"Mom, kapan kita bisa kumpul sama Daddy? Aku ingin punya Daddy seperti yang lain," tanya Allea. Sudah lebih dari satu Minggu ulang tahun Allea berlalu, tetapi Nayla masih belum bisa menjawab pertanyaan Kenan yang menginginkan mereka untuk segera menikah. Bukan Nayla tidak mau, ia hanya terlalu takut hal buruk yang mungkin saja menimpa pada anaknya. "Lea belajar dulu, ya? Ada PR, kan?" Nayla malah mengalihkan pembicaraan putrinya. Allea hanya mendenkus kesal karena tidak mendapatkan jawaban. Sesungguhnya Nayla sedari malam itu juga sudah berpikir harus mengambil keputusan apa nantinya. Namun, lagi-lagi keputusannya harus terhenti ketika mengingat ancaman ibu dari Kenan dulu. "Non?" Inah memanggil. "Eh, Bi. Ada apa?" Nayla terlihat terperanjat ketika pembantu rumahnya memanggil. "Non ngelamun, ya?" tebak Inah yang memang benar adanya. "Enggak, Bi. Hanya sedang berpikir sedikit saja." "Soal apa, Non?" Inah mencoba bertanya karena biasanya sang majikan bercerita atau berkeluh padan
Kenan berjalan hendak mendekati kamar Rebecca, tetapi ponsel yang ada di tangannya kembali bergetar. Kenan mengalihkan langkahnya menuju belakang rumah dan ternyata sinyal malah stabil, jadi ia memutuskan untuk mengobrol di samping kolam renang. "Iya, Nay. Maaf lama angkatnya," ucap Kenan dari dalam sambungan ponsel. "Enggak apa-apa, Kak. Aku hanya ingin mengabarkan kalau aku bersedia menikah sama Kak Kenan," ucap Nayla yang membuat Kenan sejenak terdiam. Ia merasa belum percaya dengan apa yang ia dengar. "Nay, coba ulang? Aku ingin meyakinkan kalo aku gak salah dengar," pinta Kenan. Dari seberang sana Nayla tersenyum simpul mendengar permintaan Kenan. "Iya, aku bersedia menikah dengan Kakak." "Tuhan, Tuhan, Tuhan, tolong tampar aku jika aku salah mendengar," ucap Kenan yang membuat Nayla tertawa geli dari dalam ponsel. "Ih, Kakak. Ngeri, dong, kalau ditampar Tuhan. Apa yang Kakak denger itu udah bener, kok. Enggak percayaan banget sih," ucap Nayla dengan seulas senyuman. Malam
"Kak Ken?" sapa Nayla saat Kenan masuk ke toko kue miliknya. Kenan tidak menjawab, ia berjalan mendekat kemudian memeluk Nayla dengan erat membuat ibu satu anak itu sedikit bingung dengan kelakuan sang kekasih. "Kakak kenapa?" tanya Nayla sesaat Kenan masih terdiam saat masih memeluk dirinya. "Aku hanya ingin seperti ini," jawab Kenan karena ia cukup takut seumpama bicara jujur pada Nayla, ia akan kembali memikirkan keputusannya untuk menikah. Mendengar jawaban Kenan, Nayla mengetahui kalau kekasihnya itu sedang tidak baik-baik saja. Namun, ia tidak tahu harus berbuat apa karena Kenan masih bungkam tanpa kata. Setelah beberapa saat Kenan memeluk, akhirnya tangan yang melingkar pada punggung Nayla itu mengendur, lalu terlepas. Kenan tersenyum saat melihat wajah sang kekasih. Ia terlihat sederhana tetapi kecantikan Nayla bagi Kenan sangatlah sempurna. Seorang ibu dari anaknya yang ia cintai sejak masih gadis dulu. "Kita berangkat sekarang?" tanya Kenan dengan seulas senyuman. "Ke
Kenan sudah merencanakan hari pernikahannya dengan Nayla yang akan digelar tiga hari yang akan datang meski dari Kinan tidak merestui. Mendengar Kenan akan menikah akhirnya Rebecca memutuskan pulang dengan alasan mengurus surat-surat di negaranya untuk bekerja. Semua baju bahkan sudah masuk ke koper dan hanya tinggal menunggu esok pagi ia akan bertolak dari Jakarta ke Singapura."Sayang, apa kamu udah pikirin matang-matang?" tanya Kinan pada Rebecca. "Sudah, Ma. Ada surat-surat yang harus aku urus dan misalkan ada lowongan kerja di sini, aku pasti akan balik ke Indonesia lagi," ucap Rebecca. "Ya sudah, kamu istirahat, ya? Mama pasti rindu kamu," ucap Kinan kemudian memeluk Rebecca. Rebecca berjalan masuk ke kamar, Kinan pun melakukan hal yang sama karena waktu sudah menunjuk ke angka sepuluh malam. Sesungguhnya Kinan benar-benar kecewa pada keputusan putranya, tetapi ia tidak dapat berbuat apa-apa karena memang putranya sudah dewasa dan mampu untuk mengambil keputusan sendiri. Yog
Tiba saatnya pernikahan Kenan dan Nayla. Tidak banyak orang yang datang. Hanya penghulu, ibu, ayah sambung, beberapa saksi juga hakim yang akan menjadi wali nikah untuk Nayla. Sedangkan keluarga dari pihak Nayla tidak ada yang menghadiri karena sudah tidak ada komunikasi lagi, bahkan dari dulu Nayla sudah diasingkan karena dianggap telah mempermalukan nama baik keluarga, hanya ada putrinya dan seorang pembantu saja. Nayla datang bersama sopir yang diutus Kenan untuk menjemput. Ia berjalan diapit oleh Inah dan Allea. Kenan terpana melihat penampilan Nayla yang begitu memukau. Seperti yang ada dalam angannya; Nayla benar-benar terlihat begitu cantik. "Mommy cantik, kan, Dad?" Allea bertanya saat tatapan Kenan begitu lekat pada ibunya. "Sangat, Sayang. Mommy sangat cantik sepertimu," ucap Kenan sambil mencubit pelan hidung putrinya. Allea tersenyum, ia begitu bahagia saat ini. "Belum juga jadi ayah udah panggil Daddy," sindir Kinan yang begitu terlihat tidak suka pada bocah kecil ya
Sudah sekitar lima hari pernikahan Kenan dan Nayla digelar. Saat ini di rumah Kenan bertambah ramai, harusnya Kinan senang karena rumahnya sudah tidak sepi dengan hadirnya cucu di tengah keluarganya. Namun, nyatanya Kinan malah membenci keadaan itu. "Sayang, jangan nakal di rumah, ya? Daddy mau ke kantor," ucap Kenan pada putrinya yang sedang bermain boneka di teras rumah bersama Inah. "Iya, Daddy hati-hati, ya?" jawab Nayla sambil tersenyum. Kenan mengangguk dan ikut tersenyum ia mengusap pucuk kepala Allea dengan belaian lembut. Sungguh ia benar-benar bersyukur saat ini. Sudah menikahi kekasih hati dan juga berkumpul dengan anak kandungnya. "Kak, tunggu!" Suara Nayla memanggil dari dalam. Kenan melirik saat istrinya sudah ada di depan pintu rumah tengah berdiri dengan dress di bawah lutut berwarna putih yang membalut tubuhnya. Ia begitu terlihat cantik pagi ini. "Loh, kamu mau ke mana, Nay?" tanya Kenan heran. "Aku mau ke toko kue, Kak." "Loh, nanti kamu dibantu siapa? Bi Ina
Keduanya saling mengulum senyum saat menyadari kegilaan yang baru saja mereka lakukan. "Kakak nakal, ih! Udah kayak enggak ada tempat aja," ujar Nayla. "Ya enggak apa-apa, kita, kan, udah nikah, Sayang. Sah-sah aja." Kenan mengecup bibir Nayla. Cukup lama mereka berada dalam toko kue dan akhirnya Kenan memutuskan untuk makan siang bersama di restoran yang tidak jauh dari toko kue milik mereka. Namun, Nayla menolak ia lebih memilih makan di rumah makan sederhana.Dua porsi sate kambing, nasi putih dan es teh manis menjadi menu santap siang mereka setelah bercinta. "Gimana setelah beberapa hari tinggal di rumah, Nay? Betah?" tanya Kenan pada istrinya. Nayla tersenyum."Iya, Kak." Nayla hanya menjawab sekenanya dan itu pun dengan senyum yang terlihat tertekan. Kenan mengerti apa yang dirasakan oleh istrinya melalui ekspresi wajah. Ia berusaha menutupi apa yang ia rasa agar hubungan antara anak dan ibu tetap harmonis meski sesungguhnya Nayla benar-benar tidak betah berada di rumah it
Sekitar jam setengah sebelas siang Nayla memutuskan untuk pergi ke toko kuenya karena sudah ada janji dengan seseorang yang menghubunginya untuk melamar pekerjaan. Nayla berharap ia bisa cocok dan membantu dirinya untuk menjadi karyawati di toko kue yang sudah lebih dari satu Minggu tutup. Nayla mengenakan dress di bawah lutut berlengan panjang dan sudah membawa tas untuk segera ke halaman rumah karena taksi online yang ia pesan sudah menunggu di depan sana. Namun, langkahnya terhenti saat ia melirik ke ruang makan, di sana ada Kinan yang sedang membuka tudung nasi. Nayla masih berdiri memperhatikan dan ternyata Kinan menyungkil nasi serta sayur sup yang ia masak tadi pagi. Kinan terlihat lahap menyuap dan mengunyahnya seperti orang kelaparan. Mungkin lebih tepatnya ia lahap karena memang masakan Nayla enak. Perhatian Nayla terpecah ketika ponsel yang sedang ia genggam berdering. Siapa lagi kalau bukan taksi online yang menghubunginya. Gegas Nayla berjalan cepat menuju pintu ruang u
Polisi itu kembali menceritakan bahwa yang melakukan semua itu sang sopir yang saat ini sudah dibawa ke mobil polisi di depan rumahnya tanpa perlawanan karena sudah mengakui kesalahannya. Ia diiming-imingi uang oleh Yoga saat ia benar-benar membutuhkan uang tersebut hingga akhirnya ia tergiur dan mau melakukan tindak kriminal tersebut. "Saya semakin pusing!" Kinan memegang kepalanya yang terasa begitu nyeri. "Tidak! Eko berbohong! Aku tidak pernah menyuruhnya. Ini hanya fitnah semata!" Yoga yang baru ke ruang tamu langsung membantah pernyataan kepolisian tentang sopir Kinan bernama Eko telah memfitnahnya. "Semua bisa jawab di kantor, Pak. Mari, ikut kami," pinta salah satu polisi yang dibantah Yoga. Ia tidak mau ikut bersama petugas polisi. Sempat terjadi perseteruan karena Yoga berontak, tetapi ia kalah karena ternyata petugas polisi lebih banyak di luar sana yang akhirnya masuk untuk membantu meringkus Yoga. "Sayang, percaya aku. Aku tidak mungkin melakukan ini. Tolong aku, Saya
Setelah seluruh pekerja di toko kue Nayla pulang. Keadaan kembali sepi, tetapi tidak mengurangi kehangatan yang ada. Malah semakin terasa hangat dan syahdu ketika Kenan sudah sadar. "Kamu tidur, Sayang. Besok, kan, sekolah," titah Nayla pada putrinya. Allea mengangguk. Ia kembali ke sofa dan menarik selimut hangat setelah mencium pipi ibu dan ayahnya bergantian. "Ah, sepertinya kamu mau agar kita berduaan," goda Kenan pada istrinya. "Kamu juga tidur, Kak." Nayla menarik selimut Kenan. "Jangan ge'er begitu bilang ingin berduaan. Aku ingin kamu cepet sehat," lanjut Nayla dengan seulas senyuman."Kamu mau ke mana?" tanya Kenan. Ia menarik tangan istrinya saat Nayla beranjak dari tempat duduknya. "Rehat, lah. Apalagi?" "Di sini aja," ucap Kenan sambil menyibak selimut yang membalut tubuhnya. Nayla tersenyum. "Ada-ada aja, gak muat lah, apalagi badanku sudah mulai gendut." "Tapi aku rindu." "Makanya cepet sehat, biar nanti tidur seranjang lagi!" "Ya udah, ayok, pulang sekarang!"
Baru saja dua hari Kinan memberikan ijin pada Rebecca untuk tetap tinggal di rumahnya, ia sudah berani memamerkan kemesraannya pada Kinan meski sepertinya Yoga terus menghindar. "Sayang, kamu kenapa, sih? Bayi kita ingin terus dekat sama kamu," ucap Rebecca manja yang membuat Kinan muak saat berada di ruang makan. Gimana bisa bergerak? Usia kehamilan segitu baru berbentuk gumpalan darah saja belum ada nyawanya!Batin Kinan berbicara kesal mendengar Rebecca manja seperti itu. Ini sudah jadi risiko Kinan yang memberikan kesempatan pada sang suami karena ia juga harus siap kalau sampai terbukti bayi itu memang merupakan darah daging Yoga. "Sus, antar aku ke kamar!" pinta Kinan kesal. "Baik, Nyonya." Suster Rani mulai menarik kursi roda sang majikan agar bisa jauh dari meja makan. "Makananmu belum habis, Sayang!" Yoga menyahut, tetapi Kinan tidak menggubris. Rebecca melihat wajah Yoga dengan sorot mata memandangnya sinis dan cukup membuatnya takut. "Sini, kamu!" sentak Yoga saat Ki
Saat ini Yoga dan Rebecca sudah ada di dalam kamar Kinan. Keadaan hening sejenak saat Kinan menatap suami dan selingkuhannya bergantian. "Pokoknya aku menuntut tanggung jawabmu, Mas! Tidak mungkin aku pulang dengan keadaan seperti ini," ucap Rebecca. "Aku tidak ingin kehilangan istriku demi kamu!" Yoga menolak. Rebecca tersenyum getir. "Untuk apa? Bukankah istrimu saja tidak dapat memberikan kepuasan untukmu? Apalagi saat ini lumpuh, pasti semakin malas untuk melayanimu," ucap Rebecca. "Jaga mulutmu!" ucap Yoga setelah menampar pipi Rebecca. "Sebaiknya kamu pergi dari sini sekarang juga!" Yoga menunjuk pintu kamar Kinan, menyuruh Rebecca untuk meninggalkan kamar bahkan rumah mereka. "Enggak!" Rebecca bersikeras menolak. "Cukup!" Kinan menyela perdebatan mereka. Saat ini Yoga dan Rebecca yang sedang ribut beralih menatap Kinan yang duduk di ranjangnya. "Aku sudah memutuskan kalau Rebecca akan tetap di sini hingga bayinya lahir. Misalkan terbukti itu anakmu, maka kamu harus meni
Sudah jam delapan malam tetapi Kinan belum juga pulang dan hal ini membuat Yoga khawatir karena ia mengetahui kalau harusnya hari ini Kinan sudah pulang dari rumah sakit. Tidak ingin ada hal buruk yang terjadi pada sang istri, ia pun langsung meluncur ke rumah sakit dengan mobilnya sendiri. Mobil berjalan di bawah langit gelap yang disertai gerimis kecil serta kilatan-kilat kecil sepertinya sebentar lagi hujan akan turun. Kini mobil telah terhenti di parkiran rumah sakit dan ia pun keluar dari mobilnya menuju kamar inap sang istri. Namun, alangkah terkejutnya ketika di dalam ruangan malah terisi orang lain. "Siapa kamu? Masuk tanpa permisi, tidak sopan!" Seorang perempuan yang terbaring di bad mencaci kesal pada Yoga. "Astaga! Maaf, Nyonya. Sepertinya saya salah kamar. Satu kali lagi, maaf, maafkan saya salah memasuki ruangan," ucap Yoga merasa tidak enak pada orang tersebut. Untung saja pasien itu tidak memperkarakan ia pada pihak rumah sakit. Yoga masih berdiri di depan pintu d
"Lea? Kamu kenapa?" Bak menjelma seorang pahlawan Doni muncul di samping Allea yang sedang menangis. Allea baru sadar kalau ada Doni di sampingnya. Ia langsung mengusap air mata di pipinya. Namun, belum juga Allea menjawab Rey sudah memanggil namanya. "Lele!" Doni dan Allea kini menoleh ke belakang dan di sana ada Rey yang berlari mendekati sepasang muda-mudi yang berdiri di trotoar. "Kamu salah paham, Le." Rey mencoba menjelaskan. "Salah paham apa, sih, Kak? Kurang jelas apa lagi coba saat Kakak pegangan tangan sama dia? Lagian aku juga bukan siapa-siapa Kakak, jadi bebas kalau Kakak mau ngapain sama dia atau bahkan siapapun!"Rey tahu kalau sesungguhnya Allea sedang cemburu padanya. Namun, ia bingung menjelskan hal yang sesungguhnya apalagi di sampingnya ada laki-laki yang jelas-jelas suka padanya. "Sekali pembohong tetap akan jadi pembohong, Allea. Ngapain juga dipercaya? Mending ikut aku aja, yok!" Doni memegang tangan Allea. Allea memang masih kecil untuk memahami apa yang
Toko kue Kinan semakin ramai dan Rey kembali ditugaskan sebagai kepala toko karena memang Nayla sudah tidak dapat mengontrol bahkan konsentrasinya hanya tertuju pada sang suami yang masih belum sadar dari koma. Apalagi saat ini akan dilakukannya operasi pengambilan darah yang membeku di otak Kenan. "Selamat pagi semuanya ...." ucap Rey saat ia mengumpulkan karyawan dan karyawati di toko. "Maaf sebelumnya kalau kemarin-kemarin saya tidak full di sini karena memang diminta oleh Ibu Nayla untuk menjaga suaminya––Pak Kenan. Di sini saya mau minta keikhlasan dari temen-temen semuanya untuk mendoakan kesembuhan Pak Kenan yang hingga detik ini masih koma, bahkan saya mendengar kabar kalau hari ini beliau akan dioperasi. Jadi, sudi kiranya temen-temen untuk mendoakan beliau." Hening kemudian semua ikut mengangguk. "Baiklah, berdoa sesuai dengan keyakinan masing-masing dan untuk berdoa dimulai!" Kenan dan yang lainnya berdoa dalam hati dengan begitu khusuk. "Selesai!" Rey mengakhiri. "Teri
Pagi, sekitar pukul tujuh Nayla memutuskan untuk menengok ibu mertuanya setelah Rey datang ke rumah sakit yang Nayla minta untuk menjaga suaminya. "Pagi, Tant ...." sapa Reynand."Pagi, Rey. Maaf saya merepotkan. Bisa tolong jaga suami saya, kan? Saya akan ke Rumah Sakit Manuela," ucap Nayla yang telah membawa tas. "Loh, siapa yang sakit, Tant?" "Ibu mertua saya." "Astaga! Apa pun sakitnya semoga beliau cepat kembali sehat, Tant." Nayla tersenyum. "Aamiin ... makasih doa-doanya, Rey. Kalau begitu saya berangkat sekarang, ya?" Nayla berpamitan. "Iya, Tant. Hati-hati," ucap Rey ketika Nayla hendak pergi. Sementara Allea hanya tersenyum-senyum saat melihat Reynand.Nayla dan Allea melesat diantar oleh sopir pribadinya dengan rute menuju sekolah Allea dulu yang lebih dekat. "Hati-hati, ya, Sayang?" ucap Nayla pada putrinya. "Mommy juga hati-hati, ya? Jaga calon adik aku," pinta Allea sambil mengusap perut Nayla. Nayla tersenyum saat Allea melambaikan tangannya setelah berada di l
"Mas?" Sepasang mata Rebecca membulat ketika Yoga menampar pipinya. "Kau!" Yoga menunjuk wajah Rebecca kesal."Mas tega nampar aku?" Rebecca masih belum percaya apa yang diperlakukan Yoga padanya karena dalam benaknya lelaki yang ada di sampingnya memang rela berkorban dan memiliki rasa yang tulus untuknya."Awas!" Yoga mendorong tubuh Rebecca dan ia memunguti pakaian yang berserakan di lantai serta langsung berjalan ke kamar mandi."Mas, Mas mau ke mana?" Rebecca berteriak ketika Yoga hendak ke luar dari kamarnya. "Mas Yoga! Kamu bener-bener jahat!" pekiknya saat Yoga benar-benar pergi dari kamarnya. Yoga tidak memedulikan teriakan dari Rebecca ia berjalan menuju kamar Kinan yang ternyata dikunci. "Sayang? Buka, Yang!" Yoga mengetuk pintu kamar Kinan. Suster Rani hendak membukanya, tetapi Kinan melarang. "Biarkan dia begitu, Sus. Aku tidak ingin melihat wajahnya!" ketus Kinan menahan amarah.Kinan memilih tidur sedangkan Yoga masih berusaha memanggil nama istrinya disertai deng