Home / Thriller / Amarta : Eternal Curse / Bab 34 Pengorbanan Sarah

Share

Bab 34 Pengorbanan Sarah

Author: Dara Aksara
last update Last Updated: 2022-10-24 23:15:58

Bima tersenyum puas mendengar jawaban Sarah. Manis asmara itu seolah semakin membara dalam hatinya.

"Terimakasih, sayang," ucap Bima sedikit ragu.

Sarah tersipu mendengar panggilan mesra itu keluar dari bibir seseorang yang baru saja ia cumbu mesra, "Sayang?" tanyanya seraya tersenyum.

"Bagus, kan? Kita harus mulai memiliki panggilan khusus satu sama lain." Bima membelai lembut surai hitam milik Sarah.

"Baiklah, itu bagus juga." Sarah tertawa kecil.

"Sana berangkat. Beritahu Hadi bahwa aku akan menginap ya, dia pasti menunggu di pos satpam," pinta Sarah.

"Siap, sayang!" Bima tersenyum lebar. "Sebaiknya kamu tunggu di kamarku saja. Ada televisi dan beberapa buku kalau kamu bosan menunggu," lanjutnya.

Sarah hanya mengangguk dengan senyum yang terus bertengger mesra diwajahnya, sementara tangannya memberikan isyarat agar lelaki bertubuh jangkung itu segera pergi bekerja.

Bima berjalan menuju mobil dan langsung masuk mengendarai kendaraan berwana hitam itu. Tepat di depan pos satpam lela
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Amarta : Eternal Curse   Bab 35 Potongan teka-teki

    Satu bulan kemudian...Angin berhembus kencang, pepohonan tua bahkan bergemuruh karenanya. Langit hitam pekat tanpa bintang, hanya sebuah lentera berapi kecil yang menjadi penerang.Amarta merasakan kaki telanjangnya menginjak bebatuan berselimut tanah basah, "Jalan setapak ini? Aku tahu jalan ini...kenapa aku kembali ke sini?" Netranya menyusuri sekeliling, merasa janggal dengan apa yang ia lihat.Suara geraman terdengar dari arah semak belukar, membuat tubuhnya merinding. Dengan terpaksa Amarta melanjutkan langkahnya. Ia berusaha berlari namun kain jarit yang membalut tubuhnya membuat langkahnya terhambat. Beberapa kali kakinya tersandung bebatuan, luka gores yang menimbulkan rasa perih pun tak lagi ia gubris."Kenapa aku kembali ke sini? Kenapa? Dimana letak Kaputren itu? Aku harus menemukannya!" Amarta mulai menggila, begitupun dengan suara-suara aneh di dalam hutan. Ada yang seperti mentertawakannya, ada pula suara samar yang mengajaknya untuk singgah. Hingga akhirnya semua suar

    Last Updated : 2022-10-26
  • Amarta : Eternal Curse   Bab 36 Pemain Baru

    Sarah dan Mbok Inah saling bertukar pandangan. Mereka menyadari ada lubang hampa tepat dihati Amarta."Bagaimana bisa dia hidup seperti itu selama ini," batin Sarah.Melihat keheningan dan rasa canggung pada Sarah dan Amarta, mbok Inah langsung berinisiatif mencairkan suasana, "Eh ayo non ini makanannya dihabiskan. Takut dimakan kucing nanti." Mbok Inah memaksakan diri untuk tertawa.Amarta hanya mengangguk kemudian mulai memakan hidangan yang dimasak mbok Inah. Mbok Inah sudah sebulan tinggal bersama Amarta di villa milik Sarah. Orang tua Sarah memberikan villa itu dan juga uang beserta barang mewah lainnya sebagai rasa terimakasih mereka padanya. Melihat suasana sekitar Villa yang tenang membuat Amarta merasa nyaman tinggal di sana.Namun ketenangan itu membuat Amarta lalai akan tugasnya. Sepertinya 'mereka' mulai tidak suka dengan sikap santai yang Amarta perlihatkan."Jam berapa aku harus ke pesta pernikahan mu?" tanya Amarta.Sarah menenggak air tawar didalam gelas bening lalu me

    Last Updated : 2022-11-01
  • Amarta : Eternal Curse   Bab 37 Teman Kencan

    Para lelaki berseragam itu mematung. Tak ada yang menjawab sapaan Amarta, mereka seperti tersihir. Hingga akhirnya lamunan mereka terpecah oleh suara Bima. "Guys? Emang ya dasar laki. Minimal sadarlah kalian tuh mulut udah keluar air liur segitu banyak," ucap Bima dengan nada candaan.Amarta menutup mulutnya berusaha menahan tawa mendengar perkataan Bima.Satu persatu dari mereka mulai sadar dan tersenyum canggung menyadari hal bodoh yang baru saja terjadi."Wah Bima, dihari pernikahan ini bukannya mendapat kado, tapi kamu malah memberi kita semua kado yang sangat istimewa." "Perkenalkan nama saya Tomy," lanjutnya seraya mengulurkan tangan. Lelaki pertama yang memperkenalkan dirinya terlihat cukup tampan. Dengan kulit putih dan tubuh atletis. Dua buah lesung pipi juga mempermanis wajahnya."Hai Tomy, Aku Amarta." Pandangan mereka bertemu. Netra hitam milik Tomy seolah berusaha menyelam ke dalam tatapan tenang milik Amarta. Ia berusaha mengulik kebenaran dari pandangan wanita itu.

    Last Updated : 2022-11-03
  • Amarta : Eternal Curse   Bab 38 Dua Pria

    "Kapan kita mulai berkencan?" Frans mengulang pertanyaannya.Tomy mematung melihat kegilaan di hadapannya. Pandangannya beralih ke arah Amarta. Wanita itu jelas tidak boleh ia lewatkan. Namun berkencan dengan dua lelaki sekaligus? Itu terdengar gila bahkan baginya yang seorang pemain."Baiklah, aku ikut. Apapun itu, jangan sampai kalian mulai tanpa aku!" Tomy melepaskan kerah baju Frans. Lelaki itu berjalan dengan sedikit tertatih menuju ke arah Amarta. Wajahnya babak belur, darah mengalir dari sudut bibirnya. Namun sepertinya itu tidak menghentikannya untuk ikut mengambil ciuman dari Amarta.Tanpa ragu tangan besarnya menangkup wajah Amarta, menggiringnya mendekat. Tomy mencium Amarta didepan Frans yang juga tidak bisa berkutik. Sebuah ciuman yang gegabah dan sangat tergesa-gesa. Setelah cukup puas Tomy melepaskan tautannya. Lelaki itu menatap Amarta dan membisikan sebuah kalimat tepat telinganya, "Ini hari pertama kita, aku harap kamu bisa berlaku adil terhadap kami berdua." Tomy

    Last Updated : 2022-11-03
  • Amarta : Eternal Curse   Bab 39 Kencan Pertama

    Hari itu langit cerah. Mereka memilih bertemu di taman. Sejujurnya, Amarta sedikit kebingungan mengenai kencan kali ini. Dia hanya punya pengalaman menikahi lelaki dan dijadikan simpanan. Semua aktivitasnya bersama lelaki hanya dilakukan di dalam kamar, tidak lebih dari itu."Kenapa aku harus mengajak mereka berdua berkencan! Tidak aku sangka ini akan sangat merepotkan," batin Amarta.Sudah satu jam mereka di taman. Sebagai besar waktu dihabiskan dengan berdebat. Tomy dan Frans terus-menerus berdebat tentang hal-hal yang sepele."Sebaiknya kita ke restoran cepat saji saja," cetus Tomy."Tidak, aku ingin makanan sehat." Frans menimpali."Ya terserah kemana saja asal Amarta naik mobilku." Tomy kembali bersuara."Amarta? Kamu mau naik mobil jelek milik Tomy?" Frans bertanya.Amarta memasang wajah lelahnya. Sepertinya tidak ada harapan. Dia terlalu percaya diri dapat menangani dua lelaki sekaligus."Aku pulang saja." Ucap Amarta kemudian berdiri dan berjalan meninggalkan bangku taman yang

    Last Updated : 2022-12-03
  • Amarta : Eternal Curse   Bab 40 Kencan Kedua

    Tak ada yang lebih menghanyutkan dibandingkan dengan perasaan manusia. Itu seperti arus tenang di lautan dalam. Gelombangnya tak terlihat namun ia dapat menghanyutkan sampai ke dasar. Hal itulah yang selalu diingat oleh Amarta. Walau sudah hidup ratusan tahun, hatinya tetap terjaga. Tak pernah ada yang masuk ke dalam walau ramai suara ketukan pada pintunya."Aku sudah bosan, kemarin aku sudah menonton film bersama Tommy." Gerutu Amarta pada Frans.Frans menghela nafas. Sudah dua jam berlalu namun suasana diantara mereka masih terasa canggung. Dia memang tertarik dengan Amarta, namun kurangnya pengalaman dalam menghadapi perempuan membuatnya sedikit tegang."Mau ke rumahku? Kita bisa makan malam bersama," usul Frans."Pesan antar? Tidak. Lebih baik makan langsung di restoran." Jawab Amarta tak berminat."Aku yang akan memasak," ucap Frans singkat.Amarta melemparkan pandangannya ada Frans, air mukanya seolah bertanya "Benarkah?" Frans sepertinya mengerti dengan jelas lewat ekspresi A

    Last Updated : 2022-12-03
  • Amarta : Eternal Curse   Bab 41 Dia yang Terpilih

    Wajah Frans terlihat menahan amarah. Garis rahangnya tegas dan kasar, kedua bibirnya mnegatup rapat. Tatapannya tajam dan sangat mengusik hati Amarta."Lelaki ini berbahaya," batin Amarta."Menuruti keinginanku? Memang kamu tahu apa yang aku inginkan?" Frans mengendorkan cengkramannya pada tangan Amarta.Wajah Amarta meringis kesakitan, ditambah suasana yang sudah sangat tidak nyaman diantara mereka berdua. Rasanya Amarta ingin segera pergi dari sana. Seharusnya Amarta tahu sejak awal bahwa Frans adalah jenis lelaki yang seharusnya ia hindari."Jangan seperti ini Frans." Amarta mendorong tubuh Frans perlahan."Lalu kamu ingin aku bagaimana? Aku tidak suka terus bermain-main." Jawab Frans dengan suara baritonnya yang tegas."Aku tidak suka lelaki seperti mu!" bisik Amarta."Tidak suka? Lalu apa kamu menyukai lelaki seperti Tomy? Lelaki yang selalu menjadikan wanita sebagai permainan?" Amarah Frans semakin menjadi.Amarta menatap sengit Frans yang juga menatapnya tak kalah tajam. Dengan

    Last Updated : 2022-12-03
  • Amarta : Eternal Curse   Bab 42 Malam Pertama

    Sejenak pandangan mereka bertemu. Tatapan mendamba dari sepasang kekasih jelas ketara. Tommy mengerti apa yang dimaksud oleh Amarta. Dia bukan pemuda polos tanpa pengalaman. Namun dalam hatinya bertanya, "Secepat inikah dia memberikan apa yang seharusnya ia jaga baik-baik?" Dengan manja jemari Amarta menari di atas dada bidang milik Tommy. Tangannya terampil membuka satu persatu kancing kemeja lelaki dihadapannya itu."Tu-tunggu... Apa maksudnya ini?" tanya Tommy terlihat ragu.Amarta tersenyum, "Apa? Ayolah... Jangan pura-pura polos." "Tapi kita baru satu bulan-" Amarta menaruh jarinya pada bibir Tommy, membuat lelaki itu kehilangan kata-katanya."Ayo!" Amarta menarik tangan Tommy menuju kamarnya."Jawab jujur, kamu mau tapi malu atau memang tidak tertarik?" Amarta dengan paksa menarik tubuh Tommy hingga lelaki itu duduk di atas tempat tidur."Bukan begitu! Aku cuma sedikit kaget," jawab Tommy.Amarta menghela nafas. Ia menyapu lembut wajah Tommy, "Kalau kamu takut, maka lakukan s

    Last Updated : 2022-12-12

Latest chapter

  • Amarta : Eternal Curse   Bab 70 Dibalik Sehelai Kain

    "Mau bermain ditempat yang lebih sepi?" tanya Amarta seraya tersenyum.Bima terdiam. Seketika suara riuh itu hilang. Lelaki itu terlihat ragu namun dalam waktu bersamaan dia juga bergairah.Entah karena malam yang berlalu dengan cepat, atau karena bisikan yang menggoda telah berhasil membawa mereka melompati momen.Kini Bima dan Amarta telah berada di kamar hotel. Sebuah kamar dengan lampu yang temaram memberikan nuansa hangat. Suara klik dipintu seperti bel yang menandakan bahwa mereka telah siap saling menyibukkan diri.Bima dengan tidak sabar menautkan bibirnya pada milik Amarta. Jemarinya menari dengan indah menggelitik bagian belakang leher Amarta. Gerakannya tak terkendali, seolah telah lama ia menahan semua gairah itu.Ruangan itu begitu hening. Yang terdengar hanya deru nafas yang saling bersahutan. Beberapakali desahan terdengar namun tak lama terkubur lagi oleh keheningan.Netra Bima terpaut pada milik Amarta yang berwarna coklat tua, "Bagaimana ini?" Suara Bima terdengar s

  • Amarta : Eternal Curse   Bab 69 Bias Cahaya Malam

    Setelah bertemu Amarta di villa, Sarah kembali kerumah dengan rasa lega. Beberapa kali ia terdengar bersenandung seraya menyisir rambut hitam panjangnya.Wanita itu berdiri didepan cermin besar dengan bingkai kayu jati berukiran antik. Tangannya dengan trampil terus menyisir dan merapikan rambut panjang yang basah setelah mandi.Netra hitamnya menatap lekat pantulan bayangan dari cermin. Sosok cantik dan sempurna yang sekarang sedang ia lihat akan segera lenyap. Sarah menatap lekat pada setiap detail sudut wajahnya. Kulitnya yang mulus, bibirnya yang tebal dan penuh. Halis yang hitam dan terukir rapi. Serta mata indah lengkap dengan bulu mata yang lentik. Hidung mungil dan mancung menyempurnakan keseluruhan bagian wajahnya."Tidak apa-apa, aku rela mempertaruhkan semuanya demi mempunyai anak. Tentunya aku harus memiliki anak dari Bima. Anak ini harus diakui dan dijadikan pewaris tunggal." Ucap Sarah."Aku hanya perlu mempercayakan semuanya pada Amarta. Semuanya ... ." Lanjut Sarah.H

  • Amarta : Eternal Curse   Bab 68 Tumbal Selanjutnya

    Hari itu juga Sarah pergi ke villa dimana Amarta tinggal. Sejak kejadian yang merenggut nyawa Bu Laela, ini pertama kali mereka bertemu kembali. Sarah mengedarkan pandangannya ke sekeliling villa. "Sepi, tapi masih terawat," gumam Sarah.Sarah berjalan perlahan menaiki anak tangga menuju pelataran rumah. Ia mendorong pintu depan pelan dan langsung terbuka. Tanpa ragu wanita itu masuk kedalam tanpa permisi."Kamu datang?" Suara lembut Amarta terdengar dari bagian dalam rumah. Sarah berusaha menajamkan pengelihatannya karena ruangan itu sedikit gelap."Dimana kamu?" Teriak Sarah.Sarah berjalan perlahan mengelilingi ruangan itu, hingga sebuah sentuhan lembut pada pundaknya membuatnya terperanjat."Wah gila! Kenapa gelap sekali di sini? Belum bayar listrik, hah?" sindir Sarah.Amarta tertawa pelan, "Takut? Kenapa sesama pengikut setan harus takut?" Amarta menyindir balik Sarah.Sarah tidak menanggapi jawaban Amarta, dia berjalan mencari-cari dimana kiranya tombol lampu berada. Tak lam

  • Amarta : Eternal Curse   Bab 67

    Target terkunciSudah empat puluh hari sejak kematian Bu Laela. Kecurigaan serta rasa gelisah perlahan luruh tidak tersisa. Pak Agus juga Sarah sudah mulai terbiasa tanpa kehadiran Bu Laela. Namun, pak Agus ternyata diam-diam menyimpan kecurigaan kepada Sarah juga menantu lelakinya."Sarah, kenapa semenjak ibu meninggal bapak belum melihat Bima tinggal disini lagi?" tanya pak Agus."Oh, Bima sibuk pak. Dia sering dinas diluar jadi memilih pulang kerumah ibu bapaknya saja. Katanya kasian kalau aku harus terganggu karena dia sering pulang tengah malam," ungkap Sarah.Pak Agus mengerutkan keningnya. "Tapi harusnya dia mendampingi kamu, Nak. Ibumu baru saja meninggal." Suara pak Agus terdengar sedikit bergetar. Ia berusaha menahan emosinya kepada menantunya itu.Sarah tersenyum. "Sudah ya Pak. Sarah juga sudah tenang kok, Sarah sudah ikhlas ibu meninggal. Bapak juga harus belajar ikhlas." Pak Agus tertunduk mendengar perkataan putrinya yang terlihat lebih tegar dibanding dirinya. Perla

  • Amarta : Eternal Curse   Bab 66

    Tanah merahPagi datang bersama gerimis yang turun sejak subuh. Suara dentingan air dari atap seolah menyerupai elegi yang begitu ramai. Didalam rumah Sarah justru keheningan yang pekat terasa begitu riuh.Mbok Inah dan Pak Hadi terduduk lesu di dapur kotor, tepat di bagian belakang rumah. Kilasan ingatan yang terjadi semalam terus berputar seperti kaset yang kusut didalam kepala mereka."Hari ini hasil autopsinya keluar mbok... Bagaimana kalau seandainya mereka tahu ibu dibunuh oleh iblis jahat itu?" Hadi menoleh lirih pada mbok Inah."Entah ini jawaban yang menenangkan atau justru membuatmu semakin gelisah Hadi... Selama ini, tidak ada pembunuhan yang dilakukan oleh non Amarta yang bisa terungkap oleh orang lain." Mbok Inah menatap Hadi dengan sorot mata penuh kengerian.Seketika keheningan merangkul mereka kembali untuk terbenam dalam pikirannya masing-masing. Hingga akhirnya lamunan itu hilang bersamaan dengan suara langkah kaki yang terdengar berjalan menyusuri lorong penghubung

  • Amarta : Eternal Curse   Bab 65 Peran Iblis yang dimainkan oleh manusia

    Sarah meremas kasar rambutnya. Jemarinya penuh dengan darah yang sudah mengering. Ia sadar, dan ingat apa yang sudah ia alami."Bima! Teganya kamu..." Suara Sarah bergetar marah. Ia menutupi wajahnya yang sudah basah oleh air mata.Hadi dan mbok Inah yang masih terkejut hanya bisa terdiam menatap Sarah dengan rasa iba."Mbok Inah, Pak Hadi. Tolong bantu aku. Sekarang kalian bersihkan kamarku, jangan sampai ada jejak yang tertinggal. Lalu jasad ibu... " Sarah terdiam sejenak. "Urus semuanya, pastikan tidak ada jejak yang tertinggal," lanjutnya.Keesokan paginya kediaman Sarah mulai ramai. Beberapa polisi dan tim medis mulai berdatangan. Sarah memainkan perannya dengan baik- duduk di sudut ruangan dengan mata yang sembab. Sampai akhirnya jasad Bu Laela dibopong kedalam mobil ambulans untuk otopsi.Kabar ramai dikediaman Sarah langsung sampai pada Bima. Awalnya lelaki itu gusar, namun ia tak menyangka ternyata jasad yang ditemukan di sana bukanlah Sarah.Rasa penasaran dan ketakutan akan

  • Amarta : Eternal Curse   64 Hati dan Jasad yang mati

    Amarta berlari ke luar rumah dengan kaki telanjang berlumuran darah. Beberapa kali ia hampir terjatuh karena kakinya yang licin."Bu Laela?" Bisik Amarta begitu melihat seorang wanita tergeletak di depan rumah. Seketika kedua kaki Amarta seperti kehilangan tenaganya. Perlahan ia mendekati tubuh Bu Laela yang sudah terbujur kaku diatas tanah.Bersamaan dengan itu sebuah mobil datang memasuki halaman, dan dengan cepat Hadi dan mbok Inah berhamburan keluar menuju tempat Amarta dan Bu Laela berada."Ya ampun!" Pekik mbok Inah. Mbok Inah terduduk lemas diatas tanah.Hadi tak dapat menahan Isak tangisnya, lelaki itu pun terduduk didekat tubuh Bu Laela."Ibu! Bu Laela! Bangun Bu!" Hadi berusaha membangunkan Bu Laela. Hadi mengguncang tubuh Bu Laela. Hingga akhirnya Amarta menghentikan itu semua."Cukup Hadi! Bu Laela sudah meninggal!" Ucap Amarta."Kenapa bisa begini? Ayo, non! Hidupkan lagi Ibu Laela!" Hadi terisak.Amarta hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Ini diluar kendalinya, semua

  • Amarta : Eternal Curse   Bab 63 Tumbal

    Hadi termenung memikirkan pertanyaannya yang tidak dijawab oleh Amarta. Tubuhnya pasrah ditarik pergi oleh mbok Inah keluar rumah. Mereka segera masuk kedalam mobil setelah mematikan seluruh aliran listrik di rumah itu."Hadi! Sadar! Ayo cepat hidupkan mobilnya!" bentak mbok Inah.Hadi masih terdiam, hingga sebuah pukulan cukup kencang yang mendarat di kepalanya membuat ia sadar."Ah iya, maaf mbok. Saya banyak melamun." Hadi menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal lalu langsung pergi cukup jauh meninggalkan area rumah itu.Dalam keadaan gelap gulita tanpa ada penerangan sedikit pun, Amarta memulai ritualnya. Amarta memejamkan kedua matanya dan menarik nafas dalam-dalam. Dalam satu kali hentakan nafas, netra kecoklatan itu berubah menjadi warna emas yang menyala.Amarta segera membuat simbol pemanggilan dari darah Sarah yang tercecer di lantai. Walaupun keadaan gelap gulita, Amarta tidak merasa kesusahan sedikitpun seolah kegelapan adalah teman baiknya.Setelah simbol pemanggilan s

  • Amarta : Eternal Curse   Bab 62 Darah disudut ruangan

    Kengerian langit malam dengan gemuruh guntur dan kilatan petir terkalahkan oleh pemandangan di dalam ruangan yang terang dan sunyi. Semua orang menatap Amarta dengan penuh tanya, "Akankah ia bisa menyelamatkan lagi Sarah kali ini?" Begitulah pertanyaan yang terpendam di dalam hati mbok Inah dan Hadi.Amarta tanpa ragu berjalan masuk. Tapak kakinya terukir pada genangan darah di atas lantai. "Hadi, suami Sarah yang melakukan ini semua, kan?" "Ya, benar!" Suara Hadi bergetar.Seharusnya tanpa bertanya pun Amarta pasti sudah tahu jawabannya. Namun wanita dengan surai kemerahan itu masih butuh menyakinkan dirinya.Sarah terbaring tidak karuan di atas tempat tidur. Hampir seluruh sprei sudah berlumuran darah. Di ujung ruangan terdapat pisau dapur yang berlumuran darah."Mbok Inah, ambilkan gunting. Hadi, ceritakan apa yang terjadi sebelumnya." Tanya Amarta seraya mengecek kondisi tubuh Sarah."Seperti biasa saya menunggu di teras samping rumah setelah bekerja. Lalu Pak Bram datang dan la

DMCA.com Protection Status