Beranda / Thriller / Amarta : Eternal Curse / Bab 42 Malam Pertama

Share

Bab 42 Malam Pertama

Penulis: Dara Aksara
last update Terakhir Diperbarui: 2022-12-12 22:10:10

Sejenak pandangan mereka bertemu. Tatapan mendamba dari sepasang kekasih jelas ketara. Tommy mengerti apa yang dimaksud oleh Amarta. Dia bukan pemuda polos tanpa pengalaman. Namun dalam hatinya bertanya, "Secepat inikah dia memberikan apa yang seharusnya ia jaga baik-baik?"

Dengan manja jemari Amarta menari di atas dada bidang milik Tommy. Tangannya terampil membuka satu persatu kancing kemeja lelaki dihadapannya itu.

"Tu-tunggu... Apa maksudnya ini?" tanya Tommy terlihat ragu.

Amarta tersenyum, "Apa? Ayolah... Jangan pura-pura polos."

"Tapi kita baru satu bulan-"

Amarta menaruh jarinya pada bibir Tommy, membuat lelaki itu kehilangan kata-katanya.

"Ayo!" Amarta menarik tangan Tommy menuju kamarnya.

"Jawab jujur, kamu mau tapi malu atau memang tidak tertarik?" Amarta dengan paksa menarik tubuh Tommy hingga lelaki itu duduk di atas tempat tidur.

"Bukan begitu! Aku cuma sedikit kaget," jawab Tommy.

Amarta menghela nafas. Ia menyapu lembut wajah Tommy, "Kalau kamu takut, maka lakukan s
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Amarta : Eternal Curse   Bab 43 Awal Kecurigaan

    Jakarta, Agustus tahun 1996.Frans berjalan di lorong hingga langkah kakinya terhenti didepan sebuah pintu kayu bergagang hitam. Ia mengetuk pintu tiga kali sebelum akhirnya masuk."Kamu datang juga." Ucap seorang lelaki yang sudah menunggunya didalam.Ia adalah Jacob, kakak kandung Frans. Bagai pinang yang dibelah dua, Frans dan Jacob terlihat mirip bahkan mereka selalu dianggap sebagai saudara kembar. Frans tersenyum, "Sedang sibuk, kak?" tanyanya."Tidak, aku hanya sedang membaca berkas-berkas yang cukup menarik." Ucap lelaki itu sembari memamerkan map bewaran coklat."Bukannya ini kasus mayat di Jogjakarta? Kenapa berkasnya ada di sini?" Frans melihat lebih detail berkas kasus yang sedang Jacob pelajari.Jacob menaruh satu jari di depan bibirnya, "Anggap kamu tidak melihat semua ini," perintahnya."Ya aku mengerti prosedur. Tapi sebenarnya kenapa dilimpahkan kesini? Setahuku kasus ini masih terus diselidiki. Apa mereka tidak mendapatkan kemajuan?" Frans merasa penasaran."Benar.

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-12
  • Amarta : Eternal Curse   Bab 44 Dia yang selalu terbayang

    Hari itu adalah hari terakhir Frans melihat wajah Amarta. Surai merah kecoklatan yang terlihat berkilau dibawah sinar mentari, kulit putih yang kadang telihat kemerahan karena tersipu, binar mata berwarna kecoklatan yang banyak menyimpan misteri. Semua keindahan yang misterius itu akan selamanya terpatri dalam ingatan Frans.Didalam hatinya ia masih menyimpan harapan. Entah cepat atau lambat ia ingin sekali dipertemukan kembali dengan gadis itu. Tentunya dipertemukan dalam keadaan yang memungkinkan untuk bersama. Walau masa lalu bersamanya tidak begitu menyenangkan, namun setidaknya ia harus berharap untuk pertemuan selanjutnya.Hari sudah gelap saat Tommy mengantarkan Amarta pulang. Sesekali Amarta melempar pandangan pada gelapnya jalanan. Bayangan wajah Frans masih menghantui pikirannya. "Dia tampan, dan sikapnya yang tidak berisik juga sebenarnya adalah tipeku. Andai saja intuisi lelaki itu tidak terlalu kuat, mungkin aku bisa bersamanya sekarang." Amarta bergumam dalam hati.Tomm

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-12
  • Amarta : Eternal Curse   Bab 45 Pohon yang Mulai Mengering

    Suara gemericik air hujan di luar membangunkan Tommy. Rasa hangat juga harum pada tempat tidur dan selimut begitu familiar menyapa tubuhnya. Netranya menangkap pemandangan langit-langit kamar yang juga tidak asing baginya.Wangi vanilla dengan lembut menyapa indra penciuman miliknya, disusul dengan suara langkah kaki yang terdengar samar."Amarta?" Suara Tommy terdengar serak karena tenggorokan yang kering.Tak ada suara yang terdengar, namun tiba-tiba saja Tommy merasakan sentuhan lembut pada pucuk kepalanya."Sudah bangun, sayang?" Suara yang terdengar begitu lembut ditelinga Tommy. Lelaki itu langsung menengadahkan kepalanya, dan mendapati seorang gadis dengan rambut merah kecoklatan yang masih basah tengah duduk bersandar dikepala ranjang.Tommy menatap lembut wajah cantik itu, "Lagi-lagi aku tidak ingat jelas bagaimana malamku bersamanya berakhir. Rasa pening dan tubuh yang lemas ini sepertinya jadi hal rutin terj

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-03
  • Amarta : Eternal Curse   Bab 46 Gadis Kedua

    "Apa ini semua karena itu? Aku tidak bisa langsung menuduh seperti itu. Lebih baik aku mulai mengamati polanya." Tommy bergumam dalam hati."Sudahlah, ayo cepat berikan infus vitamin seperti biasanya." Tommy meminta Adara segera melakukan tindakan.Adara pun menurutinya tanpa bertanya apapun lagi.Lembayung sore sudah memenuhi langit. Cahaya jingganya terkadang membentuk siluet gedung-gedung. Tommy mengakhiri hari itu dengan tubuh yang kurang baik juga pikiran yang cemas.Ia belum mengabari Amarta lagi, hari ini rasanya ia ingin beristirahat di rumah dan tidak menemui wanita itu untuk sementara waktu.Tommy menghentikan laju mobilnya di depan sebuah rumah mewah bergaya arsitektur khas kolonial Belanda. Halamannya yang luas dengan berbagai jenis tanaman membuat rumah itu semakin terlihat megah.Seorang lelaki berseragam hitam segera menghampiri Tommy begitu ia keluar dari mobil."Akhirnya den Tommy pulang juga. Mari saya masukan ke garasi mobilnya." L

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-03
  • Amarta : Eternal Curse   Bab 47 Gadis Kedua ( Part 2 )

    Dyah semakin merasa tak nyaman. Rasanya ia ingin mendekap tubuh dihadapannya itu. Rasa rindu yang sudah lama ia pendam seolah akan meledak keluar.Tok... Tok... Tok...Terdengar suara ketukan pada pintu, Bu Maryam mendapati dokter yang sudah ia hubungi berdiri di sana."Silahkan masuk dok." Bu Maryam mempersilahkan dokter untuk memeriksa Tommy.Dyah menarik nafas lega. Ia sempat khawatir kecemasannya terlihat mencurigakan dimata Bu Maryam. Namun untungnya dokter datang sebelum semua semakin terlihat.Dengan hati-hati Dyah membaringkan kembali tubuh Tommy, "Saya izin ke dapur lagi bu." Dyah berpamitan.Bu Maryam mengangguk, "Dyah tolong buatkan minum untuk dokter dan simpan di meja ruang tamu, ya." Perintah Bu Maryam.Dyah mengangguk dan segera pergi. Gadis itu menghela nafas panjang merasa beruntung nyonya rumah tak menyadari perubahan rona pada wajahnya.Bu Maryam memerhatikan dokter yang sedang melak

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-04
  • Amarta : Eternal Curse   Bab 48 Harapan Gadis Kedua

    Dyah terkejut hingga pisau serta apel yang ia pegang terlempar ke atas meja."Kenapa ini?" pekik Dyah.Tommy yang nampak sedikit kesal tetap berusaha membantu Dyah. Lelaki itu mengambil tisu mencoba menutup luka agar pendarahannya berhenti."Duduk! aku akan memanggil suster," perintah Tommy.Dyah pun mengikuti perintah Tommy, ia duduk dengan wajah menahan rasa perih. Tak lama kemudian Tommy datang dengan seorang suster yang membawa peralatan untuk pertolongan pertama.Suster membersihkan darah yang sudah mengering pada tangan dan jemari lentik Dyah, "Lukanya cukup dalam, namun tidak fatal," jelasnya."Sudah saya sterilkan dan ditutup. Jangan sampai kena air untuk hari ini." Lanjut suster kemudian pergi meninggalkan Dyah dan Tommy di sana."Apa yang kamu pikirkan sampai-sampai tak sadar memotong jari sendiri!" ucap Tommy kesal."Tolong jangan melakukan hal bodoh seperti ini! Bikin khawatir saja!" lanjut Tomm

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-04
  • Amarta : Eternal Curse   Bab 49 Mendekati Babak Akhir

    Tommy melihat Dyah dengan tatapan jengkel, "Mau apa lagi kamu Dyah?" tanyanya."Aku hanya bertanya, mau pergi kemana den Tommy yang baru saja pulang dari rumah sakit? Apa aku tidak boleh bertanya? Atau mungkin lebih baik ibu yang bertanya langsung?" Dyah berusaha menekan Tommy.Dyah berjalan menghampiri Tommy dan berusaha mengambil kunci mobil yang Tommy pegang. Namun dengan kasar Tommy menepis tangan Dyah. Gadis itu sempat kehilangan keseimbangannya namun ia masih bisa menahan tubuhnya agar tak terjatuh."Masuk kedalam dan tidak usah ikut campur! Aku bukan anak kecil!" bentak Tommy.Tommy tidak menunggu tanggapan Dyah, dia langsung membuka pintu mobil dan duduk dibalik kemudi.Dyah tidak bisa melawan meski dia sangat ingin menahan lelaki itu agar tidak pergi. Netranya menatap nanar Tommy yang perlahan tak bisa ditangkap oleh pandangan matanya.Sepanjang perjalanan Tommy tak henti-hentinya bersenandung. Wajahnya yang sudah cerah dan segar dihiasi senyuman manis dengan lesung pipi yang

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-05
  • Amarta : Eternal Curse   Bab 50 Amarah Menuju Kematian

    Amarta terdiam, Ia bimbang harus menangani Tommy seperti apa, "Apa aku harus membunuhnya sekarang? Tidak. Dia kesini tanpa pamit setelah sakit cukup parah, aku pasti langsung jadi tersangka begitu ditemukan. Aku akan ulur waktunya," batin Amarta."Sayang? Bagaimana... Kamu mau kan aku kenalkan pada keluarga ku?" Tommy kembali bertanya.Amarta tersenyum, dengan rapih menyembunyikan keinginan membunuh dalam dirinya."Kenapa kamu tidak menjawab? Ayolah katakan sesuatu! Kita sudah cukup jauh menjalani hubungan ini. Apa kamu tidak ingin ada yang bertanggungjawab atas tubuhmu? Aku sudah menyentuh semua bagian tanpa terkecuali." Tommy memaksa.Amarta tersenyum sinis, "Lalu apa karena kamu pernah menyentuh tubuhku kita wajib menikah? Menikah itu bukan hal yang mudah!" Nada bicara Amarta semakin meninggi."Iya! Apa kamu tidak malu selalu memulai suatu hubungan dengan tubuh yang sudah disentuh banyak pria? Aku akan menerima mu apa adanya." Tommy berusaha meraih tangan Amarta."Hentikan omong ko

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-05

Bab terbaru

  • Amarta : Eternal Curse   Bab 70 Dibalik Sehelai Kain

    "Mau bermain ditempat yang lebih sepi?" tanya Amarta seraya tersenyum.Bima terdiam. Seketika suara riuh itu hilang. Lelaki itu terlihat ragu namun dalam waktu bersamaan dia juga bergairah.Entah karena malam yang berlalu dengan cepat, atau karena bisikan yang menggoda telah berhasil membawa mereka melompati momen.Kini Bima dan Amarta telah berada di kamar hotel. Sebuah kamar dengan lampu yang temaram memberikan nuansa hangat. Suara klik dipintu seperti bel yang menandakan bahwa mereka telah siap saling menyibukkan diri.Bima dengan tidak sabar menautkan bibirnya pada milik Amarta. Jemarinya menari dengan indah menggelitik bagian belakang leher Amarta. Gerakannya tak terkendali, seolah telah lama ia menahan semua gairah itu.Ruangan itu begitu hening. Yang terdengar hanya deru nafas yang saling bersahutan. Beberapakali desahan terdengar namun tak lama terkubur lagi oleh keheningan.Netra Bima terpaut pada milik Amarta yang berwarna coklat tua, "Bagaimana ini?" Suara Bima terdengar s

  • Amarta : Eternal Curse   Bab 69 Bias Cahaya Malam

    Setelah bertemu Amarta di villa, Sarah kembali kerumah dengan rasa lega. Beberapa kali ia terdengar bersenandung seraya menyisir rambut hitam panjangnya.Wanita itu berdiri didepan cermin besar dengan bingkai kayu jati berukiran antik. Tangannya dengan trampil terus menyisir dan merapikan rambut panjang yang basah setelah mandi.Netra hitamnya menatap lekat pantulan bayangan dari cermin. Sosok cantik dan sempurna yang sekarang sedang ia lihat akan segera lenyap. Sarah menatap lekat pada setiap detail sudut wajahnya. Kulitnya yang mulus, bibirnya yang tebal dan penuh. Halis yang hitam dan terukir rapi. Serta mata indah lengkap dengan bulu mata yang lentik. Hidung mungil dan mancung menyempurnakan keseluruhan bagian wajahnya."Tidak apa-apa, aku rela mempertaruhkan semuanya demi mempunyai anak. Tentunya aku harus memiliki anak dari Bima. Anak ini harus diakui dan dijadikan pewaris tunggal." Ucap Sarah."Aku hanya perlu mempercayakan semuanya pada Amarta. Semuanya ... ." Lanjut Sarah.H

  • Amarta : Eternal Curse   Bab 68 Tumbal Selanjutnya

    Hari itu juga Sarah pergi ke villa dimana Amarta tinggal. Sejak kejadian yang merenggut nyawa Bu Laela, ini pertama kali mereka bertemu kembali. Sarah mengedarkan pandangannya ke sekeliling villa. "Sepi, tapi masih terawat," gumam Sarah.Sarah berjalan perlahan menaiki anak tangga menuju pelataran rumah. Ia mendorong pintu depan pelan dan langsung terbuka. Tanpa ragu wanita itu masuk kedalam tanpa permisi."Kamu datang?" Suara lembut Amarta terdengar dari bagian dalam rumah. Sarah berusaha menajamkan pengelihatannya karena ruangan itu sedikit gelap."Dimana kamu?" Teriak Sarah.Sarah berjalan perlahan mengelilingi ruangan itu, hingga sebuah sentuhan lembut pada pundaknya membuatnya terperanjat."Wah gila! Kenapa gelap sekali di sini? Belum bayar listrik, hah?" sindir Sarah.Amarta tertawa pelan, "Takut? Kenapa sesama pengikut setan harus takut?" Amarta menyindir balik Sarah.Sarah tidak menanggapi jawaban Amarta, dia berjalan mencari-cari dimana kiranya tombol lampu berada. Tak lam

  • Amarta : Eternal Curse   Bab 67

    Target terkunciSudah empat puluh hari sejak kematian Bu Laela. Kecurigaan serta rasa gelisah perlahan luruh tidak tersisa. Pak Agus juga Sarah sudah mulai terbiasa tanpa kehadiran Bu Laela. Namun, pak Agus ternyata diam-diam menyimpan kecurigaan kepada Sarah juga menantu lelakinya."Sarah, kenapa semenjak ibu meninggal bapak belum melihat Bima tinggal disini lagi?" tanya pak Agus."Oh, Bima sibuk pak. Dia sering dinas diluar jadi memilih pulang kerumah ibu bapaknya saja. Katanya kasian kalau aku harus terganggu karena dia sering pulang tengah malam," ungkap Sarah.Pak Agus mengerutkan keningnya. "Tapi harusnya dia mendampingi kamu, Nak. Ibumu baru saja meninggal." Suara pak Agus terdengar sedikit bergetar. Ia berusaha menahan emosinya kepada menantunya itu.Sarah tersenyum. "Sudah ya Pak. Sarah juga sudah tenang kok, Sarah sudah ikhlas ibu meninggal. Bapak juga harus belajar ikhlas." Pak Agus tertunduk mendengar perkataan putrinya yang terlihat lebih tegar dibanding dirinya. Perla

  • Amarta : Eternal Curse   Bab 66

    Tanah merahPagi datang bersama gerimis yang turun sejak subuh. Suara dentingan air dari atap seolah menyerupai elegi yang begitu ramai. Didalam rumah Sarah justru keheningan yang pekat terasa begitu riuh.Mbok Inah dan Pak Hadi terduduk lesu di dapur kotor, tepat di bagian belakang rumah. Kilasan ingatan yang terjadi semalam terus berputar seperti kaset yang kusut didalam kepala mereka."Hari ini hasil autopsinya keluar mbok... Bagaimana kalau seandainya mereka tahu ibu dibunuh oleh iblis jahat itu?" Hadi menoleh lirih pada mbok Inah."Entah ini jawaban yang menenangkan atau justru membuatmu semakin gelisah Hadi... Selama ini, tidak ada pembunuhan yang dilakukan oleh non Amarta yang bisa terungkap oleh orang lain." Mbok Inah menatap Hadi dengan sorot mata penuh kengerian.Seketika keheningan merangkul mereka kembali untuk terbenam dalam pikirannya masing-masing. Hingga akhirnya lamunan itu hilang bersamaan dengan suara langkah kaki yang terdengar berjalan menyusuri lorong penghubung

  • Amarta : Eternal Curse   Bab 65 Peran Iblis yang dimainkan oleh manusia

    Sarah meremas kasar rambutnya. Jemarinya penuh dengan darah yang sudah mengering. Ia sadar, dan ingat apa yang sudah ia alami."Bima! Teganya kamu..." Suara Sarah bergetar marah. Ia menutupi wajahnya yang sudah basah oleh air mata.Hadi dan mbok Inah yang masih terkejut hanya bisa terdiam menatap Sarah dengan rasa iba."Mbok Inah, Pak Hadi. Tolong bantu aku. Sekarang kalian bersihkan kamarku, jangan sampai ada jejak yang tertinggal. Lalu jasad ibu... " Sarah terdiam sejenak. "Urus semuanya, pastikan tidak ada jejak yang tertinggal," lanjutnya.Keesokan paginya kediaman Sarah mulai ramai. Beberapa polisi dan tim medis mulai berdatangan. Sarah memainkan perannya dengan baik- duduk di sudut ruangan dengan mata yang sembab. Sampai akhirnya jasad Bu Laela dibopong kedalam mobil ambulans untuk otopsi.Kabar ramai dikediaman Sarah langsung sampai pada Bima. Awalnya lelaki itu gusar, namun ia tak menyangka ternyata jasad yang ditemukan di sana bukanlah Sarah.Rasa penasaran dan ketakutan akan

  • Amarta : Eternal Curse   64 Hati dan Jasad yang mati

    Amarta berlari ke luar rumah dengan kaki telanjang berlumuran darah. Beberapa kali ia hampir terjatuh karena kakinya yang licin."Bu Laela?" Bisik Amarta begitu melihat seorang wanita tergeletak di depan rumah. Seketika kedua kaki Amarta seperti kehilangan tenaganya. Perlahan ia mendekati tubuh Bu Laela yang sudah terbujur kaku diatas tanah.Bersamaan dengan itu sebuah mobil datang memasuki halaman, dan dengan cepat Hadi dan mbok Inah berhamburan keluar menuju tempat Amarta dan Bu Laela berada."Ya ampun!" Pekik mbok Inah. Mbok Inah terduduk lemas diatas tanah.Hadi tak dapat menahan Isak tangisnya, lelaki itu pun terduduk didekat tubuh Bu Laela."Ibu! Bu Laela! Bangun Bu!" Hadi berusaha membangunkan Bu Laela. Hadi mengguncang tubuh Bu Laela. Hingga akhirnya Amarta menghentikan itu semua."Cukup Hadi! Bu Laela sudah meninggal!" Ucap Amarta."Kenapa bisa begini? Ayo, non! Hidupkan lagi Ibu Laela!" Hadi terisak.Amarta hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Ini diluar kendalinya, semua

  • Amarta : Eternal Curse   Bab 63 Tumbal

    Hadi termenung memikirkan pertanyaannya yang tidak dijawab oleh Amarta. Tubuhnya pasrah ditarik pergi oleh mbok Inah keluar rumah. Mereka segera masuk kedalam mobil setelah mematikan seluruh aliran listrik di rumah itu."Hadi! Sadar! Ayo cepat hidupkan mobilnya!" bentak mbok Inah.Hadi masih terdiam, hingga sebuah pukulan cukup kencang yang mendarat di kepalanya membuat ia sadar."Ah iya, maaf mbok. Saya banyak melamun." Hadi menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal lalu langsung pergi cukup jauh meninggalkan area rumah itu.Dalam keadaan gelap gulita tanpa ada penerangan sedikit pun, Amarta memulai ritualnya. Amarta memejamkan kedua matanya dan menarik nafas dalam-dalam. Dalam satu kali hentakan nafas, netra kecoklatan itu berubah menjadi warna emas yang menyala.Amarta segera membuat simbol pemanggilan dari darah Sarah yang tercecer di lantai. Walaupun keadaan gelap gulita, Amarta tidak merasa kesusahan sedikitpun seolah kegelapan adalah teman baiknya.Setelah simbol pemanggilan s

  • Amarta : Eternal Curse   Bab 62 Darah disudut ruangan

    Kengerian langit malam dengan gemuruh guntur dan kilatan petir terkalahkan oleh pemandangan di dalam ruangan yang terang dan sunyi. Semua orang menatap Amarta dengan penuh tanya, "Akankah ia bisa menyelamatkan lagi Sarah kali ini?" Begitulah pertanyaan yang terpendam di dalam hati mbok Inah dan Hadi.Amarta tanpa ragu berjalan masuk. Tapak kakinya terukir pada genangan darah di atas lantai. "Hadi, suami Sarah yang melakukan ini semua, kan?" "Ya, benar!" Suara Hadi bergetar.Seharusnya tanpa bertanya pun Amarta pasti sudah tahu jawabannya. Namun wanita dengan surai kemerahan itu masih butuh menyakinkan dirinya.Sarah terbaring tidak karuan di atas tempat tidur. Hampir seluruh sprei sudah berlumuran darah. Di ujung ruangan terdapat pisau dapur yang berlumuran darah."Mbok Inah, ambilkan gunting. Hadi, ceritakan apa yang terjadi sebelumnya." Tanya Amarta seraya mengecek kondisi tubuh Sarah."Seperti biasa saya menunggu di teras samping rumah setelah bekerja. Lalu Pak Bram datang dan la

DMCA.com Protection Status