dan ak
Hari itu tiba. Hari yang ditunggu-tunggu oleh banyak orang, terutama oleh Amber dan Julian. Pernikahan mereka diatur dengan sempurna, setiap detail dipikirkan dengan seksama untuk memastikan bahwa momen ini akan menjadi kenangan indah seumur hidup. Para tamu mulai berdatangan, mengenakan pakaian terbaik mereka, memberikan suasana mewah tetapi tidak menghilangkan kesan hangat di sekitar gereja besar yang dikelilingi taman penuh bunga berwarna-warni.Di ruang tunggu pengantin wanita, Amber berkumpul bersama Gracey dan kedua anaknya, Victor dan Violet. Dengan gaun pengantin putih yang anggun, Amber tampak seperti sosok peri yang tenang dan penuh cinta. Matanya bersinar, tetapi di balik itu, ada sedikit kegugupan yang wajar. Ini bukan hanya tentang pernikahan, melainkan awal dari kehidupan baru. Tidak hanya baginya, tetapi juga bagi Julian, terutama Victor dan Violet.Gracey, mengenakan gaun biru langit, menghampiri Amber dengan senyum penuh arti. Dia telah melihat banyak perubahan dalam
Hari-hari menjelang pernikahan Julian dan Amber terasa seperti mimpi yang hampir menjadi kenyataan. Setelah sekian lama dilanda berbagai cobaan, akhirnya momen bahagia itu tiba juga. Julian yang perfeksionis, tak ingin melewatkan satupun detail dalam persiapan pernikahan mereka. Dia ingin pernikahan ini menjadi simbol cinta yang tidak akan pernah terlupakan oleh siapapun.Pagi itu, matahari bersinar cerah, seakan turut merayakan kebahagiaan mereka. Julian, Amber, dan si kembar, berkumpul di butik tempat mereka akan fitting pakaian pernikahan. Butik tersebut telah disulap menjadi tempat yang penuh dengan keanggunan, dihiasi dengan bunga segar dan kain-kain sutra yang menambah kesan mewah.Amber berdiri di depan cermin besar, mengenakan gaun pengantin putih yang anggun. Gaun itu terbuat dari sutra lembut yang membalut tubuhnya dengan sempurna, dihiasi renda halus yang menyatu dengan kulitnya, serta manik-manik berkilauan yang memantulkan cahaya lampu kristal di atasnya. Saat Amber melih
Seminggu setelah kejadian yang mengguncang keluarga Kingston, Amber akhirnya diizinkan pulang. Kondisinya sudah jauh membaik setelah melewati masa pemulihan yang intensif. Hari itu, Julian, James, Gracey, dan si kembar menjemputnya di rumah sakit.Saat pintu rumah sakit terbuka, wajah-wajah penuh harapan menyambut Amber dengan sukacita. Sementara Amber yang berdiri di ambang pintu tersenyum tipis penuh kehangatan. Si kembar lantas berlari kecil menuju Amber, wajah mereka bersinar dengan kegembiraan yang tak terbendung.“Mommy!” seru Victor dan Violet serempak, keduanya melompat ke dalam pelukan Amber dengan semangat yang menggebu-gebu.“Mommy! Aku merindukanmu!” ujar Violet yang semakin mengeratkan pelukan.“Aku juga!” seru Victor tidak mau kalah.Amber tidak bisa menahan air matanya. Dia merindukan anak-anaknya lebih dari apa pun selama masa pemulihan ini. Pelukan mereka adalah sesuatu yang dia impikan setiap malam di rumah sakit. Dengan mata berkaca-kaca, dia membalas pelukan mere