Setelah sejam kemudian, mereka tiba di rumah senior.Senior itu bernama Tosca. Dia adalah penduduk asli Kota Amari. Tahun ini, dia sudah berusia 71 tahun. Tubuhnya kurus kering dengan uban di kepalanya. Meskipun demikian, dia masih kelihatan bersemangat, kondisinya sangat bagus.Ketika melihat Caden, Tosca langsung menyapanya, “Halo, apa kamu itu Pak Caden?”Caden membalas dengan sopan, “Halo, namaku Caden.”“Halo, halo, selamat datang ke Kota Amari. Selamat datang ke rumahku.”Tosca bersalaman dengan Caden sembari tersenyum. Caden juga membalasnya. Tangan Tosca agak bertenaga. Tiba-tiba dia menyadari sesuatu, dia pun melihat Caden dengan ekspresi kaget.Ekspresi Caden kelihatan lembut. Dia menatap Tosca tanpa berekspresi.Beberapa saat kemudian, Tosca melepaskan tangan Caden. Raut wajahnya berubah normal. Dia memanggil mereka ke dalam rumah. “Ayo, kita bicarakan di dalam rumah. Aku sudah seduh teh untuk kalian.”Caden melihat ke sisi Steven. Setelah berinteraksi mata sekilas, mereka m
“Kalau waktu itu dia nggak melukaiku dengan menggunakan senjata rahasia, aku pasti sudah menang! Tapi aku nggak tahu di mana dia menyembunyikan senjata rahasia itu? Aku juga nggak tahu bagaimana mewaspadainya? Seharusnya aku nggak bisa membantumu.”Caden berkata, “Kamu pasti familier dengan jurus Raffi.”Tosca segera berkata, “Aku familier! Waktu itu, aku nggak tahan melihat dia yang begitu menjunjung tinggi Negara Amuriko. Jadi, aku pun ingin mengalahkan mereka! Oleh sebab itu, aku banyak melakukan penelitian.”“Kalau begitu, kamu bisa membantuku agar aku memahami jurus mereka untuk berwaspada. Dengan begitu, aku baru bisa menang.”Tosca mengangguk. “Kalau benar aku bisa membantumu, aku pasti akan membantumu. Mengalahkan Raffi adalah impianku! Sekarang aku masih nggak terima nggak bisa naik ke atas pentas untuk berkelahi dengannya!”Caden berkata, “Kalau 3 bulan kemudian, kamu ingin pergi ke lokasi, aku akan atur orang untuk membawamu ke sana.”Begitu Tosca mendengar, kedua matanya sp
Setelah pemimpin setempat meninggalkan tempat, Steven segera bertanya, “Kak Caden, aku melihat Pak Tosca agak aneh ketika bersalaman sama kamu. Apa dia menyadari sesuatu?”Caden menjawab dengan tenang, “Dia menyadari aku lebih hebat daripada dia. Dia juga sudah menebak aku datang bukan demi belajar.”Steven merasa panik. “Bagaimana kamu menjelaskannya?”“Aku nggak berterus terang. Aku sudah berhasil mengelabuinya.”Caden tidak berterus terang demi tidak membocorkan masalah. Lagi pula, terkadang akan semakin berbahaya kalau mengetahui terlalu banyak. Jadi, alangkah baiknya Tosca tidak mengetahuinya.Steven menghela napas panjang. “Dia bisa menyadari kemampuan seni bela dirimu lebih bagus daripada dia. Itu berarti dia benar-benar menguasai seni bela diri.”Seseorang yang tidak memahami teknik seni bela diri tidak mungkin bisa mengetahui kemampuan lawannya hanya dengan bersalaman tangan dengannya.Steven berkata lagi, “Hari ini aku ikut pemimpin setempat untuk keliling rumah setiap pendud
Naomi berkata, “Jayden tinggal di rumah sakit buat menemui kakak dan kakeknya.”“Apa … Mia baik-baik saja?”Naomi mengerutkan keningnya sembari menggeleng. “Nggak terlalu baik. Entah dia bisa bertahan sampai musim semi tahun depan, nggak? Dia itu mengidap penyakit bawaan yang nggak bisa disembuhkan, nggak bisa diobati lagi.”“Apa bisa pindah ke rumah sakit lain?”“Pindah sih bisa. Hanya saja, Mia nggak ingin pindah rumah sakit. Hubungannya cukup dekat dengan Yuna. Berhubung Yuna berada di Kota Lokin, dia juga ingin tinggal di Kota Lokin.”Caden menghela napas. “Setiap orang memiliki takdirnya masing-masing. Ada yang terlahir untuk menikmati hidupnya. Ada juga yang ditakdirkan untuk hidup menderita. Semoga dia bisa hidup bahagia di kehidupan barunya.”Seumur hidup ini, hidup Mia boleh dikatakan tidak baik. Naomi juga menghela napas panjang. Setiap orang memang memiliki takdirnya masing-masing. Ada beberapa orang bisa melanjutkan hidupnya, tapi ada juga yang memilih untuk mengakhiri hid
Caden tidak menimpali. Dia membuka pintu mobil, lalu menuruni mobil.Steven spontan bertanya pada sopir setempat. “Apa kamu merasa dia mirip sama anak gadis?”Sopir tersenyum sembari berkata nada bercanda, “Aku nggak berani mengatakannya. Dinala paling nggak suka ada yang mengatakan dia itu anak gadis. Kalau sampai kedengaran sama dia, dia pasti akan pukul kamu.”Steven juga ikut tersenyum. “Soalnya dia cantik sekali.”Sopir membalas dengan tersenyum, “Dia menuruni gen mamanya. Mamanya cantik sekali. Coba kamu lihat adik laki-lakinya, dia juga sangat cantik.”Steven melirik anak lak-laki sekilas. Memang benar, dia sama seperti Dinala, mirip seorang anak perempuan.Pria tua sedang memperkenalkan kepada Caden, “Pak Caden, biar aku perkenalkan, dia adalah Dinala, sedangkan dia adalah adiknya Dinala. Mereka adalah suku Kriz. Anak laki-laki yang aku ceritakan semalam, yang belajar seni bela diri dariku itu dia.”Caden mengambil inisiatif untuk menyapa, “Salam kenal.”Kedua abang beradik mel
Hayden berkata, “Elangnya keren sekali. Kalau aku tahu Papa dan Paman Steven main ke sana, aku juga mau ikut! Kak, siapa namanya?”Dinala berkata, “Nine.”“Nine? Apa ia itu anak ke-9 dari keluarganya?”Dinala tertawa oleh ucapan Hayden. “Bukan, aku membawanya ke rumah di bulan September. Kemudian, aku berhasil menjinakkannya pada bulan September berikutnya.”“Oh, kamu menjinakkannya selama 1 tahun?”“Emm.”“Aku juga punya hewan peliharaan, namanya Putih. Coba kamu lihat, aduh, ia nggak lagi di sisiku. Setelah ia kembali, aku akan perlihatkan kepadamu. Kak, apa kamu bisa suruh elangmu terbang?”Dinala ragu sesaat, lalu memalingkan kepala untuk melihat elang. “Nine, pergilah!”Elang segera terbang ke atas langit, membentangkan sayapnya dengan lebar, lalu melakukan beberapa gerakan berputar di udara.Dinala mengangkat kepalanya melihat elang jantannya dengan tatapan lembut dan bangga.Setelah elang jantan melakukan pertunjukan, ia kembali berdiri di atas pundak Dinala, lalu melebarkan mat
Ketika melihat Dinala yang sudah melaju pergi, Steven menggaruk kepalanya dan kembali ke dalam mobil.“Pak, apa ada swalayan di sini?”“Ada di depan sana. Kamu mau ke sana?”“Emm, aku ingin beli sesuatu. Mohon bawa aku ke sana.”“Baik.”Tempat ini cukup terpencil. Berhubung tidak ada mal berukuran besar, mereka datang ke sebuah swalayan kecil.Berhubung swalayan terlalu kecil dan juga karena Steven membeli terlalu banyak barang, dia kelihatan seperti sedang menyimpan stok saja. Ini pertama kalinya pemilik swalayan bertemu dengan tamu yang begitu royal. Dia pun membantu Steven untuk membawa barang belanjaan ke dalam mobil.“Kamu nggak mirip dengan penduduk setempat. Apa kamu datang untuk lamaran?”Biasanya hanya saat lamaran, orang-orang baru akan belanja begitu banyak barang dalam sesaat.Steven menggeleng dengan tersenyum. “Bukan, pergi mengunjungi seorang teman.”“Kekasih?”“Teman pria.”Pemilik swalayan dan sopir yang sedang memindahkan barang pun terbengong. “Teman pria?”Steven t
Steven bertanya, “Kenapa dia nggak pergi dari desa ini?”Sopir menjawab, “Dia nggak bisa pergi. Dia masih harus menjaga adiknya. Mereka itu anak yatim piatu. Orang tua mereka sudah meninggal sejak dini.”Steven merasa syok. “Dia itu anak yatim piatu?”“Emm. Papanya Dinala meninggal sebelum dia dilahirkan, sedangkan mamanya meninggal saat melahirkan. Dinala-lah yang membesarkan adiknya. Mereka berdua hidup dengan saling mengandalkan satu sama lain.”Kening Steven berkerut. “Jadi, dengan apa mereka bertahan hidup?”Sopir menjawab, “Sewaktu kecil, mereka butuh bantuan dari tetangga. Sekarang, giliran Dinala yang membantu semua orang. Dinala sangat rajin. Dia memelihara hingga ratusan ternak sapi. Setelah peliharaannya besar, dia pun menjualnya untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Elangnya juga hebat. Setiap harinya bisa menangkap hasil buruan yang segar.”“Kalau hasil buruan kekecilan, Dinala akan menjadikannya sebagai makanannya dan adiknya. Kalau hasil buruan besar, dia akan membagikan
“Kenapa kamu beli begitu banyak barang untuk kami?” tanya Dinala dengan kening berkerut sambil berjalan masuk ke rumah.Steven seperti tidak mendengar pertanyaan itu dan balik bertanya, “Ini ayahmu?”Dinala pun mengernyit. “Kenapa? Ada masalah?”Tentu saja! Jika yang ingin dicari mereka adalah ayahnya Dinala, bukankah petunjuk mereka akan putus lagi? Ayah Dinala sudah meninggal. Mana mungkin Steven bisa mencari tahu lokasi virus generasi ke-8?Steven menenangkan dirinya, lalu menjawab dengan santai, “Nggak apa-apa. Aku cuma merasa kalian nggak mirip dan merasa penasaran.”Dinala berujar, “Aku dan adikku mirip sama ibuku.”“Oh, kalian memang mirip sama Bibi. Tadi, Dokter bilang si Gila pernah menjelajah ke luar waktu masih muda. Ayahmu juga ikut?”Dinala menggeleng. “Nggak.”Steven pun merasa bingung. Jika ayah Dinala tidak pernah menjelajah ke luar, tidak mungkin dia yang membawa pulang virus itu. Jadi, apa maksud foto yang dimiliki Caden?Melihat Steven yang mengernyit, Dinala bertany
Steven bertanya sambil tersenyum, “Dinala umur berapa?”Dokter wanita itu berpikir, lalu menjawab, “Tahun ini, dia seharusnya sudah 22 tahun.”Steven berujar, “Kalau begitu, dia masih kecil. Nggak usah buru-buru.”Dokter wanita itu segera menggeleng. “Dia sudah nggak kecil lagi. Di sini, orang seumurannya biasa sudah jadi ayah.”“Kalau begitu, mungkin jodohnya juga belum datang. Oh iya, orang berpenampilan kotor dan langsung mau mukul orang begitu lihat orang di gunung itu si Gila yang dipelihara Dinala?”Steven ingin memastikannya lagi.Dokter wanita itu balik bertanya, “Kamu sudah ketemu sama dia?”Steven menjawab sambil tersenyum, “Aku ketemu orang yang langsung mau pukul aku begitu melihatku di gunung. Makanya, aku baru jatuh dari lereng. Aku nggak tahu dia itu si Gila atau bukan.”Dokter wanita itu bertanya lagi, “Dia sangat kotor, juga galak, tapi sangat patuh sama ucapan Dinala?”“Benar.”Dokter wanita itu menjawab dengan sangat yakin, “Kalau begitu, benar. Di sini, cuma dia yan
Steven menekan amarahnya dan meminta maaf. “Maaf, aku agak takut. Jadi, aku secara refleks mau ....”Dinala mengerutkan keningnya. “Takut? Apa kamu masih bisa disebut pria?”Steven langsung memelototinya. “Aku ini pria sejati! Aku cuma nggak pernah berkuda!”Dinala juga memelototi Steven sejenak. “Aku nggak suka orang lain dekat-dekat sama aku. Kalau kamu takut, aku mau nggak mau harus buat kamu pingsan dan gotong kamu kembali. Kalau sudah pingsan, kamu nggak akan takut lagi.”Steven menggigit bibirnya dan buru-buru menggeleng.“Nggak perlu. Aku akan lebih hati-hati. Kamu kasih tahu saja aku harus pegang mana. Aku jamin aku nggak akan menyentuhmu. Kalau aku menyentuhmu lagi, aku akan patahkan kedua tanganku sendiri. Kamu juga boleh ngadu ke bosku dan bilang aku melecehkanmu. Bosku itu orang yang adil. Dia pasti akan pecat aku!”Dinala memelototi Steven lagi sebelum berkata, “Naiklah.”Dinala menarik Steven naik ke kuda, lalu menunjuk ke sebuah tempat dan berkata, “Pegang ini.”Steven b
Dinala bertanya pada pria itu, “Paman, dia melukaimu?”Sebelum pria itu sempat berbicara, Steven buru-buru membela diri.“Aku nggak lukai dia. Dia yang lukai aku. Aku lagi ambil video, lalu dia tiba-tiba menyerangku. Tadi, aku melawannya cuma untuk lindungi diri, bukan untuk memukulnya. Lagian, dia yang mendorongku turun dari lereng. Kalau bukan karena dia, aku nggak mungkin jatuh.”Dinala mengerutkan keningnya, tetapi tidak menyahut. Setelah pria itu turun, dia baru bertanya, “Paman, kamu terluka?”Pria itu menggeleng, lalu menunjuk ke arah Steven dan berseru, “Orang jahat!”Steven membantah, “Bukan! Dari sisi mana kamu merasa aku mirip orang jahat?”“Pukul! Pukul!” Pria itu ingin memukul Steven, tetapi Dinala menahannya dan berkata, “Paman, bantulah aku awasi ternak.”Pria itu lumayan penurut. Setelah memelototi Steven sejenak, dia pun pergi mengawasi ternak dengan patuh.Steven menatap punggung pria itu dengan bingung. Apa dia itu si Gila yang kembali dari luar? Namun ... kenapa tam
Steven mengambil tongkat kayu dan berjalan ke arah gunung selangkah demi selangkah. Berhubung tidak tahu cara berkuda, dia hanya bisa berjalan kaki. Waktu yang diperlukannya untuk mencapai tempat yang tinggi cukup lama. Meskipun dia merupakan ahli bela diri, dia juga merasa sangat lelah.Ketika mencapai lereng gunung dan melihat ke bawah, yang dilihat Steven adalah sapi dan domba yang tersebar di mana-mana. Ada beberapa anjing penggembala yang tersebar di sekeliling dan melakukan tugasnya untuk melindungi kelompok ternak.Di kejauhan, terlihat sosok gagah seseorang yang sedang menunggang kuda dan berlari kencang di atas padang rumput. Seekor elang berputar di atas kepalanya, lalu mengeluarkan suara tajam dan terbang tinggi di atas langit. Meskipun berjarak jauh, Steven dapat langsung mengenali mereka sebagai Dinala dan Nine.Nine tiba-tiba melihat mangsanya di permukaan tanah, lalu menukik dan menangkap mangsa itu dengan cakarnya yang tajam. Ia dan mangsanya berguling-guling di atas ta
Steven bertanya, “Kenapa dia nggak pergi dari desa ini?”Sopir menjawab, “Dia nggak bisa pergi. Dia masih harus menjaga adiknya. Mereka itu anak yatim piatu. Orang tua mereka sudah meninggal sejak dini.”Steven merasa syok. “Dia itu anak yatim piatu?”“Emm. Papanya Dinala meninggal sebelum dia dilahirkan, sedangkan mamanya meninggal saat melahirkan. Dinala-lah yang membesarkan adiknya. Mereka berdua hidup dengan saling mengandalkan satu sama lain.”Kening Steven berkerut. “Jadi, dengan apa mereka bertahan hidup?”Sopir menjawab, “Sewaktu kecil, mereka butuh bantuan dari tetangga. Sekarang, giliran Dinala yang membantu semua orang. Dinala sangat rajin. Dia memelihara hingga ratusan ternak sapi. Setelah peliharaannya besar, dia pun menjualnya untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Elangnya juga hebat. Setiap harinya bisa menangkap hasil buruan yang segar.”“Kalau hasil buruan kekecilan, Dinala akan menjadikannya sebagai makanannya dan adiknya. Kalau hasil buruan besar, dia akan membagikan
Ketika melihat Dinala yang sudah melaju pergi, Steven menggaruk kepalanya dan kembali ke dalam mobil.“Pak, apa ada swalayan di sini?”“Ada di depan sana. Kamu mau ke sana?”“Emm, aku ingin beli sesuatu. Mohon bawa aku ke sana.”“Baik.”Tempat ini cukup terpencil. Berhubung tidak ada mal berukuran besar, mereka datang ke sebuah swalayan kecil.Berhubung swalayan terlalu kecil dan juga karena Steven membeli terlalu banyak barang, dia kelihatan seperti sedang menyimpan stok saja. Ini pertama kalinya pemilik swalayan bertemu dengan tamu yang begitu royal. Dia pun membantu Steven untuk membawa barang belanjaan ke dalam mobil.“Kamu nggak mirip dengan penduduk setempat. Apa kamu datang untuk lamaran?”Biasanya hanya saat lamaran, orang-orang baru akan belanja begitu banyak barang dalam sesaat.Steven menggeleng dengan tersenyum. “Bukan, pergi mengunjungi seorang teman.”“Kekasih?”“Teman pria.”Pemilik swalayan dan sopir yang sedang memindahkan barang pun terbengong. “Teman pria?”Steven t
Hayden berkata, “Elangnya keren sekali. Kalau aku tahu Papa dan Paman Steven main ke sana, aku juga mau ikut! Kak, siapa namanya?”Dinala berkata, “Nine.”“Nine? Apa ia itu anak ke-9 dari keluarganya?”Dinala tertawa oleh ucapan Hayden. “Bukan, aku membawanya ke rumah di bulan September. Kemudian, aku berhasil menjinakkannya pada bulan September berikutnya.”“Oh, kamu menjinakkannya selama 1 tahun?”“Emm.”“Aku juga punya hewan peliharaan, namanya Putih. Coba kamu lihat, aduh, ia nggak lagi di sisiku. Setelah ia kembali, aku akan perlihatkan kepadamu. Kak, apa kamu bisa suruh elangmu terbang?”Dinala ragu sesaat, lalu memalingkan kepala untuk melihat elang. “Nine, pergilah!”Elang segera terbang ke atas langit, membentangkan sayapnya dengan lebar, lalu melakukan beberapa gerakan berputar di udara.Dinala mengangkat kepalanya melihat elang jantannya dengan tatapan lembut dan bangga.Setelah elang jantan melakukan pertunjukan, ia kembali berdiri di atas pundak Dinala, lalu melebarkan mat
Caden tidak menimpali. Dia membuka pintu mobil, lalu menuruni mobil.Steven spontan bertanya pada sopir setempat. “Apa kamu merasa dia mirip sama anak gadis?”Sopir tersenyum sembari berkata nada bercanda, “Aku nggak berani mengatakannya. Dinala paling nggak suka ada yang mengatakan dia itu anak gadis. Kalau sampai kedengaran sama dia, dia pasti akan pukul kamu.”Steven juga ikut tersenyum. “Soalnya dia cantik sekali.”Sopir membalas dengan tersenyum, “Dia menuruni gen mamanya. Mamanya cantik sekali. Coba kamu lihat adik laki-lakinya, dia juga sangat cantik.”Steven melirik anak lak-laki sekilas. Memang benar, dia sama seperti Dinala, mirip seorang anak perempuan.Pria tua sedang memperkenalkan kepada Caden, “Pak Caden, biar aku perkenalkan, dia adalah Dinala, sedangkan dia adalah adiknya Dinala. Mereka adalah suku Kriz. Anak laki-laki yang aku ceritakan semalam, yang belajar seni bela diri dariku itu dia.”Caden mengambil inisiatif untuk menyapa, “Salam kenal.”Kedua abang beradik mel