Bunyi ponsel Kenan terputus. Nayla menjadi khawatir setelah ponsel Kenan malah tidak dapat dihubungi. Ia langsung mengambil jaket dan dompet serta ponsel yang sudah ada di tangannya. "Bi!" Nayla mengetuk pintu kamar Inah. "Iya, Non?" jawab Inah setelah membukakn pintu. "Tolong titip Lea, ya? Saya ada keperluan di luar," terang Nayla yang terlihat buru-buru. Inah mengangguk, bahkan sebelum ia menjawab Nayla sudah berjalan cepat ke arah pintu sambil memesan taksi online karena sudah malam.Nayla terlihat mondar-mandir di luar gerbang. Untung saja tidak sampai sepuluh menit, taksi yang ia pesan sudah datang. Cepat-cepat ia masuk mobil. "Jalan, Pak!" pinta Nayla pada sopir taksi. Sementara Nayla sedang berada di perjalanan, di sisi lain ada Kenan yang sedang adu mulut dengan pengguna jalan lain. "Kalau jalan hati-hati, lihat itu, bodi mobil saya hancur!" Kenan terlihat tidak terima dengan si pengguna jalan lain yang telah menabrak mobilnya. "Siapa suruh mobil nya berenti di situ?"
Sepanjang jalan pikiran Kenan masih terbayang Nayla. Bibirnya tersenyum manis ketika membayangkan kecupan Nayla di pipinya. Hingga tidak terasa mobil sudah terparkir di pekarangan rumah. Kenan turun dari mobil, melenggang dengan santai menuju rumah. Bahkan memijit bel rumah pun dengan bibir yang tersenyum semringah. "Malam, Tuan," sapa asisten rumah saat membukakan pintu. Kenan hanya tersenyum kemudian melangkah masuk. "Maaf, Tuan. Tuan mau saya sediakan apa untuk makan malam?" Asisten rumah tangganya kembali bertanya. Namun, belum juga Kenan menjawab sudah diselang oleh Rebecca. "Biar sama aku aja, Bi," serobot Rebecca. "Bibi ke belakang aja, istirahat kalau perlu!" Melihat Rebecca yang bicara terus membuat Kenan muak. Untung saja hatinya sedang bahagia malam ini."Mas, kamu mau makan apa?" tanya Rebecca pada Kenan. Sebelum Kenan menjawab matanya malah terfokus pada leher putih Rebecca. "Apa itu?" tanya Kenan sambil menunjuk leher Rebecca. Tanda merah kecil terlihat di leher
"Kak Ken? Dari mana Kakak tau kalau aku ada di sini?" tanya Nayla yang masih terlihat heran. Kenan yang menenteng box-box di dalam kantung plastik tersenyum saat melihat ekspresi Nayla. "Tidak usah bingung, nanti aku cerita. Kita makan dulu, yuk?!" Tangan kiri Kenan menarik Nayla. "Enggak! Pokoknya ceritain dulu!" pinta Nayla.Akhirnya Kenan menceritakan kalau sesungguhnya ia menelepon dirinya, tetapi Ijah lah yang mengangkat dan memberitahu kalau Nayla sudah membuka toko kue, ia juga yang memberitahu alamat toko kue Nayla. "Jelas?" tanya Kenan saat ia telah selesai menceritakan pada Nayla dan ia pun mengangguk. "Ya udah, kita makan dulu, yuk?! Aku udah lapar," ajak Kenan.Ibu beranak satu itu pun menurut saat Kenan menariknya ke salah satu meja. Namun, Nayla mengajak Kenan ke dapur agar berkumpul dengan Allea dan juga Inah. "Daddy?!!!" Sepasang mata bocah cantik itu membulat dengan wajah ceria saat melihat Kenan. Allea bangkit dan berlari menghampiri Kenan. Hanya dalam sekejap t
Keluarga Kenan sedang menikmati sarapan pagi. Semua berkumpul menikmati menu sarapan mereka. Kinan yang tampak serius dengan sarapannya. Kenan yang terpecah antara sandwich dengan ponsel, Yoga yang mencuri-curi pandang pada Rebecca dan Rebecca tengah khusuk menatap Kenan yang terlihat semakin tampan. Meja makan yang berbentuk bulat dengan posisi duduk; Kenan-Kinan-Yoga, lalu Rebecca. Rebecca yang sedang khusuk menatap Kenan terperanjat saat pahanya ada yang mengusap karena posisi duduk Yoga memang cukup dekat dengannya. Sontak sepasang mata Rebecca membulat, tetapi ia mencoba santai ketika menatap Yoga. Perlahan tangan Rebecca menyingkirkan tangan jahil Yoga. Namun, Yoga kembali seperti itu dan Rebecca tidak bisa berbuat apa-apa selain membiarkan tangan itu tetap meraba-raba paha yang hanya terhalang oleh rok mini, bahkan dengan jahilnya tangan Yoga mencoba menelusup sehingga membuat Rebecca semakin tidak nyaman. Karena ia tidak merasa nyaman akhirnya Rebecca bergeser mendekat pada
Di pertengahan jalan menuju toko kue Nayla, Kenan malah bertemu seseorang yang ia kenal sedang berdiri dengan wajah gelisah. Kenan pun menepikan mobilnya dan membuka kaca mobil. "Mbak Oliv?" sapa Kenan. Olivia sepertinya lupa, ia sejenak berpikir saat melihat wajah laki-laki yang ada dalam mobil mewah. "Mbak lupa pasti sama saya? Saya Kenan," ucap Kenan dengan seulas senyum. "Astagaaaa ... pantas aku merasa pernah melihatmu, tapi di mana?" jawab Olivia dengan seulas senyum dan rambut yang ia selipkan ke telinganya. "Mbak mau ke mana? Kok, malah berdiri di sini sendirian?" "Aku mau ke toko kue Nayla, mobilku lagi diservis, maklum, mobil tua," ucapnya sambil tertawa. "Ah, bareng aja, saya juga mau ke sana. Mari, masuk!" Kenan membuka pintu mobil untuk Olivia. Wanita yang berusia lebih tua darinya itu pun segera masuk dan duduk di samping Kenan. Mobil melaju santai saat Olivia sudah mengenakan seat belt. Namun, keadaan tiba-tiba membisu kala Kenan masih terpikirkan harus berbicara
Kenan begitu lemas saat melihat ekspresi Nayla. Dalam hatinya sudah merutuk diri atas kejadian malam laknat itu dengan Rebecca. Namun, hatinya terasa lega saat ada sedikit senyum di bibir merah muda Nayla. Nayla meraih tangan Kenan. Ia mengusapnya dan menarik napas panjang serta mengeluarkan perlahan. "Mbak Oliv sudah memberitahuku," ucap Nayla begitu tenang. "Lalu? Pasti kamu kecewa?""Apa perlu aku jawab?" tanya Nayla dengan seulas senyum. "Maafin aku," gumam Kenan sambil menundukkan pandangan. Hening. "Tidak perlu minta maaf, karena itu bukan kemauan Kakak. Mungkin nanti akan terjawab, Kakak berbohong ataukah tidak saat Rebecca hamil." "Tapi belum tentu sama aku, Nay!" "Kak, zaman udah maju. Kalian bisa tes DNA dan semuanya akan terungkap." "Aku tidak ingin kamu pergi dari sisiku, Nay." Kenan menggenggam tangan Nayla dengan sorot mata penuh harap. "Aku tidak akan meninggalkan Kak Ken kalau saja memang itu bukan anak Kakak." Jawaban Nayla cukup membuat Kenan stres. Bagaima
Kenan semakin kencang menggedor pintu karena tidak ada jawaban dari dalam, sedangkan Rebecca dan Yoga sedang berpikir keras harus berbuat apa.Akhirnya Rebecca menyuruh Yoga untuk bersembunyi di kamar mandi sedangkan ia melilitkan handuk pendek ke tubuhnya. "Iya, sebentar!" jawab Rebecca dari dalam kamar. "Dari mana saja sih––" ucap Kenan terhenti ketika menyadari Rebecca tidak mengenakan baju. Melihat tatapan Kenan, Rebecca yakin sekali kalau lelaki yang ada di hadapannya tengah terlena melihat tubuhnya. "Aku habis mandi, ada apa, Mas?" tanya Rebecca yang melihat Kenan memalingkan pandangan. "Em ... hanya ingin menanyakan Mama ke mana, apakah kamu tau?" tanya Kenan tanpa melihat pada Rebecca. "Katanya Mama masih ada urusan.""Oh, ya sudah." Kenan hendak pergi, tetapi tangan Rebecca seolah menahannya. "Jangan ke mana-mana." "Lepas!" ucap Kenan yang merasa tangannya dipegang oleh Rebecca. Karena tidak kunjung dilepaskan akhirnya Kenan mengempaskan tangannya dengan kasar. "Jangan
Ekspresi wajah Kinan, Yoga dan Kenan semuanya terlihat tidak menyukai kue buatan Rebecca. Rasa percaya diri yang awalnya membumbung tinggi akhirnya sedikit merendah. Bahkan untuk sekadar bertanya bagaimana rasa kuenya, pun, Rebecca menjadi tidak berani. "Kalian kenapa pada diam?" Yoga memecah keheningan. "Enak, ini enak sekali, Sayang. Kamu memang pintar bikin kue," jelas Kinan meski wajahnya terlihat masam. "Gimana, Ken? Enak, kan?" tanya Yoga pada Kenan. Rebecca terlihat menunggu jawaban dari Kenan. Setelah ia merasa puas dengan jawaban Kinan. Kalau Yoga, ia pasti menyukai apa pun yang dibuat oleh orang yang ia cintai. "Kamu rasain aja sendiri, aku yakin kamu juga belum mencicipinya, bukan?" ucap Kenan yang kemudian berlalu pergi meninggalkan gurat kekecewaan di wajah Rebecca. "Ken? Kenan!" Kinan memanggil putranya tetapi tidak digubris. Wajah Rebecca terlihat sedih, bahkan untuk sekadar mengutarakan pendapatnya saja Kenan tidak mau. Kinan menghibur Rebecca, tetapi Rebecca bu
Polisi itu kembali menceritakan bahwa yang melakukan semua itu sang sopir yang saat ini sudah dibawa ke mobil polisi di depan rumahnya tanpa perlawanan karena sudah mengakui kesalahannya. Ia diiming-imingi uang oleh Yoga saat ia benar-benar membutuhkan uang tersebut hingga akhirnya ia tergiur dan mau melakukan tindak kriminal tersebut. "Saya semakin pusing!" Kinan memegang kepalanya yang terasa begitu nyeri. "Tidak! Eko berbohong! Aku tidak pernah menyuruhnya. Ini hanya fitnah semata!" Yoga yang baru ke ruang tamu langsung membantah pernyataan kepolisian tentang sopir Kinan bernama Eko telah memfitnahnya. "Semua bisa jawab di kantor, Pak. Mari, ikut kami," pinta salah satu polisi yang dibantah Yoga. Ia tidak mau ikut bersama petugas polisi. Sempat terjadi perseteruan karena Yoga berontak, tetapi ia kalah karena ternyata petugas polisi lebih banyak di luar sana yang akhirnya masuk untuk membantu meringkus Yoga. "Sayang, percaya aku. Aku tidak mungkin melakukan ini. Tolong aku, Saya
Setelah seluruh pekerja di toko kue Nayla pulang. Keadaan kembali sepi, tetapi tidak mengurangi kehangatan yang ada. Malah semakin terasa hangat dan syahdu ketika Kenan sudah sadar. "Kamu tidur, Sayang. Besok, kan, sekolah," titah Nayla pada putrinya. Allea mengangguk. Ia kembali ke sofa dan menarik selimut hangat setelah mencium pipi ibu dan ayahnya bergantian. "Ah, sepertinya kamu mau agar kita berduaan," goda Kenan pada istrinya. "Kamu juga tidur, Kak." Nayla menarik selimut Kenan. "Jangan ge'er begitu bilang ingin berduaan. Aku ingin kamu cepet sehat," lanjut Nayla dengan seulas senyuman."Kamu mau ke mana?" tanya Kenan. Ia menarik tangan istrinya saat Nayla beranjak dari tempat duduknya. "Rehat, lah. Apalagi?" "Di sini aja," ucap Kenan sambil menyibak selimut yang membalut tubuhnya. Nayla tersenyum. "Ada-ada aja, gak muat lah, apalagi badanku sudah mulai gendut." "Tapi aku rindu." "Makanya cepet sehat, biar nanti tidur seranjang lagi!" "Ya udah, ayok, pulang sekarang!"
Baru saja dua hari Kinan memberikan ijin pada Rebecca untuk tetap tinggal di rumahnya, ia sudah berani memamerkan kemesraannya pada Kinan meski sepertinya Yoga terus menghindar. "Sayang, kamu kenapa, sih? Bayi kita ingin terus dekat sama kamu," ucap Rebecca manja yang membuat Kinan muak saat berada di ruang makan. Gimana bisa bergerak? Usia kehamilan segitu baru berbentuk gumpalan darah saja belum ada nyawanya!Batin Kinan berbicara kesal mendengar Rebecca manja seperti itu. Ini sudah jadi risiko Kinan yang memberikan kesempatan pada sang suami karena ia juga harus siap kalau sampai terbukti bayi itu memang merupakan darah daging Yoga. "Sus, antar aku ke kamar!" pinta Kinan kesal. "Baik, Nyonya." Suster Rani mulai menarik kursi roda sang majikan agar bisa jauh dari meja makan. "Makananmu belum habis, Sayang!" Yoga menyahut, tetapi Kinan tidak menggubris. Rebecca melihat wajah Yoga dengan sorot mata memandangnya sinis dan cukup membuatnya takut. "Sini, kamu!" sentak Yoga saat Ki
Saat ini Yoga dan Rebecca sudah ada di dalam kamar Kinan. Keadaan hening sejenak saat Kinan menatap suami dan selingkuhannya bergantian. "Pokoknya aku menuntut tanggung jawabmu, Mas! Tidak mungkin aku pulang dengan keadaan seperti ini," ucap Rebecca. "Aku tidak ingin kehilangan istriku demi kamu!" Yoga menolak. Rebecca tersenyum getir. "Untuk apa? Bukankah istrimu saja tidak dapat memberikan kepuasan untukmu? Apalagi saat ini lumpuh, pasti semakin malas untuk melayanimu," ucap Rebecca. "Jaga mulutmu!" ucap Yoga setelah menampar pipi Rebecca. "Sebaiknya kamu pergi dari sini sekarang juga!" Yoga menunjuk pintu kamar Kinan, menyuruh Rebecca untuk meninggalkan kamar bahkan rumah mereka. "Enggak!" Rebecca bersikeras menolak. "Cukup!" Kinan menyela perdebatan mereka. Saat ini Yoga dan Rebecca yang sedang ribut beralih menatap Kinan yang duduk di ranjangnya. "Aku sudah memutuskan kalau Rebecca akan tetap di sini hingga bayinya lahir. Misalkan terbukti itu anakmu, maka kamu harus meni
Sudah jam delapan malam tetapi Kinan belum juga pulang dan hal ini membuat Yoga khawatir karena ia mengetahui kalau harusnya hari ini Kinan sudah pulang dari rumah sakit. Tidak ingin ada hal buruk yang terjadi pada sang istri, ia pun langsung meluncur ke rumah sakit dengan mobilnya sendiri. Mobil berjalan di bawah langit gelap yang disertai gerimis kecil serta kilatan-kilat kecil sepertinya sebentar lagi hujan akan turun. Kini mobil telah terhenti di parkiran rumah sakit dan ia pun keluar dari mobilnya menuju kamar inap sang istri. Namun, alangkah terkejutnya ketika di dalam ruangan malah terisi orang lain. "Siapa kamu? Masuk tanpa permisi, tidak sopan!" Seorang perempuan yang terbaring di bad mencaci kesal pada Yoga. "Astaga! Maaf, Nyonya. Sepertinya saya salah kamar. Satu kali lagi, maaf, maafkan saya salah memasuki ruangan," ucap Yoga merasa tidak enak pada orang tersebut. Untung saja pasien itu tidak memperkarakan ia pada pihak rumah sakit. Yoga masih berdiri di depan pintu d
"Lea? Kamu kenapa?" Bak menjelma seorang pahlawan Doni muncul di samping Allea yang sedang menangis. Allea baru sadar kalau ada Doni di sampingnya. Ia langsung mengusap air mata di pipinya. Namun, belum juga Allea menjawab Rey sudah memanggil namanya. "Lele!" Doni dan Allea kini menoleh ke belakang dan di sana ada Rey yang berlari mendekati sepasang muda-mudi yang berdiri di trotoar. "Kamu salah paham, Le." Rey mencoba menjelaskan. "Salah paham apa, sih, Kak? Kurang jelas apa lagi coba saat Kakak pegangan tangan sama dia? Lagian aku juga bukan siapa-siapa Kakak, jadi bebas kalau Kakak mau ngapain sama dia atau bahkan siapapun!"Rey tahu kalau sesungguhnya Allea sedang cemburu padanya. Namun, ia bingung menjelskan hal yang sesungguhnya apalagi di sampingnya ada laki-laki yang jelas-jelas suka padanya. "Sekali pembohong tetap akan jadi pembohong, Allea. Ngapain juga dipercaya? Mending ikut aku aja, yok!" Doni memegang tangan Allea. Allea memang masih kecil untuk memahami apa yang
Toko kue Kinan semakin ramai dan Rey kembali ditugaskan sebagai kepala toko karena memang Nayla sudah tidak dapat mengontrol bahkan konsentrasinya hanya tertuju pada sang suami yang masih belum sadar dari koma. Apalagi saat ini akan dilakukannya operasi pengambilan darah yang membeku di otak Kenan. "Selamat pagi semuanya ...." ucap Rey saat ia mengumpulkan karyawan dan karyawati di toko. "Maaf sebelumnya kalau kemarin-kemarin saya tidak full di sini karena memang diminta oleh Ibu Nayla untuk menjaga suaminya––Pak Kenan. Di sini saya mau minta keikhlasan dari temen-temen semuanya untuk mendoakan kesembuhan Pak Kenan yang hingga detik ini masih koma, bahkan saya mendengar kabar kalau hari ini beliau akan dioperasi. Jadi, sudi kiranya temen-temen untuk mendoakan beliau." Hening kemudian semua ikut mengangguk. "Baiklah, berdoa sesuai dengan keyakinan masing-masing dan untuk berdoa dimulai!" Kenan dan yang lainnya berdoa dalam hati dengan begitu khusuk. "Selesai!" Rey mengakhiri. "Teri
Pagi, sekitar pukul tujuh Nayla memutuskan untuk menengok ibu mertuanya setelah Rey datang ke rumah sakit yang Nayla minta untuk menjaga suaminya. "Pagi, Tant ...." sapa Reynand."Pagi, Rey. Maaf saya merepotkan. Bisa tolong jaga suami saya, kan? Saya akan ke Rumah Sakit Manuela," ucap Nayla yang telah membawa tas. "Loh, siapa yang sakit, Tant?" "Ibu mertua saya." "Astaga! Apa pun sakitnya semoga beliau cepat kembali sehat, Tant." Nayla tersenyum. "Aamiin ... makasih doa-doanya, Rey. Kalau begitu saya berangkat sekarang, ya?" Nayla berpamitan. "Iya, Tant. Hati-hati," ucap Rey ketika Nayla hendak pergi. Sementara Allea hanya tersenyum-senyum saat melihat Reynand.Nayla dan Allea melesat diantar oleh sopir pribadinya dengan rute menuju sekolah Allea dulu yang lebih dekat. "Hati-hati, ya, Sayang?" ucap Nayla pada putrinya. "Mommy juga hati-hati, ya? Jaga calon adik aku," pinta Allea sambil mengusap perut Nayla. Nayla tersenyum saat Allea melambaikan tangannya setelah berada di l
"Mas?" Sepasang mata Rebecca membulat ketika Yoga menampar pipinya. "Kau!" Yoga menunjuk wajah Rebecca kesal."Mas tega nampar aku?" Rebecca masih belum percaya apa yang diperlakukan Yoga padanya karena dalam benaknya lelaki yang ada di sampingnya memang rela berkorban dan memiliki rasa yang tulus untuknya."Awas!" Yoga mendorong tubuh Rebecca dan ia memunguti pakaian yang berserakan di lantai serta langsung berjalan ke kamar mandi."Mas, Mas mau ke mana?" Rebecca berteriak ketika Yoga hendak ke luar dari kamarnya. "Mas Yoga! Kamu bener-bener jahat!" pekiknya saat Yoga benar-benar pergi dari kamarnya. Yoga tidak memedulikan teriakan dari Rebecca ia berjalan menuju kamar Kinan yang ternyata dikunci. "Sayang? Buka, Yang!" Yoga mengetuk pintu kamar Kinan. Suster Rani hendak membukanya, tetapi Kinan melarang. "Biarkan dia begitu, Sus. Aku tidak ingin melihat wajahnya!" ketus Kinan menahan amarah.Kinan memilih tidur sedangkan Yoga masih berusaha memanggil nama istrinya disertai deng