Mendengar suara Anton membuat pekerja lain di toko Nayla berhamburan untuk menghampiri, begitu pun dengan Allea yang sedang memainkan ponselnya. Ia langsung menyimpan ponsel begitu saja di kursi, lalu berlari untuk ikut melihat apa yang terjadi. "Kak Rey?!" Sepasang mata Allea melebar melihat laki-laki yang masih menghuni hatinya terkapar tidak sadarkan diri dengan banyaknya lebam yang terlihat membuat siapa pun khawatir. "Bawa ke belakang!" ucap Anton meminta tolong pada salah satu teman laki-laki yang bekerja di sana karena tubuhnya lebih pendek daripada Reynand. "Wiwi, kamu tolong jaga bilik kasir, ya?" pinta Anton yang dijawab anggukkan dari Wiwi. Anton dan temannya mengangkat tubuh Rey bersama-sama menuju kasur lantai yang telah digelar oleh karyawati di sana. "Tolong ambilkan kayu putih dan air dingin buat kompres," pinta Anton. Mereka tampak sibuk karena Rey yang tiba-tiba pingsan disertai lebam yang parah di wajah dan juga beberapa bagian tubuh yang terlihat. "Sini biar
Sudah tiga hari Allea tidak bertegur sapa dengan Rey semenjak ia mendengar bahwasannya laki-laki yang ia cintai akan menikah dengan perempuan lain. "Non Lele, jangan ngelamun terus," goda Anton. "Enggak, siapa juga yang ngelamun? Orang aku lagi balesin chat kak Doni," ketus Allea yang sepertinya sengaja dibuat kencang agar Reynand mendengar. "Kirain ngelamun kayak yang mau kawin, itu." Anton melirik Rey. "Apaan, sih!" Allea berlalu pergi dan Anton tersenyum. "Lu bikin dia bad mood aja." Rey berucap tanpa menoleh. "Biarin! Gue suka liat orang yang cemburu kek si Lele." "Ya tapi jangan gitu juga."Anton hanya tersenyum. Ia tahu kalau Rey sebenarnya menyukai saat Allea cemburu melihatnya. Namun, ia juga masih terpikir tentang pernikahannya nanti karena hatinya saja tidak sreg dengan Meisya. Semua pekerja sedang sibuk menjelang sore hari karena bersiap-siap akan menutup toko dan orang yang paling sibuk ialah Rey yang harus menghitung semua pemasukan dan juga pengeluaran uang hari i
Allea berangkat diantar kedua orangtuanya ke sekolah. Selepas itu Kenan dan Nayla melanjutkan perjalanan ke rumah sakit untuk memberikan kabar bahagia ini pada Kinan. "Kak, aku merasa Lea gak suka denger kabar dari aku," ucap Nayla saat mobil masih melaju menuju rumah sakit."Itu hanya perasaanmu saja, Sayang.""Masa, sih? Tapi yang aku rasain begitu, Kak." "Jangan terlalu dipikirkan, Sayang. Gak baik buat janin kita nantinya," ucap Kenan sambil mengusap perut Nayla yang masih rata. Mendapat perlakuan seperti itu Nayla pun senang dan bersyukur mendapatkan suami seperti Kenan. Tak terasa saat ini mobil sudah berada di lobby rumah sakit, Kenan dan Nayla sama-sama turun dan jalan bergandengan menuju kamar pemulihan Kinan. Terlihat Kinan tersenyum ketika mengobrol dengan Yoga yang ada di sampingnya. Entah mereka mengobrol apa yang jelas sepertinya ini momen yang tepat untuk memberikan kabar baik dari Nayla. Kaki Nayla seolah sulit digerakkan saat berada di ambang pintu. Bahkan Kenan m
Malam ini Kenan yang bertugas menjaga Kinan di rumah sakit menggantikan Yoga. Sudah satu Minggu mereka berdua bergantian menunggu Kinan di rumah sakit. Seperti malam-malam lalu, Yoga melancarkan aksinya merajut cinta di kala malam tiba. Diam-diam ia selalu menemui dan tidur bersama Rebecca. ***Rey mengurus administrasi pembayaran rawat inap ibunya ketika jam menunjuk ke angka sembilan. Kinan terlihat bahagia karena hari ini ia diperbolehkan pulang. "Papamu di mana, Rey?" tanya Kinan menanyakan Yoga. "Di rumah sepertinya.""Enggak ke sini jemput Mama?" "Entah. Ya udah, nanti juga ketemu di rumah, Ma. Mungkin dia lagi siapin acara penyambutan untuk kepulangan Mama," ujar Kenan yang membuat sang ibu mengulum senyum, ia membayangkan begitu manisnya Yoga kala menyambutnya nanti di rumah. Hingga akhirnya saat ini Kinan dibawa oleh Kenan menuju depan rumah sakit karena sang sopir sudah menunggunya di sana. Perlahan Kenan menggendong sang ibu untuk duduk di jok belakang sementara sang s
"Sana masuk! Udah mau ujan," ucap Rey ketika mengantar Allea pulang."Kak Rey gak masuk dulu? Nanti keujanan loh," tanya Allea saat rintik-rintik hujan sudah mulai turun. "Gak, aku langsung pulang, ya? Bye!" Rey menstater motornya."Kak Rey, tunggu!" pinta Allea. Tidak menunggu waktu lama ia mencium pipi Rey kemudian berlari masuk ke halaman rumah. "Bye, Kak Rey!" Allea melambaikan tangan kemudian berlari tanpa menengok meninggalkan Rey yang seolah diserang api. Ia merasa sekujur tubuhnya saat ini merasakan panas yang begitu hebat, tetapi membawa bahagia. Ah, ini apa namanya?Rey tersadar kalau dirinya malah mematung di motor sementara hujan gerimis kian deras hingga akhirnya ia menancap gas dengan terburu-buru meski akhirnya tetap terjebak hujan. "Udah pulang, Nak?" tanya Nayla saat Allea masuk rumah. "Udah." Allea menjawab ketus. Mendengar jawaban ketus anaknya ia yakin bahwasannya Allea tidak menginginkan memiliki adik. Mungkin lebih pada ketakutan orang tuanya tidak menyayangi
Saat ini Anton dan Allea sudah berada di kamar Rey. Kost yang memang hanya tersedia kamar dan toilet ini sudah Rey huni sekitar enam bulan lalu karena rumah ibunya menjadi sengketa keluarga. Padahal selama hidupnya keluarga dari ibu Reynand tidak ada yang peduli. Bukan Rey tidak ingin memperjuangkan rumah yang penuh dengan kenangan, tetapi baginya hal itu malah menjadikannya tidak nyaman berada di lingkup keluarga ibunya."Gue balik, ya? Kasihan anak-anak lain di toko takut keteter," ucap Anton. "Non Lea, kalo misal enggak ada yang anter pulang WA aku aja, ya?" godanya sambil melirik Rey. "Adanya gue di sini buat apa? Pajangan doang?" seloroh Rey kesal. "Haha ... gue kira lu gak bisa anter, Bang. Kan, masih sakit. Atau lu pura-pura sakit biar dilongokin sama gue?" Anton menaik-turunkan alisnya membuat Rey semakin kesal. "Balik sono, lu!" "Iya, iya gue balik Bang Bro. Karena yang lu tunggu itu Non Lea bukan gue." Anton berlalu pergi sambil berlari membuat Rey semakin kesal sekaligu
Meski Nayla sering mendapatkan hal yang tidak menyenangkan dari ibu mertuanya, tetapi dengan telaten ia mengurus Kinan. Tak ayal kata-kata tak pantas pun keluar dari mulut mertuanya, tetapi Nayla tetap bersabar dan berbakti. "Ma, belajar jalan, yuk?" ajak Nayla ketika pagi hari saat mentari bersinar hangat. "Kamu mau bikin saya jatuh dengan mengajari berjalan? Kamu itu bukan profesional dan bisa saja saya malah semakin parah ketika belajar berjalan denganmu!" sentak Kinan tidak suka. "Ehm!" Rebecca berdehem sambil menutup mulutnya. "Terus aja cari muka biar Mama suka sama kamu," ucap Rebecca saat ia memasuki kamar Kinan. "Maaf, aku bukan cari muka, tapi aku memang perduli sama Mama!" Nayla menjawab. "Berani, ya, kamu sama aku?" Rebecca menarik rambut Nayla. "Aduuuhhh ...." Nayla meringis kesakitan saat rambut panjangnya ditarik oleh Rebecca. "Hentikan! Kenapa jadi berantem di sini?" Kinan berusaha melerai meski ia masih berada di kursi roda. "Rebecca, ajak Mama ke luar. Bisa str
[Rey, seminggu lagi kita nikah karena perutku semakin membesar kata ayah.] Isi pesan dari Meisya. Membaca pesan itu Reynand menjadi ragu karena memang apa yang dikatakan oleh Anton semua masuk akal dan tidak bisa dibantah apalagi pertemuan mereka saja kurang dari usia kehamilan Meisya. "Tapi siapa yang udah hamilin dia, Tuhan?" gumam Rey yang masih menatap layar ponsel. [Ya, tenang saja aku tidak akan lari dari tanggung jawab jika dia memang anakku!] Balas Rey. Membaca balasan dari Rey menyulut Meisya untuk menelepon. Benar saja dalam waktu hitungan detik ponsel Rey berdering. Sesungguhnya Rey malas untuk mengangkat ponselnya, tetapi Anton yang menyuruh agar semuanya jelas dan tidak berlarut. "Halo?" "Maksud kamu apa, Rey? Kamu enggak percaya ini anak kita? Ayah itu salah omong usia kandungan." Mendengar kata-kata dari Meisya akhirnya Rey sadar kalau dirinya sepengecut itu seolah tidak ingin bertanggung jawab. "Serius?" "Iya, ayahku salah ucap," ucap Meisya mantap. Mendengar
Polisi itu kembali menceritakan bahwa yang melakukan semua itu sang sopir yang saat ini sudah dibawa ke mobil polisi di depan rumahnya tanpa perlawanan karena sudah mengakui kesalahannya. Ia diiming-imingi uang oleh Yoga saat ia benar-benar membutuhkan uang tersebut hingga akhirnya ia tergiur dan mau melakukan tindak kriminal tersebut. "Saya semakin pusing!" Kinan memegang kepalanya yang terasa begitu nyeri. "Tidak! Eko berbohong! Aku tidak pernah menyuruhnya. Ini hanya fitnah semata!" Yoga yang baru ke ruang tamu langsung membantah pernyataan kepolisian tentang sopir Kinan bernama Eko telah memfitnahnya. "Semua bisa jawab di kantor, Pak. Mari, ikut kami," pinta salah satu polisi yang dibantah Yoga. Ia tidak mau ikut bersama petugas polisi. Sempat terjadi perseteruan karena Yoga berontak, tetapi ia kalah karena ternyata petugas polisi lebih banyak di luar sana yang akhirnya masuk untuk membantu meringkus Yoga. "Sayang, percaya aku. Aku tidak mungkin melakukan ini. Tolong aku, Saya
Setelah seluruh pekerja di toko kue Nayla pulang. Keadaan kembali sepi, tetapi tidak mengurangi kehangatan yang ada. Malah semakin terasa hangat dan syahdu ketika Kenan sudah sadar. "Kamu tidur, Sayang. Besok, kan, sekolah," titah Nayla pada putrinya. Allea mengangguk. Ia kembali ke sofa dan menarik selimut hangat setelah mencium pipi ibu dan ayahnya bergantian. "Ah, sepertinya kamu mau agar kita berduaan," goda Kenan pada istrinya. "Kamu juga tidur, Kak." Nayla menarik selimut Kenan. "Jangan ge'er begitu bilang ingin berduaan. Aku ingin kamu cepet sehat," lanjut Nayla dengan seulas senyuman."Kamu mau ke mana?" tanya Kenan. Ia menarik tangan istrinya saat Nayla beranjak dari tempat duduknya. "Rehat, lah. Apalagi?" "Di sini aja," ucap Kenan sambil menyibak selimut yang membalut tubuhnya. Nayla tersenyum. "Ada-ada aja, gak muat lah, apalagi badanku sudah mulai gendut." "Tapi aku rindu." "Makanya cepet sehat, biar nanti tidur seranjang lagi!" "Ya udah, ayok, pulang sekarang!"
Baru saja dua hari Kinan memberikan ijin pada Rebecca untuk tetap tinggal di rumahnya, ia sudah berani memamerkan kemesraannya pada Kinan meski sepertinya Yoga terus menghindar. "Sayang, kamu kenapa, sih? Bayi kita ingin terus dekat sama kamu," ucap Rebecca manja yang membuat Kinan muak saat berada di ruang makan. Gimana bisa bergerak? Usia kehamilan segitu baru berbentuk gumpalan darah saja belum ada nyawanya!Batin Kinan berbicara kesal mendengar Rebecca manja seperti itu. Ini sudah jadi risiko Kinan yang memberikan kesempatan pada sang suami karena ia juga harus siap kalau sampai terbukti bayi itu memang merupakan darah daging Yoga. "Sus, antar aku ke kamar!" pinta Kinan kesal. "Baik, Nyonya." Suster Rani mulai menarik kursi roda sang majikan agar bisa jauh dari meja makan. "Makananmu belum habis, Sayang!" Yoga menyahut, tetapi Kinan tidak menggubris. Rebecca melihat wajah Yoga dengan sorot mata memandangnya sinis dan cukup membuatnya takut. "Sini, kamu!" sentak Yoga saat Ki
Saat ini Yoga dan Rebecca sudah ada di dalam kamar Kinan. Keadaan hening sejenak saat Kinan menatap suami dan selingkuhannya bergantian. "Pokoknya aku menuntut tanggung jawabmu, Mas! Tidak mungkin aku pulang dengan keadaan seperti ini," ucap Rebecca. "Aku tidak ingin kehilangan istriku demi kamu!" Yoga menolak. Rebecca tersenyum getir. "Untuk apa? Bukankah istrimu saja tidak dapat memberikan kepuasan untukmu? Apalagi saat ini lumpuh, pasti semakin malas untuk melayanimu," ucap Rebecca. "Jaga mulutmu!" ucap Yoga setelah menampar pipi Rebecca. "Sebaiknya kamu pergi dari sini sekarang juga!" Yoga menunjuk pintu kamar Kinan, menyuruh Rebecca untuk meninggalkan kamar bahkan rumah mereka. "Enggak!" Rebecca bersikeras menolak. "Cukup!" Kinan menyela perdebatan mereka. Saat ini Yoga dan Rebecca yang sedang ribut beralih menatap Kinan yang duduk di ranjangnya. "Aku sudah memutuskan kalau Rebecca akan tetap di sini hingga bayinya lahir. Misalkan terbukti itu anakmu, maka kamu harus meni
Sudah jam delapan malam tetapi Kinan belum juga pulang dan hal ini membuat Yoga khawatir karena ia mengetahui kalau harusnya hari ini Kinan sudah pulang dari rumah sakit. Tidak ingin ada hal buruk yang terjadi pada sang istri, ia pun langsung meluncur ke rumah sakit dengan mobilnya sendiri. Mobil berjalan di bawah langit gelap yang disertai gerimis kecil serta kilatan-kilat kecil sepertinya sebentar lagi hujan akan turun. Kini mobil telah terhenti di parkiran rumah sakit dan ia pun keluar dari mobilnya menuju kamar inap sang istri. Namun, alangkah terkejutnya ketika di dalam ruangan malah terisi orang lain. "Siapa kamu? Masuk tanpa permisi, tidak sopan!" Seorang perempuan yang terbaring di bad mencaci kesal pada Yoga. "Astaga! Maaf, Nyonya. Sepertinya saya salah kamar. Satu kali lagi, maaf, maafkan saya salah memasuki ruangan," ucap Yoga merasa tidak enak pada orang tersebut. Untung saja pasien itu tidak memperkarakan ia pada pihak rumah sakit. Yoga masih berdiri di depan pintu d
"Lea? Kamu kenapa?" Bak menjelma seorang pahlawan Doni muncul di samping Allea yang sedang menangis. Allea baru sadar kalau ada Doni di sampingnya. Ia langsung mengusap air mata di pipinya. Namun, belum juga Allea menjawab Rey sudah memanggil namanya. "Lele!" Doni dan Allea kini menoleh ke belakang dan di sana ada Rey yang berlari mendekati sepasang muda-mudi yang berdiri di trotoar. "Kamu salah paham, Le." Rey mencoba menjelaskan. "Salah paham apa, sih, Kak? Kurang jelas apa lagi coba saat Kakak pegangan tangan sama dia? Lagian aku juga bukan siapa-siapa Kakak, jadi bebas kalau Kakak mau ngapain sama dia atau bahkan siapapun!"Rey tahu kalau sesungguhnya Allea sedang cemburu padanya. Namun, ia bingung menjelskan hal yang sesungguhnya apalagi di sampingnya ada laki-laki yang jelas-jelas suka padanya. "Sekali pembohong tetap akan jadi pembohong, Allea. Ngapain juga dipercaya? Mending ikut aku aja, yok!" Doni memegang tangan Allea. Allea memang masih kecil untuk memahami apa yang
Toko kue Kinan semakin ramai dan Rey kembali ditugaskan sebagai kepala toko karena memang Nayla sudah tidak dapat mengontrol bahkan konsentrasinya hanya tertuju pada sang suami yang masih belum sadar dari koma. Apalagi saat ini akan dilakukannya operasi pengambilan darah yang membeku di otak Kenan. "Selamat pagi semuanya ...." ucap Rey saat ia mengumpulkan karyawan dan karyawati di toko. "Maaf sebelumnya kalau kemarin-kemarin saya tidak full di sini karena memang diminta oleh Ibu Nayla untuk menjaga suaminya––Pak Kenan. Di sini saya mau minta keikhlasan dari temen-temen semuanya untuk mendoakan kesembuhan Pak Kenan yang hingga detik ini masih koma, bahkan saya mendengar kabar kalau hari ini beliau akan dioperasi. Jadi, sudi kiranya temen-temen untuk mendoakan beliau." Hening kemudian semua ikut mengangguk. "Baiklah, berdoa sesuai dengan keyakinan masing-masing dan untuk berdoa dimulai!" Kenan dan yang lainnya berdoa dalam hati dengan begitu khusuk. "Selesai!" Rey mengakhiri. "Teri
Pagi, sekitar pukul tujuh Nayla memutuskan untuk menengok ibu mertuanya setelah Rey datang ke rumah sakit yang Nayla minta untuk menjaga suaminya. "Pagi, Tant ...." sapa Reynand."Pagi, Rey. Maaf saya merepotkan. Bisa tolong jaga suami saya, kan? Saya akan ke Rumah Sakit Manuela," ucap Nayla yang telah membawa tas. "Loh, siapa yang sakit, Tant?" "Ibu mertua saya." "Astaga! Apa pun sakitnya semoga beliau cepat kembali sehat, Tant." Nayla tersenyum. "Aamiin ... makasih doa-doanya, Rey. Kalau begitu saya berangkat sekarang, ya?" Nayla berpamitan. "Iya, Tant. Hati-hati," ucap Rey ketika Nayla hendak pergi. Sementara Allea hanya tersenyum-senyum saat melihat Reynand.Nayla dan Allea melesat diantar oleh sopir pribadinya dengan rute menuju sekolah Allea dulu yang lebih dekat. "Hati-hati, ya, Sayang?" ucap Nayla pada putrinya. "Mommy juga hati-hati, ya? Jaga calon adik aku," pinta Allea sambil mengusap perut Nayla. Nayla tersenyum saat Allea melambaikan tangannya setelah berada di l
"Mas?" Sepasang mata Rebecca membulat ketika Yoga menampar pipinya. "Kau!" Yoga menunjuk wajah Rebecca kesal."Mas tega nampar aku?" Rebecca masih belum percaya apa yang diperlakukan Yoga padanya karena dalam benaknya lelaki yang ada di sampingnya memang rela berkorban dan memiliki rasa yang tulus untuknya."Awas!" Yoga mendorong tubuh Rebecca dan ia memunguti pakaian yang berserakan di lantai serta langsung berjalan ke kamar mandi."Mas, Mas mau ke mana?" Rebecca berteriak ketika Yoga hendak ke luar dari kamarnya. "Mas Yoga! Kamu bener-bener jahat!" pekiknya saat Yoga benar-benar pergi dari kamarnya. Yoga tidak memedulikan teriakan dari Rebecca ia berjalan menuju kamar Kinan yang ternyata dikunci. "Sayang? Buka, Yang!" Yoga mengetuk pintu kamar Kinan. Suster Rani hendak membukanya, tetapi Kinan melarang. "Biarkan dia begitu, Sus. Aku tidak ingin melihat wajahnya!" ketus Kinan menahan amarah.Kinan memilih tidur sedangkan Yoga masih berusaha memanggil nama istrinya disertai deng