Mendengar Nona Wang mengatakan jika Pria bernama Nathan Alazka itu masih Single, Glen tersenyum senang. 'Dia benar-benar harus menjadi Ayahku.' Glen sudah bertekad dalam hati. Tapi, menurut Nona Wang, Nathan Alazka adalah Pria paling tampan dan kaya di kota ini. Apakah dia akan bersedia menjadi ayahnya?"Kamu kenapa, Glen?" Killa bertanya pada Glen karena melihat ekspresi lain pada wajahnya."Ah, tidak mengapa. Mungkin aku hanya mengantuk." Glen kemudian menguap."Nona Wang, apa kamu tahu dimana Perusahaan Nathan Alazka ini?" Glen bertanya."Tentu saja. Ada diujung jalan ini. Gedung paling tinggi dan paling megah di kota ini."Glen tercengang, pikirannya langsung melayang, memikirkan jika pria itu benar-benar harus menjadi Ayahnya. Tetapi bagaimana caranya?Kemudian dia meminta untuk tidur. Killa Wang mengantar Glen ke kamar anak yang telah disedia perusahaan."Nona Wang, sepertinya aku benar-benar mengantuk, Nona Wang pergi saja." ucap Glen saat sudah tiba di dalam.Killa Wang mengge
'Tes DNA?'Nathan mengangkat alisnya saat mendengar perkataan Glen. Sesaat Nathan terlihat kembali termenung.Lalu Nathan berpikir, jika hanya dengan satu tes sederhana saja sudah cukup untuk mengungkap sebuah kebenaran, kenapa tidak? Nathan pun mengangguk, setuju dengan pendapat anak ini.Melihat Presdir Nathan mengangguk, Glen sangat senang. Dengan semangat dia bertanya, "Apa aku perlu mencabut rambutku untuk tes DN"Nathan melirik anak itu, melihat jika anak ini sangat cerdas untuk seusia umumnya anak-anak. Tiba-tiba hatinya tersenyum. Jika benar anak ini adalah putranya, Nathan tentu akan sangat senang."Ya. Kamu bisa mencabutnya dan meninggalkannya disini."Mendengar presdir Nathan berbicara seperti itu, Glen dengan semangat menarik beberapa helai rambutnya sendiri lalu mengemasnya kedalam tas kecil yang diberikan Nathan padanya.Selesai menata rambut yang ia tarik tadi, Glen kemudian menyerahkan tas itu pada Nathan.Nathan menerima, lalu melakukan hal yang sama seperti yang Glen
Setelah kepergian Amala, Killa Wang membereskan bekas sarapan, sambil menunggu Glen yang sedang kembali ke kamarnya.Tidak lama setelah itu, Glen menghampiri Killa yang sudah selesai dan mengajak Killa Wang untuk bermain game saja. Killa Wang setuju dan pergi ke ruang tengah bersama Glen.Sementara itu di sisi lain.Nathan Alazka punya banyak pikiran, dia sedang memikirkan wanita yang ia tiduri beberapa malam yang lalu. Dia tidak bisa melupakannya. Entah mengapa, aroma tubuh wanita itu, dan semua yang ia sentuh dari wanita itu, mengingatkan dia pada malam enam tahun yang lalu. Dia ingin segera menemukan wanita itu, tapi hingga sekarang, Rev belum juga memberi kabar. Lalu saat ini, dia juga terus memikirkan Glen. Dia tidak bisa berhenti memikirkan anak itu setelah pertemuan mereka kemarin.Nathan menarik nafas berat. Dua hal yang membuatnya mati penasaran sekaligus penuh pertimbangan. Anak itu atau wanita itu yang harus diutamakan?"Tidak. Dua duanya. Argh!" Nathan semakin pusing.Suar
Killa Wang masih berdiri membeku di depan pintu. Setelah beberapa saat lamanya baru dia mulai tenang.Dia terkejut bukan main saat sudah sadar sepenuhnya.Glen telah dibawa pergi! Ah bukan! Tapi ikut pergi!Harus bagaimana dia menjelaskan pada Amala tentang kejadian ini?Apalagi saat ini Amala sedang bertemu dengan klien penting. Apakah dia tidak akan mengganggu jika menelpon sekarang?Killa Wang kebingungan. Tetapi ini masalah gawat. Glen adalah putra Amala. Sudah pasti Glen adalah sangat paling penting bagi Amala. Killa Wang merasa harus memberitahu Amala secepatnya.Saat ini, Amala sudah berada di sebuah Cafe tempat yang sudah mereka pilih untuk pertemuan.Tapi Nathalie sebagai kliennya kali ini belum juga datang. Amala sudah mencoba untuk menghubungi Nathalie beberapa kali. Tapi setiap kali menelepon, hanya Asistennya yang mengangkat. Mengatakan jika Nathalie masih rapat dan meminta Amala untuk menunggu.Amala hanya bisa mendengus kesal. Kemudian mematikan panggilan. Tapi saat dia
Tadi, saat Amala mendengar suara Glen tertawa, hatinya langsung lega. Jadi dia mengetuk pintu dengan sangat semangat sambil berteriak memanggil putranya.Dia tidak tahan lagi dan mendorong pintu yang sebenarnya tidak di kunci itu. Saat pintu terbuka, dia langsung masuk tanpa menunggu disuruh. Dia bisa melihat putranya sedang tertawa bahagia diatas pangkuan seorang pria."Glen!" Amala langsung memanggil.Glen yang mendengar suara ibunya menoleh. Saat melihat ibunya sudah berdiri di depan pintu, Glen segera turun dari pangkuan Nathan dan lari menyambut ibunya.Nathan juga tidak mencegah, membiarkan putranya menyambut ibunya."Mama, kamu sudah datang?" Glen memeluk Amala dengan erat. "Glen, kamu membuat mama takut kembali." Setelah puas memeluk anaknya, Amala melepaskan pelukan mereka, lalu memeriksa tubuh Glen."Mama. Aku tidak apa-apa. Aku baik-baik saja," ucap Glen saat tubuhnya diputar Amala untuk diperiksa. Amala bernafas lega. Memang benar, tidak terjadi apa-apa pada Glen. Amala h
Pemberitahuan penting!Halo teman-teman, sebelumnya aku mohon maaf yang sebesar-besarnya atas ketidaknyamanan ini ya?Pemberitahuan penting untuk para pembaca, khususnya untuk yang sudah membaca Buku Anak Jenius ini dari bab 1-13 pada tanggal 1 Oktober ini, bahwa ada perubahan plot dan tambahan bab serta konflik dari bab awal. Jadi, bagi kalian yang sudah membaca dari bab 1-13 di tanggal 1 Oktober, kalian bisa mengulang dari bab awal untuk mengetahui perubahannya agar tidak bingung saat membaca lanjutan dari buku ini.Setelah selesai di bab 13, kalian bisa loncat ke bab 19, karena bab ini yang menjadi sambungan dari bab 13. Kok bisa jadi ribet seperti ini sih Kak Any?Sebenarnya bukan ribet, ini memang murni keteledoran saya. Saat update, ada beberapa bab yang mengandung konflik, tertinggal atau terlewatkan untuk di update. Jadi mau tidak mau harus dilakukan revisi ulang lagi dan ubah beberapa plot agar bab yang tertinggal bisa di masukan. Mohon maaf atas ketidaknyamanan ya kak, ins
Nathan masih menatap wanita yang ada di hadapannya itu. Amala pun sama halnya, dia menatap cukup tajam pada Nathan. Awalnya setelah Glen pergi, dia ingin segera membahas masalah Glen pada pria ini. Tapi Amala tidak menyangka jika pria ini malah menyinggung kejadian beberapa malam yang lalu. Dan itu benar-benar membuatnya malu."Nona Amala, sebelum pertemuan kita ini, bukankah kita sudah pernah bertemu dua kali? Seharusnya begitu. Meskipun pertemuan pertama kita tidak saling mengingat, tapi kamu pasti masih mengingat pertemuan kita yang terakhir bukan?"Wajah Amala memerah, dia paham apa yang sedang dibicarakan Pria ini. Yang dimaksud dua kali bertemu, sudah pasti itu adalah kejadian di malam enam tahun yang lalu dan terulang lagi beberapa malam yang lalu."Ya, anda benar. Tapi, di kedua pertemuan itu, kamu telah membuat masalah dalam hidupku."Nathan sedikit menaikkan alisnya. "Masalah? Aku bahkan tidak mengerti apa yang terjadi pada dirimu di kedua pertemuan itu. Yang ku ingat, saat p
Sebenarnya saat mengatakan itu, Amala sadar jika dia tidak memiliki kekuatan untuk melawan Nathan.Pria di hadapannya ini adalah Pria hebat yang memiliki pengaruh yang sangat kuat. Kekuatan Perusahaan Dexon tempatnya bekerja saja bahkan tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan Perusahaan milik pria ini. Dirinya hanya seperti daun kering di hadapan pria ini. Tapi memikirkan harta paling berharga yang menjadi satu-satunya miliknya akan diambil, Amala tidak bisa menerima. Dia tidak akan peduli dengan ancaman seperti apapun. Bahkan nyawanya pun akan ia pertaruhkan.Saat ini Erin sudah berada di depan pintu bersama Glen. Dia terkejut mendengar teriakan Amala. Selama ini, begitu banyak wanita yang menggilai bosnya. Wanita-wanita yang bahkan rela merendahkan harga diri demi bisa mendekati Bosnya.Erin merasa sangat heran, baru kali ini ada wanita yang berani meneriaki Presiden bahkan mengatakan jika membenci presiden. Saat ini Glen sudah membuka pintu dan masuk. Nathan terkejut. Dia t
Fic tidak menyadari perasaan yang tumbuh di antara mereka. Orang lain juga sama, tidak ada yang tahu apa yang tersimpan di dalam hati Ellena. Namun, suatu saat Ellena tidak mampu menahan lagi dan mulai mengekspresikan perasaannya dengan lebih jelas. Fic hanya menganggap bahwa Ellena begitu karena belum dewasa dan belum mengerti perasaannya. Suatu hari, Ellena yang sudah bukan remaja lagi, mengungkapkan perasaan cinta yang selama ini terpendam.Fic merasa seolah tersambar petir dan sulit memahami apa yang sedang terjadi. "Mana mungkin?" batin Fic. "Aku hanya seorang kepala pelayan, dan usia kita terpaut jauh. Aku bahkan bisa jadi pamanmu, nona!" Namun, Ellena sama sekali tidak peduli dengan alasan tersebut. Ia nekad melakukan apapun untuk bisa bersama Fic. Perasaan Ellena semakin memuncak dan menghempas rasa ragu di hatinya. Fic kini terjebak dalam dilema, antara menerima perasaan Ellena atau tetap pada prinsipnya. Ketika akhirnya ia mulai merasakan getaran yang sama dalam hatinya, ia
"Diam!" Ellena bersikukuh, masih saja melanjutkan pekerjaannya. Lalu mengambil celana Fic dan meminta Fic untuk mengenakannya dengan sabar.Fic hanya bisa menurut. Ellena memakaikan kemeja putih pada Fic, mengancingkan baju itu."Ellena, aku bisa sendiri." menarik tangan Ellena hingga tubuh Ellena menabrak dadanya."Aku ingin melakukannya Fic. Dengan begitu, aku semakin bahagia." Ellena melepaskan tangan Fic, sekarang memasangkan dasi untuk Fic."Nona."Ellena masih belum selesai merapikan rambut, baju dan dasi Suaminya."Sudah rapi. Tinggal jas nya saja. Dipakai sekarang apa nanti saja?"Fic tak menjawab pertanyaan Ellena. Masih senantiasa menatap wajah Ellena."Fic.""Bisa menikahimu saja, sudah membuatku tak berhenti bersyukur. Jangan melakukan ini lagi. Itu membuatku merasa bersalah."Ellena dengan lembut menarik tengkuk Fic, menciumi wajahnya dengan penuh kasih sayang. "Aku ingin melakukan ini setiap pagi. Kau tidak boleh melarangku, atau aku akan mengadu pada Ayah. Kau sudah men
Fic menarik nafas dalam-dalam dan tersenyum, "Baiklah, Tuan. Jika Anda telah mempercayai saya, saya tidak ingin mengecewakan Anda. Tapi, bolehkah saya mencari pengganti diri saya sebagai Kepala Pelayan?""Ya. Tentu saja. Semua itu ku serahkan padamu. Siapapun yang kau pilih, aku yakin kau sudah memikirkannya dengan baik," jawab Glen dengan mata yang bersinar penuh keyakinan. Fic mengangguk mantap, memperkuat pernyataannya.Mereka kembali ke kamar masing-masing setelah obrolan itu selesai. Langkah mereka terasa lebih ringan, seolah sebuah keputusan besar telah berhasil dilewati bersama. Di balik pintu kamar, Fic tersenyum tipis, merasa yakin akan kebijaksanaan pilihan yang telah dipertimbangkan matang-matang.Malam mulai menggantikan siang. Fic melangkah perlahan, merangkak ke atas ranjang mengikuti Ellena yang sudah lebih dulu berbaring. Mata Fic tak henti memandangi wajah Ellena, tersenyum padanya dengan penuh kebahagiaan. Sejenak Fic merasa puas, menikmati momen itu. Setelah itu, p
"Ellena, ayo kemari, Nak." ajak Daniah ramah. Glen juga menoleh ke arah Fic dengan tatapan yang sama hangatnya, "Ayo Fic, ajak istrimu makan bersama kami."Fic mengangguk, menarik kursi untuk Ellena dan kemudian duduk di sebelahnya. Meskipun bukan pertama kalinya dia berada dalam situasi ini, bahkan seringkali dia makan bersama mereka di masa lalu, namun suasana kali ini terasa berbeda. Fic merasa canggung, jantungnya berdebar kencang. Dahulu, dia hanya duduk di sini sebagai kepala pelayan yang setia. Namun sekarang, perannya telah berganti. Menjadi seorang menantu keluarga ini.Dua orang di hadapannya adalah sosok yang ia segani dan hormati selama ini, tuan dan nyonyanya. Dan tak disangka, kini mereka telah menjadi mertuanya. Fic menelan ludah, mencoba menyembunyikan kegugupan yang menjalar di seluruh tubuhnya.Daniah bergerak mengambil piring untuk Glen dan dirinya, lalu mengayunkan tangan ke arah piring Ellena dan Fic. Namun, tiba-tiba Fic menahan tangan Daniah. "Nyonya, biar saya
Lebih dari dua minggu sudah, Fic dan Ellena tinggal di villa puncak ini. Dan Pagi ini, Fic terlihat sibuk berkemas. Ellena duduk di samping tempat tidur dengan wajah murung dan bahunya yang terkulai. Semalam, Fic mencoba meyakinkan Ellena untuk pulang, bukan karena ia tidak ingin memenuhi keinginan Ellena untuk berlama-lama di sini, melainkan karena kekhawatiran terhadap rumah yang ditinggalkannya. Fic tak bisa menepis rasa cemas, terutama tentang kesepian yang pasti dirasakan Daniah tanpa Ellena sang putri.Setelah berbagai usaha Fic untuk merasuk, akhirnya Ellena mau pulang dengan imbalan janji berbulan madu ke Kampung halaman Ilham. Walaupun tampak masih belum sepenuhnya ikhlas, Ellena bertanya, "Jadi, setelah ini kita akan pergi ke Lampung, ya Fic?"Fic hanya mengangguk sambil mencium pucuk kepala Ellena, mengekspresikan rasa sayangnya padanya. Mereka berdua duduk di belakang mobil yang melaju perlahan meninggalkan Villa Puncak, tempat yang menyimpan begitu banyak kenangan manis
"Dasar sialan! Arg..!" bentak Keyan kesal, lalu meninju lengan Kimmy dan Khale bergantian. Tapi, perlahan ia ikut tertawa juga. Mereka masih terdengar tertawa bahagia, saling bercanda, sampai melangkah ke kamar masing-masing. "Besok, aku tidak mau lagi satu mobil dengan kalian! Mulai besok, kita akan membawa mobil masing-masing!" seru Keyan, wajahnya merah padam, sebelum menutup pintu kamarnya dengan keras.Sementara di sisi lain.Menuju Villa Puncak,Fic dengan lembut menuntun Ellena, melewati batu-batu hitam kecil yang tersusun apik di jalan setapak. Mereka berada di taman, tepat di luar Villa Puncak. Fic mengajak Ellena menuju bangku khusus yang lengkap dengan meja bundar berisi buah-buahan segar dan minuman yang menggoda. Fic mempersilahkan Ellena duduk, layaknya mempersilahkan seorang putri kerajaan. "Silahkan Tuan Putri," ucapnya sambil membungkukkan tubuh.Ellena tergelak dan menutup mulutnya dengan tangan. Ia duduk dan melihat sekitarnya, merasakan keindahan sore itu. "Ah Fic
Saat ini di kediaman Ken, Khale dan Kimmy melangkahkan kaki mereka ke dalam rumah dengan langkah gontai. Keyan menyusul dari belakang, tetapi mulutnya tak berhenti mengomel, mengumpat dua kakaknya yang sama sekali tidak menggubrisnya. Ketiga pemuda itu menghempaskan bokong mereka ke sofa dengan kasar, tak peduli dengan tas yang belum mereka taruh. "Aku kesal!! Hari ini aku kesal dengan kalian berdua!" ujar Keyan kesal sambil menunjuk kedua kakaknya."Apa sih anak ini?" balas Khale sambil melotot."Tau tuh!" Kimmy ikut melotot dengan wajah tidak senang.Keyan sudah berdiri, marah, dan menggerakkan tangannya hendak memukul kepala Kimmy, namun ditangkap oleh Kimmy. "Haha.. Keyan rupanya iri kepada kita, Khal. Dia tidak bisa mendekati wanita incarannya, berbeda dengan kita." ejek Kimmy sambil melepaskan tangannya dari Keyan. Khale hanya menanggapi dengan senyuman sinis, menambah rasa kesal Keyan semakin mendalam."Siapa bilang iri? Aku cuma ngerasa tidak dianggap oleh kalian. Kalian s
Mereka baru saja selesai menikmati hidangan makan malam. Fic duduk bersandar di sofa sambil menggelar lengannya ke arah Ellena yang duduk didepannya tanpa jarak. Ellena menyandarkan punggungnya di dada Fic yang hangat. Kedua tangan Fic membelai perut Ellena seolah memberikan rasa nyaman pada istrinya ini, sementara lehernya dielusnya dengan lembut. "Fic, kenapa saat yang tadi itu kamu mendadak menjadi cerewet sih?" Ellena bertanya dengan nada iseng, sambil tangannya asyik mengutak-atik ponselnya.Fic tersenyum kecil. "Siapa yang cerewet? Aku?" dia menanggapi dengan nada bercanda."Padahal kamu sedang kesulitan bernafas, aku hanya peduli dan mencoba mengetahui penyebabnya." Jawab Ellena."Susah bernafas? Memang kenapa, ya? Apa aku menekan tubuhmu terlalu keras? Sepertinya tidak." Fic berkata sambil melanjutkan elusan lembutnya di leher Ellena, tangannya kadang bergerak meraba-raba sekilas membuat Ellena menggelinjang. "Ya... aku tidak tahu. Rasanya sesak saja," jawab Ellena, sambil ter
Fic melucuti pakaian Ellena. Sekali lagi mengamati tubuh indah itu sambil tangannya bergerak aktif. Menyentuh semua itu tanpa terlewat.Fic menyisir setiap bagian tubuh Ellena dengan bibirnya. Hingga sampai pada Area sensitif. Fic merenggangkan kedua paha Ellena. Dan memposisikan wajahnya. Ellena menggeliat bak cacing kepanasan karena ulah Fic. Meremas kuat rambut Fic hingga berantakan."Fic, berhenti." nafasnya tersengal sengal.Fic mendongak, menatap wajah Ellena yang sudah memerah. Fic tersenyum, menyambar bibir itu. Hanya sebentar, lagi lagi turun perlahan dan kembali lagi ke area sensitif.Ellena menegang, Fic belum berhenti. Masih berada disitu. Fic benar benar ingin membuat Ellena menggelinjang tak karuan. Hingga Ellena menggoyahkan tubuhnya tanda tak sanggup lagi."Ah, Fic. Berhentilah. Ku mohon." Mendorong kepala Fic.Fic akhirnya berhenti , memandangi tubuh yang terus menggeliat itu."Fic. Kamu menyiksaku!"Fic hanya tersenyum, kembali menyerang wajah leher dan dada Ellena,